Laporan Pendahuluan Osteosarcoma
Laporan Pendahuluan Osteosarcoma
Laporan Pendahuluan Osteosarcoma
OSTEOSARCOMA
Disusun oleh:
1. Erlinna Milandani (P27220014042)
2. Ernawati Nur Aini (P27220014043)
3. Erwina Nur Safitri (P27220014044)
4. Eva Korina (P27220014045)
5. Evy Etika Yunandita (P27220014046)
6. Faishal Nur Susilo (P27220014047)
7. Farida Ulfa Erwinawati (P27220014048)
B. Etiologi
Etilogi osteosarcoma belum diketahui secara pasti, tetapi ada berbagai
macam factor predisposisi sebagai penyebab osteosarcoma antara lain :
1. Trauma
Osteosarcoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah
terjadinya injuri. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai
penyebab utama karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah
jarang menyebabkan osteosarcoma.
2. Ekstrinsik karsinogen
Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan melebihi
dosisjuga diduga merupakan penyebab terjadinya osteosarcoma ini. Salah satu
contoh adalah radium. Radiasi yang diberikan untuk penyakit tulang seperti
kista tulang aneurisma, fibrosus dysplasia, setelah 3-40 tahun dapat
mengakibatkan osteosarcoma.
3. Karsinogenik kimia
Ada dugaan bahwa penggunaan thorium untuk penderita TBC (tuberculosis)
mengakibatkan 14 dari 53 pasien berkembang menjadi osteosarcoma. Dan
adapun dugaan bahwa penggunaan obat-obatan untuk meninggikan tinggi badan
mengakibatkan terjadinya osteosarcoma.
4. Virus
Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarcoma baru
dilakukanpada hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan
onkogenik virus padaosteosarcoma manusia tidak berhasil, walaupun
beberapa laporan menyatakan adanya partikel seperti virus pada sel
osteosarcoma dalam kultur jaringan. Selain bahan kimia,virus, radiasi, dan
factor trauma pertumbuhan yang cepat dan besarnya ukuran tubuhdapat juga
menyebabkan terjadinya osteosarcoma selama masa pubertas. Hal
inimenunjukkan bahwa hormone seks penting walaupun belum jelas bagaimana
hormone dapat mempengaruhi perkembangan osteosarcoma.
5. Keturunan (genetic)
Anak-anak yang menderita osteosarcoma sangat mungkin mengalami turunan
geneticdari generasi sebelumnya (ayah/ibu) sekalipun belum ada
peneliti manapun yang menemukan kemungkinan ini. Mungkin kelainan
genetic pada kromosom seseorang bisa memicu osteosarcoma. Apapun itu,
sebaiknya penderita memeriksakan tubuh ke otoritasmedis secara berkala
dan konsisten untuk mencegah kemungkinan sekecil apapun
terjangkitnya osteosarcoma atau penyakit lainnya. Sebagaimana
diketahui bahwaosteosarcoma termasuk tumor ganas yang paling sering
ditemukan pada anak-anak dan remaja karena berhubungan dengan periode
pertumbuhan
C. Anatomi Fisiologi
Tulang paha atau femur adalah bagian tubuh terbesar dan tulang terkuat pada
tubuh manusia. Ia menghubungkan tubuh bagian pinggul dan lutut. Femur pada
ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter
minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi
dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput
terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan
ligamentum dari caput. Sebagian suplaii darah untuk caput femoris dihantarkan
sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke
bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada
wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini
perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan
batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di
depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan
padanya terdapat tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia
licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya
terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah.
Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju
tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah
dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di
bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan
dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk
daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian
posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus
dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut
membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan
medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus
medialis.
D. Patofisiologi
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer
yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat yang paling
sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut.
Penyebab osteosarkoma belum jelas diketahui, adanya hubungan
kekeluargaan menjadi suatu predisposisi. Begitu pula adanya hereditery. Dikatakan
beberapa virus onkogenik dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan
percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma.
