Modul Koas Dept Jiwa

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 63

MODUL

Praktik ILMU KEDOKTERAN


Klinik JIWA

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017

Program Studi Profesi Dokter Page 1


TIM PENULIS :

dr. Abdullah Sahab, SpKJ, MARS


dr. Deddy Soestiantoro, SpKJ, M.Kes
dr. Bintang Arroyantri Prananjaya, Sp.KJ
dr. Puji Rizki Suryani, M.Kes
dr.Diyaz Syauki Ikhsan
dr. Syarifah Ainie

TIM EDITOR :

dr. Puji Rizki Suryani, M.Kes

Program Studi Profesi Dokter Page 2


KATA SAMBUTAN DEKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya buku modul profesi dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya ini. Modul ini merupakan bagian dari buku panduan pendidikan
dokter tahap profesi Fakultas Kedokteran Unsri yang mungkin akan terus mengalami perubahan
sesuai dengan perkembangan kurikulum pendidikan.
Saya yakin Modul ini sangat bermanfaat bagi dosen dan mahasiswa sebagai acuan menjalani
pendidikan tahap profesi di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya di RSUP Dr. Moh Hoesin
Palembang, RS Jejaring, dan RS Afiliasi untuk mendapatkan gelar dokter. Staf pengajar yang akan
menjadi narasumber, pembimbing, fasilitator, tutor, instruktur dan penguji juga dapat menjadikan
buku ini sebagai dasar pijakan dalam mempersiapkan dan melaksanakan proses pendidikan.
Dengan Buku Panduan ini juga Saya berharap semua mahasiswa tahap Profesi Dokter dapat
menyelesaikan pendidikannya dengan efektif, dan tepat waktu.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah bekerjasama sehingga
tersusun buku modul ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Dekan Fakultas Kedokteran


Universitas Sriwijaya

TTD

dr. Syarif Husin, M.S

Program Studi Profesi Dokter Page 3


Program Studi Profesi Dokter Page 4
DAFTAR ISI

SAMPUL HALAMAN ........................................................................................................... 1


KATA SAMBUTAN DEKAN ......................................................................................... ........... 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ............ 4
MODUL ILMU KEDOKTERAN JIWA
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ ............ 5
BAB II LINGKUP BAHASAN ......................................................................... ............ 8
BAB III METODE PEMBELAJARAN ................................................................. ............ 10
BAB IV EVALUASI ........................................................................................ ............ 15
LAMPIRAN .............................................................................................................. ............ 17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... ............ 62

Program Studi Profesi Dokter Page 5


BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pendidikan profesi dokter merupakan serangkaian proses dalam suatu kurikulum pendidikan
yang harus dijalani oleh mahasiswa kedokteran. Dalam tahap ini, mahasiswa diharapkan mempunyai
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku dalam bidang keprofesiannya sebagai seorang
dokter. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, praktik klinik dalam kurikulum berbasis kompetensi
(KBK) tahun 2005 dirancang sebagai modul klinik terintegrasi. Begitu juga dengan praktik klinik di
bagian ilmu kedokteran jiwa, pendidikan profesi dokter juga dirancang dalam bentuk Modul yang
terintegrasi. Di dalam buku panduan praktik klinik ini mencakup sasaran dan metode pembelajaran,
karakteristik mahasiswa, lingkup bahasan, sumber daya, evaluasi, buku rujukan, hingga lampiran.
Modul ini dilaksanakan dalam 5 pekan, setara dengan 2,5 sks.

Dengan adanya buku panduan ini diharapkan mahasiswa dapat belajar dengan lebih terarah
dan tentunya mencapai target yang diharapkan dan sesuai dengan kompetensinya sebagai dokter
umum.

DASAR

Dasar pembuatan modul ini ialah sebagai berikut:

1. UU no 20 tahun 2013 tentang Pendidikan dokter


2. Kemenkes No. 1069/Menkes/XI/2008
3. SKPDI 2012
4. Tuntunan akan pengelola pendidikan yang lebih efisien dan efektif sesuai dengan dinamika
pendidikan dokter yang sangat cepat, beban pembelajaran yang terus meningkat karena tuntutan
akan mutu pendidikan yang lebih baik.

TUJUAN

Tujuan Umum

Pendidikan kedokteran bertujuan untuk menghasilkan dokter yang mampu melaksanakan


tugas profesinya dan senantiasa meningkatkan dan mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan
keilmuan dan profesionalitas seorang dokter. Pendidikan kedokteran paripurna menghasilkan dokter
yang memiliki integritas, rasa tanggung jawab dan dapat dipercaya sesuai dengan etika profesi yang
universal.

Program Studi Profesi Dokter Page 6


Dengan adanya buku panduan klinik Ilmu Kedokteran Jiwa, mahasiswa diharapkan mampu
menggunakan ilmu Biomedik, Klinik, Perilaku, dan Komunitas untuk memahami secara menyeluruh
masalah dalam Ilmu Kedokteran Jiwa dalam konteks klinik. Selain itu, juga mampu menjelaskan
rencana penatalaksanaan meliputi farmakokinetik, farmakodinamik, indikasi dan kontraindikasi obat-
obatan yang diperlukan untuk tindakan terapi.

Tujuan Khusus

1. Memberikan pengalaman kemandirian kepada dokter muda untuk dapat mengidentifikasi,


menganalisis, dan menyelesaikan masalah kesehatan pasien secara menyeluruh sesuai tingkat
kompetensi, berdasarkan prinsip kedokteran berbasis bukti
2. Melakukan prosedur pemeriksaan atau tindakan secara mandiri atau bimbingan supervisor untuk
meningkatkan keterampilan klinik sesuai standar kompetensi dokter.
3. Berperilaku sesuai dengan etika profesi dan moral yang berlaku secara umum maupun khusus di
masyarakat.

SASARAN PEMBELAJARAN

Sasaran Pembelajaran Umum

Setelah menjalani stase ilmu kedokteran jiwa, diharapkan mahasiswa mampu melakukan anamnesis,
menegakkan diagnosis, memberikan terapi kegawatdaruratan, dan mengetahui tata cara merujuk
pasien sesuai standar baku dengan menggunakan teknologi kedokteran dan teknologi informasi yang
sesuai dan selalu memperhatikan konsep dan pertimbangan etika.

Sasaran Pembelajaran Khusus

- Mahasiswa mampu melakukan anamnesis, baik alloanamnesis ataupun autoanamnesis


psikiatri dengan baik
- Mahasiswa mampu melakukan observasi pasien sesuai dengan status psikiatrikus
- Mahasiswa mampu menyimpulkan hasil pemeriksaan berupa gejala-gejala psikopatologi
- Mahasiswa mampu membuat suatu formulasi diagnosis multiaksial
- Mahasiswa mampu memberi terapi awal gangguan jiwa
- Mahasiswa mengetahui prosedur rujukan, terapi lanjutan dan rehabilitasi psikiatri
- Mahasiswa mampu menatalaksana pasien gaduh gelisah dan keadaan gawat darurat psikiatri
lainnya
- Mahasiswa mampu melakukan psikoterapi dan psikoedukasi secara sederhana pada pasien,
keluarga, dan masyarakat
- Mahasiswa mengetahui indikasi rawat inap dan rawat jalan pada pasien gangguan jiwa
- Mahasiswa mampu membuat status psikiatrikus dengan baik, benar, jelas, dan tepat.

Program Studi Profesi Dokter Page 7


Karakteristik Mahasiswa
Setelah tahap akademik (33 blok, selama 7 semester), mahasiswa S-1 akan menjalani tahap
yudisium menjadi Sarjana Kedokteran. Setelah itu, mahasiswa akan menjalani tahap profesi (15
bagian selama 4 semester).

SUMBER DAYA MANUSIA


Staf Pengajar yang terlibat
No. Nama staf pengajar Inisial NIP NIDN Status No. Telp.
1 Dr. Abdullah Sahab, SpKJ, AS 196711251999031001 Pemprov 08156147784
MARS
2 Dr. Deddy Soestiantoro, DS Diknas 08127111876
SpKJ, M.Kes
3 Dr. HM. Zaini Hassan, ZH RSMH 0811232385
SpKJ(K)
4 Dr. Puji Rizki Suryani, PJ 198509272010122006 0027098501 Diknas 081367167501
M.Kes
5 Dr. Bintang Arroyantri P, AP 198702052014042002 0005028703 Diknas 081214703678
Sp.KJ
Staf pengajar dari Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa sebanyak 5 (Lima) orang.

SARANA DAN PRASARANA


Sarana
Buku pedoman pengajaran
1. Buku panduan pendidikan dokter umum tahap profesi Fakultas Kedokteran Unsri
2. Buku panduan praktik klinik Ilmu Kedokteran Jiwa

Buku rujukan untuk pembelajaran mahasiswa


1. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry
2. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry
3. Pedoman Penegakan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III)
4. International Classification of Disease 10th Edition, Chapter V (ICD-10)
5. Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder 5th Edition (DSM-V)

Prasarana
Ruang Kuliah
Alat bantu ajar
Tempat praktik klinik:

1. Poliklinik jiwa RS Ernaldi Bahar


2. Poliklinik jiwa RSMH
3. Bangsal RS Ernaldi Bahar
4. IGD RS Ernaldi bahar

Program Studi Profesi Dokter Page 8


BAB II

LINGKUP BAHASAN

Selama menjalani praktik klinik di lingkungan Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unsri / RS Jiwa
Ernaldi Bahar, mahasiswa diharapkan dapat mempelajari dan terampil dalam melakukan tindakan
kedaruratan dan pengelolaan pasien psikiatri, dengan tingkat kemampuan yang dicapai sesuai dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
tahun 2012.

