Laporan Praktikum 9

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Hari,tanggal: Senin, 02-12-2013

Biokimia Waktu : 11.00-12.40 WIB


PJP : Inda Setyawati, S.Tp,M.Si
Asisten : Sari Yuniarini, S.Si
Lusianawati, S.Si

ENZIM II

Kelompok 2

Riska (J3L112066)
Maya Destia .R (J3L112132)
Putri Nurjannah (J3L112004)

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Pendahuluan
Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan
urutan-urutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang
menguraikan molekul nutrient, reaksi yang menyimpan dan mengubah energi
kimiawi dan yang membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana. Di antara
sejumlah enzim yang berpartisi di dalam metabolisme terdapat sekelompok
khusus yang dikenal sebagai enzim pengatur yang dapat mengenali berbagai
isyarat metabolik dan mengubah kecepatan katalitiknya sesuai dengan isyarat
yang diterima. Melalui aktivitasnya, sistem enzim terkoordinasi dengan baik,
menghasilkan suatu hubungan yang harmonis di antara sejumlah aktivitas
metabolik yang berbeda, yang diperlukan untuk menunjuang kehidupan
(Lehninger 1982).
Enzim merupakan suatu katalisator dalam reaksi biokimia dan setiap
enzim mempunyai kemampuan spesifik untuk merubah molekul tertentu. Menurut
Haldare, enzim merupakan larutan koloid atau katalis organik yang dihasilkan
mikroorganisme. Sebagai katalisator, enzim hanya meningkatkan kecepatan reaksi
dan sangat spesifik untuk reaksi yang dikatalisanya. Enzim adalah bahan kimia
yang dihasilkan mikroorganisme untuk meningkatkan kecepatan reaksi menuju
keadaan keseimbangan reaksi kimia, sehingga sifat termodinamika sistim tidak
berubah (Rismijana et al 2003).
Commission on Enzymes of the International Union of Biochemistry,
membagi enzim dalam enam golongan besar. Penggolongan ini didasarkan atas
tipe reaksi yang dikatalisis dan enzim yang dibagi menjadi enam kelompok yaitu
oksidoreduktase, tranferase, hidrolase, liase, isomerase, dan ligase. Enzim
oksidoreduktase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis reaksi oksidasi atau
reduksisuatu bahan. Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi
pemindahan suatu radikal atau gugus. Enzim hidrolase merupakan kelompok
enzim yang sangat penting dalam pengolahan pangan yaitu enzim yang
mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan substrat dengan
pertolongan molekul air. Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan
ikatan C−C dan ikatan C−O dengan tidak menggunakan molekul air. Enzim
isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan konfigurasi molekul
dengan cara pengaturan kembali atom-atom dalam molekul substrat atau dengan
perubahan isomer posisi. Enzim ligaase adalah enzim yang mengkatilisis
pembentukan ikatan-ikatan tertentu, misalnya pembentukan ikatan C−C, C−O,
dan C−S dalam biosintesis ko-enzim A serta pembentukan ikatan C−N dalam
sintesis glutamin (Winarno 2010).
Enzim amilase merupaka enzim yang berfungsi memecah pati atau
glikogen. Amilase dikelompokkan menjadi 3 golongan enzim yaitu α-amilase
(1,4-α-D-glukan-glukanohidrolase), β-amilase (1,4-α-D-glukan maltohidrolase),
dan γ-amilase (Glukoamilase). Alfa-amilase merupakan enzim ekstraseluler yang
menghidrolisis ikatan 1,4-α-D glukanohidrolase. Alfa-amilase dibentuk oleh
berbagai bakteri dan fungi. Aktifitas α-amilase ditentukan dengan mengukur hasil
degradasi pati, biasanya dari penurunan kadar pati yang larut atau kadar
dekstrinnya dengan menggunakan substrat jenuh. Hilangnya substrat dapat diukur
dengan pengurangan derajat pewarnaan iodium. Pati yang mengandung amilosa
bereaksi dengan iodium menghasilkan warna biru, sedangkan dekstrin bila
bereaksi dengan iodium berwarna coklat. Keaktifan α-amilase juga dinyatakan
dengan pengukuran viskositas dan jumlah produksi yang terbentuk. Laju hidrolisis
akan meningkat bila tingkat polimerisasi menurun dan laju hidrolisis akan lebih
cepat pada rantai lurus. β-amilase (1,4-α-D-glukan maltohidrolase) merupakan
exoenzim yang memotong amilum menjadi gugus-gugus maltose. Enzim ini
ditemukan pada tanaman tingkat tinggi dan mikroorganisme (Siti 1995). Enzim β-
amilase memecah ikatan glukosida α-1,4 pada pati dan glikogen yang terjadi
secara bertahap dari arah luar atau ujung rantai gula yang bukan pereduksi, karena
pemotongannya dari arah luar maka enzim ini disebut eksoamilase. Sedangkan γ-
amilase (Glukoamilase) merupakan enzim yang memotong rantai pati secara acak
menjadi molekul-molekul glukosa. Hasil reaksinya hanya glukosa, sehingga dapat
dibedakan dengan α dan β amilase. Dengan pengaruh enzim glukoamilase posisi
glukosa α dapat diubah menjadi β, pH optimal 4-5 dan suhu optimal 50-60˚C
(Winarno 2010).

