Stainless Steel

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

STAINLESS STEEL

Stainless steel adalah baja paduan yang memiliki sifat ketahanan korosi (karat),
sehingga secara luas digunakan dalam industri kimia, makanan dan minuman,
industri yang berhubungan dengan air laut dan semua industri yang memerlukan
ketahanan korosi. (Raharjo, 2015)
Stainless steel didapat dengan menambahkan unsur Chromium (Cr) pada baja,
minimum sejumlah 12%. Unsur Cr ini akan bereaksi dengan oksigen yang ada di
udara (atmosfer) dan membentuk lapisan Cr-oksida yang sangat tipis. Lapisan ini
kedap dan kuat sehingga berfungsi sebagai pelindung permukaan logam
dibawahnya, lapisan tersebut akan mencegah proses korosi (karat) berkelanjutan.
Lapisan ini dapat dikatakan permanen, karena jika lapisan tersebut rusak misalkan
akibat goresan, maka akan segera terbentuk lapisan Cr-oksida yang baru. (
INC0,1963)
Stainless steel 316-L sudah secara luas digunakan pada dunia rekayasa material
(Material Engineering) dan dunia industri. Stainless steel tipe SS 316-L mempunyai
kandungan karbon yang rendah sehingga memiliki nilai ketahanan korosi, akan
tetapi memiliki ketahanan lelah yang rendah. SS 316-L mengandung unsur
chromium (Cr) sehingga mampu bertahan dari oksidasi yang menyebabkan
terjadinya karat. SS 316-L sangat sering digunakan pada dunia ilmu biomedik
karena memiliki katahanan korosi yang tinggi dan sangat cocok untuk bahan implan
(bahan yang ditanamkan kedalam tubuh). (Azar,V., Hashemi,2010)

6 Karakteristik Stainless Steel


1. Persen Krom Tinggi
Stainless steel memiliki kandungan Chromium minimal 10,5%. Kandungan
unsur chromium ini merupakan pelindung utama dari gejala yang disebabkan
pengaruh kondisi lingkungan.
2. Tahan Karat
Jika logam lain memerlukan proses galvanize untuk melindungi dari korosi,
stainless steel memiliki sifat tahan korosi secara alami tanpa metode pabrikasi. Sifat
tahan karat stainless steel diperoleh karena adanya kandungan unsur chromium
yang tinggi. Stainless steel memiliki lapisan oksida yang stabil pada permukaannya
sehingga tahan terhadap pengaruh oksigen. Lapisan oksida ini bersifat self-healing
(penyembuhan diri) yang tetap utuh meskipun permukaan benda dipotong atau
dirusak.
3. Low Maintenance & Durable (minim perawatan & tahan lama)
Peralatan yang terbuat dari stainless steel tidak membutuhkan perawatan yang
kompleks. Karakteristik stainless steel yang tahan karat membuatnya lebih awet
atau tahan lama dan tidak mudah rusak karena oksidasi..
4. Kekerasan & Kekuatan Tinggi
Bila dibandingkan dengan baja ringan, stainless steel cenderung memiliki
kekuatan tarik tinggi. Stainless steel duplex memiliki kekuatan tarik lebih tinggi
dari stainless steel austenitik. Kekuatan tarik tertinggi terlihat di martensit (431)
dan nilai pengerasan presipitasi (17-4 PH). Nilai tersebut dapat memiliki kekuatan
dua kali lipat dari jenis 304 dan 316, stainless steel yang paling umum digunakan.
5. Cryogenic Resistance (Resistensi terhadap Suhu Rendah)
Resistensi cryogenic diukur dengan keuletan atau ketangguhan pada sub nol
suhu. Pada suhu rendah kekuatan tarik stainless steel austenitik lebih tinggi dari
pada suhu kamar secara substansial. Martensitic, ferritic dan baja dengan
pengerasan presipitasi sebaiknya tidak digunakan pada suhu dibawah nol karena
ketangguhannya akan turun secara signifikan pada suhu rendah. Pada beberapa
kasus penurunan tersebu terjadi pada suhu mendekati suhu ruangan.
6. Tampilan Menarik
Stainless steel berwarna perak mengkilap sehingga barang-barang yang terbuat
dari stainless steel tampak lebih menarik. Karakteristik stainless steel yang
memiliki tampilan menarik membuatnya sering digunakan untuk peralatan pada
berbagai bidang kehidupan manusia.

