Makalah Start Up - Perekonomian Indonesia

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

TUGAS RUTIN

KONSEP DAN PERAN SEKTOR EKONOMI

RINTISAN (START UP) DAN SEKTOR EKONOMI

DIGITAL TERHADAP PEREKONOMIAN

INDONESIA

Oleh:
KELOMPOK 13

ASRI DITA PUTRI M.FIRZA UMARHAN PUTRI SRI SUCI R


192205105 192205133 192205104

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Yang Diwajibkan

Dalam Mengikuti Perkuliahan Perekonomian Indonesia

PROGAM STUDI S1 EKSTENSI AKUNTASI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2019


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah
ini membahas secara singkat tentang “Konsep dan Peran Sektor Ekonomi Rintisan (Start
Up) dan Sektor Ekonomi Digital terhadap Perekonomian Indonesia”
Penulisan makalah ini adalah merupakan salah satu tugas untuk mata kuliah
“Perekonomian Indonesia” yang diberikan oleh Bapak Dr. Bukit Buchori Siagiaan, SE.,
M.Si.
Kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam
kelancaran penyusunan makalah ini. Makalah yang kami susun memang masih jauh dari
kata sempurna baik dari bentuk penyusunannya maupun dari materinya. Kritik dari
pembaca yang membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.

Medan, 02 Januari 2019

Penulis
ABSTRAK

Konsep dan Peran Sektor Ekonomi Rintisan (Start Up) Dan Sektor Ekonomi Digital
terhadap Perekonomian Indonesia
Sektor Ekonomi Digital terhadap Sektor Ekonomi Rintisan (Start Up) merupakan
sektor perekonomian yang memliki potensi memberikan perkembangan pada Perekonomian
Nasional karena perkembangan dari tahun ke tahun. Walaupun proporsi terhadap PDB yang
belum begitu besar, tetapi memiliki potensi yang paling besar. Secara internasional ekonomi
digital terhadap sector ekonomi rintisan (start up) telah berkembang sedemikian rupa
sehingga memberikan dampak besar pada PDB di negara-negara lain. Di Indonesia juga telah
diberi perhatian khusus melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian
Ekonomi dalam mendukung perkembangan ekonomi digital terhadap ekonomi rintisan (start
up)
Kata kunci: Perekonomian Indonesia, PDB, Ekonomi Rintisan, Ekonomi Digital
DAFTAR ISI

1.1.Latar Belakang ...................................................................................................... 1


2.1. Konsep Ekonomi Startup Digital Indonesia......................................................... 3
2.2. Definisi Ekonomi Rintisan (start up) dan Ekonomi Digital ................................ 3
2.3. Peranan Ekonomi Startup Digital pada Perekonomian ...................................... 4
2.4. Pengaruh Ekonomi Startup Digital terhadap Kontribusi PDB .......................... 5
2.5. Peningkatan Daya Saing Ekonomi Startup Digital Indonesia............................. 8
2.6. Faktor Pendorong Perkembangan Ekonomi Startup Digital .............................. 9
2.7. Tantangan Perkembangan Ekonomi Startup Digital ........................................ 11
3.1. Kesimpulan dan Saran ....................................................................................... 13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekonomi digital lahir dan berkembang seiring penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi yang juga semakin mengglobal di dunia. Menurut Dalle (2016) sejarah ekonomi
dunia telah melalui empat era dalam hidup manusia yaitu era masyarakat pertanian, era mesin
pasca revolusi industri, era perburuan minyak, dan era kapitalisme korporasi multinasional.
Empat gelombang ekonomi sebelumnya berkarakter eksklusif dan hanya bisa dijangkau oleh
kelompok elite tertentu.

Gelombang ekonomi digital hadir dengan topografi yang landai, inklusif, dan
membentangkan ekualitas peluang. Karakteristik ini memiliki konsep kompetisi yang menjadi
spirit industri yang dengan mudah terangkat oleh para pelaku startup yang mengutamakan
kolaborasi dan sinergi. Karena itu pula ekonomi digital merupakan ‘sharing economy’ yang
mengangkat banyak usaha kecil dan menengah untuk memasuki bisnis dunia.