Tujuan
Praktikum bertujuan untuk menentukan titik akhromatik suatu polisakarida
dan menentukan suhu dan pH optimum bekerjanya enzim.
Metode
Alat-alat yang digunakan adalah penangas air, penangas es, tabung reaksi,
rak tabung reaksi, pelat tetes, pipet tetes, pipet mohr, bulp, gelas arloji, dan sudip.
Bahan-bahan yang digunakan yaitu air liur, akuades, kanji 1%, pereaksi Benedict,
HCl. Pereaksi Iod, asam asetat, dan Na-karbonat 0,1%.
Uji pengaruh Suhu pada aktivitas amilase air liur. Sebanyak 2 mL air
liur dan 2 mL akuades dimasukkan kedalam 4 tabung reaksi yang berbeda. Kocok
tabung reaksi dan letakkan tabung reaksi 1 pada suhu 10˚C, tabung 2 pada suhu
kamar, tabung 3 pada suhu 37˚C, dan tabung 4 pada penangas air bersuhu 80˚C
selma 15 menit. Setelah itu tambahkan pada masing-masing tabung 2 mL larutan
kanji 1%, kocok kemudian letakkan pada masing-masing suhu selama 10 menit.
Isi tabung kemudian diuji dengan pereaksi Iod dan Benedict.
Uji pengaruh pH pada aktivitas amilase air liur. Sediakan 4 tabung
reaksi. Pada tabung pertama diisi 2 mL HCl, pada tabung kedua 2 mL asam asetat,
tabung ketiga sebanyak 2 mL akuades, dan tabung keempat sebanyak 2 mL Na-
karbonat 0,1%. Setiap tabung ditambahkan 2 mL larutan kanji 1% dan 2 mL air
liur. Kocok dan letakkan pada penangas air denagn suhu 37˚C selama 15 menit.
Hidrolisis pati matang oleh amilase air liur. Bubuhkan 0,2 mL air liur
pada tabung yang berisilarutan kanji 1% dan kocok, kemudian simpan pada suhu
37˚C. Setiap selang 1 menit pindahkan satu tetes ke pelat tetes dan tetesi dengan
pereaksi yodium. Sisa larutan kemudian diuji dengan pereaksi benedict.
Hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur. Masukan sedikit tepung
pati pada tabung reaksi kemudian tambhakan 5 mL akuades lalu kocok.
Tambahkan 10 tetes air liur dan simpan pada temperatur 37˚C selama 20 menit.
Saring dan uji filtratnya dengan pereaksi Iod dan pereaksi Benedict.

Data dan Hasil pengamatan


Tabel 1 Hasil uji pengaruh suhu pada aktivitas amilase air liur
Uji Iod Uji Benedict
Tabung Hasil Perubahan Hasil Perubahan
pengamatan warna pengamatan warna
1 − Coklat ++++ Hijau
2 − Coklat +++ Hijau
3 − Jingga ++ Biru kehijauan
4 + Biru + Biru kehijauan
Gambar 1 Hasil uji iod pada pengaruh suhu pada aktivitas amilase air
liur,(a)10 oC,(b)suhu kamar,(c) 37 oC,dan (d)80 oC.

Gambar 2 Hasil uji benedict pada pengaruh suhu pada aktivitas amilase air
liur,(a)10 oC,(b)suhu kamar,(c) 37 oC,dan (d)80 oC.
Tabel 2 Hasil uji pengaruh pH pada aktivitas amilase air liur
Uji Iod Uji Benedict
Tabung Hasil Perubahan Hasil Perubahan
pengamatan warna pengamatan warna
1 + Tb – ungu − Biru
2 + Tb – ungu − Biru
3 − Tb - coklat + Hijau kebiruan
4 − Tb - coklat + Hijau kebiruan

Gambar 3 Hasil uji benedict pada pengaruh pH pada aktivitas amilase air
liur,(a)HCl,(b)Asam asetat,(c)akuades,dan (d)Na-karbonat.

