LP Gastritis
LP Gastritis
LP Gastritis
A. Latar Belakang
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti
perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis bukan merupakan penyakit
tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan
pada lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang
sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter pylori.
Tetapi faktor-faktor lain seperti trauma fisik dan pemakaian secara terus menerus beberapa obat
penghilang sakit dapat juga menyebabkan gastritis.
Pada beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan terjadinya borok (ulcer) dan dapat
meningkatkan resiko dari kanker lambung. Akan tetapi bagi banyak orang, gastritis bukanlah
penyakit yang serius dan dapat segera membaik dengan pengobatan.
Peran perawat pada pasien gastritis yaitu dengan cara:
1. Melaksanakan pelayanan dan atau asuhan keperawatan secara tuntas melalui pengkajian
keperawatan, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan,
implementasi dan evaluasi, baik bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
kepada Klien/Pasien yang mempunyai masalah keperawatan dasar sesuai batas
kewenangan, tanggung jawab, dan kemampuannya serta berlandaskan etika profesi
keperawatan.
2. Mendokumentasikan asuhan keperawatan secara sistematis dan memanfaatkannya dalam
upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
3. Bekerjasama dengan anggota tenaga kesehatan lain dan berbagai bidang terkait dalam
menerapkan prinsip manejemen, menyelesaikan masalah kesehatan yang berorientasi
kepada pelayanan dan asuhan keperawatan.
4. Melaksanakan sistem rujukan keperawatan dan kesehatan.
B. Pengertian Gastritis
1. Infeksi bakteri
Bakteri masuk melalui makanan/udara/zat zat lain yang terkontaminasi oleh bakteri H.Pylori
melalui mulut sampai ke lambung (gaster) bakteri tersebut hidup dalam lapisan mukosa yang
melapisi dinding lambung, bakteri tersebut akan merusak lapisan pelindung dinding lambung
sehingga terjadi athropi gastritis, dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara
perlahan rusak yang menjadi tingkat asam lambung rendah yang dapat mengakibatkan racun-
racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna
dari lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung.
Bakteri ini juga sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan tersering sebagai penyebab
gastritis.
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen masuk
ke dalam lambung → obat bereaksi mengurangi prostaglandin (fungsi prostaglandin yaitu
melindungi dinding lambung) → infiltrasi sel-sel radang → atrofi progresif sel epitel kelenjar
mukosa → kehilangan sel parietal & chief sel → dinding lambung menipis → peradangan.
Pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
Alkohol masuk ke dalam lambung → dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding
lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada
kondisi normal sehingga terjadi peradangan pada lambung.
4. Penggunaan kokain
Kokain dapat merusak lambung → mengiritasi dinding lambung dan menyebabkan pendarahan
dan gastritis.
5. Stress fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat
menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung.
6. Kelainan autoimmune
Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat
yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap
menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan
menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi
vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah
kondisi serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh.
Autoimmune atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
7. Crohn's disease
Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis pada dinding saluran cerna,
namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung. Ketika
lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn's disease (yaitu sakit perut dan diare
dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala gastritis.
Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada
dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika
tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam
dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis
dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.
Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini
diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan
menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin
(pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini
tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan
peradangan dan gastritis.
Gastritis sering juga dikaitkan dengan konsisi kesehatan lainnya seperti HIV/AIDS, infeksi oleh
parasit, dan gagal hati atau ginjal.
Apabila disimpulkan dari penyebab diatas maka semua itu termasuk dari faktor :
1. Faktor imunologi
2. Faktor bakteriologi
3. Faktor lain seperti : NSAID (aspirin), merokok, alkohol, kafein, stres/ ansietas, refluk
usus-lambung, bahan kimia.
D. Patofisiologi Gastritis
E. Manifestasi Klinis
1. Gastritis akut :
a. Tipe A : Asimtomatis
b. Tipe B :
1. Mengeluh anoreksia
2. Sakit ulu hati setelah makan
3. Bersendawa
4. Rasa pahit dalam mulut
5. Mual dan muntah
F. Komplikasi
1. Gastritis Akut
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah perdarahan saluran cerna bagian
atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus
untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang
diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah H. pylory,
sebesar 100% pada tukak duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat
ditegakkan dengan endoskopi.
2. Gastritis Kronis
Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena gangguan absorpsi
vitamin B12.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori dalam
darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri
pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut
terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi
akibat pendarahan lambung akibat gastritis.
2. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses atau tidak.
Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan
terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan pada
lambung.
3. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat adanya
ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X.
Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel
(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian atas usus
kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop
dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan
dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel
(biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya
tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek
dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat
tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat
menelan endoskop.
4. Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau
penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih
dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan
terlihat lebih jelas ketika di ronsen.
Penatalaksanaan Gastritis
Penatalaksanaan gastritis secara umum adalah menghilangkan faktor utama yaitu etiologinya,
diet lambung dengan porsi kecil dan sering, serta Obat-obatan. Namun secara spesifik dapat
dibedakan sebagai berikut :
1. Gastritis Akut :
a. Pantang minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala menghilang; ubah menjadi diet
yang tidak mengiritasi.
b. Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan IV.
c. Jika terdapat perdarahan, penatalaksanaannya serupa dengan hemoragie yang terjadi pada
saluran gastrointestinal bagian atas.
d. Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan netralkan asam
dengan antasida umum, misalnya aluminium hidroksida, antagonis reseptor H2, inhibitor
pompa proton, antikolinergik dan sukralfat (untuk sitoprotektor).
e. Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang encer atau
cuka yang di encerkan.
f. Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya perforasi.
2. Gastritis Kronis :
I. Farmakologi
a. Antasida. Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan
merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida
menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung
dengan cepat.
b. Penghambat asam. Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit tersebut,
dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin, ranitidin, nizatidin
atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi.
c. Penghambat pompa proton. Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam lambung
adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung penghasil asam.
Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari “pompa-
pompa” ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole,
rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerja H. pylori.
d. Cytoprotective agents. Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringan-
jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah
sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara teratur (karena suatu
sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan ini.
Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga menghambat
aktivitas H. pylori.
Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering digunakan
adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula
bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton
berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan
efektifitas antibiotik.
Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori
sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat
tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama
(terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas.
Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi
dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan
yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan
menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada
kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.
A. Pengkajian
2. Pengkajian fisik
a. Nyeri epigastrik.
b. Nyeri terjadi 2 – 3 setelah makan dan sering disertai dengan mual dan muntah.
c. Nyeri sering digambarkan sebagai tumpul, sakit, atau rasa terbakar, sering hilang dengan
makanan dan meningkat dengan merokok dan stres emosi.
d. Penurunan berat badan
e. Perdarahan sebagai hematemesis dan melena bila berat.
3. Kaji diet khusus dan pola makan selama 72 jam perawatan dirumah sakit.
4. Kaji respon emosi pasien dan pemahaman tentang kondisi, rencana tindakan,
pemeriksaan diagnostik, dan tindakan perawatan diri preventif.
5. Kaji metode pasien dalam menerima peristiwa yang menimbulkanstres dan persepsi
tentang dampak penyakit pada gaya hidup.
B. Analisa Data
1. DS : Peradangan Nyeri
↓
Klien menyatakan Meningkatnya HCL
nyeri pada ulu hati. ↓
Lambung →bradikinin ,
DO : histamine dan sel
↓
Klien tampak Hipotalamus
meringis dan ↓
memegang daerah Nyeri
ulu hati.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri sehubungan dengan adanya peradangan pada mukosa
lambung.
2. Potensial terjadinya gangguan keseimbangan suhu tubuh : hipertermi sehubungan dengan
adanya proses infeksi pada mukosa lambung.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi sehubungan dengan intake yang kurang akibat peningkatan
asam lambung.
D. Asuhan Keperawatan
Tupen:
Daklam 1x 24
jam nyeri klien
berkurang dan
klien tampak
tenang dan
nyaman
3. Nutrisi kurang dari kebutujhan berhubungan Tupan: 1. Timbang berat badan den
dengan nutrisi berkurang atau output yang berlebih Dalam waktu 3 teratur
Do : hari kebutuhan 2. Catat adanya muntah dan
-Klien tampak lemas nutrisi klien 3. Anjurkan klien untuk mak
-berat badan menurun terpenuhi dalam porsi sedikit tapi se
-porsi makan tidak habis dengan criteria:
Ds : 5. Kolaborasi dengan ahli gi
-klien mengatakan mual dan muntah 1. berat
-klien mengatakan tidak nafsu makan (anoreksia) badan
meningk
at
2. porsi
makan
habis
3. mual dan
muntah
hilang
Tupen :
dalam waktu 1 x
24 jam
kebutuhan
nutrisi klien
terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah ; buku saku untuk Brunner dan Suddarth,
EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Ed. 2, EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Ed.8, EGC,
Jakarta.
http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/gastritis-pada-lansia.html
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2008/12/askep-gastritis.html
http://nunuborneo.blogspot.com/2008/09/blog-post.html
http://www.indofarma.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=27&Itemid=125
http://keperawatan-gun.blogspot.com/
http://puskesmas-oke.blogspot.com/2009/01/gastritis-maag.html