399 - LP Ruptur Perineum

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA

RUPTUR PERINEUM DI RUANG NIFAS

RSUD ULIN BANJARMASIN

A.
B.
C.
D.
E.
F.

OLEH :

NAMA : GHAYATUS SA’ADAH

NIM : P07120217058
SEMESTER :V
PRODI : D IV

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN
BANJARMASIN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : GHAYATUS SA’ADAH


NIM : P07120217058

JUDUL : Laporan Pendahuluan Ruptur Perineum

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Hj. Ainun Sajidah,S.Kep,Ns.M.Biomed


A. Konsep Dasar
1. Definisi
Ruptur perineum adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya
jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses
persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit
dilakukan penjahitan.
Robekan jalan lahir adalah perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir
lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal
dari perlukaan jalan lahir.

2. Etiologi
Ruptur pada perineum diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses
desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan.
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana:
1. Kepala janin terlalu cepat keluar
2. Persalinan tidak dipimpin dengan baik
3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
4. Pada persalinan dengan distorsia bahu
5. Ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh perineum kaku, kepala janin
terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum dan paritas.
Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri (yang mencakup paritas,
jarak kelahiran, dan berat badan lahir), riwayat persalinan yang mencakup ekstraksi
vacum, ekstraksi cunam, episiotomi.

3. Manifestasi Klinis
Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan
adanya retensi plasenta maupun adanya sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi
perlukaan jalan lahir.
Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah perdarahan, darah segar yang
mengalir setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik, dan plasenta normal.
Gejala yang sering terjadi antara lain pucat, lemah, pasien dalam keadaan menggigil.
4. Klasifikasi
a) Robekan derajat pertama
Robekan derajat pertama meliputi mukosa vagina, fourchetten dan kulit
perineum tepat dibawahnya. Robekan perineum yang melebihi derajat satu di
jahit. Hal ini dapat dilakukan sebelum plasaenta lahir, tetapi apabila ada
kemungkinan plasenta harus dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu
ditunda sampai menunggu palasenta lahir. Dengan penderita berbaring secara
litotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan anti septik dan luas robekan
ditentukan dengan seksama.
b) Robekan derajat kedua
Laserasi derajat dua merupakan luka robekan yang paling dalam.Luka ini
terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. Sering
kali musculus perineus transverses turut terobek dan robekan dapat turun tapi
tidak mencapai spinter recti. Biasanya robekan meluas keatas disepanjang
mukosa vagina dan jaringan submukosa. Keadaan ini menimbulkan luka
laserasi yang berbentuk segitiga ganda dengan dasar pada fourchette, salah satu
apex pada vagina dan apex lainnya didekat rectum.
Pada robekan perineum derajat dua, setelah diberi anastesi local otot-otot
difragma urogenetalis dihubungkan digaris tengah jahitan dan kemudian luka
pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan jaringan-
jaringan dibawahnya.
c) Robekan derajat ketiga
Robekan derajat ketiga meluas sampai corpus perineum, musculus transverses
perineus dan spinter recti. Pada robekan partialis derajat ketiga yang robek
hanyalah spinter recti; pada robekan yang total, spinter recti terpotong dan
laserasi meluas hingga dinding anterior rectum dengan jarak yang bervariasi.
Menjahit robekan perineum derajat tiga harus dilakukan dengan teliti, mula-
mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal
ditutup, dan muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya
dilakukan penutupan robekan seperti pada robekan perineum derajat kedua.
Untuk mendapatkan hasil yang baik pada robekan perineum total perlu
diadakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna.
d) Robekan derajat keempat
Robekan yang terjadi dari mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum,
otot perineum, otot spinter ani eksterna, dinding rectum anterior.
Semua robekan derajat ketiga dan keempat harus diperbaiki diruang bedah
dengan anastesi regional atau umum secara adekuat untuk mencapai relaksasi
sfingter.

5. Patofisiologi
Pada kala pengeluaran janin, rasa mulas terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih
lama, kira-kira 2-3 menit sesekali kepala janin turun masuk ruang panggul sehingga
terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan
rasa mengedan, kelapa janin mulai terlihat, vulva bagian luar vagina membuka dan
perineum merenggang. Dengan mengedan terpimpin, akan lahirlah kepala diikuti oleh
seluruh badan janin. Ibu akan merasakan tekanan yang kuat di daerah perineum. Daerah
perineum bersifat elastis tapi bila dokter atau bidan memperkirakan perlu dilakukan
pengguntingan di daerah perineum (episiotomi) maka tindakan ini perlu dilakukan
dengan tujuan mencegah perobekan paksa daerah perineum akibat tekanan bayi.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik ruptur perineum ditegakkan dengan pemeriksaan
langsung pada tempat terjadinya perlukaan dimana akan timbul perdarahan yang bisa
bersifat perdarahan arterial.