Stainless steel di bagi dalam beberapa kelompok atau kelas utama sesuai jenis
dan persentase material bahan pembuatnya. Klasifikasi stainless steel antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Martensitic stainless steel
Martensitic stainless steels adalah juga didasarkan terhadap penambahan unsur
chromium sebagai paduan utama(major alloying element) tetapi dengan kadar
karbon di pertinggi dan pada umumnya kadungan unsur chrome di perendah yaitu
dengan takaran minimal(e.g. 12% pada Grade AISI 410 dan AISI 416) dari pada
jenis ferritic di atas takaran minimal,sedangkan Grade AISI 431 memiliki
kandungan unsur chrome berkisar 16%, tetapi struktur mikronya masih berupa
martensite meskipun level kendunagn chromium-nya tinggi.Hal ini dikarenakan
grade ini terkandung 2% nickel.

Gambar 1. Struktur mikro SS martensitic


Martensit bukanlah suatu struktur yang stabil, tapi merupakan suatu struktur
transisi antara austenite yang tidak stabil pada temperatur kamar dengan campuran
feerit dan cementit yang stabil. Baja tahan karat martensitik mengandung unsur
chromium antara 15%-18% dan merupakan hasil dari suatu proses transformasi
pendinginan cepat dari austenitic pada temperatur tinggi. Baja tahan karat
martensitik ini dikembangkan untuk mendapatkan paduan yang mempunyai sifat
tahan korosi dan dapat dikeraskan dengan proses laku panas dengan menambahkan
elemen karbon pada system biner Fe-Cr yang akan menghasilkan paduan yang
dapat di quench.
Gambar 2. Diagram perlakuan panas pada baja AISI 431
Paduan besi-krom. Memiliki kandungan karbon yang tinggi dan kromiun lebih
rendah, yaitu terdiri dari 1% chromium dan 35% karbon. Termasuk dalam kelas
410 dan 416. Karakteristik stainless steel martensitic yaitu bersifat magnetic,
ketahanan korosi sedang, dan kemampuan las yang buruk.
Martensitic stainless steel biasanya digunakan untuk :
 Pisau bedah
 Alat makan
 Peralatan bedah/ operasi
 Zipper
 Anak panah
 Pegas

2. Ferritic stainless steel


Paduan besi-krom dengan komposisi karbon rendah. Kandungan kromium
berkisar 10,5-18%. Ferritic stainless steel memiliki ketahanan korosi sedang dan
minim sifat pabrikasi. Sifat pabrikasi dapat ditingkatkan dengan modifikasi paduan
seperti 434 dan 444. Karakteristik stainless steel jenis ini tidak dapat dikeraskan
dengan perlakuan panas. Penggunaannya selalu dalam kondisi anneal. Bersifat
magnetic dan mampu menerima pengelasan di bagian tipis.
Ferritic stainless steel biasanya digunakan dalam :
 Knalpot kendaraan
 Peralatan masak
 Lis arsitektur
 Perlengkapan rumah tangga
Ferritic stainless steel tersusun atas struktur mikro ferrit alfa, dengan lattice
BCC. Kandungan chromium berkisar antara 14,5%-27%. Pada gambar 2.3 dapat
dilihat bahwa kandunan chromium kira-kira 12% hanya fase ferrit yang terjadi
hingga temperatur kamar Kestabilan ferrit hingga temperatur kamar tersebut
mengakibatkan feeritic stainless steel tidak dapat dikeraskan dengan proses
perlakuan panas. Satu-satunya proses perlakuan panas yang dapat dilakukan adalah
annealing, yang biasanya dimaksudkan untuk menghilangkan tegangan akibat
pengelasan. Chromium merupakan elemen pembentuk ferrit. Semakin banyak
kandungan chromium dalam paduan, maka fase ferrit akan makin stabil dan selain
itu chromium dapat mempersempit daerah austenite.

Gambar 3. Diagram keseimbangan besi-kromium


3. Austenitic stainless steel
Paduan besi-krom-nikel dan besi-krom-nikel-mangan, terdiri dari 18% krom dan
8% nikel. Dengan menambahkan unsur-unsur lain seperti Molybdenum, Titanium,
Tembaga, sifat-sifat stainless steel dapat dimodifikasi. Dengan modifikasi ini dapat
meningkatkan ketahanan korosi. Kelompok ini terkandung paling sedikit 16%
chromium dan 6% nickel and range hingga paduan tinggi( high alloy) atau “super
austenitics” seperti AISI 904L dan 6% molybdenum grades.
Gambar 4.Struktur mikro SS austenitic
Penambahan elemen paduan lainnya bisa dilakukan terhadap stainless steel ini
seperti molybdenum, titanium atau copper,untuk memodifikasi atau meningkatkan
sifat-sifatnya.Membuat stainless steel ini sangat cocok untuk pengaplikasian
kondisi-kondisi kritis( critical applications) yang melibatkan temperatur tnggi
dengan performa ketahannan korosi tidak berkurang.Grup ini juga sangat cocok
untuk apllikasi material cryogenic(material yang beroperasi pada temperatur
rendah).Stainless steel austenitic sebenarnya sifat-sifat struktur kristal FCC di
dominasi oleh pengaruh unsur nickel.Sehingga unsur nickel mencegah
kerapuhan(brittleness) pada temperatur rendah membuat stainless steel austenitic
memiliki karakteristik untuk menjadi material cryogenic.
Austenitic stainless steel pada dasarnya memiliki struktur FCC(Face Centered
Cubic) dan bersifat non magnetik. Stainless steel yang digunakan untuk implan
medis adalah tipe austenitic 316-L terutama karena ketahanan terhadap korosi, sifat
fisik, sifat mekanik, dan permukaan yang mudah dibersihkan. Baja tahan karat 316-
L memiliki beberapa kelebihan antara lain tahan terhadap lingkungan yang bersifat
korosif, biocompatible, dan mudah dibentuk (Ige, dkk, 2009). Komposisi kimia dari
stainless steel tipe 316L telah dikembangkan untuk memperoleh struktur austenit
yang stabil yang memiliki banyak keuntungan, yaitu:
1. Rasio kekuatan luluh dan kekuatan tarik yang sangat rendah serta cold
working dan successive aging treatment dapat diterapkan untuk
meningkatkan kekuatan.
2. Stainless steel austenit lebih unggul dari stainless steel feritik dalam
ketahanan terhadap korosi karena kepadatan atom kristalografi yang lebih
tinggi. Austenitic mengandung sedikitnya 16% Krom dan 6% Nikel yang
membuat stainless steel tidak menjadi rapuh pada temperatur rendah.

Gambar 5. Aplikasi SS 316-L


Salah satu aplikasi logam ini pada dunia kedokteran dapat dilihat pada Gambar
5. Logam SS 316-L merupakan baja tipe austenitik yang memiliki ketahanan
korosi yang tinggi sehingga banyak digunakan pada dunia kedokteran untuk
menyambung tulang yang patah pada tubuh manusia atau yang lebih dikenal
dengan bone plate I atau pen. (Javidi et al. 2008)
Penggunaan SS 316L sebagai penyambung atau pengganti tulang masih belum
sempurna. Material ini masih belum memiliki biokampatibilitas yang tinggi
dengan tubuh khususnya daging manusia sehingga penggunanya masih dalam
waktu pendek atau sementara. (Javidi et al. 2008)
Tabel 1. Komposisi Kimia Stainless Steel 316-L
Unsur Komposisi
(%)
Carbon(C) 0,03

Manganese(Mn) 2,00
Phosphorus(P) 0,045

Sulfur(S) 0,03

Silicon(Si) 0,75

Chromium(Cr) 16,00

Nickel(Ni) 10,00

Molybdenum(M 2,00
o)

N2 0,10

Iron(Fe) 69,045

Sumber : AK Steel Data Sheet SS 316/SS 316-L, 2007

Sebagian besar baja akan rapuh pada suhu rendah, tapi adanya kandungan Nikel
pada austenitic stainless steel membuatnya cocok untuk aplikasi suhu rendah atau
kriogenik. Karakteristik stainless steel jenis ini umumnya non-magnetic dan tidak
dapat dikeraskan dengan perlakuan panas. Jenis ini merupakan yang paling mudah
dibentuk dari keseluruhan stainless steel.
Austenitic stainless steel biasanya digunakan untuk :
 Wastafel dapur
 Arsitektur, seperti atap, talang, pintu, jendela
 Alat pemrosesan makanan
 Oven
 Tangki kimia

Pada tahun 1949 Anton Schaeffler menerbitkan diagram konstitusional atau


diagram fasa yang menggambarkan efek pada komposisi dari struktur mikro.
Dalam diagram Schaeffler, terdapat faktor dari berbagai elemen yaitu faktor yang
menggambarkan kekuatan efek pada pembentukan ferit atau austenit. Unsur-
unsur tersebut kemudian digabungkan menjadi dua kelompok untuk memberikan
kromium dan nikel yang seimbang. Diagram ini membentuk sumbu x dan y untuk
mengetahui komposisi baja tahan karat austenit dan proporsi fase yang akan
ditentukan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Diagram Fasa Paduan Besi/Karbon

Fasa Austenit ini disebut gamma (γ) dan merupakan larutan padat interstisi
karbon dengan sel satuan berupa kubik pemusatan sisi. Ruang antar atomnya
lebih besar dibandingkan ferit dan fasa ini stabil pada temperatur tinggi, yaitu
antara 912°C, pada besi murni. Kadar karbon maksimum gamma sebesar 2,14%
pada temperatur 1147°C. Pada temperatur stabil austenit bersifat lunak dan liat
sehingga mudah dibentuk. Austenit merupakan fasa penting sebagai dasar
pembentuk fasa-fasa lainnya dalam proses perlakuan panas termasuk perlakuan
panas pada permukaan baja. (Seitovirta, 2013)

4. Duplex Stainless Steel


Duplex stainless steel memiliki kandungan krom tinggi dan nikel rendah. Hal ini
membuat mikrostruktur duplex stainless steel termasuk austenitic dan ferritic.
Duplex stainless steel memiliki sifat-sifat austenitic dan ferritic. Karakteristik
stainless steel duplex ini tahan terhadap tekanan korosi, tapi tidak selevel grade
ferritic. Sedangkan dari segi ketangguhannya, grade duplex lebih unggul dari grade
ferritic dan lebih rendah dari grade austenitic. Grade duplex mudah dilas dan
memiliki kekuatan tarik yang tinggi.

Gambar 7. Struktur mikro SS duplex


Duplex stainless steels seperti AISI 2304 dan AISI 2205 (Kode ini
mengindikasikan komposisi unsur chromium dan Nickel, yaitu 23% chromium, 4%
nickel dan 22% chromium, 5% nickel,dan juga unsur-unsur paduan lain dlam
jumlah rendah) memiliki struktur mikro penggabungan atau pencampuran antara
austenite dan ferrite. Bisa dikatakan 50:50.Duplex ferritic – austenitic steels
mengkombinasikan beberapa fitur dari setiap kelas.
 Stainless steel ini tahan terhadap tegangan retak korosi(stress corrosion
cracking),meskipun tak sebaik baja ferritic
 Ketangguhan stainless steel ini di atas stainless steel f erritic tetapi dibawah
stainless steel austenitic,dan kekuatannya lebih besar di banding stainless
steel austenitic yang sudah di anil .
 Sebagi tambahan duplex stainIess steel ini ketahanan korosinya juga sama
baik dengan tipe 304 dan 316, dan pada umummnya ketahan korosi pitting
lebih tinggi dibanding AISI 316. Stainless steel ini kehilangan
ketangguhan ketika temperatur berkisar–50°C dan ulet diatas 300°C,
sehingga penngunaannya hanya untuk range temperature tersebut.

Penggunaan duplex stainless steel dapat ditemukan pada :


 Heat exchanger
 Aplikasi kelautan
 Industri pengawetan makanan
 Instalasi off-shore minyak dan gas
 Industri kimia dan petrokimia

5. Precipitation-hardening stainless steel


Titanium, Boron atau Berilium ditambahkan pada paduan besi-krom-nikel
sebagai pengeras. Karakteristik stainless steel kelas ini yaitu kekuatan tariknya akan
meningkat sangat tinggi dengan perlakuan panas. 630 merupakan kelas
precipitation-hardening stainless steel yang paling umum yang juga dikenal
sebagai 17-4 PH karena memiliki komposisi 17% krom, 4% nikel, 4% tembaga,
dan 0,3% niobium.
Precipitation-hardening stainless steel biasa digunakan untuk :
 Peralatan industri pulp dan kertas
 Aplikasi ruang angkasa
 Baling-baling turbin
 Komponen mekanik
Baja tahan karat precipitation hardening (PH) adalah keluarga paduan tahan
korosi yang beberapa di antaranya dapat dipanaskan untuk memberikan kekuatan
tarik 850MPa hingga 1700MPa dan menghasilkan kekuatan 520MPA hingga lebih
dari 1500MPa - sekitar tiga atau empat kali lipat dari baja tahan karat austenitik
seperti tipe 304 atau tipe 316. Mereka digunakan dalam industri minyak dan gas,
nuklir dan luar angkasa di mana kombinasi kekuatan tinggi, ketahanan korosi dan
tingkat ketangguhan yang rendah tetapi dapat diterima secara umum diperlukan.
Pengerasan presipitasi dicapai dengan penambahan tembaga, molibdenum,
aluminium dan titanium baik secara tunggal atau dalam kombinasi.
Keluarga baja tahan karat pengerasan presipitasi dapat dibagi menjadi tiga jenis
utama - martensit karbon rendah, semi-austenit, dan austenit - komposisi khas dari
beberapa baja diberikan pada Tabel 2 .
Tabel 2 Komposisi Khas dari beberapa pengendapan baja tahan karat
stainless biasa
Spesifikasi Nama Mengetik Analisis Kimia Khas%
yang C MN Cr Ni Mo Cu Al Ti Lainnya
umum
A693 17 / 4PH martensit 0,0 0,75 16.5 4.25 - 4.25 - - Nb 0.3
Tp630 5
FV 520 austenitic- 0,0 0,6 14.5 4.75 1.4 1.7 - - Nb 0.3
martensiti 5
c
A693 17 / 7PH austenitic- 0,0 0,7 17.25 7.25 - - 1.25 - -
Tp631 martensiti 6
c
PH 15/7 austenitic- 0,0 0,7 15.5 7.25 2.6 - 1.3 - -
Mo martensiti 6
c
A 286 austenit 0,0 1.45 15.25 26.0 1.25 - 0,15 2.15 V 0.25
4 B 0,007
JBK 75 austenit 0,0 0,04 14.75 30.5 1.25 - 0,30 2.15 V 0.25
1 B 0,0017
17 / 10P austenit 0,0 0,75 17.2 10.8 P 0.28
7