Saat ini pemerintah sedang mencanangkan Indonesia sebagai largest digital economy
pada 2020 dan ditargetkan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Salah satu landasan
pembangunan nasional dalam pencanangan ini adalah sektor digital. Pemerintah menargetkan
transaksi ecommerce mencapai senilai US$ 130 miliar dan menciptakan 1000 teknopreneur
dengan nilai bisnis US$ 10 miliar pada tahun 2020.

Untuk mencapai target tersebut, diperlukan peta jalan membuka akses berbagai
macam sektor bisnis untuk masuk, bergabung, dan memperkuat bangunan ekosistem ekonomi
digital. Salah satunya dengan mengetahui potensi pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia
serta benchmark e-mommerce negara-negara lain. Tidak dipungkiri beragam masalah dalam
pencapaian target ini cukup banyak, diantaranya perubahan model bisnis berbagai sektor dari
konvensional ke digital. Faktor sosiokultur masyarakat yang tidak dengan cepat dapat
mengadopsi sistem ekonomi digital. Faktor lain adalah kendala yang dialami pelaku startup,
masalah internasionalisasi (perusahaan-perusahaan nasional yang diakusisi oleh perusahaan
asing), perlindungan konsumen, serta regulasi dari transaksi online itu sendiri.

Data-data potensi ekonomi digital ini sangat dibutuhkan guna pengembangan serta
penguatan sektor ekonomi digital di Indonesia. Hal ini penting guna perumusan kebijakan-
kebijakan pemerintah yang berhubungan erat dengan sektor industri digital dimasa sekarang
dan akan datang.
Mutlak pentingnya pengembangan ekonomi rintisan (start up) ini didorong oleh
ekonomi digital yang relatif kuat menghadapi kelesuan ekonomi global dan domestik. Bahkan
kontribusi ekonomi rintisian (start up) dan ekonomi digital terhadap pertumbuhan ekonomi
maupun penciptaan lapangan kerja menunjukkan peningkatan sejak tahun 2014. Namun
sayang studi yang mengkaji secara mendalam dan tajam perkembangan ekonomi rintisan dan
ekonomi digital ini masih relatif belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, makahalah ini
ditujukan untuk menjelaskan bagaimana perkembangan konsep dan peran ekonomi rintisan
(start up) dan ekonomi digital terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Ekonomi Rintisan (start up) dan Ekonomi Digital di Indonesia

Indonesia perlahan-lahan berjalan menuju ekosistem ekonomi digital terbesar di Asia


Tenggara. Dua tahun lalu, orang yang berbelanja online baru 7,4 juta jiwa dengan transaksi
Rp 48 triliun. Tahun lalu, angka itu naik menjadi 11 juta dengan total transaksi Rp 68 triliun.
Meski belum diketahui persisnya, taksiran total transaksi tahun ini mencapai Rp 95,48 triliun.
Angka-angka itu baru dari perdagangan online atau e-commerce. Tak aneh bila perkembangan
perusahaan rintisan berbasis digital alias startup menarik perhatian pemerintah.

Digital Economy, konsep ekonomi yang syarat dengan penerapan teknologi informasi.
Realitas saat ini, bahwa jumlah pengguna aktif internet sudah melebihi 140 Juta user. Hal ini
menjadi peluang menjanjikan bagi pembangunan ekosistem digital tanah air. Konsep ekonomi
zaman millennial ini digadang-gandang akan mengubah model konvensional yang sudah lama
mengakar kuat. Bagaimana sebenarnya peluang dan tantangan pengembangan ekonomi
berbasis internet ini pada tahun 2019.

Konsep 'New Economy' ini sejatinya memiliki beberapa komponen, ekonom Thomas
Mesenbourg (2001) menjelaskan elemen pentingnya mulai dari infrastruktur perangkat keras
dan lunak, model layanan hingga cara transaksi baru dalam ekosistemnya.

