Babad Panjalu C.M. Pleyte PDF
Babad Panjalu C.M. Pleyte PDF
Babad Panjalu C.M. Pleyte PDF
TIDAK DIPERJUALBELIKAN
Proyek Bahan Pustaka Lokal Konten Berbasis Etnis Nusantara
Perpustakaan Nasional, 2011
BABAD PANJALU
Dikumpulkan oleh
C.M. PLEYTE
H a k pengarang dilindungi u n d a n g - u n d a n g
KATA PENGANTAR
Jakarta, 1982
Proyek Penerbitan Buku Sastra
Indonesia dan Daerah
DAFTAR ISI
Pengantar Penyunting 9
Ringkasan Cerita 11
Kata Pengantar 17
1. Asmarandana 23
2. Sinom 33
3. Kinanti 42
4. Pangkur 50
5. Durma 55
6. Dangdanggula 70
7. Mijil 74
8. Magatru 80
9. Sinom 82
10. Dangdanggula 89
11. Asmarandana 94
12. Kinanti 99
13. Pucung 109
14. Magatru 116
15. Mijil 126
16. Sinom 130
PNRI
f
PNRI
PENGANTAR PENYUNTING
PNRI
PNRI
RINGKASAN CERITA
11
PNRI
ru. Pada saat itu pula sang Prabu dengan diiringi oleh sanak
keluarganya, termasuk Raden Aria Kencana, pergi meninggal-
kan Panjalu- dan menuju tempat pemukimannya yang baru di
Jampang.
Pada saat-saat Aria Kuning memerintah Panjalu, keadaan-
nya tentram dan damai. Hubungan antara bupati dengan rak-
yatnya sangat baik. Namun, lama-lama timbullah keinginan
sang bupati untuk membedah Situ Lengkong. Disuruhnya sa-
lah seorang mantri pergi ke Jampang untuk menjemput ayahan-
danya datang ke Panjalu. Maksudnya, agar bersenang-senang
bercengkrama dan menangkap ikan di situ itu.
Sang Prabu tidak dapat memenuhi ajakan putranya un-
tuk pergi bercengkrama karena keadaan badannya tidak sekuat
dulu. Meskipun demikian, agar tidak mengecewakan Aria Ku-
ning disuruhnya Aria Kencana mewakili ayahanda pergi ke Pan-
jalu. Aria Kencana pun pergilah bersama ponggawa-ponggawa-
nya memenuhi undangan kakaknya yang ingin bersuka-suka me-
nangkap ikan. Kepergian Aria Kencana ini dilaporkan pula de-
ngan segera kepada Aria Kuning oleh sang utusan itu.
Sesampainya di perbatasan Panjalu, Aria Kencana tidak
langsung pergi ke kota, tetapi menunggu dijemput oleh Aria
Kuning bersama ponggawa-ponggawanya. Hal ini karena Aria
Kencana sadar akan harga dirinya sebagai undangan yang harus
dihormati.
Akan tetapi, rupa-rupanya Aria Kuning tidak berniat menjem-
put tamunya itu, ia bersenang-senang menangkap ikan yang ber-
limpah-limpah banyaknya itu. Sudah barang tentu melihat si-
kap Aria Kuning yang demikian itu dapat menimbulkan ke-
marahan adiknya. Oleh karena itulah Aria Kencana yang da-
tang dari jauh itu tidak mendapat penghargaan sama sekali da-
ri Aria Kuning, Pada saat itulah Aria Kencana bersama-sama de-
ngan anak buahnya membuat kerusuhan sehingga teijadilah
perkelahian yang sengit antara kedua putra bersaudara itu. Ra-
den Patih melihat peristiwa ini tidak segera melaporkannya
kepada sang Prabu karena pastilah sang Prabu akan murka ter-
hadap putra-putranya itu. Akan tetapi, lama-lama sang prabu
12
PNRI
pun mengetahui pula akan peristiwa itu.
Perkelahian antara Aria Kuning dan Aria Kencana ternya-
ta membawa kerugian yang cukup besar. Bukan saja harta ben-
da yang rusak, tetapi mengakibatkan renggangnya keluarga Pan-
jalu dan rakyat menjadi terpecah belah. Oleh karena itu, sang
Prabu segera turun tangan. Diutusnya Raden Kampuh Jaya da-
tang ke Panjalu untuk melarai perkelahian itu. Walaupun pe-
rintah ini dirasakan berat, tetapi Kampuh Jaya menyanggupi-
nya untuk menyelesaikan perkelahian itu.