No. Lingkup Bahasan Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan


1. Etika kedokteran Informed consent Pemberian informasi dengan baik
Komunikasi dokter pasien dan benar
Melakukan tindakan secara Lege artis
sesuai standar tertinggi kedokteran
2. Klinik  Gangguan somatoform  Etiologi
 Insomnia  Faktor risiko
 Pathogenesis
 Pemeriksaan penunjang
 Diagnosis banding
 Penegakkan diagnosis
 Tata laksana
 Prognosis
 Delirium yang tidak diinduksi oleh  Etiologi
alkohol atau zat psikoaktif lain  Faktor risiko
 Intoksikasi akut zat psikoaktif  Pathogenesis
 Adiksi/ketergantungan narkoba  Pemeriksaan penunjang
 Delirium yang diinduksi oleh alkohol  Diagnosis banding
atau zat psikoaktif lainnya  Penegakkan diagnosis
 Skizofrenia  Tata laksana awal
 Gangguan waham  Prognosis
 Gangguan psikotik  Tata cara merujuk dan menerima
 Gangguan skizoafektif rujukan balik
 Gangguan bipolar, episode manik
 Gangguan bipolar, episode depresif
 Baby blues (post-partum depression)
 Gangguan panik
 Gangguan cemas menyeluruh
 Gangguan campuran cemas depresi
 Post traumatic stress disorder
 Trikotilomania
 Retardasi mental
 Transient tics disorder
 Gangguan keinginan dan gairah seksual
 Gangguan orgasmus, termasuk
gangguan ejakulasi (ejakulasi dini)
 Sexual pain disorder (termasuk
vaginismus, disparenia)
 Hipersomnia
3. Keterampilan Klinik  Anamnesis  Mengetahui teori keterampilan
 Autoanamnesis dengan pasien  memahami clinical reasoning

Program Studi Profesi Dokter Page 9


 Alloanamnesis dengan anggota dan problem solving
keluarga/orang lain yang bermakna  mampu melakukan di bawah
 Memperoleh data mengenai supervisi
keluhan/masalah utama  mampu melakukan secara
 Menelusuri riwayat perjalanan mandiri keterampilan
penyakit sekarang/dahulu
 Memperoleh data bermakna mengenai
riwayat perkembangan, pendidikan,
pekerjaan, perkawinan, kehidupan
keluarga
 Pemeriksaan Psikiatri
 Penilaian status mental
 Penilaian kesadaran
 Penilaian persepsi orientasi
intelegensia secara klinis
 Penilaian orientasi
 Penilaian intelegensia secara klinis
 Penilaian bentuk dan isi pikir
 Penilaian mood dan afek
 Penilaian motorik
 Penilaian pengendalian impuls
 Penilaian kemampuan menilai realitas
(judgement)
 Penilaian kemampun fungsional
(general assesement of functioning)
 Diagnosis dan Identifikasi Masalah
 Menegakkan diagnosis kerja
berdasarkan criteria diagnosis
multitaksial
 Membuat diagnosis banding (diagnosis
differensial)
 Identifikasi kedaruratan psikiatri
 Identifikasi masalah di bidang fisik,
psikologis, dan sosial
 Mempertimbangkan prognosis
 Menentukan indikasi rujuk
 Pemeriksaan Tambahan
 Melakukan Mini Mental State
Examination
 Melakukan kunjungan rumah apabila
diperlukan
 Melakukan kerja sama konsultatif
dengan teman sejawat lainnya
 Terapi  Mengetahui teori keterampilan
 Memberi terapi psikofarmaka (obat  memahami clinical reasoning
antipsikotik, anticemas, antidepresan, dan problem solving
antikolinergik, sedatif)  mampu melakukan di bawah
 Psikoterapi suportif: konseling supervisi keterampilan

Program Studi Profesi Dokter Page 10


BAB III

METODE PEMBELAJARAN

Metode pembelajaran yang digunakan selama kepaniteraan klinik ilmu kedokteran jiwa
adalah pembelajaran yang aktif, mandiri dan terintegrasi. Metode tersebut meliputi:

I. Tahap orientasi
Tahap ini bertujuan untuk memberikan wawasan mengenai ruang lingkup Ilmu Kedokteran
Jiwa seperti yang tercantum dalam lingkup bahasan. Tahap ini terdiri dari:
a. Pretest
Prestest dilakukan saat awal mahasiswa masuk stase ilmu kedokteran jiwa. Pretest
bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh mahasiswa sudah mempelajari bahan
bahan yang berkaitan dengan ilmu kedokteran jiwa.
b. Kuliah
Kuliah dilaksanakan pada minggu pertama hingga pertengahan minggu kedua.
No. Mata kuliah Durasi (menit)
1 Status psikiatrikus 50
2 Psikopatologi 50
3 Psikiatri anak 50
4 Kedaruratan psikiatri 50
5 Psikogeriatri 50
6 Resume dan formulasi diagnosis 50
7 Diagnosis multiaksial 50
8 Terapi dan prognosis gangguan jiwa 50
9 Hierarki blok dan PPDGJ III 50
10 Gangguan mental organik dan gangguan terkait zat 50
11 Skizofrenia dan psikosis lainnya 50
12 Gangguan mood 50
13 Gangguan somatoform 50
14 Gangguan neurotik 50
15 Gangguan kepribadian dan retardasi mental 50

II. Tahap latihan


Tahap latihan ini bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan praktik
klinik melalui berbagai pengalaman belajar langsung pada pasien. Dalam tahap ini, mahasiswa
diharapkan melihat, memeriksa dan melakukan tindakan yang tercantum dalam buku
kegiatan mahasiswa. Semua kegiatan tersebut harus dicatat dalam buku catatan kegiatan
mahasiswa dan ditandatangani oleh staf konsulen atau dokter penanggungjawab pasien.
Tahap ini terdiri dari:
 Bedside teaching (BST)

Program Studi Profesi Dokter Page 11


- Bedside teaching dilaksanakan mulai minggu pertama dan ke-dua
kepaniteraan di bangsal RS Ernaldi Bahar dan RSJD Provinsi Jambi
- Kasus yang diambil adalah kasus yang sesuai dengan kompetensi dokter
umum yang ada di instalasi rawat inap rumah sakit
- Setiap peserta kepaniteraan minimal mengikuti lima kali bedside
teaching
- Setiap selesai pelaksanaan bedside teaching, kelompok peserta
membuat suatu status ilmiah psikiatrik, yang dikoreksi dan
ditandatangani oleh pembimbing bedside teaching minimal dua hari
setelah pelaksanaan bedside teaching
- Selama bedside teaching, peserta diharapkan mengajukan pertanyaan
dan aktif dalam berdiskusi
 Micro skill
o Laporan pagi
Mahasiswa membuat laporan kasus yang didapat saat jaga malam IGD.
Untuk kemudian dilaporkan dan didiskusikan dengan konsulen.
o Pemeriksaan pasien di poliklinik
 Datang jam 08.30 WIB pada poliklinik kejiwaan Rumah Sakit dr.
Ernaldi Bahar dan RSJD Provinsi Jambi sesuai jadwal rotasi yang
dibuat
 Melakukan anamnesis terhadap pasien baru dan mengisi status
rawat jalannya dibawah pengawasan konsulen yang bertugas di
poliklinik saat itu
 Mengisi status rawat inap pasien yang akan dirawat inap di Rumah
Sakit dr. Ernaldi Bahar dan RSJD Provinsi Jambi
 Case report session
- Presentasi kasus dilaksanakan pada minggu ke-empat kepaniteraan
- Setiap kelompok terdiri dari 2 mahasiswa
- Ketua atau perwakilan peserta kepaniteraan melapor dengan
koordinator pendidikan untuk penentuan kelompok dan pembimbing
pada minggu kedua
- Kasus yang diambil adalah kasus yang diikuti dari awal (alloanamnesis
dilakukan langsung oleh kelompok yang bersangkutan), dan diutamakan
kasus yang dirawat di rumah sakit serta disetujui oleh dokter yang
merawatnya (ditunjukkan dengan tanda tangan pada status), dan
diharapkan sesuai dengan kompetensi dokter umum
- Format status yang dipakai adalah format status ilmiah, bukan format
status rumah sakit
- Presentasi disajikan dalam bentuk Microsoft Powerpoint; untuk
autoanamnesis dan observasi dibuat dalam bentuk Microsoft Word

Program Studi Profesi Dokter Page 12


- Selama presentasi, peserta kepaniteraan yang bukan presentan menjadi
oponen dan membuat pertanyaan sebanyak minimal setengah jumlah
oponen atau empat pertanyaan jika jumlah oponen kurang dari delapan
 Journal reading / referat
- Referat dilaksanakan pada minggu ke-dua dan ketiga kepaniteraan
- Setiap kelompok terdiri dari 2 mahasiswa
- Ketua atau perwakilan peserta kepaniteraan melapor dengan
koordinator pendidikan untuk penentuan kelompok dan pembimbing
pada minggu pertama
- Masing-masing kelompok harus meminta persetujuan supervisor
kegiatan untuk pemilihan tema, yang tidak dibatasi dengan kompetensi
dokter umum
- Rujukan untuk setiap tema telaah ilmiah harus mengandung textbook
yang diakui
- Sebelum presentasi, kelompok diharapkan mengadakan konsultasi
dengan pembimbing
- Rujukan harus lebih dari satu dan boleh menyertakan referensi ke jurnal
- Presentasi disajikan dalam bentuk Microsoft Powerpoint
- Selama presentasi, peserta kepaniteraan yang bukan presentan menjadi
oponen dan membuat pertanyaan sebanyak minimal setengah jumlah
oponen atau empat pertanyaan jika jumlah oponen kurang dari delapan

Program Studi Profesi Dokter Page 13


MATRIX PERKULIAHAN

Pekan I

Pukul Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu


07.00- Jaga
08.00 07.00-
08.00- Pretest Poliklinik / Poliklinik / Poliklinik / Poliklinik / Poliklinik / 19.00
09.40 Bangsal Bangsal Bangsal Bangsal Bangsal
09.40- Pengenalan Kuliah 1 Kuliah 2 Kuliah 5 Kuliah 6 Kuliah 9 19.00-
10.30 koordinator (AS) (PJ) (DS) (ZH) (AS) 07.00
pendidikan
10.30- Pembagian Kuliah 3 Kuliah 4 Kuliah 8 Kuliah 7 Kuliah 10
11.20 kelompok I (ZH) (AP) (ZH) (AP) (DS)
dan II
12.00- ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA
12.30
12.30- Orientasi Bangsal Bangsal Bangsal Bangsal Bangsal
14.00
14.00- Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam
07.00

Pekan II

Pukul Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu


07.00- Micro skill Micro skill Micro skill Jaga
08.00 07.00-
08.00- Kuliah 11 Kuliah 12 Kuliah 13 Kuliah 14 Kuliah 15 19.00
08.50 (DS) (AP) (LA) (ZH) (AS) Poliklinik /
08.50- Poliklinik / Poliklinik / Poliklinik / Poliklinik / Poliklinik / Bangsal 19.00-
12.00 Bangsal Bangsal Bangsal Bangsal Bangsal 07.00
10.20- Bedside Bedside Bedside Bedside Bedside Bedside
12.00 teaching (I) teaching (II) teaching (III) teaching (IV) teaching (V) teaching (VI)
12.00- ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA
12.30
12.30- Referat Referat Referat Referat Referat Referat
14.10
14.00- Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam
07.00

Program Studi Profesi Dokter Page 14


Pekan III

Pukul Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu


07.00- Micro skill Micro skill Micro skill Jaga
08.00 07.00-
09.00- Poliklinik / Poliklinik / Poliklinik / Bedside Poliklinik / Poliklinik / 19.00
10.40 Bangsal Bangsal Bangsal teaching (IV) Bangsal Bangsal
10.40- Referat Referat Referat Referat Referat Referat 19.00-
12.00 07.00
12.00- ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA
12.30
12.30- Referat Referat Referat Case Case Case
14.10
14.00- Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam
07.00

Pekan IV

Pukul Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu


07.00- Micro skill Micro skill Micro skill Jaga
08.00 07.00-
08.00- Poliklinik / Bedside Poliklinik / Poliklinik / Bedside Poliklinik / 19.00
09.40 Bangsal teaching (V) Bangsal Bangsal teaching (VI) Bangsal
09.40- Case Case Case Case Case Case 19.00-
12.00 07.00
12.00- ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA
12.30
12.30- Case Case Case Case Case Case
14.10
14.00- Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam
07.00

Pekan V

Pukul Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu


07.00- Jaga
09.00 07.00-
09.00- Lisan MCQ Lisan OSCE Lisan Lisan 19.00
12.00
12.00- ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA ISHOMA 19.00-
12.30 07.00
13.00- Lisan Lisan Lisan Lisan Lisan Postest,
14.00 umpan balik
14.00- Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam Jaga malam
07.00
NB:

o Kegiatan di Poliklinik / bangsal berlangsung setiap hari jika tidak ada kegiatan ilmiah lain.