Gambar 4 Hasil uji benedict pada pengaruh pH pada aktivitas amilase air
liur,(a)HCl,(b)Asam asetat,(c)akuades,dan (d)Na-karbonat.
Tabel 3 Hasil uji hidrolisis pati matang oleh amilase air liur
Uji Iod Uji Benedict
Waktu Hasil Hasil
Perubahan Perubahan
(menit ke-) pengamatan pengamatan
warna warna
(+/−) (+/−)
− Coklat Hijau
1 +
kemerahan
2 − Kuning + Hijau
3 − Kuning + Hijau
4 − Kuning + Hijau
5 − Kuning + Hijau
10 − Kuning + Hijau
15 − Kuning + Hijau
20 − Kuning + Hijau
25 − Kuning + Hijau

A B
Gambar 5 Hasil uji hidrolisis pati matang oleh amilase air liur,(a) uji iod dan (b)
uji benedict.

Tabel 4 Hasil uji hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur
Uji Iod Uji Benedict
Waktu
Hasil Hasil
(menit Perubahan
pengamatan Perubahan warna pengamatan
ke-) warna
(+/−) (+/−)
+ Endapan biru + Hijau
1
kehitaman
+ Endapan biru + Hijau
2
kehitaman
+ Endapan biru + Hijau
3
kehitaman
+ Endapan biru + Hijau
4
kehitaman
+ Endapan biru + Hijau
5
kehitaman
10 − Coklat + Hijau
15 − Coklat + Hijau
20 − Coklat + Hijau
25 − Coklat + Hijau
30 − Coklat + Hijau

A B
Gambar 6 Hasil uji hidrolisis pati mentah oleh amilase air liur,(a) uji iod dan (b)
uji benedict.

Pembahasan
Saliva mengandung amilase dan lipase. Amilase salivarius mampu
menghidrolisis pati dan glikogen menjadi maltosa namun ini tidak begitu penting
di dalam tubuh karena waktu kontak enzim tersebut dengan makanan sangat
singkat. Hasil hidrolisis enzimatiknya berupa sakarida yang sederhana dan
dextrin. Tergantung dari tingkat hidrolisis amilum maka dextrin yang terbentuk
memmiliki barat molekul yang berbeda-beda. Makin lama dextrin yang terbentuk,
makin kecil berat molekulnya. Reaksi khusus yang dipergunakan untuk
mengetahui tingkat hidrolisis tersebut di atas adalah larutan iodium (Page 1991).
Selaim itu pereaksi Benedict juga dapat digunakan untuk mengetahui gula
pereduksinya. Benedict adalah larutan yang mengandung ion-ion tembaga (II)
yang dikompleks dalam sebuah larutan basa.Melalui penambahan tetesan larutan
iodium berfungsi untuk mengidentifikasi adanya pati di dalam larutan dengan
adanya perubahan warna menjadi biru. Percobaan dilakukan dengan menguji
enzim yang terkandung dalam air liur (saliva). Enzim berfungsi meningkatkan laju
sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk dan pereaksi. Pada
keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk tidaklah pasti dan
bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang normal, suatu
enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai
tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak menguntungkan
bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya (Salisbury, Ross
1995).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi enzim antara lain suhu ,
pH, konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan zat-zat penghambat. Suhu
berpengaruh terhadap fungsi enzim karena reaksi kimia menggunakan katalis
enzim yang dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah
suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian
aktif enzim akan terganggu, sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
Pada suhu optimum amilase dapat menjalankan fungsinya mengubah amilum
menjadi maltosa. Amilum dan dekstrin yang molekulnya masih besar dengan
iodium memberi warna biru, dekstrin-dekstrin antaranya (eritrodekstrin)memberi
warna coklat kemerah-merahan. Sedangkan dekstrin-dekstrin yang molekulnya
sudah kecil lagi (akhrodekstrin) dan maltosa tidak memberi warna dengan
iodium. Titik saat campuran tidak memberi warna lagi (jernih) disebut titik
akromatik. Warna jernih dapat terbentuk disebabkan amilum yang berikatan
dengan iod sehingga warna ungu telah mengalami proses hidrolisis menjadi
maltosa dan dekstrin yang tidak menimbulkan warna apabila berada dalam larutan
iodium (Panil 2004). Pengaruh suhu terhadap enzim sangat kompleks, suhu yang
terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau perusakan enzim tapi semakin
tinggi suhu semakin aktif enzim tersebut. Hampir semua enzim mempunyai
aktivitas optimum pada suhu 30˚C sampai 40˚C, dan denaturasi akan terjadi pada
suhu 45˚C. Suhu optimum pada enzim amilase adalah 37˚C menyesuikan dengan
suhu tubuh manusia (Guyton 1997). Berdasarkan percobaan menunjukan hasil
yang negatif, seharusnya pada suhu 37˚C menunjukan hasil yang positif karena
pada suhu tersebut enzim amilase bekerja dengan baik. Sedangkan pada suhu
80˚C tidak ada aktivitas enzim karena enzim akan mengalami denaturasi pada
suhu tinggi.