Atas wibawa Raden Kampuh Jaya perkelahian dua kakak
beradik ini akhirnya dapat dilarai. Kedua Aria dapat didamai-
kan sehingga kedua belah pihak menyadari bahwa perbuatan-
nya itu terdorong oleh hawa napsu yang tidak terkendalikan
oleh masing-masing pihak.
Setelah kedua bersaudara itu berdamai kembali, Aria Ku-
ning bermaksud menyerahkan Panjalu kepada a'diknya. Atas
persetujuan sang Prabu dan Kampuh Jaya, diangkatlah Raden
Aria Kencana menjadi bupati Panjalu sebagai pengganti kakak-
nya.
Setelah Kampuh Jaya berhasil menyelesaikan pertikaian
yang terjadi di Panjalu, ia bersama-sama Aria Kuning mening-
galkan Panjalu. Mereka bermaksud menuju ke Jampang untuk
memberikan laporan kepada sang Prabu. Akan tetapi di tengah
perjalanan Aria Kuning tidak akan melanjutkan perjalanannya
ke Jampang karena rasa takut dan rasa berdosa terhadap ayah-
andannya. Ia minta izin kepada Paman Kampuh Jaya untuk per-
gi ke Sukapura sekedar untuk menenangkan pikirannya. Akan
tetapi, selanjutnya ia tidak mengatakan kemana ia akan pergi.
Mula-mula kampuh Jaya berusaha menghalang-halangi maksud
Aria Kuning, tetapi usahanya untuk membujuk Aria Kuning
itu gagal. Sudah barang tentu waktu Kampuh melanjutkan per-
jalanan ke Jampang, keadaan hatinya tidak tentram karena ta-
kut disalahkan oleh sang Prabu.
Sesampainya di Jampang, atas keberhasilan Kampuh Jaya
sang Prabu sangat gembira, sedangkan masalah Aria Kuning ba-
ginya sudah tidak dijadikan persoalan lagi. Hal ini diserahkan-
13
PNRI
v
riya kepada Yang Maha Kuasa. Sang Prabu sangat bersuka cita
mendengar bahwa Aria Kencana menggantikan kedudukan ka-
kaknya sebagai bupati di Panjalu. Bagi Kampuh Jaya, sang Pra-
bu memberi gelar sang Guru Haji. Setelah beberapa lama Kam-
puh Jaya alias Guru Haji tinggal di Jampang, maka disuruhnya
ia kembali ke Panjalu dengan tugas membimbing dan mengawa-
si keadaan Aria Kencana. Oleh sang Prabu juga Guru Haji diang-
kat menjadi pepatih di Panjalu.
Sejak itulah keadaan di Panjalu menjadi aman tentram
dan damai seperti sedia kala. Pulihnya kembali kemakmuran di
Panjalu itu berkat pemerintahan Aria Kencana yang didampi-
ngi oleh pepatihrtya, sang Guru Haji.
Setelah berpuluh-puluh tahun berselang Aria Kencana men-
jadi tumenggung di Panjalu ia menurunkan beberapa orang pu-
tra. Akan tetapi, sayang sekali kelakuan semua putranya itu
tidak ada yang baik. Begitulah pendidikan anak diasuh oleh
harta benda yang berlimpah. Akibatnya, semua keinginan anak-
anaknya harus selalu terpenuhi. Hal ini sudah barang tentu me-
nyedihkan hati Raden Aria sendiri.
Sebaliknya atas kebijaksanaan Kampuh Jaya alias Guru
Haji, Aria Kuning diserahi tugas baru, yaitu diangkat menjadi
bupati di Cilangkung. Pengangkatannya itu direstui oleh sang
Prabu. Bupati Cilangkung ini hingga sekarang dikenal namanya
sebagai Dalem Cilangkung dalam silsilah para bupati Panjalu.
Sang Prabu sudah merasai bahwa usianya tidak akan la-
ma lagi; dipanggillah semua anak cucunya, Raden Patih Buni
Sakti, dan tidak lupa pula Guru Haji yang menjadi patih Panja-
lu. Pada saat itulah ia menyampaikan amanatnya yang terakhir,
yaitu sebelum ia wafat semua putranya harus diangkat menja-
di bupati. Di samping itu, diharapkan sekali agar anak-anaknya
hingga ke cucu-cucunya hidup rukun dan damai. Hal ini harus
dipegang teguh hingga para bupati turunan Panjalu yang ter-
akhir. Akhirnya, tokoh bupati dalam silsilah kebupatian Pan-
jalu itu wafatlah meninggalkan dunia yang fana ini. Tentu saja
diiringi oleh ratap tangis sanak keluarganya, patih-patihnya,
para mantri, dan para ponggawanya.