Program Studi Profesi Dokter Page 15


BAB IV

EVALUASI

EVALUASI HASIL PENDIDIKAN PERORANGAN

1. Pra-syarat mengikuti ujian di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa:


 Kehadiran selama praktik klinik memenuhi persyaratan 90% kehadiran. Ketidakhadiran harus
disertai surat izin tertulis serta keterangan yang diperlukan yang disampaikan sebelum izin
diberikan atau selambat-lambatnya 1 hari setelah izin.
 Telah melaksanakan semua tugas dan kewajiban selama program pendidikan berlangsung.
 Telah menyelesaikan kewajiban administrasi.
 Tidak terdapat masalah perilaku (attitude) dan professional behaviour selama masa
kepaniteraan. Jika terdapat masalah akan ditentukan melalui rapat Bagian dan dilaporkan
kepada pimpinan fakultas.

Keberhasilan mahasiswa:

Nilai Akhir Huruf Mutu Angka Mutu

86-100 A 4

71-85 B 3

56-70 C 2

41-55 D 1

<41 E <1

Nilai batas lulus > 71

Remedial
 Mahasiswa yang mendapat nilai di bawah nilai batas lulus (≥ 71) maka mengikuti remedial.
Untuk nilai C, mengulang ujian. Untuk nilai D, mengulang setengah waktu rotasi (2,5 minggu).
Dan untuk nilai E, mengulang seluruh rotasi.
 Jadwal remedial ditentukan oleh Bagian Akademik setelah yudisium dilaksanakan. Jadwal
remedial disusun dengan mempertimbangkan kapasitas Bagian.

Program Studi Profesi Dokter Page 16


2. Instrumen evaluasi hasil pendidikan (EHP)
 Ujian Praktik (kasus)
 Ujian tulis MCQ

3. Pembobotan
No Komponen evaluasi Presentasi
1 Proses pembelajaran 40%
A Microskill 20%
B Case Report 10%
C Referat 10%
2 Ujian sumatif 60%
A Ujian kasus/Mini Clinical Evaluation (Mini CEX) 40%
B MCQ (Multiple Choice Question) Pretest dan postest 20%
Total 100%

Program Studi Profesi Dokter Page 17


LAMPIRAN

Skizofrenia
(Dr. Bintang Arroyantri Prananjaya, Sp.KJ)

Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian Psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala skizofrenia
2. Melakukan pemeriksaan awal pasien skizofrenia
3. Menyusun daftar diagnosis banding skizofrenia
4. Menegakkan diagnosis skizofrenia berdasarkan PPDGJ-III
5. Memformulasikan penatalaksanaan awal pasien skizofrenia
6. Mendeteksi efek samping penggunaan obat-obat antipsikotik
7. Mengatasi efek samping penggunaan obat-obat antipsikotik
8. Menentukan prognosis
9. Menjalankan sistem rujukan yang benar
10. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk skizofrenia

Pendahuluan
Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis dengan gambaran psikopatologi yang bervariasi tetapi sangat
berat, yang mempengaruhi kognisi, emosi, persepsi, dan aspek perilaku lainnya. Manifestasi ini
bervariasi di antara pasien-pasien dan pada waktu yang berbeda, namun efeknya selalu berat dan
biasanya berlangsung lama. Istilah skizofrenia pertama kali dikenalkan oleh Eugene Bleurer.
Psikopatologi pada skizofrenia tidak terbatas pada gejala psikotik saja, namun juga termasuk
gangguan pada pikiran, perasaan, dan perbuatan. Sehingga berdasarkan fakta ini, hampir semua jenis
psikopatologi yang pernah diidentifikasi bisa ditemukan pada pasien dengan skizofrenia. Skizofrenia
pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan
persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang
kemudian.
Menurut Eugene Bleurer, skizofrenia dibagi menjadi empat subtipe, yang dikenal sebagai subtipe
klasik dari skizofrenia. Keempat subtipe itu adalah skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik,
skizofrenia katatonik, dan skizofrenia simpleks. Berdasarkan PPDGJ-III, skizofrenia dibagi menjadi
sembilan subtipe, yaitu skizofrenia paranoid, skizofrenia hebefrenik, skizofrenia katatonik, skizofrenia
tak terinci, depresi pasca-skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia lainnya,
skizofrenia YTT. Pada DSM-V, pembagian subtipe tidak ada lagi, namun beberapa klinisi masih
menggunakannya untuk mempermudah memberi gambaran gejala skizofrenia.

Epidemiologi
Skizofrenia bisa ditemukan di semua masyarakat dan daerah, dengan angka prevalensi dan insiden
yang kurang lebih sama. Di Amerika Serikat, skizofrenia mempunyai prevalensi seumur hidup sekitar 1
persen. Menurut studi yang dilakukan oleh The Epidemiologic Catchment Area yang didukung oleh

Program Studi Profesi Dokter Page 18


National Institute of Mental Health (NIMH), prevalensi seumur hidupnya berkisar antara 0.6 sampai
1.9 persen.

Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis Skizofrenia berdasarkan PPDGJ-III
Memenuhi salah satu perangkat gejala di bawah ini, yang berlangsung selama setidaknya satu bulan
(tidak termasuk gejala prodormal) dan mengakibatkan penurunan kualitas hidup secara bermakna

Gejala Kuat (Sedikitnya satu) Gejala Lemah (Sedikitnya dua)


 Thought echo, thought insertion, thought  Halusinasi menetap lama, atau bila ditemani
withdrawal, atau thought broadcast oleh waham atau overvalued idea
 Delusion of control, delusion of influence,  Arus pikiran yang terputus, mengalami
delusion of passivity, atau delusional sisipan, inkoherensi, atau neologisme
perception  Perilaku katatonik
 Halusinasi komentar, halusinasi diskusi, atau  Gejala negatif, sikap apatis, bicara jarang,
halusinasi dari anggota tubuh atau respon emosi yang menumpul atau
 Waham yang bizar tidak wajar

Kriteria diagnosis skizofrenia berdasarkan DSM-V


Dua atau lebih gejala berikut yang muncul dalam satu bulan (atau kurang dari 1 bulan apabila sudah
dilakukan terapi)
 Waham
 Halusinasi
 Bicara terdisorganisasi (derailment atau inkoherensi)
 Perilaku terdisorganisasi (kacau) atau perilaku katatonik
 Gejala negatif (misalnya tumpulnya emosi atau avolisia)
Terdapat penurunan yang jelas dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau mengurus diri dalam periode
waktu yang bermakna (apabila onset pada masa kanak atau remaja terdapat kegagalan mencapai
level interpersonal, akademik, atau fungsi okupasi)
Lama gangguan setidaknya enam bulan, dengan satu bulan menunjukkan gejala yang jelas (kriteria A)
serta termasuk periode prodromal atau gejala residual. Selama fase prodromal atau periode residual,
tanda bisa berupa gejala negatif atau dua atau lebih gejala pada kriteria A yang muncul pada bentuk
ringan (misalnya kepercayaan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak biasa).
Tidak terdapat gejala gangguan skizoafektif dan depresi dan gangguan bipolar dengan gejala psikotik.
Gangguan tidak disebabkan gangguan penyalahgunaan zat atau gangguan kondisi medik umum.
Apabila terdapat gejala gangguan spektrum autisme atau gangguan komunikasi onset kanak-kanak,
diagnosis skizofrenia ditegakkan apabila gejala waham atau halusinasi menonjol, berlangsung minimal
1 bulan.

Kriteria diagnosis skizofrenia berdasarkan Kriteria Bleurer

Seperangkat gejala utama yang harus ada Seperangkat gejala


pendukung yang bisa ada
 Gangguan asosiasi berupa asosiasi longgar, inkoherensi, atau  Halusinasi
neologisme  Waham

Program Studi Profesi Dokter Page 19


 Gangguan afek berupa afek tumpul, datar, atau tidak sesuai  Ilusi
(inappropriate)  Gejala katatonik
 Autisme berupa penarikan diri dari kehidupan nyata  Perilaku abnormal
 Ambivalensi pada emosi, keinginan, atau pikiran lainnya

Kriteria Diagnosis Skizofrenia Paranoid


Berdasarkan PPDGJ-III
 Kriteria diagnosis skizofrenia harus terpenuhi terlebih dahulu
 Waham atau halusinasi merupakan gejala yang paling menonjol
 Gejala lain, bila ada, tidak mendominasi

Kriteria Diagnosis Skizofrenia Hebefrenik / Disorganized


Berdasarkan PPDGJ-III
 Kriteria diagnosis skizofrenia harus terpenuhi terlebih dahulu
 Dominasi perilaku atau pikiran yang kacau dan tidak bertujuan
 Dominasi afek yang dangkal atau tidak wajar
 Gejala lain, bila ada, tidak mendominasi

Kriteria Diagnosis Skizofrenia Katatonik


Berdasarkan PPDGJ-III
 Kriteria diagnosis skizofrenia harus terpenuhi terlebih dahulu
 Perilaku katatonik (stupor, perilaku motorik tanpa tujuan, posturing, negativisme, rigiditas,
fleksibilitas cerea, atau command automatism dan echolalia echopraxia) yang paling menonjol
 Gejala lain, bila ada, tidak mendominasi

Kriteria Diagnosis Skizofrenia Simpleks


Berdasarkan PPDGJ-III
 Kriteria diagnosis skizofrenia harus terpenuhi terlebih dahulu
 Gejala negatif merupakan gejala yang paling menonjol
 Tidak ada gejala subtipe lain atau riwayat sebelumnya

Kriteria Diagnosis Skizofrenia Residual


Berdasarkan PPDGJ-III
 Kriteria diagnosis skizofrenia, dengan gejala psikosis jelas, pernah terpenuhi sebelumnya
 Gejala negatif (yang merupakan sisa episode sebelumnya) masih jelas
 Gejala lain, bila ada, tidak mendominasi

Kriteria Diagnosis Depresi Pasca Skizofrenia


Berdasarkan PPDGJ-III
 Kriteria diagnosis skizofrenia, dengan gejala psikosis jelas, pernah terpenuhi sebelumnya
 Afek depresif tampak jelas menonjol
 Gejala lain, bila ada, tidak mendominasi

Program Studi Profesi Dokter Page 20


Kriteria Diagnosis Skizoafektif
Berdasarkan PPDGJ-III
 Kriteria diagnosis skizofrenia harus terpenuhi terlebih dahulu
 Kriteria diagnosis gangguan afektif juga harus terpenuhi
 Kedua gejala tersebut harus sama-sama menonjol

Diagnosis Banding
Skizofrenia didiagnosis banding dengan berbagai jenis gangguan jiwa karena psikopatologinya yang
beragam. Pada dasarnya, masing-masing subtipe bisa diagnosis banding dengan yang lainnya. Di luar
itu, skizofrenia bisa didiagnosis banding dengan gangguan waham menetap, gangguan mood,
gangguan psikotik akut, gangguan kepribadian skizoid, gangguan kepribadian paranoid, sampai
gangguan skizotipal, tergantung psikopatologi yang ada dan mendominasi.