Saat ini, Indonesia sepertinya terlihat serius dalam membangun ekosistem ini. Sebagai
negara dengan penduduk terbesar di Asia Tenggara, Indonesia berpeluang menjadi digital
powerhouse di kawasan ASEAN. Untuk mewujudkannya, pembangunan infrastruktur
komunikasi dan teknologi informasi harus menjadi prioritas. Kabar baiknya, konektifitas
jaringan intenret di nusantara sudah melebihi 90 persen. Namun, pekerjaan rumah yang
tertinggal adalah bagaimana pemanfaatan koneksi tersebut secara efektif.

2.2. Definisi Ekonomi Rintisan (start up) dan Ekonomi Digital

Istilah startup sering dikaitkan dengan bisnis yang baru dirintis atau baru berkembang,
biasanya merujuk pada semua perusahaan yang belum lama beroperasi dan identik dengan
bisnis yang berbau teknologi. Neil Blumenthal, cofounder dan co-CEO dari Warby Parker
mengatakan bahwa startup adalah suatu perusahaan yang bekerja untuk memecahkan masalah
di mana solusinya tidak jelas dan kesuksesan tidak dijamin. Adora Cheung cofounder dan
CEO dari Homejoy, salah satu hottest U.S Startups di tahun 2013 mengatakan bahwa startup
is a state of mind (startup adalah keadaan pikiran).

Menurut kamus Merriam-Webster startup adalah perusahaan bisnis pemula, sementara


The American Herritage Dictionary mengatakan bahwa startup adalah bisnis yang baru saja
memulai operasinya (Robehmed, 2013). Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa untuk dikategorikan sebagai startup sebuah bisnis atau perusahaan
haruslah baru mulai beroperasi. Atribut kunci dari startup adalah kemampuan untuk
bertumbuh, di mana startup adalah sebuah perusahaan yang dirancang untk bertumbuh secara
cepat. Startup berfokus pada pertumbuhan yang tidak dibatasi oleh geografi, hal inilah yang
membedakannya dengan small businesses atau bisnis kecil. Internet merupakan salah satu
faktor penyebab pesatnya pertumbuhan startup.

Bisnis startup ini memiliki beberapa karakteristik. Berikut ini adalah karakteristik dari
bisnis startup yang berasal dari berbagai sumber.

1. Perusahaan memiliki usia kurang dari 3 tahun.

2. Memiliki jumlah pegawai kurang dari 20 orang.

3. Memiliki total pendapatan kurang dari $100.000 per tahun.

4. Perusahaan masih dalam tahap berkembang.

5. Umumnya perusahaan ini beroperasi dalam bidang teknologi.

6. Produk yang dibuat olah perusahaan ini berupa aplikasi dalam bentuk digital.

7. Biasanya beroperasi melalui website perusahaan.

2.3. Peranan Ekonomi Rintisan dan Ekonomi Digital dalam Perekonomian

Jika menilik kembali ke belakang, istilah startup memang lebih banyak digunakan
untuk menjelaskan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang teknologi, internet, web,
dan perusahaan-perusahaan lain yang masih berhubungan dengan ranah tersebut. Hal ini
dikarenakan bisnis startup mulai populer secara Internasional pada saat perusahaan dot-com
banyak didirikan secara bersamaan. Masa-masa itu dikenal dengan fase ’bubble dot-com’
yang berlangsung pada periode 1998-2000.
Pada masa ’bubble dot-com’, perusahaan-perusahaan sedang gencar untuk membuat
dan membuka website pribadinya. Hal ini semakin didukung dengan banyaknya orang yang
mengenal internet, sehingga berpeluang menjadi ladang baru untuk memulai bisnis. Dan saat
itulah, bisnis startup lahir dan terus berkembang.

Meskipun perilaku digital masyarakat Indonesia menunjukkan tren yang meningkat,


faktanya infrastruktur telekomunikasi di Indonesia belum terbangun secara merata.
Pembangunan infrastruktur yang masif hanya terlihat di kawasan Jawa dan Sumatera,
sedangkan di kawasan timur Indonesia infrastruktur telekomunikasi yang ada masih jauh dari
memadai. Akibatnya jelas, kesenjangan digital sangat nyata terjadi di Indonesia. APJII
mencatat bahwa 70 juta pengguna internet Indonesia berpusat di pulau Jawa, Sumatera, dan
Bali. Sedangkan total semua pengguna internet di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua hanya
sebesar 5.9 juta. Fakta ini pun juga terlihat dari posisi Indonesia di sejumlah index yang
dikeluarkan berbagai lembaga, seperti Networked Readiness Index (NRI) dan GSMA Mobile
Connectivity Index. Posisi Indonesia masih kalah jauh bahkan bila dibandingkan oleh negara-
negara ASEAN seperti Malaysia dan Thailand.

Gambar 1.1
Kesenjangan digital yang nyata di Indonesia (Sumber: Data Badan Pusat Statistik)

2.4. Pengaruh Ekonomi Rintisan dan Ekonomi Digital terhadap Kontribusi PDB

Ekonomi digital memang memiliki dampak yang signifikan terhadap pembangunan di


Indonesia. Laporan dari Oxford Economics (2016) menyebutkan bahwa keberadaan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memberikan kontribusi signifikan terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) dan jumlah lapangan kerja di Indonesia. Secara khusus, setiap
1 persen peningkatan penetrasi mobile diproyeksikan menyumbang tambahan 640 juta US
Dollar kepada PDB Indonesia serta membuka 10.700 lapangan kerja baru pada tahun 2020.
Kontribusi sektor TIK makin terasa signifikan terhadap PDB Indonesia, mengingat sektor TIK
menyumbang 7.2 persen dari total PDB Indonesia.

Pembangunan ekosistem digital ini tentu tidak lepas dari beberapa aspek pendorong
meliputi: Pengembangan infrastruktur (baik hardware maupun software), besarnya pengguna
media sosial, penggunaan data yang massif hingga mudahnya memperoleh perangkat mobile.

Meskipun demikian, pemerataan infrastruktur ICT (Information & Communication


Technology) tanah air masih menjadi pekerjaan rumah. Kita tentu tahu bahwa pusat pengguna
dan pembangunan infrastruktur digital saat ini masih terfokus di pulau Jawa. Melihat secara
lebih luas perkembangan layanan digital (Infrastruktur), sesungguhnya ekosistem baru itu
sudah mulai terbentuk. Hal ini terbukti dengan pesatnya pertumbuhan startup digital pada
tahun 2018.

Pesatnya pertumbuhan startup digital ini menjadi cerminan prospek yang cerah. Saat
ini, jumlah startup Indonesia sudah melebihi 1500 yang menjadikan Indonesia sebaga salah
satu negara dengan jumlah startup terbanyak di dunia. Pertumbuhan bisnis rintisan baru tentu
akan memberikan impact signifikan dalam penerapannya. Lihatlah bagaimana Go-Jek telah
mengubah model bisnis transportasi dalam negeri. Munculnya mode ekonomi baru telah
menciptakan disrupsi dalam berbagai bidang bisnis.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, kontribusi


ekonomi digital di tingkat ASEAN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 2,8%.
Di Indonesia, kontribusi ekonomi digital terhadap PDB sedikit lebih tinggi dari rerata
ASEAN, yaitu sebesar 2,9%. Sementara itu kontribusi ekonomi digital terbesar di ASEAN
terdapat di Vietnam, yaitu mencapai 4%. Negara ASEAN lainnya yang mencatatkan
kontribusi ekonomi digital terhadap PDB di atas 2% adalah Singapura sebesar 3,2%, Malaysia
dan Thailand sebesar 2,7%. Ekonomi digital di Filipina hanya berkontribusi sebesar 1,6%
terhadap PDB. Sebagai informasi, ekonomi digital juga berkembang pesat di tingkat dunia
meskipun berada di tengah gejolak global. Pada 2016, kontribusi ekonomi digital mencapai
22% terhadap ekonomi global.
Gambar 1.2 Perkiraan Pengguna Internet Tahun 2015-2020
Sumber: (eMarketer, 2016)
Gambar 1.2 menunjukan hasil riset terbaru yang dikeluarkan oleh
eMarketer pada tahun 2017 terkait perkiraan pengguna internet dan mobile users
pada tahun 2016 – 2020 menyatakan bahwa hampir 67% populasi dunia akan
menggunakan internet paling tidak sebulan sekali pada tahun 2017 (baik melalui
desktop/laptop ataupun mobile device), meningkat sebesar 6,1% dibandingkan
pada tahun 2016. Pada tahun 2019 diperkirakan 50,6% populasi dunia akan
menggunakan internet atau setara dengan 3,82 miliar orang.

Gambar 1.2 Perkiraan Pengguna Internet Tahun 2016-2021


Sumber: (eMarketer, 2017)
Dari pengamatan pemerintah Indonesia, promosi ICT dalam industri seperti Fintech
dan E-commerce dapat meningkatkan financial inclusion, memperluas pasar dan menciptakan
lapangan kerja baru. Penerapan ICT dalam ekonomi digital juga menjadi cara untuk
menumbuhkan GDP dalam negeri.
Pertumbuhan GDP Nasional tentu tidak lepas dari semakin meningkatnya transaksi e-
commerce dalam beberapa tahun terakhir. Namun, sebuah wacana pengenaan pajak untuk
industri e-commerce dapat menjadi hambatan pertumbuhan industri ini. Hal yang sebaiknya
dilakukan oleh Pemerintah ialah terlebih dahulu memperbesar pasar dan ekosistem ekonomi
digital dalam negeri, dibandingkan terburu-buru menarik pajak transaksi. Saat ini, lingkungan
digital economy Indonesia masih dalam tahap pembangunan dan integrasi layanan. Jika
ekosistem sistem nantinya sudah matang dan terintegrasi, barulah berwacana tentang digital
tax. Selain itu, infrastruktur e-government juga perlu dipersiapkan untuk mendukung
ekosistem ini.

2.5. Peningkatan Daya Saing Ekonomi Rintisan dan Ekonomi Digital Indonesia

Pemerintah Indonesia di era sekarang memiliki sebuah visi besar dalam 12amper
ekonomi digital. Bagaimana tidak, pemerintah menargetkan Indonesia untuk menjadi
kekuatan ekonomi digital terbesar di ASEAN pada 2020, dengan proyeksi nilai transaksi e-
commerce mencapai 130 juta US Dollar pada tahun 2020. Meskipun visi ini terkesan
ambisius, namun Pemerintah memiliki dasar yang kuat dalam mencanangkan target ini. Salah
satu amper yang kuat adalah melihat fakta bahwa perilaku masyarakat Indonesia sangat
berorientasi digital. Data dari Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) serta We Are
Social menyebut kan bahwa pengguna internet Indonesia berada di kisaran 52%, dan sebagian
besar diantaranya mengakses internet secara mobile selama 4 jam per hari. Lebih jauh, saat
ini terdapat 370 juta kartu SIM aktif di Indonesia, jauh lebih besar dari populasi Indonesia
yang sudah hampir mencapai 270 juta penduduk.

Banyak faktor yang mendorong perkembangan dinamika digital di Indonesia, namun


setidaknya dapat dibagi dalam dua perspektif: industri dan konten. Dari sisi industri, terlihat
bahwa operator telekomunikasi berlomba-lomba membangun infrastruktur secara masif,
mulai dari jaringan 2G, 3G, hingga 4G. Tidak hanya itu, terjadi persaingan antar operator yang
cenderung tidak sehat dan menimbulkan perang tarif, dimana operator menurunkan harga
serendah-rendahnya untuk menaikkan utilisasi jaringan mereka.

Walaupun perang tarif berdampak buruk bagi industri telekomunikasi, tapi


dampaknya terhadap masyarakat sangat terasa, dimana telekomunikasi kini tidak lagi
dianggap sebagai barang mahal. Sedangkan dari sisi konten, menggeliatnya penggunaan
media sosial seperti Facebook, Instagram dan Twitter serta munculnya aplikasi chat seperti
WhatsApp dan LINE menjadi pendorong utama penetrasi data di Indonesia.

Terlepas dari pembangunan infrastruktur yang belum merata, industri ekonomi digital
di Indonesia bisa dibilang sangat menggeliat. Hal ini ditandai dengan tumbuh pesatnya
berbagai perusahaan rintisan (start-up) yang berbasis aplikasi. Data dari situs
startupranking.com mencatat bahwa saat ini terdapat 1463 start-up di Indonesia. Angka ini
menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah start-up terbesar ketiga di dunia, hanya
kalah dari Amerika Serikat dan India.

Menariknya, tren pertumbuhan start-up ini dipelopori oleh para generasi muda yang
memiliki semangat sociopreneurship, yakni bagaimana mereka dapat menyelesaikan berbagai
masalah yang ada di masyarakat serta memberikan dampak yang signifikan lewat medium
teknologi. Salah satu contohnya adalah bagaimana Nadiem Makarim mendirikan Go-Jek
untuk mempermudah masyarakat dalam mendapatkan moda transportasi ojek yang cepat dan
dapat diandalkan.

Dampak yang ditimbulkan Go-Jek sangat signifikan. Dampak positifnya sudah jelas,
Go-Jek mendorong pertumbuhan lapangan kerja baru yang menjanjikan yang dapat
memberikan pemasukan lebih dibanding industri konvensional dengan jam kerja fleksibel.
Selain itu, Go-Jek juga mencoba menjadi solusi atas absennya pemerintah dalam
menyelesaikan masalah kemacetan dengan menawarkan mobilitas yang tinggi. Contoh lain
adalah William Tanuwijaya, CEO Tokopedia yang awalnya punya visi untuk mempermudah
siapapun agar dapat memulai bisnis mereka sendiri lewat medium internet. Ekonomi digital
memang memiliki dampak yang signifikan terhadap pembangunan di Indonesia.

2.6. Faktor Pendorong Perkembangan Ekonomi Rintisan dan Ekonomi Digital

Perkembangan bisnis startup Indonesia didukung oleh beberapa faktor yang


mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut yaitu:

1. Masyarakat Indonesia selalu terbuka dengan teknologi baru.

Jika diamati pengguna internet aktif di Indonesia saat ini sangat banyak. Hal ini tentu
akan berdampak pada peluang bisnis yang juga akan semakin besar.

2. Jumlah penduduk Indonesia yang banyak.

Banyaknya penduduk di Indonesia juga mendukung banyaknya kebutuhan yang


diperlukan. Hal ini juga menjadi peluang bisnis yang besar.

3. Pelayanan startup yang baik.

Pelayanan startup yang baik juga dapat mempengaruhi perkembangan bisnis startup
di Indonesia. Semakin baik dan bagus pelayanannya, maka konsumen juga akan
semakin banyak.

4. Modal dari investor serta dukungan pemerintah.

Tanpa adanya modal yang cukup, maka bisnis apapun tak akan bisa berkembang.
Selain modal, dukungan dari pemerintah juga menjadi penentu perkembangan dari
sebuah startup. Jika suatu bisnis tidak mendapat dukungan dari pemerintah, maka
kemungkinan besar bisnis tersebut akan sangat sulit untuk berkembang.

Di Indonesia sendiri saat ini sudah banyak berdiri komunitas-komunitas yang


merupakan perkumpulan founder-founder startup. Komunitas-komunitas tersebut diantaranya
adalah:

1. Jogja Digital Valley (jogjadigitalvalley.com)

2. Bandung Digital Valley (bandungdigitalvalley.com)

3. Ikitas (www.ikitas.com) Inkubator Bisnis di Semarang

4. Stasion (stasion.org) wadah bagi Startup lokal kota Malang

Contoh Startup Unicorn Sukses Indonesia

1. Tokopedia

Tokopedia menjadi salah satu startup e-commerce yang berasal dari Indonesia dengan
valuasi sekitar $7 miliar atau setara dengan 102 triliun rupiah. Sebuah riset dari firma
penelitian CB Insight menyebutkan bahwa Tokopedia menjadi top valuasi untuk bisnis startup
di Indonesia.

2. Go-Jek

Go-Jek merupakan startup ride-hailing pertama asal Indonesia yang mendapat gelar
‘Unicorn’. Perusahaan ini memiliki nilai valuasi sebesar $10 miliar atau setara dengan 151
triliun rupiah. Peningkatan valuasi Go-Jek ini dapat dikategorikan cukup signifikan mengingat
pada awal tahun pihak Go-Jek menyebutkan hanya memiliki valuasi berkisar $4,8 miliar saja.
3. Traveloka

Traveloka merupakan salah satu startup di indonesia besutan Fery Unardi yang
bergerak di bidang traveling. Saat ini, Traveloka telah memiliki nilai valuasi lebih dari $ 2
miliar atau setara dengan Rp26,6 tiriliun.

2.7. Tantangan Perkembangan Ekonomi Rintisan dan Ekonomi Digital

Revolusi Industri 4.0 mendorong berbagai negara di dunia untuk terus berinovasi
dalam ranah perekonomian digital. Melakukan inovasi dan mengikuti perkembangan yang
ada memang tidak selalu mudah. Ada berbagai macam tantangan yang dihadapi melalui
strategi-strategi yang terencana. Untuk kasus di tanah air, ada lima tantangan dalam investasi
digital ekonomi di Indonesia saat ini. Berikut di antaranya yaitu :

1. Cyber Security

Cyber security masih menjadi tantangan utama di berbagai negara dalam hal
perekonomian digital. Begitu pula dengan investasi digital ekonomi Indonesia. Sebagai
negara berkembang yang memiliki peluang besar, Indonesia memiliki arus transaksi online
yang semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini akan menjadi celah baru bagi pihak yang
tidak bertanggung jawab untuk melakukan penyerangan terhadap dunia cyber. Bahkan negara
kita pernah mendapat 1.225 miliar serangan cyber setiap harinya.

2. Persaingan yang semakin ketat

Perekonomian digital juga membawa persaingan pasar semakin ketat. Berkembangnya


e-commerce seolah menjadi keran masuknya produk-produk dari negara lain ke Indonesia
dengan mudah. Akibatnya, produk-produk lokal pun jika tidak berkembang akan tergerus oleh
produk dari negara lain yang cenderung dijual dengan harga terjangkau.

Misalnya saja membanjirnya produk-produk dari Cina, Singapura, maupun Jepang.


Ditambah lagi sat ini masih minim produk dari UMKM yang masuk dalam ranah e-commerce.
Di sinilah diperlukan adanya sinergi dari pihak pemerintah maupun swasta agar produk lokal
ini dapat bersaing. Baik melalui pembinaan hingga bantuan inovasi supaya di masa mendatang
produk lokal dapat menikmati keuntungan dari adanya investasi digital ekonomi Indonesia.

3. Pembangunan sumber daya manusia

Tantangan selanjutnya dalam menghjadapi investasi digital ekonomi Indonesia ialah


mengenai sumber daya manusia. Hal ini tentu menjadi PR bagi pemerintah di negara-negara
berkembang seperti Asia Tenggara, termasuk pula di Indonesia. Pada tahun 2017,
sebagaimana dilansir dari Kompas.com, Google menyebutkan bahwa di Asia Tenggara
sumber daya profesional dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi digital masih minim.

4. Ketersediaan akses internet yang mumpuni

Sama halnya dengan pembangunan sumber daya manusia, faktor lain yang tak kalah
pentingnya adalah mengenai infrastruktur. Dalam hal ini, yang menjadi poin penting adalah
ketersediaan akses internet mumpuni di hampir seluruh wilayah. Sebab, akses internet inilah
yang memengaruhi investasi digital ekonomi di Indonesia.