7. Penatalaksanaan
a. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan.
b. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan anti septik.
c. Jepit dengan ujung klem sumber perdaraan dan ikat dengan benang yang dapat
diserap.
d. Lakukan penjahitan luka mulai dari yang paling distal terhadap operator.
e. Khusus ruptur perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan
penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut:
1) Setelah prosedur aseptik dan anti septik, pasang busi rektum hingga
ujung robekan.
2) Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul
submukosa, menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/vicryl)
hingga ke sfingter ani. Jepit kedua sfingter ani dengan klem dan ahit
dengan benang no. 2/0.
3) Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan
benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.
4) Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan
subkutikuler.
Berikan antibiotika profilaksis (Ampisilin 2 gr dan metronidazol 1 gr
per oral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak
kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi
yang jelas.

8. Komplikasi
Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera diatasi,
yaitu:
a) Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu
satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penataksanaan yang cermat selama kala
satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu
dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta
memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot.
b) Fistula
Fistula dapat terjadi tanda diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina
menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka air
kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung kencing
atau rektum yang lama antara janin dan panggul,sehingga terjadi iskemia.
c) Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena adanya
penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri
pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.
Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa iskiorektalis.
Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan varikositasvulva yang
timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri. Kesalahan yang menyebabkan
diagnosis tidak diketahui dan memungkinkan banyak darah yang hilang.
Dalamwaktu yang singkat, adanya pembengkakan biru yang tegang pada salah satu
sisi introitus di daerah ruptur perineum.
d) Infeksi
Infeksi pada masanifas adalah peradangan di sekitar alat genitalia pada kala nifas.
Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh
sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkat suhu tubuh melebihi
38℃, tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas
harus diperhatikan, diisolasi, dan dilakukan inspeksi pada traktus genetalis untuk
mencari laserasi, robekan atau luka episiotomi.

A. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

Biodata yang perlu dikaji adalah biodata ibu dan suami.

a. Data Biologis – fisiologis


Data biologi – fisiologis mencakup tentang riwayat kesehatan ibu pada saat
sekarang dan masa lalu.

b. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang ditanyakan adalah tentang adanya penyakit keturunan baik
menular atau tidak. Begitu juga dengan status genogram keluarga yang terdiri dari
3 generasi., yaitu :

1) Generasi I : Kakek dan nenek


2) Generasi II : Ayah dan ibu
3) Generasi III : Ibu / klien
c. Riwayat Reproduksi
Hal yang ditanyakan pada klien atau keluarga adalah siklus haid, durasi haid,
riwayat haid : kapan pertama haid dan terakhir haid, ini dilakukan untuk mengetahui
kelahiran sesuai bulan atau tidak. Hal yang perlu ditanyakan adalah riwayat
obstetric yang terdiri atas apakah pernah hamil dan melakukan persalinan pada
masa lalu, jumlah anak, keadaan ibu dan anak, dan bagaimana jenis persalinannya.
Hal lain yang perlu ditanyakan adalah apakah ibu pernah ber – KB, apa jenisnya
dan apa ada keluhan saat menggunakannya.

d. Riwayat Aktivitas sehari – hari


1) Kebutuhan nutrisi
2) Kebutuhan istirahat
3) Personal Hygiene
Klien yang harus istirahat di tempat tidur ( misalnya: karena hipertensi,
pemberian infus, Sectio Cesarea ) harus dimandikan setiap hari dengan
pencucian daerah perineum pada waktu sesudah selesai membuang hajat.
Setelah ibu mampu mandi sendiri, biasanya daerah perineum dicuci sendiri
dengan menggunakan botol atau wadah lain. Penggantian tampon harus sering
dilakukan sedikitnya setelah pencucian perineum dan setiap kali habis ke
belakang.
4) Kebutuhan eliminasi
a) Kebutuhan eliminasi BAB :
Buang Air Besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan.

b) Kebutuhan eliminasi BAK :


Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih
setelah bayi lahir, dan efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk
berkemih menurun

e. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan fisik umum
a) Pemeriksaan fisik terdiri atas penampilan ibu, kesadaran ibu, TB / BB ibu
b) Tanda – tanda vital
Beberapa perubahan tanda – tanda vital bisa terlihat jika wanita dalam
keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan
darah sistole maupun diastole dapat timbul dan dapat berlangsung selama
sekitar 4 hari setelah wanita melahirkan.

c) Fungsi pernafasan kembali ke fungsinya saat wanita tidak hamil pada bulan
ke – 6 setelah melahirkan. Suhu badan ibu dikaji saat masuk ke ruang
pemulihan dan di ulang 1 jam kemudian.
d) Kulit
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak
menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Diaforesis ialah perubahan yang
paling jelas terlihat pada sistem integumen.

e) Inspeksi Wajah
Wajah pada umumnya tidak ada edema namun ekspresi wajah akan cemas
dan nyeri akan terlihat.

f) Inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi daerah perut:


- Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama
hamil (estrogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin,
kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Denyut
jantung dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil.

- Perut
Striae masih tampak. Dalam 2 minggu setelah melahirkan, dinding
abdomen wanita itu akan rileks. Kulit memperoleh elatisitasnya, tetapi
sejum menetap. Nyeri after pain biasa ditemukan pada multipara karena
uterus yang teregang penuh dua kali lipat jauh lebih kendur daripada
uterus primipara dan harus berkontraksi lebih kuat untuk menghasilkan
involusi.

Panggul / vagina/ serviks/ perineum/ anus :

- Serviks :
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca
partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula.

- Topangan otot panggul :


Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu
melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul di kemudian hari.
Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu
melahirkan memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali ke tonus
otot semula.

- Vagina dan perineum :


Vagina yang teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum
hamil, 6 – 8 minggu setelah bayi lahir. Pada awalnya, introitus
mengalami eritematosa dan edematosa, terutama pada daerah episiotomi
atau jahitan laserasi.

- Perineum diperiksa 2 kali sehari dengan penerangan yang baik. Perawat


/ bidan melakukan observasi untuk menemukan eritema, edema, memar,
pengeluaran sekret, atau tarikan pada bekas jahitan di daerah perineum.
- Anus : Hemoroid umumnya terlihat.

g) Inspeksi dan palpasi tungkai bawah


Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama hamil berlangsung secara
terbalik pada masa pascapartum. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain kembali
ke keadaan normal sebelum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah
melahirkan.

h) Pemeriksaan Laboratorium : Hematokrit dan hemoglobin

Selama 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar
daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan epningkatan sel
darah merah dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ke -3 sampai hari
ke -7 pascapartum.

i) Pengobatan : Pemberian antibiotik dan analgetik.

2. DIAGNOSA

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, trauma mekanis,


edema/pembesaran jaringan atau distensi.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan higienitas kurang sekunder terhadap
discontinuitas jaringan karena luka jahitan ruptur perineum.
c. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek–efek hormonal,
(perpindahan cairan/peningkatan aliran plasma ginjal , trauma mekanis, edema
jaringan, efek–efek anestesia).
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, proses
persalinan dan kelahiran melelahkan.

3. INTERVENSI
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, trauma mekanis,
edema/pembesaran jaringan atau distensi.
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan berkurangnya nyeri
Intervensi Rasional