14
PNRI
Salah seorang putra sang Prabu yang baru saja diangkat
menjadi bupati baru adalah Raden Aria Kadali. Keadaan Ra-
den Aria Kuning dan Aria Kencana sudah sedemikian tuanya
sehingga tidak mampu lagi menjalankan pemerintahan dengan
baik. Oleh karena itulah Raden Aria Kadali diminta untuk me-
megang tampuk pemerintahan di Panjalu. Dari keturunan Aria
Kadali inilah banyak menurunkan pewaris-pewaris kebupatian
Panjalu ini.
Akhirnya, dalam silsilah para bupati Panjalu ini dikenal
nama-nama bupati sebagai berikut. (1). Raden Marta Badada-
hin, (2). Raden Marta Baya, (3). Raden Aria Nati Baya, (4).
Dalem Samalah, (5). Aria Sacanata, (6). Raden Wira Dipa, (7).
Cakranagara, (8). Raden Tumenggung, (9). Raden Cakranagara
Anom, dan seterusnya.
15
PNRI
PNRI
KATA PENGANTAR
17
PNRI
tu, yaitu bahasa sumber dan filologi disamping kritik sumber
untuk dapat meneliti dan memahami naskah sebagai bahan se-
kundernya. Bukan suatu hal yang baru bagi mereka yang akan
mendalami studi sejarah Indonesia harus memiliki ilmu bantu
bahasa sumber seperti bahasa Kawi, Jawa Kuno, Sunda Kuno.
Lain halnya dengan mereka yang mengkhususkan diri dalam
studi sejarah Indonesia Baru yang sudah dapat melepaskan diri
dari ketergantungan kepada ilmu bantu filologi dan bahasa
sumbernya.
"Babad Panjalu" yang dikumpulkan oleh C.M. Pleyte di
Bagian Naskah Perpustakaan Museum Pusat ini akan memudah-
kan bagi para mahasiswa • dengan adanya salinannya dalam ben-
tuk stensilan dan sudah dalam ejaan baru. Untuk sementara
salinan "Babad Panjalu" dalam stensilan ini belum diterjemah-
kan dan tidak diadakan kritik naskah baik intern maupun ex-
tern dengan maksud untuk lebih merangsang para mahasiswa
yang mengadakan studi bahasa, kesusasteraan kebudayaan, dan
sejarah mengadakan diskusi-diskusi di bawah bimbingan para
dosen ahli dalam bidangnya masing-masing.
Babad untuk sejarawan tidak sama dengan sejarah; oleh
karena itu, penggunaannya memerlukan metoda tertentu un-
tuk dapat menarik data dan fakta yang bernilai historis. Kri-
tik sumber yang ketat terhadap sumber dari naskah yang be-
rupa babad harus ketat karena babad sebagai bahan untuk di-
jadikan sumber sejarah adalah berbahaya.
"Babad Panjalu" untuk studi sejarah kuno di Jawa Barat
hanyalah sebagai pelengkap saja untuk mencari keterangan ten-
tang kebudayaan bahasa dan kesusasteraan dengan melalui kri-
tik sumber lebih dahulu.
Tampak nama dan tempat yang disebut dalam "Babad
Panjalu" ini lebih dahulu terdapat dalam naskah "Carita Pa-
rahyangan", terutama nama tokoh Wastukancana, sedangkan
yang lainnya merupakan tambahan dan bumbu yang tumbuh
dari dahulu sampai pada awal abad ke-20 ini.
"Babad Panjalu" yang terdapat di Bagian Naskah Perpus-
takaan Museum Pusat dan turunannya yang dibuat setensilan
18
PNRI
ini disalin oleh seorang lurah setempat pada hari Senin bulan
Desember tahun 1905 hal ini dapat diketahui pada akhir pupuh
naskah ini.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima ka-
sih kepada Ibu Dra. Jumsari, Kepala Bagian Naskah Perpusta-
kaan Museum Pusat Jakarta, yang telah sudi mengirimkan fo-
tokopi naskah "Babad Panjalu" yang kemudian dibuat stensil-
annya untuk keperluan yang terbatas ini. Demikian pula, ucap-
an terima kasih kepada Bapak Prof. Ir. Anwas Adiwilaga untuk
anjuran, nasihat, dan petunjuknya atas berhasilnya pembuat-
an stensilan "Babad Panjalu" dalam rangka memperkenalkan
kepada para mahasiswa jurusan-jurusan bahasa, kebudayaan,
dan sejarah.