Akhir-akhir ini dikatakan ada 2 tumor suppressor gene yang berperan secara
signifikan terhadap tumorigenesis pada osteosarkoma yaitu protein P53
(kromosom 17) dan Rb (kromosom 13). Lokasi tumor dan usia penderita pada
pertumbuhan pesat dari tulang memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam
patogenesis osteosarkoma. Mulai tumbuh bisa didalam tulang atau pada
permukaan tulang dan berlanjut sampai pada jaringan lunak sekitar tulang epifisis
dan tulang rawan sendi bertindak sebagai barier pertumbuhan tumor kedalam
sendi. Osteosarkoma mengadakan metastase secara hematogen paling sering
keparu atau pada tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami
metastase pada saat diagnosis ditegakkan. (Salter, Robert:2006).
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan respons
osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan tulang).
Beberapa tumor tulang sering terjadi dan lainnya jarang terjadi, beberapa tidak
menimbulkan masalah, sementara lainnya ada yang sangat berbahaya dan
mengancam jiwa.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa ditemukan
pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia. Secara histolgik,
tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang berdifferensiasi jelek dan
sring dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan fibrosa atau miksomatosa atau
kartilaginosa yang berselang seling dengan ruangan darah sinusoid. Sementara
tumor ini memecah melalui dinding periosteum dan menyebar ke jaringan lunak
sekitarnya; garis epifisis membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel
tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses
destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses
pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik,
karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru
dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
E. Pathway
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Sama sepertinya jenis penyakit lainnya, osteosarcoma juga memiliki gejala
yang bisa dikenali untuk kemudian ditindaklanjuti. Mengetahui gejala dan tanda
penyakit ini sedini mungkin sangat penting dilakukan untuk memudahkan dan
mempercepat penanganan dan penyembuhannya. Tindakan medis dan perlakuan
pengobatan terhadap penderita osteosarcoma yang sudah berada di level Metastatic
Osteosarcoma (telah menyebar) tentunya berbeda dengan penderita yang masih
pada level local osteosarcoma.
Adapun gejala yang paling umum ditemui yang menunjukkan seseorang
menderita osteosarcoma sepertinya adanya keluhan rasa sakit atau adanya
pembengkakan pada lengan atau kaki. Hal tersebut ialah pertanda yang paling
umum ditemukan, dimana biasanya terlihat benjolan atau pembengkakan di lengan
atas dekat bahu atau di atas dan di bawah lutut. Sakit yang diakibatkan oleh
benjolan tersebut mungkin bentuknya tidak berbeda jauh dengan benjolan bisul
yang sangat mengganggu dan menimbulkan rasa sakit. Bahkan yang lebih parah,
rasa sakit tersebut bisa sampai membangunkan penderitanya yang sedang istirahat
di malam hari. Dalam beberapa kasus, osteosarcoma yang telah membuat semakin
melemahnya tulang akan membuat penderita rentan mengalami sakit ketika
istirahat tengah malam.
Kalau selnya kanker belum menyebar sampai ke paru-paru maka presentase
harapan hidupnya bisa mencapai 60%. Data statistic menunjukkan bahwa
sedikitnya 75% penderita osteosarcoma bisa bertahan hidup sampai 5 tahun setelah
penyakitnya terdiagnosis. Maka melakukan diagnosis sedini mungkin bisa
mengurangi resiko yan lebih besar dari osteosarcoma ini. Tanda dan gejalanya
antara lain :
a. Rasa sakit (nyeri), nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena
(biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai
dengan progresivitas penyakit).
b. Pembengkakan, pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta
pergerakan yang terbatas (Gale, 1999 : 245)
c. Keterbatasan gerak
d. Fraktur patologik
e. Menurunnya berat badan
f. Teraba massa, lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa
serta distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena
g. Gejala-gejala penyakit metastatic meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat
badan menurun dan malaise (Smeltzer, 2001 : 2347)
Tingkatan stadium
Sesuai dengan Enneking System, maka tingkatan dari osteosarcoma adalah sebagai
berikut :
1. Stadium tumor rendah, Intracompartmental I-A
2. Stadium tumor rendah, Extracompartmental I-B
3. Stadium tumor tinggi, Intracompartmental II-A
4. Stadium tumor tinggi, Extracompartmental II-B
5. Tumor dengan metastasis III
F. Penatalaksanaan
Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb-sparing (dapat
dilakukan pada 80% pasien) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi
merupakan standar manajemen. Osteosarkoma merupakan tumor yang
radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan dalam manajemen
rutin.
