399 - LP Ruptur Perineum
399 - LP Ruptur Perineum
399 - LP Ruptur Perineum
A.
B.
C.
D.
E.
F.
OLEH :
NIM : P07120217058
SEMESTER :V
PRODI : D IV
2. Etiologi
Ruptur pada perineum diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses
desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan.
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana:
1. Kepala janin terlalu cepat keluar
2. Persalinan tidak dipimpin dengan baik
3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
4. Pada persalinan dengan distorsia bahu
5. Ruptur pada perineum spontan disebabkan oleh perineum kaku, kepala janin
terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi besar, lebar perineum dan paritas.
Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri (yang mencakup paritas,
jarak kelahiran, dan berat badan lahir), riwayat persalinan yang mencakup ekstraksi
vacum, ekstraksi cunam, episiotomi.
3. Manifestasi Klinis
Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak didapatkan
adanya retensi plasenta maupun adanya sisa plasenta, kemungkinan telah terjadi
perlukaan jalan lahir.
Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah perdarahan, darah segar yang
mengalir setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik, dan plasenta normal.
Gejala yang sering terjadi antara lain pucat, lemah, pasien dalam keadaan menggigil.
4. Klasifikasi
a) Robekan derajat pertama
Robekan derajat pertama meliputi mukosa vagina, fourchetten dan kulit
perineum tepat dibawahnya. Robekan perineum yang melebihi derajat satu di
jahit. Hal ini dapat dilakukan sebelum plasaenta lahir, tetapi apabila ada
kemungkinan plasenta harus dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu
ditunda sampai menunggu palasenta lahir. Dengan penderita berbaring secara
litotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan anti septik dan luas robekan
ditentukan dengan seksama.
b) Robekan derajat kedua
Laserasi derajat dua merupakan luka robekan yang paling dalam.Luka ini
terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. Sering
kali musculus perineus transverses turut terobek dan robekan dapat turun tapi
tidak mencapai spinter recti. Biasanya robekan meluas keatas disepanjang
mukosa vagina dan jaringan submukosa. Keadaan ini menimbulkan luka
laserasi yang berbentuk segitiga ganda dengan dasar pada fourchette, salah satu
apex pada vagina dan apex lainnya didekat rectum.
Pada robekan perineum derajat dua, setelah diberi anastesi local otot-otot
difragma urogenetalis dihubungkan digaris tengah jahitan dan kemudian luka
pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan jaringan-
jaringan dibawahnya.
c) Robekan derajat ketiga
Robekan derajat ketiga meluas sampai corpus perineum, musculus transverses
perineus dan spinter recti. Pada robekan partialis derajat ketiga yang robek
hanyalah spinter recti; pada robekan yang total, spinter recti terpotong dan
laserasi meluas hingga dinding anterior rectum dengan jarak yang bervariasi.
Menjahit robekan perineum derajat tiga harus dilakukan dengan teliti, mula-
mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia prarektal
ditutup, dan muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit. Selanjutnya
dilakukan penutupan robekan seperti pada robekan perineum derajat kedua.
Untuk mendapatkan hasil yang baik pada robekan perineum total perlu
diadakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna.
d) Robekan derajat keempat
Robekan yang terjadi dari mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum,
otot perineum, otot spinter ani eksterna, dinding rectum anterior.
Semua robekan derajat ketiga dan keempat harus diperbaiki diruang bedah
dengan anastesi regional atau umum secara adekuat untuk mencapai relaksasi
sfingter.
5. Patofisiologi
Pada kala pengeluaran janin, rasa mulas terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih
lama, kira-kira 2-3 menit sesekali kepala janin turun masuk ruang panggul sehingga
terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan
rasa mengedan, kelapa janin mulai terlihat, vulva bagian luar vagina membuka dan
perineum merenggang. Dengan mengedan terpimpin, akan lahirlah kepala diikuti oleh
seluruh badan janin. Ibu akan merasakan tekanan yang kuat di daerah perineum. Daerah
perineum bersifat elastis tapi bila dokter atau bidan memperkirakan perlu dilakukan
pengguntingan di daerah perineum (episiotomi) maka tindakan ini perlu dilakukan
dengan tujuan mencegah perobekan paksa daerah perineum akibat tekanan bayi.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik ruptur perineum ditegakkan dengan pemeriksaan
langsung pada tempat terjadinya perlukaan dimana akan timbul perdarahan yang bisa
bersifat perdarahan arterial.
7. Penatalaksanaan
a. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan.
b. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan anti septik.
c. Jepit dengan ujung klem sumber perdaraan dan ikat dengan benang yang dapat
diserap.
d. Lakukan penjahitan luka mulai dari yang paling distal terhadap operator.
e. Khusus ruptur perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan
penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut:
1) Setelah prosedur aseptik dan anti septik, pasang busi rektum hingga
ujung robekan.
2) Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul
submukosa, menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/vicryl)
hingga ke sfingter ani. Jepit kedua sfingter ani dengan klem dan ahit
dengan benang no. 2/0.
3) Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan
benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.
4) Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan
subkutikuler.
Berikan antibiotika profilaksis (Ampisilin 2 gr dan metronidazol 1 gr
per oral). Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak
kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat tanda-tanda infeksi
yang jelas.
8. Komplikasi
Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak segera diatasi,
yaitu:
a) Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu
satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penataksanaan yang cermat selama kala
satu dan kala empat persalinan sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu
dengan cara memantau tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta
memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot.
b) Fistula
Fistula dapat terjadi tanda diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina
menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka air
kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat menekan kandung kencing
atau rektum yang lama antara janin dan panggul,sehingga terjadi iskemia.
c) Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena adanya
penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai dengan rasa nyeri
pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.
Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa iskiorektalis.
Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan varikositasvulva yang
timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri. Kesalahan yang menyebabkan
diagnosis tidak diketahui dan memungkinkan banyak darah yang hilang.
Dalamwaktu yang singkat, adanya pembengkakan biru yang tegang pada salah satu
sisi introitus di daerah ruptur perineum.
d) Infeksi
Infeksi pada masanifas adalah peradangan di sekitar alat genitalia pada kala nifas.
Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman ke dalam tubuh
sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan meningkat suhu tubuh melebihi
38℃, tanpa menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas
harus diperhatikan, diisolasi, dan dilakukan inspeksi pada traktus genetalis untuk
mencari laserasi, robekan atau luka episiotomi.
b. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang ditanyakan adalah tentang adanya penyakit keturunan baik
menular atau tidak. Begitu juga dengan status genogram keluarga yang terdiri dari
3 generasi., yaitu :
e. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan fisik umum
a) Pemeriksaan fisik terdiri atas penampilan ibu, kesadaran ibu, TB / BB ibu
b) Tanda – tanda vital
Beberapa perubahan tanda – tanda vital bisa terlihat jika wanita dalam
keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan
darah sistole maupun diastole dapat timbul dan dapat berlangsung selama
sekitar 4 hari setelah wanita melahirkan.
c) Fungsi pernafasan kembali ke fungsinya saat wanita tidak hamil pada bulan
ke – 6 setelah melahirkan. Suhu badan ibu dikaji saat masuk ke ruang
pemulihan dan di ulang 1 jam kemudian.
d) Kulit
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak
menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Diaforesis ialah perubahan yang
paling jelas terlihat pada sistem integumen.
e) Inspeksi Wajah
Wajah pada umumnya tidak ada edema namun ekspresi wajah akan cemas
dan nyeri akan terlihat.
- Perut
Striae masih tampak. Dalam 2 minggu setelah melahirkan, dinding
abdomen wanita itu akan rileks. Kulit memperoleh elatisitasnya, tetapi
sejum menetap. Nyeri after pain biasa ditemukan pada multipara karena
uterus yang teregang penuh dua kali lipat jauh lebih kendur daripada
uterus primipara dan harus berkontraksi lebih kuat untuk menghasilkan
involusi.
- Serviks :
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca
partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula.
Selama 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar
daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan epningkatan sel
darah merah dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ke -3 sampai hari
ke -7 pascapartum.
2. DIAGNOSA
3. INTERVENSI
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, trauma mekanis,
edema/pembesaran jaringan atau distensi.
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan berkurangnya nyeri
Intervensi Rasional
Oxorn, Harry. (2010). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta
: Yayasan Essensial Medica.
Rukiyah, yeyen & Lia Yulianti. (2010). Asuhan Kebidanan IV : CV. Trans Info Media.
Saifuddin. 2009. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta. : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Sumarah. (2009). Perawatan Ibu Bersalin Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.
Yogyakarta fitramaya.