19
PNRI
PNRI
SAIARAH PANJALU
PNRI
PNRI
Khusus untuk keperluan intern pendidikan
SAJARAH PANJALU
PUPUH ASMARANDANA
Kasmaran panganggitgending
Basa Sunda lumayanan
Kasar sakalangkung awon
Kirang tindak tatakrama
Ngarang kirang panalar
Ngan bawining tina maksud
Medarkeun pusaka rama.
PNRI
Pansiun kahurmatan
Rapi harta jalma tugur
Sanesna dipasih sawah.
24
PNRI
Teu lami waktuna deui
Tina antara wuwulang
Antawis satahun yaktos
Rama ngangluh lajeng wapat
Mulih kakalanggengan
Sigeg teu panjang dicatur
Walastra ka rahmattulah.
25
PNRI
Nu kasebat pusaka
Tah gelar babad Panjalu
Manawi leres dangdingna.
26
PNRI
Eukeur musim sarwa jadi
Pepelakan rupa-rupa
Kadu manggu jeruk paseh
Dukuh pisitan rambutan
Jeruk bali jeung kalar
Jeruk manis mipis purut
Kadongdong jeung gandaria.
27
PNRI
Sakarsa diluluran
Saniskanten nu dimaksad
Laksana sakarsa harsa.
28
PNRI
Adat perlampahna rai
Tara kersa pelesiran
Jeung raka papisah bae
Kabogohna pepelakan
Di sajroning nagara
Bubuahan cukul mulus
Bray siang ngan pepelakan.
29
PNRI
Tempat anu seseban
Ujung winangun geus tangtu
Bareng tatamu nu dungkap.
30
PNRI
Prabu Sangiyang ngalahir
Ka sepuh jeung ka patihna
Menta karempugan maneh
Niat seseren ka anak
Muga pada rempugan
Sakabeh urang Panjalu
Tah sakitu nya pamenta.
31
PNRI
Trima dunya aherat
Muji sukur ka Yang Agung
Ka Gusti nu sipat rahman.
32
PNRI
PUPUH SINOM
33
PNRI
Teu aya anu kari
Jaba nuturkeun kadaton
Ear rame nu surak
Melas-melis sora suling
Narawangan calung rebab tarawangsa.
34
PNRI
Prabu Sangyang Boros Ngora
Ngadawuh ka Raden Patih
Sareng ka abdi sadaya
Geus henteu diwiji wiji
Kami rek menta saksi
Masrahkeun lungguh tumenggung
Ka ieu anak cikal
Nya Raden Aria Kuning
Banda-banda sarawuh jeung nagarana.
35
PNRI
Hawa soara jalma
Nyeri hulu torek ceuli
Geus cep surak reungeukeun miwulang putra.
36
PNRI
Satempatna sabumina
Salesih taya nu kari
Raden Aria Kuning
Rama putra di kadatun
Lenggah di padaleman
Anu eukeur jeneng waii
Waktu eta rama kang putra ngandika.
PNRI
Pindah panggenan ka Jampang
Bareng enggeus Raden Patih
Lajeng pitaros ka putra
Naha margina teh Gusti
Den Arya walon deui
Margi lantaran teu maphum
Sinigeg nu ka kocap
Isuk dina poe Kemis
Pra ponggawa para mantri sing sadia
38
PNRI
Ngaderek ka Sangiyang
Anggon-anggon sing raresik
Sarta bawa tandu jali gerebongna.
39
PNRI
Ngawawaas nu rek angkat
Raka rai kitu deui
Duh adi kuma teuing
Akang kantun di Panjalu
Geunggang nyorangan pisan
Gan pamuga muga rai
Sambung dunga rai papisah jeung kakang.
40
PNRI
Sarawuhna piunjuk abdi sadaya.
41
PNRI
Sairing karsa jadi
Jeung mantri ponggawa rukun
Taya hiji nu mungpang
Adil tara pilih kasih
Humanggapira teu pisan dibeda-beda.
PUPUH KINANTI
42
PNRI
Maksud hayang bedah situ
Teu wani samemeh idin
Den Patih cengkat unjukan
Ulah panjang dipigalih
Rempag ngiring ka dawuhan
Sakumaha karsa Gusti.