Baja PH martensit, yang 17 / 4PH adalah yang paling umum, berubah menjadi
martensit pada suhu rendah, biasanya sekitar 250°C, dan semakin diperkuat dengan
penuaan pada antara 480 dan 620°C. Baja PH austenitic-martensit pada dasarnya
adalah sepenuhnya austenit setelah perlakuan larutan dan memerlukan siklus panas
kedua hingga 750 ° C / 2 jam sebelum didinginkan ke suhu kamar untuk membentuk
martensit. Beberapa paduan ini perlu didinginkan (-50 / -60 ° C selama delapan
jam) setelah perlakuan panas ini untuk memastikan transformasi penuh ke struktur
austenitic / martensit yang stabil meskipun dua paduan yang paling umum
digunakan, FV520 dan 17 / 7PH, melakukan tidak memerlukan pendinginan untuk
mengembangkan sifat optimal.
Penuaan paduan ini terjadi pada suhu antara 500 hingga 600 ° C. Nilai austenit
stabil hingga suhu kamar, peningkatan kekuatan berasal dari endapan yang
terbentuk oleh penuaan pada 650 hingga 750 ° C. Nilai sepenuhnya austenitic ini
dapat menunjukkan ketangguhan yang baik dan beberapa dapat digunakan pada
suhu kriogenik.
Untuk kemampuan las yang terbaik, direkomendasikan agar ketiga jenis
paduan disuplai dalam kondisi anil, larutan yang diolah, atau di atas umur. Paduan
dalam bentuk lembaran atau strip mungkin dalam kondisi dingin dan kemampuan
las sangat terganggu. Seperti halnya banyak paduan pengerasan presipitasi,
mencapai sifat mekanik dalam lasan dan HAZ agar sesuai dengan material induk
adalah masalah. Bahkan dengan bahan habis pakai las yang cocok, perawatan solusi
lengkap dan usia yang mengeraskan kekuatan maksimum sambungan dalam paduan
semi-austenit dan austenitik kemungkinan hanya sekitar 90% dari logam dasar.
Baja Martensit PH dalam kondisi yang diolah dengan larutan dapat dilas
dengan sebagian besar proses pengelasan busur konvensional meskipun
ketangguhan terbaik akan dicapai dengan proses TIG (GTAW) karena ini
menghasilkan logam las yang paling bersih. Ketangguhan yang lebih baik dapat
dicapai dengan menggunakan proses pancaran daya (berkas elektron atau
pengelasan laser). Logam pengisi yang cocok tersedia untuk sebagian besar baja
dalam grup ini yang memungkinkan sifat mekanik yang cocok dicapai dengan
melakukan perlakuan panas setelah pengelasan.
Jika sambungan sangat tertahan maka 17 / 4PH mungkin gagal di sepanjang
garis fusi dengan bentuk retakan panas selama perlakuan panas penuaan. Dalam
keadaan ini komponen harus dilas dalam kondisi overaged dan kemudian diberi
solusi perlakuan panas diikuti oleh PWHT yang dijelaskan di bawah ini. Logam
pengisi Austenitik seperti 308L atau, untuk kekuatan logam las yang lebih tinggi,
logam pengisi dupleks seperti 2205, dapat digunakan di mana sambungan kekuatan
yang lebih rendah dapat ditoleransi atau retak karena pengekangan yang tinggi
merupakan masalah. PWHT tidak dimungkinkan jika logam pengisi dupleks
digunakan atau direkomendasikan untuk logam las austenitik karena embrittlement.
Martensit pada baja ini relatif lunak karena kandungan karbonnya yang
rendah sehingga pemanasan awal umumnya tidak diperlukan meskipun untuk
sambungan yang sangat terkendali (di atas 25mm), pemanasan awal sekitar 100 °
C telah terbukti bermanfaat dalam mengurangi risiko retak. Karena suhu rendah di
mana baja ini berubah menjadi martensit, suhu interpass maksimum 200 ° C
direkomendasikan. Mempertahankan suhu interpass yang sangat tinggi
menghasilkan seluruh lasan berubah menjadi martensit pada pendinginan ke suhu
kamar dan perubahan volume yang terjadi ketika ini terjadi kemudian dapat
menyebabkan bentuk perengkahan quench.
Efek peningkatan tegangan takik pada akar lasan filet dan lasan butt penetrasi
parsial telah ditemukan menyebabkan keretakan. Asalkan pengurangan kekuatan
dapat ditoleransi, root pass Tp308L dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah
ini. Juga telah ditemukan bahwa coran 17 / 4PH dapat membentuk keretakan panas
HAZ selama pengelasan; untuk item cor konten tembaga karenanya dibatasi hingga
3% maksimum.
PWHT umumnya terdiri dari 750 ° C rendam dan dingin ke suhu kamar untuk
memastikan bahwa baja 100% martensit diikuti oleh penuaan pada 550 ° C. Ini
harus menghasilkan UTS 900 hingga 1000MPa, kekuatan luluh 800 hingga
900MPa dan daktilitas sekitar 15% tergantung pada komposisi paduan dan suhu
perlakuan panas yang menua.
Paduan semi-austenit umumnya disediakan dalam kondisi larutan. Ini berarti bahwa
baja sepenuhnya austenitic dan pemanasan awal umumnya tidak diperlukan
meskipun untuk pengelasan sambungan yang tebal dan sangat terkendali,
pemanasan awal sekitar 100 ° C telah terbukti membantu. Semua proses pengelasan
busur umum dapat digunakan meskipun, seperti di atas, TIG (GTAW) akan
memberikan sifat terbaik.

Kerusakan pada Stainless Steel


1. Kerusakan alami
 Korosi : sensitif terhadap asam klorida
 Intergranular korosi : dibawah panas yang hebat (900° F – 1500° F) saat
pengelasan misalnya, kadar krom akan hilang, daerah yang rusak dikenali
dengan adanya noda biru dan orange di sekitar area yang terpapar.
 Pitting : terjadi ketika logam dicegah memproduksi lapisan kromium oksida
sebagai pelindung, didapatkan dari kotoran yang terbentuk pada permukaan
yang menahan oksigen mencapai permukaan dan mengembangkan lapisan
pelindung.
 Galvanic korosi : stainless steel dapat menjadi korosif apabila terjadi kontak
dengan timbal, nikel, tembaga, paduan tembaga dan grafit.
2. Kerusakan karena manusia
 Penyok dan goresan : terjadi pada bagian benda dengan visibilitas tinggi.
 Bengkok/ melengkung : disebabkan oleh ekpansi termal dan paparan panas
yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
1. https://en.m.wikipedia.org/wiki/Precipitation_hardening
2. https://logamceper.com/karakteristik-stainless-steel/
3. https://kanaaveroes.wordpress.com/2013/01/27/56/
4. https://www.suryalogam.com/stainless-steel-304/
5. http://jurnal.batan.go.id/index.php/urania/article/view/2431
Beberapa Jurnal
1. Studi Perbandingan Ketahanan Korosi Stainless Steel Tipe Ss 304 Dan Ss
201 Menggunakan Metode U-Bend Test Secara Siklik Dengan Variasi Suhu
Dan Ph
2. Pengaruh Temperatur Pada Proses Perlakuan Panas Baja Tahan Karat
Martensitik Aisi 431 Terhadap Laju Korosi Dan Struktur Mikro
3. Tinjauan Pustaka Bab II Skripsi Proses Austenitic Stainless Steel
Universitas Sumetra Utara

Anda mungkin juga menyukai