Tatalaksana
Sampai saat ini, obat antipsikotik merupakan tatalaksana yang utama untuk skizofrenia. Namun
berdasarkan penelitian, intervensi psikososial (termasuk psikoterapi) bisa menambah perbaikan klinis.
Kombinasi obat dan terapi psikososial memberikan manfaat yang lebih baik daripada menggunakan
salah satunya saja.
Tujuan pada terapi skizofrenia adalah mengurangi sampai menghilangkan gejala, memaksimalkan
kualitas hidup dan fungsi adaptif, dan mencapai kesembuhan dan mencegah terjadinya relaps. Terapi
juga harus disesuaikan dengan gejala yang ada saat itu dan terbagi menjadi fase akut, stabilisasi, dan
stabil.
Gejala yang menjadi target terapi (disebut target symptoms) bisa berupa gejala positif, gejala negatif,
gejala disorganisasi. Pemberian terapi pada pasien skizofrenia dibedakan berdasarkan fase
penyakitnya.

A. Fase Akut

Farmakoterapi

Pada Fase akut terapi bertujuan mencegah pasien melukai dirinya atau orang lain, mengendalikan
perilaku yang merusak, mengurangi beratnya gejala psikotik dan gejala terkait lainnya misalnya
agitasi, agresi dan gaduh gelisah.
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Berbicara kepada pasien dan memberinya ketenangan.
2. Keputusan untuk memulai pemberian obat.
3. Pengikatan atau isolasi hanya dilakukan bila pasien berbahaya terhadap dirinya sendiri dan orang
lain serta usaha restriksi lainnya tidak berhasil. Pengikatan dilakukan hanya boleh untuk sementara
yaitu sekitar 2-4 jam dan digunakan untuk memulai pengobatan. Meskipun terapi oral lebih baik,
pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan kerja yang lebih cepat serta hilangnya gejala dengan
segera perlu dipertimbangkan.

Program Studi Profesi Dokter Page 21


Obat injeksi:
• Olanzapine, dosis 10mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maksimum
30mg/hari.
• Aripriprazol, dosis 9,75mg/injeksi (dosis maksimal 29,25mg/hari), intramuskulus.
• Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap setengah jam, dosis maksimum
20mg/hari.
• Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis maksimum 30mg/hari.

Tabel 1. Antipsikotik: dosis dan bentuk sediaan

Antipsikotik Generasi Dosis Anjuran Bentuk Sediaan


I (APG-1) (mg/hari)
Klorpromazin 300-1000 tablet (25 mg,100 mg)
Perfenazin 16-64 tablet (4 mg)
Trifluoperazin 15-50 tablet (1 mg, 5 mg)
Haloperidol 5-20 tablet (0.5, 1 mg, 1.5 mg, 2 mg, 5 mg) injeksi
short acting (5 mg/mL), tetes (2 mg/5 mL),
long acting (50 mg/mL)
Fluphenazine 12.5-25 long acting (25 mg/mL)
decanoate
Anti Psikotik Generasi II (APG-II)
Aripriprazol 10-30 tablet (5 mg, 10 mg, 15 mg), tetes (1
mg/mL), discmelt (10 mg, 15 mg), injeksi
(9.75 mg/mL)

Obat oral
Pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh pengalaman pasien sebelumnya dengan antipsikotika
misalnya, respons gejala terhadap antipsikotika, profil efek samping, kenyamanan terhadap obat
tertentu terkait cara pemberiannya.
Pada fase akut, obat segera diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan dan dosis dimulai dari dosis
anjuran dinaikkan perlahan-lahan secara bertahap dalam waktu 1-3 minggu, sampai dosis optimal
yang dapat mengendalikan gejala.

Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah mengurangi stimulus yang berlebihan, stresor lingkungan dan peristiwa-
peristiwa kehidupan. Memberikan ketenangan kepada pasien atau mengurangi keterjagaan melalui
komunikasi yang baik, memberikan dukungan atau harapan, menyediakan lingkungan yang nyaman,
toleran perlu dilakukan.

Terapi lainnya
ECT (terapi kejang listrik) dapat dilakukan pada:42 Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Jiwa/Psikiatri.

Program Studi Profesi Dokter Page 22


B. Fase Stabilisasi
Farmakoterapi
Tujuan fase stabilisasi adalah mempertahankan remisi gejala atau untuk mengontrol, meminimalisasi
risiko atau konsekuensi kekambuhan dan mengoptimalkan fungsi dan proses kesembuhan (recovery).
Setelah diperoleh dosis optimal, dosis tersebut dipertahankan selama lebih kurang 8-10 minggu
sebelum masuk ke tahap rumatan. Pada fase ini dapat juga diberikan obat anti psikotika jangka
panjang (long acting injectable), setiap 2-4 minggu.

Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah meningkatkan keterampilan orang dengan skizofrenia dan keluarga dalam
mengelola gejala. Mengajak pasien untuk mengenali gejala-gejala, melatih cara mengelola gejala,
merawat diri, mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan. Teknik intervensi perilaku
bermanfaat untuk diterapkan pada fase ini.

C. Fase Rumatan

Farmakoterapi
Dosis mulai diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis minimal yang masih mampu
mencegah kekambuhan. Bila kondisi akut, pertama kali, terapi diberikan sampai dua tahun, bila sudah
berjalan kronis dengan beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun bahkan
seumur hidup.

Psikoedukasi
Tujuan Intervensi adalah mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan masyarakat. Modalitas
rehabilitasi spesifik, misalnya remediasi kognitif, pelatihan keterampilan sosial dan terapi vokasional,
cocok diterapkan pada fase ini. Pada fase ini pasien dan keluarga juga diajarkan mengenali dan
mengelola gejala prodromal, sehingga mereka mampu mencegah kekambuhan berikutnya.

Penatalaksanaan Efek Samping


Bila terjadi efek samping, misalnya sindrom ekstrapiramidal (distonia akut atau parkinsonisme),
langkah pertama yaitu menurunkan dosis antipsikotika. Bila tidak dapat ditanggulangi, berikan obat-
obat antikolinergik, misalnya triheksilfenidil, benztropin, sulfas atropin atau difenhidramin injeksi IM
atau IV.

Tabel 2. Daftar Obat yang dipakai mengatasi Efek Samping Anti Psikotik Nama Generik

Dosis (mg/hari) Waktu paruh Target efek samping ekstrapiramidal


eliminasi (jam)
Triheksilfenidil 1-15 4 Akatisia, distonia, parkinsonisme
Amantadin 100-300 10-14 Akatisia, parkinsonisme

Program Studi Profesi Dokter Page 23


Propranolol 30-90 3-4 Akatisia
Lorazepam 1-6 12 Akatisia
Difenhidramin 25-50 4-8 Akatisia, distonia, parkinsonisme
Sulfas Atropin 0.5-0.75 12-24 Distonia akut

Prognosis

Prognosis Baik Prognosis Buruk


 Onset tua  Onset muda
 Faktor pencetus jelas  Faktor pencetus tidak jelas
 Onset cepat  Onset lambat
 Riwayat premorbid baik  Riwayat premorbid jelek
 Gejala-gejala afektif (terutama depresif)  Gejala-gejala penarikan diri
 Menikah  Tidak menikah
 Riwayat gangguan mood pada keluarga  Riwayat skizofrenia pada keluarga
 Dukungan sosial yang baik  Dukungan sosial buruk
 Gejala-gejala positif  Gejala-gejala negatif, neurologis, riwayat
trauma perinatal, tiga tahun tanpa remisi,
sering kambuh, riwayat agresi

Program Studi Profesi Dokter Page 24


Gangguan Bipolar
(Dr. Puji Rizki Suryani, M.Kes)

Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian Psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala mania
2. Melakukan pemeriksaan awal pasien gangguan bipolar
3. Menyusun daftar diagnosis banding gangguan bipolar
4. Menegakkan diagnosis gangguan bipolar berdasarkan PPDGJ-III
5. Memformulasikan penatalaksanaan awal gangguan bipolar
6. Memahami perbedaan prinsip terapi psikofarmaka pada depresi bipolar dari depresi unipolar
7. Memahami bahaya dan efek samping penggunaan obat penstabil mood serta prosedur untuk
memantaunya
8. Menentukan prognosis gangguan bipolar
9. Menjalankan sistem rujukan yang benar
10. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk gangguan bipolar

Pendahuluan
Gangguan bipolar adalah gangguan mood berulang yang salah satunya memberikan gambaran mania.
Mania adalah peningkatan mood yang abnormal yang menyebabkan gangguan berat dalam fungsi
kejiwaan. Suatu episode peningkatan mood abnormal yang tidak terlalu menyebabkan gangguan
berat dalam fungsi kejiwaan disebut hipomania. Dalam klasifikasi DSM-V, satu episode mania sudah
memenuhi kriteria untuk gangguan bipolar.
Pasien manik, selain menunjukkan peningkatan mood, juga mengalami suatu peningkatan dalam
jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental. Pasien bisa mengalami peningkatan harga diri,
kepercayaan diri, distraktibilitas, keikutsertaan dalam kegiatan yang menyenangkan, serta penurunan
dalam kebutuhan untuk tidur. Suatu episode manik yang dengan jelas mengikuti penggunaan obat
antidepresan tidak dianggap sebagai suatu gangguan kejiwaan tersendiri (lebih kepada efek dari
obat).
Dalam nomenklatur diagnosis lama, gangguan bipolar dikenal dengan nama psikosis manik-depresif,
folie circulaire, dan siklotimia. Saat ini, siklotimia merujuk kepada diagnosis gangguan mood lain yang
mirip dengan gangguan bipolar tetapi dalam bentuk dan intensitas yang jauh lebih ringan.