Saprakawis kapiunjuk
43
PNRI
Salam sembah Putra Gusti
Dua nuju kasugengan
Berkahna pangestu Gusti
Putra putu sadayana
Titip sembah pangabakti.
44
PNRI
Ayeuna abdi rek mangkat
Sangiyang ngalahir deui
Sukur bral mangkat tiheula
Popoyan rai pandeuri.
45
PNRI
Sarta para abdi leutik
Kajaba gan sih pandunga
Lahir tumeka ing batin.
46
PNRI
Nu baris ngaderek putra
Ka Panjalu jadi wakil.
47
PNRI
Mana nelah ka kiwari.
Sinigegkeun nu ngarungrung
Nu masanggrahan di pasir
Nyaritakeun anu mapag
Utusan Ariya Kuning
Di jalan enggeus patepang
Dina pasanggrahan tadi.
48
PNRI
Geus henteu beunang diharu
Kaus rusuh kuring-kuring
Tina ningal lauk rea
Lepat ka isin ka risi
Rea jalma ditarajang
Teu eling bawaning nyair.
49
PNRI
Sareng Kai Buni Sakti
Badami heula sakedap
Perkara eta nu ngiring
*
PUPUH PANGKUR
50
PNRI
Boro jauh ge dijugjug
Anggang ti Jampang datang
Ngemban mangkon jadi sulur Rama Prabu
Nyana bakal dipiwarang
Ahir bet teu sudi teuing.
51
PNRI
Ngidasa milik pribadi.
52
PNRI
Gaeun sabab mantak sundul
Sang Prabu teh midarsa
Tina sabab jalma karanjah paribut
Keur nyaur teh katingal
Tipungkur Ki Buni Sakti.
53
PNRI
Hunjuk hatur Buni Sakti.
54
PNRI
Nu matak situ ngabendung
Aki nyembah unjukan
Nun sumuhun mugi ulah jadi bendu
Ulah panjang dipimanah
Rai paduka nu jahil.
PUPUH DURMA
55
PNRI
Nu di darat nu di cai
Pon anu anggang
Ulah aya nu kari.
PNRI
Eh kieu mamang patih
Anu mantak diogan
Sae awon manahan
Hatur lapor Buni Sakti
Rai Aria
Dihilir nangtang baris.
57
PNRI
Teu ngalangkungan
Seja namengkeun diri.
58
PNRI
Ngaderek sa bupati
Sakumaha karsana
Poma mangka tiyatna
Ayeuna geura baralik
Nyokot pakarang
Bral indit masing-masing.
59
PNRI
Waktu harita
Parosa-rosa abdi.
60
PNRI
Mana nelah ka kiwari
Asalna raras manah
Ngan anak lalampahan
Bari nganti abdi-abdi
Harita datang
Ti dinya lajeng ngalih.
61
PNRI
Cieunteung nelah
Henteu kacatur deui.
62
PNRI
ka raka nangtang jurit
Henteu sae pisan
Jadi gamparan sasar
Kasasar ku ngerik galih
Tiwas salira
Lara wirang enggeus yakin.
63
PNRI
Cag ditunda nu lenggah dina tambakan
Sakedap selang deui
Carita nu nugar
Kuring menak teu tahan
Cape sami pikir risi
Pakakas ruksak
Linggih kocap ngajebil.
64
PNRI
Katingal barisan sidik
Lajeng titimbal
Ka abdi para mantri.
65
PNRI
Nugar situ abdi henteu kajadian
Ari nu jadi margi
Reaning wagelan
Abdi-abdi teu tahan
Munsuk kadua prakawis
Abdi geus ningal
Barisan tuang rai.
66
PNRI
Kojal jeung Kodal
Bareng natakeun baris.
67
PNRI
Geus pakepruk pakarang pedang kolewang
Nu nusuk nu nakis keris
Nu tedas ngalawan
Nu teurak ngajaropak
Bala raka rada sisip
Rea nu modar
Getih lir cai milir.
68
PNRI
Hayu maju perang tanding
Enggeus mangsana
Arek gada jeung adi.
Gepruk campuh geus pada adu hareupan
Raka rai perang tanding
Ngadu kabedasan
Pada silih ayonan
Silih balang silih banting
Taya nu kalah
Wanina pada wani.
69
PNRI
Unjuk sembah Buni Sakti ngawalonan
Sumuhun dawuh Gusti
Rehna para putra
Ana rung kala baya
Prang tanding raka rai
Langkung cucuhna
Nuwun pang dangdang Gusti.
PUPUH DANGDANGGULA
70
PNRI
Poma ulah rek gugup
Tanya deui masingna titi
Asal purwa pasea
Awal mula gelut
Lamun geus terang asalna
Sala siji nu kalah pamenta kami
Kudu bawa ka Jampang.
71
PNRI
Taya nu kaliru
Den Kampuh Jaya miarsa
Caritana eta aki Buni Sakti
Mingkin angkatna gancang.
72
PNRI
Kaburu ti Jampang datang.
73
PNRI
Lalampahan anu geus kasorang
Sadaya geus rumaos
Margi tina kalangsu
Sungkan wirang bijil ati dir
Dirangsang ku amarah
Bijil hawa napsu
Tah kitu awal mulana
Jisim kuring serah pati neda hurip
Teu langkung karsa rnamang.
PUPUH MIJIL
74
PNRI
Nusa leutik tuh bedah ti kaler
Saayana abdi kuring leutik
Sarta para mantri
Poma ulah kantun.
75
PNRI
Raden Arya Kuning
Kuring anu gaduh.
76
PNRI
Saur dua putra geus kaharti
Sadaya kahartos
Raden Kampuh Jaya nyaur bae
Ka Raka Raden Aria Kuning
Bilih kotok meuting
Paribasa sepuh.
77
PNRI
Den Kampuh papagon
Papakemna nu meunang nu eleh
Lampah dua putra raka rai
Tadi rebut milik
Perkara di situ.
78
PNRI
Kaayaan banda ka sakabeh
Salir barang pangeusi negri
Pasrahkeun sakali
Dawuhna kulanun
79
PNRI
Kudu riksa pariksa sing resik
Kaopatna deui
Dawuh Rama Prabu.
P.UPUH MAGATRU
80
PNRI
Praponggawa abdi leutik nyusul hatur
Sarehna nampi weweling
Wuwulang sarewu nuwun
Pangasih ka diri abdi
Muga-muga ulah poho.
81
PNRI
Gan pamuga Rai nuhun lambat-lambut
Ngaulakeun abdi-abdi
Jadi Tumenggung Panjalu
Ulah supe siang wengi
Pandunga Raka diantos.
PUPUH SINOM
Den Kampuh Jaya pamitan
Pun Paman seja rek balik
Poma Putra singhiyatna
Geus nyepeng jadi bupati
Poma masing nastiti
Nyepeng dayeuh di Panjalu
Poma ulah lalawora
Ngageuingkeun abdi leutik
Tah sakitu piwulangna tuang rama.
82
PNRI
Nu aya pedahna hasil
Sadaya abdi-abdi
Ulah mumul nya wuwuruk
Saliring pepelakan
Abdi-abdi boga milik
Keur ngajaga bab ki payah kahirupan.
83
PNRI
Nyaur Raden Kampuh Jaya
Ngawuruk Den Arya Kuning
Reh katingal sesemonna
Poma Putra masing lantip
Budi manis parangi
Boh marah aya kaduhung
Sing emut kani kadar
Titis tulis enggeus pasti
Kudu pasrah rilah nya ka nu kawasa.
84
PNRI
Leresan Sukapura
Lajeng Raden milu mukim
Kasigegkeun lami-lami hapuputra.
Diunjukkeun sadayana
Dijereh taya nu kari
Awal dungkap ka wekasan
Asal benci jadi rapih
Putra Gusti lastari
Anu jeneng di Panjalu
Raden Arya Kancana
Ngagentos jeneng bupati
Sarta rempag-rempug rukun wadya bala.
85
PNRI
Ngahaturkeun salam sembah
Lahir dumugi hing batin
Sareah pangkon Gusti
Kaduana Rabul Gapur
Hakna nu murbeng jagat
Nganti-nganti siang wengi
Henteu sanes pandungana Kangjeng Rama.
86
PNRI
Pasrah lila dua anak kaslametan.
Taya geusan panasaran
Atawa sumelang ati
Gan aya oge pikiran
Mungguh ngaulakeun lahir
Ria risining ati
Melang kanu di Panjalu
Raden Arya Kancana
Jumeneng kana bupati
Supayana urang senang mamanahan.
87
PNRI
Kami bisa naur kaul
Sagala kacintaan
Masih jadi buah ati
Muga-muga di ahirna kalaksanan.
88
PNRI
Ka ahli pameget istri
Nya ieu babad turunan
Putra putu pangkon Gusti
Poma masing gumati
Nurut lampah nu karuhun
Mugina kalaksanan
Kumureb setya ka Gusti
Mapan bukti pasondong jeung mamanisna.
PUPUH DANGDANGGULA
Unjuk hatur Raden Guru Haji
Sarta talim lajeng bae ngaras
Kapangkon dampal Sang Kantong
Kulanun abdi munjuk
Nuwun jiad Paduka Gusti
Sadaya kalepatan
Mugi sih pamalum
Dihampunten kalepatan
Salir dosa anu ageung anu alit
Panduka ngahampura.
89
PNRI
Pamit Raden angkat jung
Jeung sadaya abdi nu rek ngiring
Sumawon kulawarga
Sadayana milu
Ngajajapkeun anu pindah
Wantu-wantu keur pamili cantik manis
Pisah mindah panggonan.
90
PNRI
Nu mangkon Sang Prabu
Teu lian wulang piwejang
Diimankeun wuruk Kampuh Jaya tadi
Dianggap salamina.
91
PNRI
Campuh bareng n u surak
92
PNRI
Sarta rcncang nimbalan sadia
Sangu wedang masih tereh
Baris suguh tatamu
Henteu lami enggeus sayagi
Katuangan ngabarak
Wedang bareng sangu
Di padaleman di luar
Seg ngadawuh Sang Bupati kanu calik
Nyumanggakeun dalahar.
93
PNRI
Henteu aya hinggana deui
Pangasih kanugrahan
Gede manan gunung
Gunung soteh ibaratna
Jero ati hakna dipasihan Patih
Guru Haji buktina.
PUPUH ASMARANDANA
94
PNRI
Keur waktuna di Panjalu
Ningal rea kaanehan.
95
PNRI
Puji sukur ka sadaya
Sigeg nu pindah parele
Taya genah panasaran
Henteu sumelang manah
Gan pamuga lulus mulus
Mulya badan sampurna.
96
PNRI
Turta aing masih ujud
Angot mun aing geus ajal.
97
PNRI
Harita utusan mangkat
Ka kapatihan geus anjok
Den Patih lajeng mariksa
Maneh rek naon beja
Hatur gamparan disaur
Ayeuna ka padaleman.
98
PNRI
Beulah wetan aya dukuh
Munar astana di nusa.
PUPUH KINANTI
99
PNRI
Teu ngarapeda nu wapat
Teu eling ka weling tadi
Karama waktuna hibat
Para putra teu merduli.
100
PNRI
Raden Arya Kuning nami
Sabab keur jumeneng Rama
Geus hibat ka Raden Patih.
101
PNRI
Kuma dawuh Kangjeng Gusti.
102
PNRI
Ngistrenan ngangkat Tumenggung
Pasti isuk poe Kemis
Den Patih nyembah unjukan
Pamit wangsul dek badami
Lajeng mangkat ka paseban
Ngutus nyaur para mantri.
103
PNRI
Eh sakabeh para mantri
Saayana pra ponggawa
Hayu urang bareng indit
Harita bral bubar mapag
Sang Prabu kasondong linggih.
104
PNRI
Para ponggawa santana
Para mantri kuring leutik
Jempe repeh tatabeuhan
Ngantosan dawuhan Gusti.
105
PNRI
Ka tempatna masing- masing
Ngistrenan Putra palastra
Raden Kancana Bupati
106
PNRI
Atawa kasesah manah
Sumangga nanggel pun Rai.
107
PNRI
Ka rai Raden Kadali.
108
PNRI
Nami putra nu kasebut
Raden Marta Badadahin
Geus sedeng dedeg yuswana
Harita Srinarapati
Keur ngamanah salirana
Mucung barina weweling.
PUPUH PUCUNG
109
PNRI
Raden Patih masing tereh
Ki utusan harita enggeus bral mangkat.
110
PNRI
Karsa Sang Bupatya
Ka putra bade seseleh
Poe isuk papasrahan jeung ngistrenan.
Wadya bala ponggawa kudu karumpul
Sarta tatabeuhan
Pamenta ulah talangke
Jam dalapan isuk sadaya sadia.
Tutas dawuh sadayana amit mundur.
Harita bubaran
Sakedap rek make-make
Jeung sadia raracik keur karamean.
Tina perjanjian harita geus kumpul
Tetebah geus tutas
Kantun mapag Sang Bupatos
Lajeng mangkat sadaya ka padaleman.
Raden Patih ngadeuheusan ka Sang Prabu
Reh prantos sadia
Abdi ponggawa sakabeh
Sang Bupatya ka patih lajeng ngandika
111
PNRI
Lajeng sami lenggah
Abdi ponggawa ngaderek
Pra santana sepuh anom sadya lenggah.
112
PNRI
Lajeng catur Den Marta Baya Tumenggung
Geus kagungan putra
Santana salira kasep
Panjenengan Raden Arya Nati Baya.
PNRI
Abdi-abdi sadaya ngawalon rempug
Sakarsa Panduka
Abdi sumeja ngaderek
Ngaselakeun ka jeneng Putra Panduka.
114
PNRI
Sinigegkeun Den Wira Baya Tumenggung
Kocap Kangjeng Paman
Tina saprantos seseleh
Lajeng pamit bral jengkar ka patapaan.
115
PNRI
Sigeg heula Den Tumenggung nu geus nanjung
Kaselag carita
Tunggal runtun eta keneh
Catur heula Den Wira Dipa puputra.
PUPUH MAGATRU
116
PNRI
Kuring leutik suka asih
Kumaulana tawalo.
117
PNRI
Cag nu wapat catur putra anu mangku
Santosa gilig berbudi
Budi manis sarta lungguh
Mungguh nu jadi bupati
Patitis Sang Prabu anom.
Ngiring damel sakarsana langkung suhud
Pinter rajin jeung binangkit
Nuju dina kira waktu
Nampi laporna Ki Malim
Mas Warga Naya nu kahot.
Unjuk hatur sareh aya hiji maung
Ngahakan kuda jeung munding
Kaget Sang Bupati nyaur
Kumpulkeun sakabeh abdi
Nabeuh tanggara ku kemplong.
Aki Malim enggal ditimbalan nutur
Nitik lari dina pasir
Teu lila maung ditekuk
Saadat tali paranti
Diserep enggeus parantos.
118
PNRI
Prabot pakarang sing rapih
Burang tumbak pedang golok.
119
PNRI
Kapicatur lampah damel Den Tumenggung
Sedya kumureb ka Gusti
Lajeng Sultan anu marhum
Sakalangkung tina asih
Asring caos ka Cirebon.
120
PNRI
Tina asih Kangjeng Sultan sakalangkung
Pertanda asih teh bukti
Hiji istri tedah Ratu
Alona Ratu Dipati
Wasta Den Salengga Anom.
Salirana ampuh timpuh sarta lungguh
Cahya mubyar ngatumbiri
Bitis lir jaksi sajantung
Raray petak kadi sasih
Pasihan Sultan Cirebon.
121
PNRI
Enggalna nyaur paraji
Diteangbobotna yaktos.
122
PNRI
Ki utusan unjuk hatur ka Sang Ratu
Yakin sidik Putra Gusti
Weweratna yaktos lulus
Lajeng bae Kangjeng Gusti
Puji sukur ka Yang Manon.
PNRI
Abdi-abdi kulawargi
Tutunggon bari mamaos.
124
PNRI
Tahun sewu dalapan ratus sapuluh
Malah aya punjul hiji
Kawit jumeneng tumenggung
Lamina nyepeng bupati
Tilu puluh tahun yaktos.
125
PNRI
PUPUH MIJIL
126
PNRI
Tumaninah tugenah nyapikir
Pikir masing godos
Kumaula senang seneng hate
Tetelakeun ka kuring leutik
Titih masing rapih
Maksud mambrih rukun.
127
PNRI
Tempat makam panggenan Winarni
Dipendemna deukeut
Nusa lengkong mashur.
128
PNRI
Nuju umur tilu puluh warsih
Lajeng mindo enggon
Lami-lami pun kuwu seseleh
Kaleresan abdi jadi ganti
Pirempagna abdi
Sarengna pangagung.
129
PNRI
Tawis Prajadinata pribadi
Sih pangaksa Gusti
Abdi kaulanun.
TEMBANG SINOM
130
PNRI
Panuhun abdi Paduka
Teu sanes panyuprih hati
Lian Gusti Maha Mulya
Lahirna sareat Gusti
Tina liring pangasih
Hibarna ka putra putu
Tumiba kaleksanan
Sinihan panuhun abdi
Tina margi tuna tangan kakolotan.
131
PNRI
PNRI