5. Regulasi yang belum mengikuti perkembangan zaman

Tantangan lainnya ialah mengenai adanya regulasi dan dasar hukum yang perlu dirancang
untuk mengikuti perkembangan zaman. Hukum klasik yang menyebutkan bahwa hukum
selalu berjalan tertatih-tatih mengejar perkembangan zaman mungkin akan berlaku jika aturan
main mengenai digital ekonomi di Indonesia tidak ditangani dengan optimal.

Setidaknya lima tantangan di ataslah yang saat ini sangat relevan dihadapi oleh
pemerintah dalam hal investasi digital ekonomi di Indonesia. Semoga ke depannya nanti
tantangan-tantangan tersebut bisa segera teratasi demi ekonomi digital yang semakin
berkembang di Indonesia.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Ekonomi digital dan ekonomi rintisan (start up) sangat penting dalam menunjang
perekonomian di Indonesia. Apalagi pada masa modern sekarang, industri telah beralih dari
industri premier dan sekunder menjadi industri tersier. Tahap industri tersier (jasa) ini salah
satunya mencakup penunjang pertumbuhan ekonomi di Indonesia, sehingga merupakan salah
satu sektor perekonomian yang sangat berpotensi memberikan pengaruh terhadap
perkembangan perekonomian secara nasional maupun internasional.

Pada zaman sekarang tidak bisa dipungkiri bahwa Indonesia telah masuk ke dalam
industri 4.0 berbasis internet yang juga menunjang ekonomi rintisan (start up). Tetapi
memang masih terdapat tantangan terhadap pelaku ekonomi rintisan (start up) dan ekonomi
digital tersebut. Tetapi diharapkan pada pemerintahan kedua oleh Pak Ir. Joko Widodo,
Kementrian bidang Komunikasi dan Informatika serta Kementrian bidang Perekonomian
dapat mengembangkan sektor ekonomi rintisan dan ekonomi digital ini sebagai penunjang
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Karena Startup digital dapat melahirkan perusahaan
yang berkualitas dan memberikan dampak positif dengan menyelesaikan permasalahan-
permasalahan di masyarakat.Tidak hanya itu startup digital turut berperan dalam menciptakan
lapangan kerja baru.

3.2 Saran

Adapun harapan pada pemerintahan baru Pak Ir. Joko Widodo (Kabinet Indonesia
Maju) dengan penunjukkan Menteri Komunikasi dan Informatika Bapak Airlangga Hartarto
yang berasal sebagai Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan Bapak Johny G Plate
selaku Menteri Komunikasi dan Informasi, dapat memajukan sektor ekonomi startup digital.
Pemerintahan yang baru melalui kementrian harus mengeluarkan peraturan pemerintah untuk
mendukung lancarnya ekonomi startup digital. Harus dikeluarkan paket kebijakan ataupun
ide-ide gemilang yang dapat mendukung tumbuhnya ekonomi startup digital sehingga dapat
memajukan perekonomian Indonesia melalui peningkatan PDB di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Bringkley, I. (2010). Innovation, Creativity and Entrepreneurship in 2020.


London: The New York Foundation.

Tapscott, Don. (1997). The digital economy: promise and peril in the age of
networked intelligence. New York: McGraw-Hill. ISBN 0-07-063342-8

Zimmermann, Hans-Dieter. (2000), "Understanding the Digital Economy:


Challengers for New Business Models". AMCIS 2000 Proceedings. Paper 402

Dahlman, Carl J., "The Problem of Externality," The Journal of Law and
Economics 22, no. 1 (Apr., 1979): 141-162.

APJII., (2017). Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia


tahun 2017. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Jakarta

Setiawan,Ahmad Budi.(2018). “Business Revolution Based On Platfrom as a


Digital Eonomic Activator in Indonesia”. Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi,
Volume: 9 No.1.

Bloch, M., Pigneur, Y dan Sergev, A. (2006). On the road of electronic-


Commerce- A Business Value Framework, gaining competitive advantage and some
research issues. Working paper University of Laussane, Laussane Swiss.

Deven, R. Desai., (2014) The New Steam: On Digitization, Decentralization,


and Disruption, 65 Hastings L.J. 1469.

Anda mungkin juga menyukai