Epidemiologi
Gangguan bipolar terjadi kurang dari 1 persen populasi setiap tahunnya. Akan tetapi angka ini
kemungkinan tidak tepat mengingat gangguan bipolar yang ringan seringkali tidak terdiagnosis
dengan tepat. Gangguan kejiwaan ini ditemukan dalam proporsi yang sama antara laki-laki dan
wanita, meskipun episode manik lebih sering dialami oleh pasien laki-laki dan episode depresif oleh
pasien wanita. Usia rata-rata untuk gangguan ini adalah 30 tahun. Karakteristik lain mencakup
pendidikan yang bukan sarjana, tingkat ekonomi menengah ke atas, dan orang yang tidak menikah
atau bercerai lebih banyak ditemukan. Tidak ada perbedaan dalam hal ras.

Program Studi Profesi Dokter Page 25


Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis gangguan bipolar harus didahului oleh penegakan diagnosis mania atau
hipomania yang bisa dialami pasien sebelum maupun saat diperiksa. Apabila gangguan mood yang
dialami sudah berulang, maka diagnosis bipolar bisa ditegakkan. Apabila gangguan mood baru berupa
mania tunggal, menurut PPDGJ-III, diagnosis bipolar belum bisa ditegakkan. Suatu episode mood
campuran, dimana pada episode yang sama tersebut terdapat mood manik dan depresif yang silih
berganti, bisa ditemukan pada gangguan bipolar. Sedangkan dalam diagnosis DSM-V, adanya
gangguan manik tunggal tanpa adanya periode depresi sudah dapat ditegakkan gangguan bipolar.
Selain itu juga terdapat diagnosis gangguan bipolar II, dimana terdapat suatu gangguan mood
episodik yang terdiri dari hipomania dan depresi, tanpa ada riwayat mania.
Gangguan bipolar, baik mania maupun depresi, bisa menunjukkan gejala psikosis berupa halusinasi
dan atau waham. Isi dari halusinasi atau wahamnya bisa sesuai dengan mood yang dialami, yang
disebut dengan mood-congruent, atau tidak berhubungan dengan mood yang dialami, yang disebut
mood-incongruent. Gejala psikosis tidak ditemukan pada mood hipomania. Kriteria diagnosis mania
dan hipomania berdasarkan ICD-10 dapat dilihat pada table berikut.

Kriteria Diagnostik Mania dan Hipomania berdasarkan PPDGJ-III


Mania Hipomania
 Peningkatan keinginan atau dorongan bicara  Lebih banyak bicara
 Kesulitan berkonsentrasi atau distraktibilitas  Kesulitan berkonsentrasi atau
 Peningkatan aktivitas atau kegelisahan fisik distractibility
(physical restlestness)  Peningkatan aktivitas atau kegelisahan
 Flight of Ideas atau pengalaman subjektif fisik (physical restlestness)
bahwa pikirannya saling berlomba  Kurangnya kebutuhan akan tidur
 Belanja berlebih, atau perilaku ceroboh dan  Belanja berlebih, atau perilaku ceroboh
tidak bertanggung jawab lainnya dan tidak bertanggung jawab lainnya
 Peningkatan energi seksual  Peningkatan energi seksual
 Kurangnya kebutuhan akan tidur  Keramahan atau keakraban berlebih
 Berkurangnya inhibisi sosial normal, dan
berperilaku tidak sesuai keadaan
 Penggelembungan (inflated) harga diri atau
grandiosity
Pasien mengalami gangguan atau penurunan yang Pasien mengalami gangguan atau penurunan
nyata dalam fungsi sehari-harinya yang ringan, namun kentara, dalam fungsi
sehari-harinya

Kriteria Diagnostik berdasarkan DSM-V


Mania Hipomania
A. Periode yang khas dari abnormalitas afek yang A. Periode yang khas dari abnormalitas afek
tinggi terus menerus, terbuka, atau iritabilitas yang tinggi terus menerus, terbuka, atau
dan peningkatan atau abnormalitas aktivitas iritabilitas dan peningkatan aktivitas atau
berorientasi tujuan atau energi, yang energi yang persisten, yang berlangsung
berlangsung selama setidaknya 1 minggu dan selama setidaknya 4 hari berturut-turut
timbul sepanjang hari, hampir setiap hari (atau dan timbul sepanjang hari, hampir setiap

Program Studi Profesi Dokter Page 26


durasi kapanpun bila ada indikasi rawat). hari
B. Pada periode gangguan afek dan peningkatan B. Pada periode gangguan afek dan
energy atau aktivitas, tiga (atau lebih) gejala peningkatan energi atau aktivitas, tiga
berikut (empat bila afek iritabilitas) ditemukan (atau lebih) gejala berikut (empat bila afek
dalam derajat yang signifikan dan mewakili iritabilitas) ditemukan dalam derajat yang
perubahan yang jelas dari perilaku sehari-hari: signifikan dan mewakili perubahan yang
 Kepercayaan diri yang tinggi atau jelas dari perilaku sehari-hari:
grandiose  Kepercayaan diri yang tinggi atau
 Menurunnya kebutuhan akan tidur grandiose
(misalnya merasa istirahat cukup setelah  Menurunnya kebutuhan akan tidur
tidur selama 3 jam saja) (misalnya merasa istirahat cukup setelah
 Lebih banyak bicara dari biasanya atau tidur selama 3 jam saja)
ada dorongan untuk terus berbicara  Lebih banyak bicara dari biasanya atau
 Terdapat flight of ideas atau pengalaman ada dorongan untuk terus berbicara
subjektif bahwa pikiran terlalu cepat  Terdapat flight of ideas atau pengalaman
 Distraktibilitas (perhatian terlalu mudah subjektif bahwa pikiran terlalu cepat
dialihkan kepada stimuli yang tidak  Distraktibilitas (perhatian terlalu mudah
penting atau tidak relevan), seperti dialihkan kepada stimuli yang tidak
dilaporkan atau diamati penting atau tidak relevan), seperti
 Peningkatan aktivitas berorientasi tujuan dilaporkan atau diamati
(bisa secara sosial, pada lingkungan kerja  Peningkatan aktivitas berorientasi tujuan
atau sekolah atau seksual) atau agitasi (bisa secara sosial, pada lingkungan kerja
psikomotor (misalnya aktivitas tidak atau sekolah atau seksual) atau agitasi
berorientasi tujuan) psikomotor (misalnya aktivitas tidak
 Keterlibatan berlebihan aktivitas yang berorientasi tujuan)
memiliki potensi tinggi mengalami  Keterlibatan berlebihan aktivitas yang
konsekuensi yang menyakitkan (misalnya memiliki potensi tinggi mengalami
belanja berlebihan, aktivitas seksual konsekuensi yang menyakitkan (misalnya
berlebihan, atau investasi bisnis yang belanja berlebihan, aktivitas seksual
mengada-ada) berlebihan, atau investasi bisnis yang
C. Gangguan afek cukup berat untuk mengada-ada)
mengakibatkan gangguan jelas pada fungsi C. Episode ini berhubungan dengan
sosial atau kerja atau mengharuskan perubahan fungsional jelas yang tidak
perawatan untuk menghindari melukai diri muncul pada individu bila tidak mengalami
sendiri atau orang lain, atau adanya gejala gejala tersebut.
psikotik D. Kelainan afek dan perubahan fungsi dapat
D. Episode ini tidak tergolong efek fisiologis dari diamati oleh orang lain
zat-zat tertentu (karena penyalahgunaan, E. Gangguan afek tidak cukup berat untuk
obat-obatan, atau adanya fitur psikotik. mengakibatkan gangguan jelas pada fungsi
Catatan: Episode manic yang muncul pada sosial atau kerja atau mengharuskan
saat terapi antidepresan dan menetap pada perawatan. Bila ada gejala psikotik maka
tingkat gejala melebihi efek fisiologis terapi

Program Studi Profesi Dokter Page 27


tersebut dianggap bukti yang cukup untuk episode disebut episode manic.
menegakkan episode manic dan kelainan F. Episode ini tidak tergolong efek fisiologis
bipolar. dari zat-zat tertentu (karena
Catatan: Kritera A hingga D mencakup
penyalahgunaan, obat-obatan, atau
episode manic. Setidaknya dalam seumur
hidup terjadi satu episode manic untuk adanya fitur psikotik.
menegakkan diagnosis kelainan bipolar I.
Catatan: Episode hipomanik yang muncul
pada saat terapi antidepresan dan
menetap pada tingkat gejala melebihi efek
fisiologis terapi tersebut dianggap bukti
yang cukup untuk menegakkan episode
hipomanik. Tetapi perlu diingat bahwa
satu atau dua gejala (terutama iritabilitas,
ketegangan, dan agitasi setelah terapi
antidepresan) tidak dianggap cukup untuk
diagnosis hipomanik
Catatan: Kritera A hingga F mencakup
episode hipomanic. Episode hipomanik
sering terjadi pada kelainan bipolar I
namun tidak diperlukan untuk diagnosis
kelainan bipolar I.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada gangguan bipolar tergantung pada episode mood apa yang dialami. Secara
umum, suatu gangguan mood sebaiknya didiagnosis banding dengan gangguan mood lain. Namun
secara spesifik, diagnosis banding yang paling sering ditegakkan pada gangguan bipolar episode
manik (terutama yang disertai gejala psikotik) adalah skizoafektif tipe manik. Selain itu, gejala manik
juga bisa didiagnosis banding dengan suatu gangguan kepribadian seperti histrionik, ambang, dan
disosial. Bipolar episode depresif memiliki diagnosis banding yang sama dengan gangguan depresi.
Tatalaksana
Tatalaksana gangguan bipolar tergantung pada episode apa yang dialami oleh pasien (apakah mania
atau depresi). Tatalaksana dibagi menjadi terapi akut dan rumatan. Terapi akut bertujuan untuk
menghilangkan gejala secepat mungkin. Terapi rumatan menargetkan suatu eutimia yang
dipertahankan.
A. Fase Akut
1. Agitasi Akut
Injeksi:
Lini I:
- Injeksi im aripriprazol, dosis adalah 9,75 mg/ml, maksimum adalah 29,25 mg/ml (tiga
kali injeksi perhari dengan interval dua jam).

Program Studi Profesi Dokter Page 28


- Injeksi im olanzapin, dosis 10 mg/ injeksi, maksimum adalah 30 mg/hari. Pengulangan
injeksi adalah 2 jam.
Lini II:
- Injeksi IM Haloperidol 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit. Dosis
maksimum adalah 15 mg/hari.
- Injeksi IM Diazepam 10 mg/kali injeksi. Dosis 20-30 mg/hari. dapat diberikan
bersamaan dengan injeksi haloperidol IM. Jangan dicampur dalam 1 jarum suntik.
2. Mania Akut
Oral:
Lini I: Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR, aripriprazol, litium
atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium atau divalproat +
olanzapin, litium atau divalproat + aripriprazol.
Lini II: Karbamazepin, terapi kejang listrik, litium + divalproat, paliperidon.
Lini III: Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat + haloperidol, litium dan
karbamezepin, klozapin.

Tidak direkomendasikan:
Gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon + Karbamazepin, olanzapin +
karbamazepin.

3. Depresi Akut
Oral:
Lini I: Litium, lamotrigine, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat + SSRI, olanzapin
+ SSRI, Litium + divalproat.
Lini II: Quetiapin +SSRI, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigin
Lini III: Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium atau divalproat +
venlavaksin, litium + MAOI, TKL, litium atau divalproat atau AA + TCA, litium atau
divalproat atau karbamzepin + SSRI + lamotrigin, penambahan topiramat

Tidak direkomendasikan:
Gabapentin monoterapi, aripriprazol monoterapi.

B. Fase Rumatan
Lini I: litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin, litium atau divalproat +
quetiapin, risperidon injeksi jangka panjang (RIJP), penambahan RIJP, aripriprazol.
Lini II: karbamazepin, litium +divalproat, litium + karbamazepin, litium atau divalproat +
olanzapin, litium +risperidon, litium + lamotrigin, olanzapin + fluoksetin.
Lini III: penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan ECT, penambahan
topiramat, penambahan asam lemak omega 3 dan penambahan okskarbazepin.

Tidak direkomendasikan:
Gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi.

Program Studi Profesi Dokter Page 29


Prognosis
Prognosis pasien gangguan bipolar pada umumnya lebih jelek dibanding pasien depresi. Sekitar 40
sampai 50 persen pasien akan mengalami episode keduanya dalam waktu dua tahun. Hanya sekitar 7
persen pasien yang tidak mengalami pengulangan gejala; 45 persen mengalami episode berulang
(sampai sebanyak 30 episode, dengan rata-rata 9 episode, dan 40 persen lebih dari 10 episode), dan
40 persen menjadi kronis. Pada follow up jangka panjang, 15 persen pasien dapat berfungsi dengan
baik, 45 persen berfungsi baik namun mengalami relaps berulang kali, 30 persen mengalami remisi
sebagian, dan 10 persen menjadi kronis.

Program Studi Profesi Dokter Page 30


Depresi
(Dr. Syarifah Ainie)
Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian Psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala depresi
2. Melakukan pemeriksaan awal pasien depresi
3. Menyusun daftar diagnosis banding depresi
4. Menegakkan diagnosis depresi berdasarkan PPDGJ-III
5. Memformulasikan penatalaksanaan awal depresi
6. Memahami bahaya dan efek samping penggunaan obat antidepresan
7. Menentukan prognosis depresi
8. Menjalankan sistem rujukan yang benar
9. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk depresi

Pendahuluan
Depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan
yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh
diri. Jadi, dapat didefinisikan bahwa depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional
berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (pikiran, perasaan, dan perbuatan) seseorang.
Perubahan tersebut hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi interpersonal, social, dan
pekerjaan.
PPDGJ III membagi depresi menurut tingkat keparahannya yakni ringan, sedang, berat dan disertai
atau tanpa gejala psikotik. Sementara dalam DSM-V terdapat gangguan depresi berat (major
depressive disorder) dan pada digit kelimanya diberikan criteria untuk penentu (specifier). Ada
beberapa penentu (specifier) yakni: dengan distres cemas, campuran, melankolik,atipikal, psikotik
(psikotik yang kongruen dengan mood dan psikotik yang tidak kongruen dengan mood), katatonia,
onset peripartum dan pola musiman.

Epidemiologi
Depresi adalah gangguan jiwa yang popular di masyarakat, dengan perkiraan terjadi pada 340 juta
jiwa, dengan perbandingan satu dari dua puluh orang di dunia. Sekitar 80% dari individu yang
melakukan bunuh diri umumnya menderita depresi. Prevalensi seumur hidup dua kali lebih besar
pada wanita dibanding pria yakni, 10 hingga 25% pada wanita, dan 5 hingga 12% pada pria. Rata-rata
usia onset adalah 40 tahun, sekitar 50% dari penderita berusia 20-50 tahun, yang berarti dapat terjadi
pada usia kanak-kanak walaupun jarang. Akan tetapi beberapa data epidemiologis akhir-akhir ini
menyatakan bahwa insiden gangguan depresif berat meningkat pada orang usia 20 tahun. Pada
umumnya gangguan ini terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal
yang erat atau yang bercerai atau telah berpisah. Tidak ditemukan hubungan bermakna antara
depresi dengan faktor ras dan umumnya lebih sering terjadi di daerah pedesaan. . Laki-laki lebih
mungkin untuk menderita episode berulang dan angka kejadian bunuh diri meningkat

Program Studi Profesi Dokter Page 31


Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis dan klasifikasi depresi menurut PPDGJ III yaitu dikatakan episode depresi F32
jika:
a. Harus memiliki gejala depresi utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) yakni:
1. Afek depresif
2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3. Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
b. 7 gejala lainnya yaitu:
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6. Tidur terganggu
7. Nafsu makan terganggu
c. Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut dibutuhkan sekurang-kurangnya 2
minggu untuk penegakan diagnosis,akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika
gejala luar biasa beratnya.
d. Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat (F32.2) hanya
digunakan untuk episode depresif tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus
diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-)

Episode Depresif Ringan, minimal 2 gejala utama ditambah 2 gejala lainnya dan tidak boleh ada
gejala berat diantaranya; disabilitas ringan.
Episode Depresif Sedang, minimal 2 dari 3 gejala utama ditambah 3 (dan sebaiknya 4) gejala lainnya;
disabilitas nyata.
Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik, semua gejala utama depresi harus ada dan ditambah 4
gejala lainnya, beberapa diantaranya harus berintensitas berat; disabilitas berat.
Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik, kriteria episode depresif berat (F32.2) yang disertai
waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan
atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab akan hal itu. Halusinasi
auditorik atau olfaktori biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan
waham atau halusinasi dapat dispesifikasikan apakah serasi dengan mood (mood-congruent).

Program Studi Profesi Dokter Page 32


Seseorang bisa didiagnosis Gangguan Depresif Berulang (F33.-) menurut PPDGJ III jika memenuhi
kriteria seperti dalam tabel dibawah ini:

Tabel Kriteria Diagnostik Gangguan Depresif Berulang menurut PPDGJ-III


a. Gangguan ini bersifat episode berulang dari:
1. Episode depresi ringan (F32.0)
2. Episode depresi sedang (F32.1)
3. Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan, akan tetapi frekuensinya lebih
jarang dibandingkan gangguan bipolar
b. Tanpa adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang memenuhi
kriteria mania (F30.1 dan F30.2), kecuali jika hipomania yang dicetuskan oleh pengobatan
antidepresan.
c. Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil pasien
mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut
d. Episode masing-masing dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh
peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental lain

Tabel Kriteria diagnostik untuk Major Depressive Disorder menurut DSM-V


a. Lima (atau lebih) gejala berikut harus ada selama periode 2 minggu yang sama dan mewakili
perubahan dari kemampuan fungsional sebelumnya; setidaknya salah satu gejala adalah (1)
afek depresi, atau (2) hilangnya minat dan kenikmatan.
Catatan: gejala jelas disebabkan oleh kelainan lain jangan dimasukkan
1. Afek depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang terlihat dari
laporan subjektif (merasa sedih, hampa, tidak ada harapan) atau dari pengamatan
(terlihat hampir menangis). Pada anak-anak dapat diartikan sebagai iritabilitas.
2. Berkurangnya minat atau kenikmatan dalam semua, atau hampir semua hal, terlihat
dari laporan subjektif atau pengamatan
3. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak diet, atau peningkatan berat badan
(lebih dari 5% dalam sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir
setiap hari. Pada anak, diartikan sebagai kegagalan mencapai berat badan yang
diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (terlihat oleh orang lain, bukan
sekedar laporan subjektif seperti perasaan gelisah atau melamban)
6. Fatigue atau kehilangan energi setiap hari
7. Perasaan tidak berharga atau merasa bersalah yang berlebihan dan tidak sesuai
(kadang berupa delusi) yang dirasakan hampir setiap hari
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau ketidakmampuan
menentukan pilihan, yang terjadi hampir setiap hari (menurut pengalaman subjektif
atau melalui pengamatan)

Program Studi Profesi Dokter Page 33


9. Pikiran berulang mengenai kematian (bukan hanya takut akan kematian), pikiran
bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri dengan rencana yang jelas
untuk bunuh diri

b. Gejala ini menyebabkan distress yang signifikan atau gangguan sosial, pekerjaan, atau aspek
fungsi lainnya
c. Episode ini tidak tergolong efek fisiologis dari zat tertentu atau kondisi medis lain.
Catatan: Kriteria A hingga C mencakup episode depresi mayor. Episode depresi mayor sering
ditemukan pada gangguan bipolar I namun tidak diperlukan untuk penegakan diagnosis.
Catatan: Respon terhadap kehilangan yang signifikan dapat mencakup perasaan sedih
hebat, penyesalan mengenai kehilangan tersebut, hilangnya nafsu makan atau penurunan
berat badan, seperti yang dinyatakan di kriteria A, menyerupai episode depresif mayor.
Walaupun respon demikian dianggap wajar, namun perlu dipertimbangkan adanya episode
depresif mayor yang berbarengan dengan respon terhadap kehilangan tersebut. Diperlukan
penilaian klinis berdasarkan riwayat pasien dan norma cultural terhadap respon dari sebuah
kehilangan.
d. Kejadian dari episode mayor depresif tidak disebabkan oleh kelainan skizoafektif,
skizofrenia, kelainan skizofreniform, kelainan delusi, atau spectrum skizofrenia spesifik dan
tidak spesifik dan kelainan psikotik lain.
e. Tidak pernah ditemukan episode manic atau hipomanik
Catatan: eksklusi ini tidak berlaku bila episode manic atau hipomanik disebabkan oleh zat
tertentu atau akibat kondisi medis lain.