Gambar 7 grafik pengaruh suhu pada aktivitas amilase air liur


Seluruh enzim peka terhadap perubahan derajat keasaman (pH). Enzim
menjadi nonaktif bila diperlakukan pada asam basa yang sangat kuat. Sebagian
besar enzim dapat bekerja paling efektif pada kisaran pH lingkungan yang agak
sempit. Kemudian pH berpengaruh terhadap fungsi enzim karena pada umumnya
efektifitas maksimum suatu enzim pada pH optimum, yang lazimnya berkisar
antara pH 4,5 – 8,0. Enzim amilase saliva memiliki pH optimal pada pH 7, karena
pada pH ini diperoleh aktivitas enzim yang tinggi (kecepatan reaksi enzimatik
tinggi). Umumnya, kecepatan reaksi enzimatik meningkat hingga mencapai pH
optimal dan menurun setelah pH lebih besar dari pH optimal. Dari data yang
ditunjukan pada tabel 1, campuran air liur dengan HCl pada pH 1 dan campuran
air liur dengan CH₃COOH yaitu pada pH 3 masih mengandung pati saat diberi
perekasi Iodium, sedangkan pada pereaksi Benedict membuktikan enzim belum
dapat melangsungkan fungsinya untuk memecah pati menjadi gula pereduksi.
campuran air liur dan akuades pada PH 7 sudah menghasilkan rekasi negatif pada
pereaksi Iodium dan enzim mulai berfungsi hingga bisa memecah pati menjadi
gula pereduksi, begitu pula pada campuran air liur dengan NaCO₃. Hal ini
menunjukkan kerja enzim saliva dimulai dari pH 5 sampai dengan pH 11, namun
semakin tinggi pH kerja enzim semakin berkurang.
Pati mentah yang digunakan merupakan pati yang tidak mengalami proses
pemanasan. Sedangkan, pati matang merupakan pati yang sebelumnya sudah
mengalami pemanasan. Pada percobaan tidak dapat diidentifikasi titik akromatik
pati mentah dan pati matang terletak pada menit ke berapa karena hasil pada uji
Iod dan benedict menunjukan hasil negatif. Titik akromatik yang paling cepat
terjadi pada pati matang karena sebagian pati yang terkandung telah terhidrolisis
melalui pemanasan, sehingga pati yang bereaksi dengan pereaksi iod bekerja
semakin cepat.

Simpulan
Suhu optimum amilase yaitu pada 37˚C. Berdasarkan percobaan pH
optimum enzim 7-9. Sedangkan hisrolisis pati, pati matang lebih cepat
terhidrolisis dibandingkan dengan pati mentah.
Daftar Pustaka
Guyton A C, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedoktera, Edisi 9. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC.
Lehinger AL. 1998. Dasar-Dasar Biokimia 1. Thenawijaya M, penerjemah.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Page David. 1991. Prinsip-Prinsip Biokimia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Panil Z. 2004. Memahami Teori dan Praktek Biokimia Dasar Medis. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Rismijana J, Iin Naomi Indriani, dan Tutus Pitriyani. 2003. Penggunaan Enzim
Selulase-Hemiselulase pada Proses Deinking Kertas Koran Bekas. Jurnal
Matematika dan Sains Vol. 8 No. 2, Juni 2003. Hal 67 – 71.
Salisbury BF, Ross CW. 1992. Plant Physiologi, 4th edition. California :
Wadsworth Publishing.
Siti Nur Jannah. 1995. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Genus Bacillus yang
Mampu Menghasilkan Enzim Amilase. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Winarno FG. 2010. Enzim Pangan, Edisi Revisi. Bogor: M-Brio Press

Anda mungkin juga menyukai