1. Tentukan adanya nyeri, lokasi, sifat 1. Mengidentifikasi kebutuhan –


nyeri. Tinjau ulang persalinan dan kebutuhan khusus dan intervensi
catat kelahiran yang tepat
2. Inspeksi perbaikan perineum dan 2. Dapat menunjukkan perlekatan
episiotomi. Perhatikan edema, berlebihan pada jaringan perineal
nyeri tekan likal, eksudat purulen, dan / atau terjadinya kompikasi yang
atau kehilangan perlekatan jaringan memerlukan evaluasi / intervensi
3. Berikan kompres es pada perineum, lanjut.
khususnya selama 24 jam pertama 3. Menghilangkan rasa nyeri,
setelah kelahiran meningkatkan vasokonstriksi,
4. Inspeksi hemoroid pada perineum , mengurangi edema dan vasodilatasi.
Anjurkan penggunaan kommpres 4. Membantu untuk mengurangi
es selama 20 menit setiap 4 jam hemoroid dan varises vulva dengan
5. Kaji nyeri tekan uterus, tentukan meningkatkan vasokon-striksi lokal.
adanya dan frekuensi / intensitas 5. Selama 12 jam pertama pasca
afterpain. Perhatikan faktor – faktor partum, kontraksi uterus kuat dan
yang memperberat. reguler dan ini berlanjut 2 -3 hari
selanjutnya, meskipun frekuensi dan
intensitasnya berkurang. Faktor –
faktor yang memperberat afterpain
meliputi overdistensi uterus,
pemberian preparat oksitosin dan
6. Anjurkan klien berbaring
ergometrin.
tengkurap dengan bantal di bawah
6. Meningkatkan kenyamanan,
abdomen, dan ia melakukan tehnik
meningkatkan rasa kontrol dan
visualisasi atau aktivitas
kembali memfokuskan perhatian.
pengalihan
7. Inspeksi payudara dan jaringan
puting, kaji adanya pembesaran dan 7. Pada 24 jam pasca partum, payudara
/ atau puting pecah – pecah harus lunak dan tidak perih, dan
puting harus bebas dari pecah –
pecah atau area kemerahan.
8. Anjurkan menggunakan bra
penyokong
8. Mengangkat payudara ke dalam dan
kedepan, menyebabkan posisi lebih
9. Anjurkan klien memulai menyusui
nyaman.
pada puting yang tidak nyeri tekan
9. Respon mengisap awal kuat dan
untuk beberapa kali pemberian susu
mungkin menimbulkan nyeri dengan
secara berurutan, bila hanya satui
mulai memberi susu pada payudara
puting yang sakit atau luka
yang tidak sakit dan kemudian
melanjutkan untuk menggunakan
payudara yang mungkin kurang
menimbulkan nyeri dan dapat
10. Berikan kompres es pada derah
meningkatkan penyembuhan
aksilla bila klien tidak
10. Kompres es menekan laktasi
merencanakan menyusui
11. Kaji klien terhadap kepenuhan
kandung kemih, implementasikan 11. Ovar distensi kandung kemih dapat
tindakan untuk memudahkan menciptakan perasaan dorongan dan
berkemih. ketidaknyamanan.
12. Berikan analgesik sesuai ketentuan
12. Menghilangkan nyeri.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan higienitas kurang sekunder terhadap


discontinuitas jaringan karena luka jahitan ruptur perineum.

Tujuan : Klien pasien bebas dari resiko tinggi infeksi.


Intervensi Rasional

1. Kaji catatan prenatal dan intrapartal 1. Membantu mengidentifikasi


, perhatikan frekuensi pemeriksaan faktor-faktor resiko yang dapat
vagina dan komplikasi seperti menganggu penyembuhan dini dan
ketuban pecah dini, persalinan atau kemunduran pertmbuhan
lama, laserasi, hemoragi dan epitel jaringan endometrium dan
tertahannya plasenta memberi kecenderungan klien
terkena infeksi.

2. Kaji lokasi dan kontraktilitas


2. Kegagalan miometrium untuk
uterus; perhatikan perubahan
involusi atau terjadinya nyeri tekan
involusional atau adanya nyeri
yang berlebihan menandakan
tekan uterus yang berlebihan
tertahannya jaringan plasenta atau
infeksi.
3. Catat jumlah dan bau rabas lokhial 3. Lokhia secara normal mempunyai
atau perubahan pada kemajuan bau amis , namun pada
normal dari rubra menjadi serosa endometritus, rabas mungkin
purulent dan bau busuk, mungkin
gagal untuk menunjukkan
kemajuan normal dari rubra
menjadi serosa sampai alba.

4. Evaluasi kondisi puting, perhatikan 4. Terjadinya puting yang pecah –


adanya pecah – pecah, kemerahan pecah menimbulkan resiko
atau nyeri tekan mastitis.
5. Kaji tanda – tanda infeksi saluran 5. Gejala ISK dapat nampak pada hari
kemih ke -2 sampai hari ke -3
pascapartum karena naiknya
infeksi kandung kemih.
6. Anjurkan perawatan perineal
6. Membantu mencegah kontaminasi
setelah berkemih dan defekasi , dan
rektal memasuki vagina dan uretra
anjurkan klien mandi setiap hari
dan meningkatkan pemulihan.
dan ganti pembalut perineal
sedikitnya setiap 4 jam dengan
tehnik pembersihan dari depan ke
belakang
7. Anjurkan dan gunakan teknik 7. Membantu mencegah atau
mencuci tangan cermat dan menghalani penyebaran infeksi.
membuang pembalut yang kotor.
Diskusikan dengan klien petingnya
dilakukan tindakan ini juga setelah
pulang 8. Nutrisi yang adekuat mencegah
8. Kaji status nutrisi klien klien rentan terhadap infeksi.

c. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek – efek hormonal ,


(perpindahan cairan/peningkatan aliran plasma ginjal , trauma mekanis, edema
jaringan, efek – efek anestesia).
Tujuan : Klien dapat berkemih tanpa bantuan dalam 6 – 8 jam setelah kelahiran
dan mengosongkan kandung kemih setiap berkemih
Intervensi Rasional

1. Kaji masukan cairan dan haluaran 1. Persalinan yang lama dan


urine terakhir. Catat masukan penggantian cairan yang tidak
cairan intrapartal dan haluaran urin efektif dapat mengakibatkan
dan lamanya persalinan dehidrasi dan menurunkan
pengeluaran urine
2. Palpasi kandung kemih, pantau 2. Aliran plasma ginjal yang
tinggi fundus uteri dan lokasi, serta meningkat selama periode
jumlah cairan lokhia prenatal, tetap tinggi pada minggu
pertama pasca partum yang
mengakibatkan pengisian kandung
kemih. Distensi kandung kemih,
yang dapat dikaji dengan derajat
perubahan posisi uetrus
3. Perhatikan adanya edema atau menyebabkan peningkatan
laserasi / episiotomi relaksasi uterus dan aliran lokhia.
3. Trauma kandung kemih atau
uretra, atau edema dapat
4. Anjurkan klien berkemih dalam 6 –
menganggu berkemih.
8 jam pasca partum dan setiap 4 jam
4. Variasi intervensi keperawatan
setelahnya, bila kondisi
mungkin perlu untuk merangsang
memungkinkan, biarkan klien
atau memudahkan berkemih
berjalan ke kamar mandi dan
stimulasi berkemih dengan
mengalirkan air kran, alirkan air
hangat di atas perineum, gunakan
shower air hangat sesuai indikasi
5. Anjurkan minum 6 – 8 gelas cairan
perhari
5. Membantu mencegah dehidrasi
dan mengganti cairan yang hilang
6. Kaji tanda – tanda ISK (mis : rasa waktu melahirkan
terbakar pada saat berkemih,
peningkatan frekuensi, urine keruh) 6. Higiene yang bruk dan masuknya
7. Kolaborasi untuk pemasangan bakteri dapat memberi
kateter kecenderungan klien terkena ISK
7. Diperlukan untuk mengurangi
distensi kandung kemih.

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respons hormonal / psikologis


Tujuan : Klien dapat melaporkan peningkatan rasa nyaman dan kebutuhan
istirahat cukup
Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat kelelahan dan 1. Memudahkan intervensi


kebutuhan untuk istirahat selanjutnya
2. Kaji faktor – faktor bila ada 2. Membantu meningkatkan
yang mempengaruhi istirahat istirahat, tidur dan relaksasi
3. Berikan lingkungan yang 3. Membantu meningkatkan
tenang istirahat, tidur dan relaksasi
4. Berikan informasi tentang 4. Untuk membantu memenuhi
kebutuhan untuk tidur/istirahat kebutuhan tubuh serta
setelah kembali ke rumah mengatasi kelelahan yang
berlebihan
5. Berikan informasi tentang efek 5. Kelelahan dapat mempengaruhi
– efek kelelahan dan ansietas penilaian psikologis , suplai
pada suplai ASI ASI dan penurunan refleks
secara psikologis
6. Multipara dengan anak di
6. Kaji lingkungan rumah, bantuan
rumah memerlukan tidur lebih
di rumah dan adanya sibling dan
banyak di rumah sakit untuk
anggota keluarga lain
mengatasi kekurangan tidur dan
memenuhi kebutuhannya dan
kebutuhan keluarganya.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Taufan. (2012). Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Oxorn, Harry. (2010). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta
: Yayasan Essensial Medica.

Prawiharjo, Sarwono. (2009.) Ilmu Bedah Kebidanan, Jakarta : PTBina Pustaka.

Rukiyah, yeyen & Lia Yulianti. (2010). Asuhan Kebidanan IV : CV. Trans Info Media.

Saifuddin. 2009. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta. : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Sumarah. (2009). Perawatan Ibu Bersalin Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Yogyakarta fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai