Komunikasi Politik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemilu di Indonesia yang sudah berlangsung beberapa waktu yang lalu dan pemilu
sebelumnya adalah contoh bagaimana para pelaku politik di Indonesia baik pemilih,
penyelenggara, para calon penguasa serta pelaku politik lainnya dalam berpolitik. Beberapa
hal yang dapat kita bahas diantara lain adalah pemilihan media dalam politik, etika politik
yang dilakukan para pelaku - pelaku politik hingga dana dan jadwal kampanye yang diatur
dalam ketentuan peraturan kampanye oleh KPU.

Media massa juga sering disebut sebagai The Fourth Estate dalam kehidupan sosial,
ekonomi dan politik. Hal ini disebabkan oleh peran media massa dalam pengembangan
kehidupan sosial ekonomi dan poitik masyarakat. Sebagai suatu alat untuk menyampaikan
berita, penilaian atau gambaran umum tentang banyak hal, media mempunyai kemampuan
yang dapat membentuk opini publik. Karena itu, media massa juga dapat menjadi penekan
atas suatu ide atau gagasan, serta suatu kepentingan atau citra yang di representasikan.

Etika politik merupakan prinsip moral tentang baik-buruk dalam tindakan atau
perilaku dalam berpolitik. Etika politik juga dapat diartikan sebagai tata susila (kesusilaan),
tata sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan politik. Dalam praktiknya, etika politik
menuntut agar dapat menata masyarakat yang dipertanggungjawabkan pada prinsip-prinsip
moral dasar. Untuk itu, etika politik berusaha membantu masyarakat untuk mewujudkan
ideologi negara yang luhur ke dalam realitas politik yang nyata.

Dana dan Jadwal Kampanye sudah diatur di setiap pemilu oleh KPU. Transparansi
dana dan jadwal kampanye ini adalah salah bentuk keterbukaan informasi penyelenggara
pemilu kepada masyarakat untuk dapat menentukan pilihannya dengan cerdas. Dana
kampanye yang akuntabilitasnya berintegritas serta jadwal kampanye yang diikuti dan
dijalankan dengan sesuai aturan dapat menggambarkan tanggung jawab pelaksana kampanye
yang berkomitmen mnegikuti peraturan dan transparansi dalam pemilu.

1
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan suatu pokok masalah
yang kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa saja peran dan dan bagaimana pemilihan media komunikasi dalam politik.?
2. Apa itu etika politik dan bagaimana etika politik di Indonesia?
3. Apa pengertian, landasan hukum peraturan dan permasalahan dana dan jadwal
kampanye pemilu di Indonesia?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah ini
sebagai berikut:

1. Mengetahui peran dan pemilihan media komunikasi dalam politik.


2. Mengetahui pengertian, bagaimana dan tujuan etika politik Indonesia.
3. Mengetahui aturan dan permasalahan dana dan jadwal kampanye pemilu Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pemilihan media komunikasi dalam politik

A. Peran media komunikasi politik


Media massa sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan terutama
mengenai pesan politik akan mempermudahkan kepada setiap komunikator politik
dalam menyampaikan dan memperkenalkan siapa dirinya kepada khalayak. Kekuatan
media massa sebagai saluran untuk mempengaruhi khalayak, telah banyak
memberikan andil dalam pembentukan opini publik. Kemampuan penyampaian pesan-
pesan politik di media massa mempunyai dampak terhadap berubahnya perilaku
pemilih. Maka dari itu, bagi para elit politik yang ingin bertarung memperebutkan
kursi kekuasaan, akan berusaha memanfaatkan media massa untuk tujuan publikasi
dan pembentukan citra.

 Media sebagai alat komunikasi politik


Arti penting media massa dalam menyampaikan pesan politik
kepada masyarakat menempatkannya sebagai sesuatu yang penting dalam
interaksi politik. Partai politik membutuhkan media yang memfasilitasi
komunikasi politik. Dengan kemampuannya dalam menyebarkan
informasi secara luas membuat pesan politik disalurkan melalui media
massa. Apalagi utama, dari komunikasi pesan, program kerja partai,
pencitraan adalah pembentukan opini publik. Semakin besar massa yang
dapat disentuh oleh media massa, semakin strategis arti media massa
tersebut.

3
 Media sebagai pembentuk opini publik
Opini publik merupakan pendapat masyarakat secara umum,
pendapat ini diperoleh dari pendapat dari pihak-pihak yang memiliki
kepentingan terkait bidang opini tersebut yaitu para politisi. Opini publik
dapat dinyatakan secara aktif maupun pasif, baik melalui verbal, symbol,
prilaku, bahasa tubuh, atau tanda-tanda lainnya. Opini publik bersifat
bebas dan terbuka, mengungkapkan ide-ide, visi-misi, keinginan, keluhan
serta kritik.

 Media sebagai penyeimbang kekuasaan politik


Kemampuan untuk membentuk opini publik ini membuat media
massa memiliki kekuasaan politik. Paling tidak, media memiliki
kekuasaan untuk membawa pesan politik dan membentuk opini publik.
Kemampuan ini dapat dijadikan sumber bagi media massa untuk proses
tawar-menawar dengan institusi politik. Kesulitan untuk bernegosiasi
dengan media massa seringkali terjadi karena ideologi politik tertentu
memiliki media sendiri, tidak jarang juga media massa mengambil sikap
independen dan menjadi kekuatan politik penyeimbang dari kekuatan
politik. Dalam hal ini, media massa menjadi kekuatan kritis dan alternatif.
Hal ini juga terkait erat dengan keinginan untuk berkuasa. Ide,
gagasan, dan isu politik akan dapat dengan mudah ditransfer dan
dikomunikasikan melalui media massa. Hal ini membuat kekuasaan politik
tidak hanya ada di tangan partai politik, tetapi juga siapa pun yang
memiliki kemampuan untuk memengaruhi kebijakan publik.

 Media sebagai bias persepsi dan realitas media


Pemilihan informasi mana yang akan dipublikasikan akan sangat
tergantung pada nilai, paham, ideologi, dan sistem moral yang dianut oleh
media. Bias persepsi juga dapat terjadi dari sisi masyarakat. Dalam diri
setiap individu terdapat kerangka berfikir yang akan menentukan cara
mereka dalam berpikir dan bersikap terhadap suatu hal. Biasanya hal ini
dapat bersumber dari latar belakang pendidikan, ekonomi, pekerjaan, suku,
dan keluarga yang ikut membentuk cara berpikir mereka. Karenanya
4
informasi yang sama dapat diartikan berbeda oleh setiap individu, akibat
berikutnya, informasi yang diberitakan oleh media massa akan
diterjemahkan dan disikapi dengan cara beragam pula.
Hal ini juga dapat semakin menjauhkan jarak informasi yang
sebenarnya dengan interpretasi yang dibangun dalam masyarakat. Bias
presepsi ini juga dapat dimanfaatkan para politisi yang menguasai atau
memili aliansi dengan sebuah media, konglomerasi media dan monopoli
media untuk dapat membuat penitraan dan realitas media yang tidak sesuai
dengan kenyataan politik untuk membentuk opini publik sesuai keiniginan
politik.

 Media sebagai medan persaingan politik


Dengan berkembang pesatnya teknologi informasi dan komunikasi,
serta telah berlangsunya era Industry 4.0, media massa sebagai sarana
komunikasi telah menjadi pusat penyaluran informasi dan komunikasi
antara masayrakat dan pemerintah di dunia politik. Media massa yang
semakin berkembang terus dimanaatkan para politisi sebagai alat yang
efektif dalam penyampaian pesan politik, akhirnya menjadi medan
persaingan politik akhirnya melahirkan istilah ‘Mediacracy’ merujuk pada
kemampuan media massa dalam mengontrol atau menarik suara
masyarakat melalui persaingan politik di media massa.