1. Medikamentosa
Sebelum penggunaan kemoterapi (dimulai tahun 1970), osteosarkoma
ditangani secara primer hanya dengan pembedahan (biasanya amputasi).
Meskipun dapat mengontrol tumor secara lokal dengan baik, lebih dari 80%
pasien menderita rekurensi tumor yang biasanya berada pada paru-paru.
Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan bahwa pada saat diagnosis pasien
mempunyai mikrometastase. Oleh karena hal tersebut maka penggunaan
adjuvant kemoterapi sangat penting pada penanganan pasien dengan
osteosarkoma. Pada penelitian terlihat bahwa adjuvant kemoterapi efektif dalam
mencegah rekurensi pada pasien dengan tumor primer lokal yang dapat
direseksi. Penggunaan neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya
mempermudah pengangkatan tumor karena ukuran tumor telah mengecil,
namun juga dapat memberikan parameter faktor prognosa. Obat yang efektif
adalah doxorubicin, ifosfamide, cisplatin, dan methotrexate dosis tinggi dengan
leucovorin. Terapi kemoterapi tetap dilanjutkan satu tahun setelah dilakukan
pembedahan tumor.
2. Pembedahan
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus
sampai batas bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani
pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor prmer. Tipe dari
pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang harus
dievaluasi dari pasien secara individual. Batas radikal, didefinisikan sebagai
pengangkatan seluruh kompartemen yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya
tidak diperlukan. Hasil dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih
baik jika dibandingkan dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan
tingkat 5-year survival rates sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan
dengan hanya radikal amputasi. Fraktur patologis, dengan kontaminasi semua
kompartemen dapat mengeksklusikan penggunaan terapi pembedahan limb
salvage, namun jika dapat dilakukan pembedahan dengan reseksi batas bebas
tumor maka pembedahan limb salvage dapat dilakukan. Pada beberapa keadaan
amputasi mungkin merupakan pilihan terapi, namun lebih dari 80% pasien
dengan osteosarkoma pada eksrimitas dapat ditangani dengan pembedahan limb
salvage dan tidak membutuhkan amputasi. Jika memungkinkan, maka dapat
dilakukan rekonstruksi limb-salvage yang harus dipilih berdasarkan konsiderasi
individual, sebagai berikut :
a. Autologous bone graft: hal ini dapat dengan atau tanpa vaskularisasi.
Penolakan tidak muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah.
Pada pasien yang mempunyai lempeng pertumbuhan yang imatur
mempunyai pilihan yang terbatas untuk fiksasi tulang yang stabil
(osteosynthesis).
b. Allograft: penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi permasalahan,
terutama selama kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft.
c. Prosthesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan prostesis dapat soliter
atauexpandable, namun hal ini membutuhkan biaya yang besar.
Durabilitas merupakan permasalahan tersendiri pada pemasangan implant
untuk pasien remaja.
d. Rotationplasty: tehnik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor
yang berada pada distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran
tumor yang besar sehingga alternatif pembedahan hanya amputasi.
e. Selama reseksi tumor, pembuluh darah diperbaiki dengan cara end-to-
end anastomosis untuk mempertahankan patensi dari pembuluh darah.