Diagnosis Banding
Depresi dapat merupakan ciri dari gangguan jiwa lainnya dari hampir semua jenis gangguan jiwa.
Gangguan jiwa yang berhubungan dengan zat, gangguan psikotik, gangguan makan, gangguan
penyesuaian, gangguan kecemasan, dan gangguan somatoform sering disertai dengan gejala depresif
sehingga harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding. Selain itu depresi juga harus dapat
dibedakan dari dukacita (grieving) karena beberapa pasien dengan kehilangan yang berat dapat
berkembang menjadi depresi. Sehingga diagnosis baru dapat ditegakkan apabila penyembuhan tidak
terjadi dan berdasarkan keparahan, lamanya gejala, serta tergantung dari kultur setempat. Depresi
juga harus dapat dibedakan dari gangguan mood lainnya, terutama bipolar. Sehingga benar-benar
harus dicari apakah pasien pernah mengalami episode gejala mirip mania atau hipomania atau
gangguan siklotimia.

Tatalaksana
Terapi saat ini ditekankan pada psikofarmaka dan psikoterapi, selain itu terapi juga harus
menurunkan jumlah dan keparahan stressor pada kehidupan pasien. Jenis psikoterapi yang umum
dipakai yaitu terapi kognitif, terapi inter personal, dan terapi perilaku.
Tujuan utama terapi yaitu mengakhiri episode depresi saat ini dan mencegah timbulnya episode
penyakit di masa yang akan datang. Untuk itu dibagi menjadi 3 fase, yaitu: fase akut, fase lanjutan
dan rumatan.
A. Fase Akut

Program Studi Profesi Dokter Page 34


Adanye penilaian skala berat depresi menggunakan alat ukur Hamilton Depression Rating Scale
(HDRS) dapat membantu menilai beratnya gejala dan perbaikan gejala. Target pengobatan pada
fase akut tercapainya respon atau remisi. Lama terapi fase akut adalah 2-6 minggu.
Adapun indikasi perawatan di rumah sakit adalah:
- Risiko bunuh diri atau pembunuhan
- Kemunduran yang parah dalam memenuhi kebutuhan makan dan perlindungan
- Cepatnya perburukan gejala
- Hilangnya sistem dukungan yang bisa didapat

Dalam memilih medikasi ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, diantaranya adalah riwayat
respon pengobatan, prediksi respon gejala terapi, adanya gangguan psikiatri atau medis lain,
keamanan dan potensi efek samping.

Tabel Jenis Obat Antidepresan, Dosis dan Efek Samping


Nama Obat Dosis Harian (Mg) Efek Samping
SSRI:
Escitalopram 10-60 Semua SSRI bisa menimbulkan insomnia, agitasi,
Fluoksetin 10-40 sedasi, gangguan saluran cerna dan disfungsi
Sertralin 50-150 seksual
Fluvoksamin 150-300
Trisiklik/tetrasiklik:
Amitriptilin 75-300 Antikolinergik
Maprotilin 100-225
Imipramin 75-300
SNRI:
Duloksetin 40-60 Mengantuk, kenaikan BB, hipertensi, gangguan
Venlavaksin 150-375 saluran cerna
RIMA
Moklobemid 150-300 Pusing, sakit kepala, mual, berkeringat, mulut
kering, mata kabur
NaSSA:
Mirtazapin 15-45 Somnolen, mual
SSRE:
Tianeptin 12,5-37,5 Somnolen, mual, gangguan kardivaskular
Agonis melatonin:
Agomelatin 25-50 Sakit kepala

B. Fase Lanjutan
Tujuan pada fase ini adalah tercapainya remisi dan mencegah relaps. Remisi apabila HAM-D < 7
atau MADRS < 8 yang bertahan minimal 3 minggu. Dosis obat sama dengan fase akut.

C. Fase Pemeliharaan
Tujuan pada fase ini adalah untuk mencegah rekurensi. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah
risiko rekuren, biaya da keuntungan perpanjangan terapi. Pasien yang telah 3 kali atau lebih

Program Studi Profesi Dokter Page 35


mengalami episode depresi atau dua episode depresi berat dipertimbangkan terapi pemeliharaan
jangka panjang. Antidepresan yang telah berhasil mencapao remisi dilanjutkan dengan dosis yang
sama selama masa pemeliharaan.

Prognosis
Depresi berat cenderung bersifat kronis sehingga pasien cenderung untuk relaps, akan tetapi pasien
yang dirawat di Rumah Sakit untuk episode pertama memiliki 50% kemungkinan untuk pulih pada
tahun pertama. Insidens relaps berkurang pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmaka sebagai
profilaksis dan pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode saja.

Prognosis baik Prognosis Buruk


 Episode ringan  Riwayat premorbid
 Tanpa gejala psikotik  Gangguan kepribadian
 Waktu perawatan singkat  Lebih dari satu kali episode depresi berat
 Riwayat persahabatan erat  Onset usia muda
 Keluarga yang stabil  Gangguan distimik
 Lingkungan sosial yang baik  Riwayat penggunaan alkohol dan zat lain
 Gangguan cemas

Program Studi Profesi Dokter Page 36


Gangguan Cemas
(dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ, MARS)

Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala gangguan cemas
2. Melakukan pemeriksaan awal gangguan cemas
3. Menyusun daftar diagnosis banding gangguan cemas
4. Menegakkan diagnosis gangguan cemas berdasarkan PPDGJ-III
5. Memformulasikan penatalaksanaan gangguan cemas
6. Mendeteksi efek samping penggunaan obat-obat anticemas
7. Mengatasi efek samping penggunaan obat-obat anticemas
8. Menentukan prognosis
9. Menjalankan sistem rujukan yang benar
10. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk gangguan cemas

Pendahuluan
Gangguan cemas adalah gangguan yang ditandai oleh adanya cemas yang irasional dan mengganggu.
Cemas adalah ketegangan memuncak yang disertai oleh rasa takut dan ditandai oleh timbulnya gejala
fisik seperti: takikardi, takipnoe dan tremor. Walaupun gejala fisik yang muncul sama namun cemas
disini berbeda dengan cemas yang normal. Pada cemas yang normal, rasa cemas muncul sebagai
reaksi emosional terhadap suatu yang nyata, ancaman dari luar dan sebanding dengan bahaya yang
dihadapi. Sedangkan pada gangguan cemas, rasa cemas muncul tanpa adanya ancaman dari luar atau
ketika ada ancaman dari luar, reaksi emosional yang muncul berlebihan. Penderita gangguan cemas
sering merasakan penderitaan dan mengalami kelelahan akibat reaksi emosional yang berlebihan,
sehingga menimbulkan gangguan pada pekerjaan dan interaksi sosialnya. Penyebab timbulnya
gangguan ini belum jelas namun sering dikaitkan dengan faktor genetik, kejadian yang traumatis dan
stres.
Berdasarkan PPDGJ-III gangguan cemas dibagi menjadi gangguan cemas fobia (agorafobia, fobia
sosial, fobia khas, gangguan cemas fobia lainnya, gangguan cemas fobia YTT), gangguan cemas
lainnya (gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan campuran cemas dan depresi,
gangguan cemas campuran lainnya, gangguan cemas lainnya YDT, gangguan cemas YTT) dan
gangguan obsesif-kompulsif. Sedangkan berdasarkan DSM-V, gangguan cemas dibagi menjadi
gangguan panik, agorafobia, gangguan fobia (fobia spesifik, fobia sosial), gangguan cemas
menyeluruh, dan gangguan cemas lainnya.
Epidemiologi
Berdasarkan studi pada lima populasi di Amerika Serikat, Inggris dan Swedia, terdapat 2-4,7 per 100
individu yang mengalami gangguan cemas. Wanita lebih banyak dibanding laki-laki dengan rentang
usia 16-40 tahun. Tidak ada perbedaan pada ras kecuali pada gangguan agorafobia dimana ras afrika-
amerika lebih banyak menderita gangguan cemas dibanding ras kulit putih.

Program Studi Profesi Dokter Page 37


Kriteria Diagnostik
Kriteria Diagnostik Agorafobia
Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-V
Semua kriteria harus dipenuhi untuk diagnosis  Ketakutan atau kecemasan yang bermakna
pasti pada dua atau lebih keadaan dibawah ini:
 Gejala psikologis, perilaku atau otonomik - Menggunakan transportasi umum
yang timbul merupakan manifestasi primer - Berada ditempat terbuka (tempat parkir,
anxietasnya jembatan, pasar)
 Anxietas yang timbul terbatas pada - Berada ditempat tertutup (pasar, sinema)
(terutama terjadi dalam hubungan dengan) - Berada di keramaian
setidaknya dua dari situasi berikut: banyak - Berada diluar rumah sendirian
orang/ keramaian, tempat umum,  Situasi tersebut dihindari, atau dilakukan
bepergian keluar rumah, dan bepergian dengan penderitaan bermakna atau dengan
sendiri kecemasan akan timbulnya serangan panik dan
 Menghindari situasi fobik harus sudah perlu ditemani
merupakan gejala yang menonjol (penderita  Situasi agorafobia bisa memprovokasi
bisa menjadi house bound) ketakutan dan kecemasan
 Ketakutan dan kecemasan tidak sesuai dengan
situasi agorafobik dan konteks sosiokultural.
 Ketakutan, kecemasan, dan penghindaran
menyebabkan distres pada area sosial,
okupasional, atau area lain yang penting.
 Apabila terdapat kondisi medik yang mendasari
(misalnya: iritable bowel syndrome, penyakit
parkinson), ketakutan, kecemasan cukup
bermakna.
 Kecemasan atau penghindaran fobik tidak
disebabkan oleh gangguan mental lainnya
Catatan: Agorafobia bukan merupakan gangguan
yang berdiri sendiri, tuliskan diagnosis spesifik
dimana agorafobia terjadi misalnya gangguan
panik dengan agorafobia atau agorafobia tanpa
gangguan panik.

