Proposal Analisa Perbandingan Hasil Pengelasan Gtaw Dan Gmaw Pada Material Aisi 304 Dan Aisi 316

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

ANALISA PERBANDINGAN HASIL PENGELASAN GTAW DAN GMAW

PADA MATERIAL AISI 304 DAN AISI 316

Proposal Tugas Akhir

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Tugas Akhir yang diampu oleh

Drs. H. R. Aam Hamdani, M.T.

Oleh

Dwi Perdana

1301455

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2016

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan stainless steel dalam dunia industri dan semakin berkembang

dengan baik. Stainless steel merupakan baja paduan tinggi karena unsur krom (Cr)

yang didalamnya lebih dari 12%. Pada kenyataannya, stainless steel mempunyai

keunggulan yaitu tahan korosi, tahan terhadap oksidasi pada temperatur tinggi dan

mempunyai hardenability yang tinggi.

Stainless steel terbagi menjadi lima berdasarkan struktur mikronya yaitu

stainless steel feritik, stainless steel austenitic, stainless steel martensitik, duplex

stainless steel, dan precipitation hardening steel. Keunggulan dari stainless steel

seri austenitic yaitu ketahanan korosi yang baik, kekuatannya paling baik dan

mempunyai shock resistant yang tinggi. Salah satu jenis stainless steel seri

austenitic yaitu stainless steel AISI 304.

Stainless steel mempunyai banyak sifat yang harus diperhatikan dalam proses

produksinya antara lain dalam penyambungan yang menggunakan sifat mampu

lasnya. Di antara jenis las pada umumnya, las yang dapat digunakan untuk

pengelasan stainless steel adalah las dengan menggunakan Gas Metal Arc Welding

(GMAW) dan Gas Tungsten Arc Welding (GTAW).

Las GMAW (Gas Metal Arc Welding) merupakan las busur gas yang

menggunakan kawat las sekaligus sebagai elektroda. Elektroda tersebut berupa

gulungan kawat (rol) yang gerakannya diatur oleh motor listrik. Las ini

1
2

menggunakan gas mulia (argon) dan gas CO2 sebagai pelindung busur dan logam

yang mencair dari pengaruh atmosfer.

Pada pengelasan dengan proses GTAW, panas dihasilkan dari busur yang

terbentuk dalam perlindungan inert gas (gas mulia) antara elektroda dengan benda

kerja. GTAW mencairkan daerah benda kerja di bawah busur tanpa elektroda

tungsten itu sendiri ikut meleleh.

Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba mengkaji pengaruh proses

pengelasan dengan metode GMAW dan GTAW untuk material stainless steel AISI

304 dan AISI 316 ditinjau dari cacat hasil pengelasan dan sifat mekaniknya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka ditarik rumusan masalah sebagai

berikut :

1. Uji Komposisi kimia untuk material AISI 304 dan AISI 316 dengan metode

Optical Emission Spectrometry (OES).

2. Pengujian radiography hasil pengelasan GMAW dan GTAW pada material

stainless steel AISI 304 dan 316.

3. Bagaimana pengaruh proses pengelasan GMAW dan GTAW terhadap sifat

mekanik daerah metalurgi las pada stainless steel AISI 304 dan 316.
3

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui komposisi kimia dari material stainless steel AISI 304

dan 316.

2. Untuk mengetahui pengaruh pengelasan GMAW dan GTAW terhadap

cacat las pada material stainless steel AISI 304 dan 316.

3. Untuk mengetahui pengaruh pengelasan GMAW dan GTAW terhadap

sifat mekanik pada daerah metalurgi las pada material stainless steel AISI

304 dan 316.

D. Manfaat

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang sedang melaksanakan

pengelasan GMAW dan GTAW pada material stainless steel.

2. Sebagai tolak ukur bagi mahasiswa maupun masyarakat umum yang

melakukan pengelasan GMAW dan GTAW pada material stainless steel.

3. Mengetahui parameter pengelasan GMAW dan GTAW agar didapatkan

hasil pengelasan yang sesuai dengan standar.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Stainless Stell

Stainless Steel (SS) atau baja stainless merupakan campuran baja yang

mengandung minimal 10,5% Cr. Hanya ada sedikit baja stainless yang

mengandung lebih dari 30% Cr. Karakteristik khusus baja stainless adalah

pembentukan lapisan film kromium oksida (Cr2O3). Lapisan ini berkarakter

kuat, tidak mudah pecah dan tidak terlihat secara kasat mata. Lapisan

kromium oksida dapat membentuk kembali jika lapisan rusak dengan

kehadiran oksigen.

Zat lain yang ditambahkan sebagai komponen pembentukan baja

stainless antara lain:

1. Molibdenum (Mo), berfungsi untuk memperbaiki ketahanan korosi

pitting dan korosi celah.

2. Kromium (Cr), berfungsi meningkatkan ketahanan korosi dengan

membentuk lapisan oksida (Cr2O3) dan ketahanan terhadap oksidasi

temperatur tinggi.

3. Nikel (Ni), berfungsi meningkatkan ketahanan korosi dalam media

korosi netral atau lemah. Selain itu, nikel juga meningkatkan

ketahanan korosi tegangan.

4. Aluminium (Al), berfungsi meningkatkan pembentukan lapisan

oksida pada temperatur tinggi.

4
5

5. Unsur karbon rendah dan unsur penstabil karbida (titanium atau

niobium) berfungsi menekan korosi batas butir pada material yang

mengalami proses sensitasi.

Berdasarkan komposisi pembentuknya, baja stainless dibagi menjadi 5

jenis, yaitu:

1. Austenitic Stainless Steel

Austenitik SS mengandung kromium antara 10,5 30%, 7

22% nikel, nitrogen, molibdenum, titanium dan tembaga. Logam

ini memiliki bentuk kubus berpusat muka. Umumnya jenis baja ini

dapat tetap menjaga sifat austenitik pada temperatur ruang, lebih

bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi lebih baik

dibandingkan baja stainless ferritik dan martensit.

2. Ferritic Stainless Steel

Ferritic SS mempunyai struktur kubus berpusat badan.. Unsur

kromium ditambahkan ke paduan sebagai penstabil ferrit.

Kandungan kromium umumnya kisaran 10,5 30%. Beberapa tipe

baja mengandung unsur molybdenum, silicon, aluminium, titanium

dan niobium. Paduan ini merupakan ferromagnetic dan mempunyai

sifat ulet dan mampu bentuk baik namun kekuatan di lingkungan

suhu tinggi lebih rendah dibandingkan baja stainless austenitic.

3. Martensitic Stainless Steel


6

Martensitic SS merupakan paduan kromium dan karbon yang

memiliki struktur ikubus berpusat badan terdistorsi saat kondisi

bahan dikeraskan. Baja ini merupakan ferromagnetic, bersifat

dapat dikeraskan dan umumnya tahan korosi di lingkungan kurang

korosif. Kandungan kromium umumnya berkisar antara 10,5

18%, dan karbon melebihi 1,2.

4. Duplex Stainless Steel

Duplex SS merupakan paduan campuran struktur ferrit yang

memiliki struktur kubus berpusat badan. Paduan utama material

adalah kromium dan nikel, tapi nitrogen, molybdenum, tembaga,

silikon, dan tungsten ditambah untuk menstabilkan struktur dan

memperbaiki sifat tahan korosi.. Kelebihan baja stainless dupleks

yaitu nilai tegangan tarik dan luluh tinggi dan ketahanan korosi

retak tegang lebih baik dari pada baja stainless austenitik.

5. Precipitation Hardening Steel

Precipitation hardening steel merupakan paduan unsur utama

kromium-nikel yang mengandung unsur precipitation-hardening

antara lain tembaga, aluminium, atau titanium. Kondisi baja berfasa

austenitic dalam keadaan anil dapat diubah menjadi fasa martensit

melalui perlakuan panas. Kekuatan material melalui pengerasan

endapan pada struktur martensit


7

Grade AISI 304 adalah standar "18/8" stainless, ini adalah yang paling

fleksibel dan paling banyak digunakan stainless steel, tersedia dalam

berbagai jenis produk termasuk tabel stainless steel, lemari dan banyak lagi,

bentuk dan selesai dari yang lain. Ini memiliki karakteristik pembentukan

dan pengelasan yang sangat baik. Struktur austenitik seimbang grade 304

memungkinkan untuk menjadi sangat mendalam diambil tanpa perantara

anil, yang telah membuat kelas ini dominan dalam pembuatan bagian-

bagian stainless ditarik seperti sink, ware, dan panci. Grade 304 seperti rem

atau gulungan dibentuk menjadi berbagai komponen untuk aplikasi di

bidang industri, arsitektur, dan transportasi. Grade 304 juga memiliki

karakteristik pengelasan yang luar biasa. Pasca las anil tidak diperlukan

bagian pengelasan saat tipis.