B. Pemilihan media komunikasi politik


Kebebasan dalam berkomunikasi yang mewarnai kehidupan politik, berdampak
terhadap tuntutan demokratisasi bernegara yang faktual melalui pemilihan umum yang
berkeadilan dan menghasilkan calon penguasa yang berpihak kepada rakyat.
Media dalam hal ini diartikan secara luas, yaitu segala sarana yang terkait dengan
penyampaian pesan, baik yang bersifat riil maupun simbolik, dari institusi politik
kepada masyarakat yang lebih luas. Msyarakat dapat memilih banyak media massa
dalam hal ini dapat berupa TV, radio, majalah, koran dan internet. Digunakannya
media massa sebagai instrumen untuk mengkomunikasikan ide, pesan, dan program

5
kerja politik adalah karena kenyataan bahwa media dapat dipakai untuk
menyampaikan pesan kepada masyarakat luas.

Keefektifan media massa dalam menyampaikan pesan politik telah


menjadikannya sebagai ajang baru pertempuran politik. Dengan dicanangkannya era
Industry 4.0, kemajuan teknologi di bidang informasi membuat siapa pun yang
memiliki akses kepada media komunikasi memiliki kemampuan untuk mengalihkan
dan membentuk opini publik sesuai dengan yang diharapkannya atau biasa disebut
dengan realitas media.
Dapat dikatakan, dunia politik tidak dapat dipisahkan dari media massa,
persaingan pun muncul untuk mencari aliansi, dengan suatu media massa guna
menjamin lancarnya pesan politik yang ingin disampaikan. Oleh karena itu media
massa seharusnya menjadi sarana pencerahan dan transformasi nilai-nilai kebenaran
agar masyarakat dapat melihat dan memilih secara apa adanya.
Media kepada khalayak sebaiknya tidak memunculkan kesan menilai atau
keberpihakan khususnya dalam masa kampanye pemilu atau kejadian politik lainnya,
terlebih lagi dikarena media massa yang terkena dampak dari konglomerasi dan
monopoli media. Biarlah masyarakat sendiri yang akan memilih dan menetukan, yang
diperlukan media hanyalah menyampaikan informasi yang sebenarnya, karena
persoalan politik dan khsusnya pemilu adalah persoalan masa depan bangsa.
Konglomerasi atau penguasaan media penyiaran dan monopoli media yang
mempengaruhi media menjadi problematika kepada masyarakat untuk memilih media
komunikasi politik, karna jika kita telusuri kembali media massa besar di Indonesia
kebanyakan dimiliki oleh para politisi, maka akan mudah sekali bagi komunikator
politik dalam menyampaikan pesan politik yang diinginkan sesuai dengan realitas
media yang mereka inginkan.
Masyarakat yang semakin modern, dan sadar akan perkembangan teknologi,
serta sudah berjalannya era Industri 4.0, hendaknya dapat memanfaatkan teknologi
informasi untuk dapat memilih dan mencari kebenaran akan suatu atau setiap pesan
politik yang disampaikan melalui media massa. Media harus mampu bersikap objektif
dalam penyampaian berita dan masyarakat harus dapat memilih media komunikasi
politik dan menerima pesan politik dengan lebih cerdas lagi.

6
2.2. Etika Politik

A. Pengertian Etika Politik


Etika Politik terdiri dari dua kata yaitu Etika dan Politik. Etika (Yunani Kuno:
"ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan
bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi
studi mengenai standar dan penilaian moral. Sedangkan Politik adalah proses
pembagian kekuasaan yang melibatkan interaksi antara pemerintah dan/atau
masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang
mengikat untuk kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah
tertentu. Jadi etika politik adalah nilai-nilai azas moral yang disepakati bersama baik
pemerintah dan/atau masyarakat untuk dijalankan dalam proses pembagian kekuasaan
dan pelaksanaan keputusan yamg mengikat untuk kebaikan bersama.