Kemudian bagian distal dari kaki dirotasi 180º dan disatukan dengan
bagian proksimal dari reseksi. Rotasi ini dapat membuat sendi ankle
menjadi sendi knee yang fungsional.
f. Sebelum keputusan diambil lebih baik untuk keluarga dan pasien melihat
video dari pasien yang telah menjalani prosedur tersebut.
g. Resection of pulmonary nodules: nodul metastase pada paru-paru dapat
disembuhkan secara total dengan reseksi pembedahan. Reseksi lobar atau
pneumonectomy biasanya diperlukan untuk mendapatkan batas bebas
tumor. Prosedur ini dilakukan pada saat yang sama dengan pembedahan
tumor primer. Meskipun nodul yang bilateral dapat direseksi
melalui median sternotomy, namun lapangan pembedahan lebih baik jika
menggunakan lateral thoracotomy. Oleh karena itu direkomendasikan
untuk melakukan bilateral thoracotomies untuk metastase yang bilateral
(masing-masing dilakukan terpisah selama beberapa minggu).
G. Komplikasi
Risiko- risiko utama yang berhubungan dengan operasi termasuk infeksi,
kekambuhan dari kanker, dan luka pada jaringan- jaringan yang mengelilinginya.
Dalam rangka untuk mengakat seluruh kanker dan mengurangi risiko kekambuhan,
beberapa jaringan normal yang mengelilinginya harus juga diangkat. Tergantung
pada lokasi dari kanker, ini mungkin memerlukan pengangkatan dari porsi-porsi
dari tulang, otot, syaraf- syaraf, atau pembuluh- pembuluh darah. Ini dapat
menyebabkan kelemahan, kehilangan sensasi, dan risiko dari patah tulang atau
patah tulang dari tulang yang tersisa.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang biasa dilakukan :
1. Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman dan destruksi
tulang.
2. CT Scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru.
3. Biopsy terbuka menentukan jenis malignasi tumor tulang, meliputi tindakan
insisi, eksisi, biopsy jarum, dan lesi-lesi yang dicurigai.
4. Skening tulang untuk melihat adanya penyebaran tumor.
5. Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkalin
fosfatase
6. MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan
penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya.
7. Scintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanya “skip lesion”
(Rasjad, 2003)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan
b. Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan,
persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik berkenaan dengan kanker.
d. Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja
pera (Doenges. 1999: 1000)
3. Intervensi
Intervensi keperawatan menurut Doenges (1999: 1000) adalah sebagai berikut:
a. Nyeri yang berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan
Tujuan: klien mengalami pengurangan nyeri.
KH :
Mengikuti aturan farmakologi yang ditentukan
Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas
hiburan sesuai indikasi situasi individu
Intervensi :
o Kaji status nyeri (lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri)
R: Memberikan data dasar untuk menentukan dan mengevaluasi
intervensi yang diberikan.
o Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktivitas hiburan ( misalnya :
musik, televisi
R: Meningkatkan relaksasi klien
o Ajarkan teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi.
R: Meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien
o Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai kebutuhan untuk nyeri.
R: Mengurangi nyeri dan spasme otot
5. Evaluasi
a. Pasien mampu mengontrol nyeri
1) Melakukan teknik manajemen nyeri,
2) Patuh dalam pemakaian obat yang diresepkan.
3) Tidak mengalami nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat
istirahat, selama menjalankan aktifitas hidup sehari-hari
b. Masukan nutrisi yang adekuat
1) Mengalami peningkatan berat badan
2) Menghabiskan makanan satu porsi setiap makan
3) Tidak ada tanda – tanda kekurangan nutrisi
c. Memperlihatkan pola penyelesaian masalah yang efektif.
1) Mengemukakan perasaanya dengan kata-kata
2) Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
3) Keluarga mampu membuat keputusan tentang pengobatan pasien
d. Memperlihatkan konsep diri yang positif
1) Memperlihatkan kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki
pasien
2) Memperlihatkan penerimaan perubahan citra diri
e. Klien dan keluarga siap menghadapi amputasi
DAFTAR PUSTAKA
Otto, S., E, Budi Jane F (Alih Bahasa). 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi.
Jakarta: EGC
Robert, Salter. 2006. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System
Edisi ke-3. William and Wilkins
Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah.
Bengkulu : Numedd.
Wong, Donna. L (2003) Nursing Care of Infants and Childern. 7 th Ed. By Mosby