Grade 316 adalah kelas molibdenum bantalan standar, kedua

pentingnya untuk 304 antara baja tahan karat austenit. Molibdenum

memberikan sifat keseluruhan 316 yang lebih baik tahan korosi dari kelas

304, resistensi tinggi terhadap korosi terutama pitting dan celah di

lingkungan klorida. Ini memiliki karakteristik pembentukan dan pengelasan

yang sangat baik. Hal ini mudah rem atau gulungan dibentuk menjadi

berbagai suku cadang untuk aplikasi di bidang industri, arsitektur, dan

bidang transportasi. Kelas 316 juga memiliki karakteristik pengelasan yang

luar biasa. Pasca las anil tidak diperlukan bagian pengelasan saat tipis.
8

B. GMAW

Pengelasan MIG adalah proses pengelasan di mana busur listrik terjadi

antara kawat pengisi sebagai elektroda gulungan diumpankan secara terus

menerus dengan logam induk dan menggunakan gas pelindung. Elektroda

tersebut berupa gulungan kawat yang gerakannya diatur oleh motor listrik

dan gas pelindung yang digunakan gas argon dan helium sebagai pelindung

busur dan logam yang mencair dari pengaruh atmosfer. Sumber arus proses

pengelasan MIG menggunakan arus searah (DC) dan elektroda

menggunakan kawat positif.

Las MIG biasanya dilaksanakan secara otomatis atau semi otomatis

dengan arus searah polaritas balik dan menggunakan kawat elektroda

berdiameter antara 1,2 sampai 2,4mm dengan pengumpanan tarik atau tarik

dorong.

C. GTAW

TIG welding adalah metode pengelasan di mana busur listrik terjadi di

antara elektroda yang tidak leleh dengan benda kerja. Sekeliling

elektrodanya disalurkan gas inert yang berfungsi sebagai pelindung

terhadap kontaminasi udara di mana gas tersebut tidak bereaksi dengan zat

apapun, sehingga tiap pencemaran terhadap pengelasan dapat dihindarkan.

Sebagai gas pelindung biasanya dipakai Helium (He), Argon (Ar), atau

campuran keduanya.
9

D. Kualitas Las

Di dalam pengelasan, tujuan dari pengujian adalah untuk menjamin

kualitas mutu hasil pengelasan dan kepercayaan terhadap konstruksi las.

Penilaian kualitas hasil pengelasan dapat diketahui dengan cara

memberikan gaya atau beban pada hasil lasan tersebut. Gaya atau beban

yang diberikan dapat berupa pengujian berupa sifat-sifat sambungan las

tersebut: kekuatan, keuletan, ketangguhan, ketahanan korosi, penampakan,

kebebasan bocoran, sambungan, dan lain-lain (kehausan, cat)


BAB III

ALUR PELAKSANAAN

A. Flowchat Pelaksanaan Program

10
11

B. Deskripsi Flowchart

Alur dari pelaksanaan program ini adalah dimulai dari studi pendahuluan,

setelah itu pembelian bahan. Kemudian dibuat draf rancangan pengujian las dengan

metode ASTM E8, lalu pemotongan bahan yang dilanjutkan dengan pengelasan.

Bahan dilas dan dibentuk spesimen. Setelah spesimen terbentuk dilakukan

pengujian yang disertai pengambilan data, lalu dilakukan pembahasan dan

penarikan kesimpulan.

C. Sistematika Penulisan

BAB 1. PENDAHULUAN, pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat.

BAB 2. KAJIAN TEORI, pada bab ini akan dijelaskan tentang teori-teori yang akan

mendukung program ini.

BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN, pada bab ini akan dijelaskan analisis

perbandingan hasil pengelasan MIG dan TIG pada material AISI 304 dan AISI 316.

BAB 4. SIMPULAN DAN SARAN, pada bab ini dipaparkan hasil data-data hasil

analisa.
12

LAMPIRAN
1. Jadwal Kegiatan

Bulan
No Nama Kegiatan September Oktober November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5
1. Studi Pustaka
2. Pembelian Bahan
3. Pengelasan
4. Pembuatan Spesimen
5. Pengujian dan
Pengambilan Data
6. Pembahasan
7. Penarikan
Kesimpulan
8. Laporan
9. Seminar

Anda mungkin juga menyukai