B. Etika Politik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Sesuai Tap MPR No. VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari etika kehidupan
berbangsa adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal
dan nilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam pancasila sebagai acuan dalam
berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pembangunan moral politik yang berbudaya adalah untuk melahirkan kultur politik
yang berdasarkan kepada iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa,
menggalang suasana kasih sayang sesama manusia Indonesia yang berbudi luhur, yang
mengindahkan kaidah musyawarah secara kekeluargaan yang bersih dan jujur dan
menjalin asa pemerataan keadilan. Pada hakikatnya etika politik tidak diatur dalam
hukum tertulis secara lengkap tetapi melalui moralitas yang bersumber dari hati nurani,
rasa malu kepada masyarakat, dan rasa takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

7
C. Manfaat Etika Politik
Ada beberapa manfaat etika politik bagi pelaksanaan system politik di Indonesia.
Pertama, etika diperlukan dalam hubungannya dengan relasi antara politik dan
kekuasaan. Karena kekuasaan cenderung disalahgunakan maka etika sebagai prinsip
normatif/etika normatif sangat diperlukan. Etika di sini ada sebagai sebuah keharusan.
Dengan memahami etika politik, para pejabat tidak akan menyalahgunakan
kekuasaannya.
Kedua, etika politik bertujuan untuk memberdayakan mekanisme kontrol
masyarakat terhadap pengambilan kebijakan para pejabat agar tidak menyalahi etika.
Masyarakat sebagai yang memiliki negara tidak bisa melepaskan diri dalam mengurus
negara. Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan para pejabat,
namun dalam tataran tertentu keduanya berbeda. Dalam negara dengan alam demokrasi
peranan masyarakat sangat besar yang nyata dalam sikap mengkritisi berbagai
kebijakan pemerintah. Para pejabat sebagai representasi rakyat tentu akan mendengar
kritikan tersebut sebelum sebuah kebijakan diambil. Warga negara yang demokratis
mesti berusaha untuk menghentikan pengambilan keputusan yang dapat merugikan
warga walaupunkeputusan tersebut dianggap benar oleh para pejabat. Mekanisme
kontrol tersebut sangat penting agar para pejabat tidakmengambil kebijakan yang
merugikan masyarakat.
Ketiga, para pejabat dapat bertanggung jawab atas berbagai keputusan yang
dibuatnya baik selama ia menduduki posisi tertentu maupun setelah meninggalkan
jabatannya. Para pejabat bekerja dalam lingkup organisasi, oleh karena itu segala
kebijakan yang diambil mesti berdasarkan kesepakatan bersama. Namun,mereka tidak
dapat melarikan diri dari tanggung jawabnya sebagai seorang pribadi atas sebuah
keputusan. Tanggung jawab pribadi juga dapat mendukung akuntabilitas bagi
keputusan yang kurang dapat dianggap berasal dari pejabat-pejabat yang baru. Karena
tanggung jawab pribadi melekat pada pribadi dan bukan pada kolektivitas, maka
tanggung jawab tersebut selalu melekat dan mengikuti pejabat ke mana pun ia pergi.

8
2.3. Pelaksanaan peraturan dana dan jadwal kampanye

A. Dana kampanye

Dana kampanye adalah aktivitas yang mengacu pada penggalangan dana dan
pengeluaran kampanye politik pada persaingan dalam pemilu. Seperti diketahui bahwa
kampanye akan mempunyai pengeluaran yang besar, mulai dari biaya kendaraan untuk
kandidat dan lainnya, sampai pembelian waktu tayang untuk iklan di TV, radio, dan
media-media lain, oleh karena itu, kandidat sering mencurahkan banyak waktu dan
upaya dalam mengumpulkan dana untuk dapat menutupi pembiayaan kampanyenya.
Meskipun dalam literatur ilmu politik dijelaskan bahwa kebanyakan kontributor
memberikan dukungan dana kepada para kandidat yang telah melakukan persetujuan,
tetap saja terdapat persepsi publik yang beranggapan bahwa pendanaan tersebut
dianggap sebagai suatu perjanjian imbalan yang tidak sah, sehingga publik
menyamakan sumber pendanaan kampanye partai politik tersebut sama dengan
korupsi politik dan penyuapan

B. Landasan hukum peraturan dana kampanye

Pelaksanaan pemilu harus dilaksanakan dengan jujur dan adil. Karena itu
pelaksanaan pemilu harus didukung oleh transparansi keuangan partai-partai politik
peserta pemilu untuk mengurangi berbagai bentuk penyelewengan dana kampanye
atau adanya politik uang dalam kampanye.
Dalam rangka untuk mencegah penyelewengan dana kampanye, mencegah
adanya politik uang dalam pelaksanaan kampanye, meningkatkan transparansi
keuangan dan meningatkan akuntabilitas, UU No.10 tahun 2008 bagian kesepuluh
mengatur tentang dana kampanye. Bagian ini mengatur tentang sumber dana
kampanye, bentuk, jumlah sumbangan maksimal dari perorangan maupun badan,
pencatatan dana kampenye, pelaporan dan audit dana kampanye. Selain UU No.10
tahun 2008, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga mengeluarkan Peraturan KPU No.
01 tahun 2009 yang mengatur tentang pedoman pelaporan dana kampanye Partai
Politik peserta pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
9
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, serta calon anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2009.

C. Permasalahan audit dana kampanye

Ada dua permasalahan umum yang terjadi saat audit dana kampanye yang di
lakukan oleh KPU:
1. waktu pemeriksaan yang pendek.
Berdasarkan UU Pemilu tidak boleh lebih dari tiga puluh hari sejak laporan
diterima, kantor akuntan publik harus menyampaikan laporan auditnya
kepada KPU. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi kualitas audit.

2. Terbatasnya jumlah tenaga auditor.


Pelibatan BPK merupakan salah satu alternatif solusi memecahkan
keterbatasan jumlah kantor akuntan publik, karena BPK juga termasuk
Auditor eksternal. Namun, hal ini masih menjadi perdebatan karena UU
memerintahkan, yang berhak melakukan audit dana kampanye parpol
hanya kantor akuntan publik. Satu KAP tidak boleh mengaudit lebih dari
satu partai politik dalam satu provinsi yang sama. Jika ingin mengaudit
partai lain harus berbeda provinsi.

D. Jadwal kampanye

Jadwal adalah pembagian waktu berdasarkan rencana pengaturan urutan kerja;


daftar atau tabel kegiatan atau rencana kegiatan dengan pembagian waktu pelaksanaan
yang terperinci menurut Kams Besar Bahasa Indonesia. Begitu pula dalam melakukan
kampanye terkait pemilu, agar bisa terlaksa pemilu yang teratur dan tertib serta
berkomitment untuk mengikuti peraturan yang di berlakukan oleh KPU agar
penyelenggaran pemilu dapat berjalan sesuai waktunya. Karena apabila pemilu
dilakukan melebihi atau kurang dari waktu yang sudah di tetapkan, akan merugikan

10
negara. Tidak sesuainya kurun waktu pemilu akibat dari jdwal kampanye yang tidak
sesuai aturan, juga menjadi cerminan kepada masyarakat terhadap pasangan calon
pemilu yang tidak berkomitment dan melanggar aturan. Jadi pentingnya bagi calon
pemimpin terpilih utnuk memberikan contoh komitmen terhadap peraturan dan
kedisiplinan.

E. Landasan hukum peraturan jadwal kampanye

Dalam melakukan kampanye, segala peraturannya sudah di tetapkan oleh KPU


sebagai penyelenggara pemilu. Semua partai, tim sukses, pelaksana kampanye dan
para calon dan pasangan calon pemilu harus mengikuti jadwal kampanye sesuai
dengan ketetapan KPU, PKPU no. 23 tahun 2018 tentang metode dan jadwal
kampanye, jadwal kampanye pada 24 yang bunyinya:
1. Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e, huruf h, dan huruf i dilaksanakan sejak 3 (tiga) Hari
setelah penetapan Daftar Calon Tetap Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota untuk Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan
setelah penetapan sebagai Pasangan Calon untuk Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden sampai dengan dimulainya Masa Tenang.
2. Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf f dan huruf g
dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) Hari dan berakhir sampai dengan 1
(satu) Hari sebelum dimulainya Masa Tenang.
3. Masa Tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlangsung
selama 3 (tiga) Hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara.
4. Pada Masa Tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Peserta Pemilu
dilarang melaksanakan Kampanye dalam bentuk apa pun.

Walaupun peraturan sudah dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi


pelanggaran dalam pemilu, bukan berati pemilu aman dari pelanggaran dan politik uang.
Oknum pengurus partai politk dan calon anggota legislative dan calon Dewan Perwakilan
Daerah dan pelaksana kampanye masih saja bisa melakukan kecurangan.
11
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Partisipasi dan pemahanan masyarakat terhadap peraturan dan pelaksanaan pemilu


tidak hanya harus selalu berbicara soal pengetahuan dan pemahaman masyarakat di hari
pemungutan dan penghitungan suara saja, tetapi juga bagaimana masyarakat mampu
merespons proses pemilu, seperti bagaimana media massa dan perannya sebagai alat
komunikasi politik sepanjang pemilu apakah sudah sesuai peruntukannya sebagai pengawas
serta penyalur komunikasi antara rakyat dan pemerintah, etika politik yang dilakukan oleh
para politisi serta tahapan pelaksanaan peraturan pemilu seperti pelaporan dana kampanye
dan pelaksanaan jadwal kampanye yang sesusai aturan. Ini juga bisa menjadi dasar rujukan
masyarakat bilamana suatu hari nanti terjadi adanya potensi korupsi ataupun kecurangan
yang terjadi pada pemilu, untuk itulah, kepekaan masyarakat sangat dibutuhkan.

3.2. Saran

Menurut kami, masih banyak hal-hal di Indonesia yang perlu diperbaiki demi
terlaksananya pemilu yang jujur dan adil sesuai harapan seluruh rakyat Indonesia. Partisipasi
masyarakat dan indepensi media yang tidak berpihak untuk bersama memonitor dan
melaksankan jalannya setiap pemilu di Indonesia yang sesuai dengan aturan diharapkan
dapat mewujudkan pemilu yang jujr dan adil.

12
Daftar Pustaka

https://en.wikipedia.org/wiki/Mediacracy

https://en.wikipedia.org/wiki/Fourth_Estate

https://pakarkomunikasi.com/contoh-peran-media-dalam-opini-publik

https://derrymayendra.blogspot.com/2014/09/peran-media-massa-dalam-sistem-politik.html

https://konglomerasimediamassa.blogspot.com/2015/04/aturan-konglomerasi-media.html

https://www.researchgate.net/publication/303862308_KOMUNIKASI_POLITIK_DAN_PEMIL
U_LEGISLATIF_TAHUN2014/

https://id.wikipedia.org/wiki/Dana_kampanye

https://infokamu12345.blogspot.com/2009/07/audit-dana-kampanye-pemilu.html

https://rachmawatiwawa.blogspot.com/2012/05/peranan-media-massa-dalam-politik-dunia.html

https://www.gramedia.com/blog/aturan-dan-larangan-pemilu-2019-berdasarkan-undang-
undang-pemilu-nomor-7-tahun-2017/

https://republika.co.id/berita/kolom/wacana/19/01/15/pldpn1282-transparansi-dana-
kampanye-demi-pemilu-berintegritas

https://www.dosenpendidikan.com/pengertian-kampanye/

https://pisomel.blogspot.com/2014/05/kampanye-dan-propaganda-politik.html

https://anisahsukirman.wordpress.com/2011/10/18/pengertian-etika-politik-secara-umum/

https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_politik

https://dwiapriliyan.blogspot.com/2014/11/pengertian-etika-politik-dan-penerapan.html

https://www.academia.edu/11949696/Makalah_Etika_Politik

https://www.academia.edu/37552883/ATURAN_KAMPANYE_2019.pptx

13

Anda mungkin juga menyukai