Kriteria Diagnostik Fobia Sosial


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-V
Semua kriteria di bawah ini:  Ditandai dengan ketakutan atau kecemasan
 Gejala psikologis, perilaku atau otonomik tentang satu atau lebih situasi sosial di mana
yang timbul harus merupakan manifestasi seorang individu akan diperhatikan oleh orang
primer dari anxietasnya
lain. Misalnya dalam interaksi sosial (berbicara,
 Anxietas harus mendominasi atau terbatas
bertemu dengan orang asing), diamati (saat
pada situasi sosial tertentu (outside the
family circle), dan makan atau minum), dan tampil di hadapan
 Menghindari situasi fobik harus atau sudah orang banyak (memberikan pidato)
merupakan gejala yang menonjol Catatan : Pada anak-anak, anxietas hanya terjadi
saat berinteraksi dengan orang dewasa

Program Studi Profesi Dokter Page 38


 Individu takut jika dia bertindak dengan suatu
cara atau menunjukkan gejala kecemasan,akan
dianggap negatif oleh orang lain (mis. akan
dipermalukan, akan berakhir pada sebuah
penolakan atau menyerang orang lain).
 Situasi sosial hampir selalu memicu ketakutan
atau kecemasan
Catatan : Pada anak-anak, rasa takut atau
cemas mungkin ditunjukan dengan menangis,
mengamuk, badan kaku, malu-malu, atau tidak
mampu berbicara dalam suatu lingkungan sosial
 Situasi sosial dihindari dengan rasa takut atau
cemas yang kuat
 Rasa takut itu tidak sebanding dengan ancaman
sebenarnya yang ditimbulkan oleh situasi sosial
dan konteks sosiokultural
 Ketakutan, kecemasan, dan pengelakan terjadi
terus menerus, biasanya berlangsung selama 6
bulan atau lebih
 Ketakutan, kecemasan, dan pengelakan
menyebabkan gangguan klinis yang signifikan di
area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang
penting lainnya
 Ketakutan, kecemasan, dan pengelakan bukan
disebabkan oleh pengaruh zat-zat (seperti obat-
obatan) atau kondisi medis lainnya
 Ketakutan, kecemasan, dan pengelakan bukan
merupakan gangguan mental lainnya seperti
gangguan panik, dismorfik, atau autism
 Jika terdapat kondisi medis lainnya (misal
Parkinson, obesitas, atau kecacatan karena luka
bakar), rasa takut, cemas, dan pengelakan tidak
berhubungan

Spesifikasi :
Perfomance only : Rasa takut hanya terbatas
pada berbicara atau tampil di depan umum

Bila terlalu sulit membedakan antara fobia


sosial dengan agorafobia hendaknya
diutamakan diagnosis agorafobia (F 40.0)

Program Studi Profesi Dokter Page 39


Kriteria Diagnostik Fobia Spesifik
Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-V
Semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi  Ditandai dengan rasa takut atau gelisah
untuk diagnosis pasti: terhadap suatu objek atau situasi spesifik
 Gejala psikologis, otonomik atau perilaku (mis. terbang, ketinggian, binatang, suntikan,
merupakan manifestasi primer dari
melihat darah)
anxietasnya
Catatan: Pada anak-anak, rasa takut atau
 Anxietas harus terbatas pada situasi atau
cemas mungkin ditunjukan dengan menangis,
objek tertentu
mengamuk, badan kaku, malu-malu, atau
 Situasi atau objek fobik tersebut sedapat
tidak mampu berbicara dalam suatu
mungkin dihindari
lingkungan sosial
 Suatu objek fobia hampir selalu langsung
memicu rasa takut dan cemas
 Suatu objek fobia dihindari atau ditahan
dengan rasa takut atau cemas yang terus
menerus
 Rasa takut itu tidak sebanding dengan
bahayasebenarnya yang ditimbulkan oleh
situasi sosial dan konteks sosiokultural.
 Ketakutan, kecemasan, dan pengelakan terjadi
terus menerus, biasanya berlangsung selama
6 bulan atau lebih.
 Ketakutan, kecemasan, dan pengelakan
menyebabkan gangguan klinis yang signifikan
di area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang
penting lainnya.
 Gangguan ini bukan merupakan gejala dari
gangguan mental lainnya seperti gangguan
panik atau gejala lainnya (mis. Agarofobia);
objek atau situasi berkaitan dengan obsesi
(gangguan obsesif kompulsif); suatu kejadian
traumatik (gangguan stres pascatrauma);
berjauhan dengan rumah (misal separation
anxiety disorder);atau lingkungan sosial
(gangguan cemas sosial).

Fobia khas ini umumnya tidak ada gejala Kode berdasarkan fobia
psikiatrik lain seperti halnya agorafobia dan 300.29 (F40.218) Binatang (mis. Laba-laba,
fobia sosial serangga, anjing)
300.29 (F40.228) Lingkungan alami (mis.
Ketinggian, badai, air)
300.29 (F40.23x)Darah-suntikan-luka (mis.

Program Studi Profesi Dokter Page 40


Jarum, prosedur medis yang bersifat invasif)
Coding note: Pilih kode ICD-10-CM yang spesifik
dari berikut:
F40.230 Takut darah; F40.231 takut suntikan atau
transfusi; F40.232 Takut penanganan medis
lainnya; F40.233Takut luka
300.29 (F40.248) Situational (mis. Pesawat, lift,
ruangan tertutup)
300.29 (F40.298) Lainnya (mis. Situasi yang
menyebabkan tersedak atau muntah; pada anak
misalnya suara keras atau sosok berkostum)
Coding note: Jika ada lebih dari satu objek fobia,
tuliskan semua kode ICD-10-CM yang sesuai (mis.
Jika takut ular dan terbang, F40.218 fobia spesifik
binatang dan F40.248 fobia spesifik situational)

Kriteria Diagnostik Gangguan Panik


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-V
Untuk diagnosis pasti harus ditemukan adanya Serangan panik tiba-tiba yang berulang. Serangan
serangan anxietas berat (severe attack of panik adalah peningkatan tiba-tiba dari rasa takut
autonomic anxiety) dalam masa 1 bulan: yang hebat atau ketidaknyamanan hebat yang
 Pada keadaan sebenarnya tidak ada bahaya memuncak dalam semenit dan pada saat
 Tidak terbatas pada situasi atau keadaan tersebut empat (atau lebih) gejala berikut bisa
yang telah diketahui sebelumnya terjadi:
 Keadaan yang relatif bebas pada periode Catatan: peningkatan tiba-tiba bisa terjadi dari
diantara serangan panik (umumnya dapat kondisi tenang atau gelisah
terjadi juga anxietas antisipatorik) 1. Palpitasi, jantung berdebar-debar atau
peningkatan denyut nadi
2. Berkeringat
3. Bergetar atau menggigil
4. Nafas memendek atau ada yang
menghalangi jalan napas
5. Perasaan tercekik
6. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman pada
dada
7. Mual atau distress abdominal
8. Perasaan pusing, tidak stabil, melayang,
atau pingsan
9. Sensasi dingin atau hangat
10. Parestesia (rasa kebas atau kesemutan)
11. Derealisasi (merasa terpisah dari
kenyataan) atau depersonalisasi (merasa
berada di luar tubuh sendiri)

Program Studi Profesi Dokter Page 41


12. Ketakutan akan kehilangan kendali atau
“menjadi gila”
13. Ketakutan akan kematian
Catatan: gejala yang spesifik untuk kultur
tertentu (misalnya telinga berdenging,
pegal pada leher, nyeri kepala, menangis
atau berteriak tanpa henti) dapat
ditemukan. Gejala tersebut jangan
dihitung dalam empat gejala yang
ditemukan.
Gangguan panik baru ditegakkan sebagai Setidaknya salah satu serangan diikuti oleh
diagnosis utama jika tidak ada gangguan keluhan berikut selama 1 bulan (atau lebih):
anxietas fobik 1. Keprihatinan terus menerus atau
kecemasan mengenai serangan panic dan
konsekuensinya (misalnya kehilangan
kendali, serangan jantung, menjadi gila)
2. Terdapat perubahan maladaptif yang
signifikan dari perilaku berkaitan dengan
serangan (atau menghindari serangan,
misalnya menghindari berolahraga atau
dalam situasi yang tidak dikenali).
Kelainan tidak disebabkan oleh efek fisiologis zat
tertentu (penyalahgunaan zat atau pengobatan)
atau kondisi medis lain (misalnya hipertiroidisme,
kelainan kardiopulmoner).
Kelainan tidak lebih baik dijelaskan oleh kelainan
mental lainnya (karena serangan panic tidak
hanya terjadi sebagai respon dari situasi sosial
tertentu seperti pada kelainan anxietas sosial,
atau sebagai respon dari objek fobik seperti pada
fobia, sebagai respon dari obsesi seperti pada
gangguan obsesif-kompulsif)

Kriteria Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh


Berdasarkan PPDGJ-III Berdasarkan DSM-V
Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai Rasa gelisah dan cemas berlebihan yang terjadi
gejala primer yang terjadi beberapa minggu beberapa hari dalam 6 bulan tentang aktivitas-
sampai bulan, yang tidak terbatas pada situasi aktivitas (seperti bekerja atau pergi sekolah).
khusus tertentu saja
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup Sulit mengontrol rasa cemasnya
unsur-unsur berikut:
 Kecemasan (khawatir akan nasib buruk,
merasa seperti diujung tanduk, sulit
konsentrasi, dsb)

Program Studi Profesi Dokter Page 42


 Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala,
gemetaran, tidak dapat santai)
 Overatifitas otonom (kepala terasa ringan,
sesak nafas,jatung berdebar-debar)
Pada anak-anak sering terlihat adanya Rasa gelisah dan cemas termasuk tiga di antara
kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta enam gejala berikut yang dirasakan beberapa hari
keluhan somatik yang menonjol dalam 6 bulan terakhir :
1. Sulit istirahat
2. Mudah lelah dan sakit
3. Sulit berkonsentrasi
4. Mudah tersinggung
5. Gangguan tidur (sulit tidur, atau tidur tidak
puas)
6. Kekakuan otot
Catatan : Hanya 1 poin yang dibutuhkan
pada anak-anak

Adanya gejala lain yang sifatnya sementara Rasa cemas, gelisah, atau gejala fisik lainnya
(untuk beberapa hari), khusunya depresi tidak menyebabkan gangguan klinis yang signifikan di
membatalkan diagnosis utama gangguan area kerja sosial, pekerjaan, atau bidang penting
anxietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak lainnya
memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif, gangguan anxietas fobik atau
gangguan obsesif-kompulsif
Gangguan yang terjadi tidak disebabkan oleh
obat-obatan atau penyakit lainnya (mis
hipertiroid)

Gangguan ini bukan merupakan gejala dari


gangguan mental lainnya (mis gelisah atau cemas
terhadap serangan panik pada pasien gangguan
panik, anggapan negatif pada gangguan cemas
sosial, suatu obsesi pada gangguan obsesif
kompulsif, berjauhan dengan rumah pada
separation anxiety disorder, teringat suatu
kejadian traumatik pada gangguan stres
pascatrauma, kenaikan berat badan pada
anorexia nervosa, keluhan fisik pada gangguan
somatik, adanya kekurangan fisik pada gangguan
dismorfik tubuh, memiliki penyakit serius pada
gangguan kecemasan penyakit, atau halusinasi
pada pasien skizofrenia.

Program Studi Profesi Dokter Page 43


Kriteria Diagnostik Gangguan Obsesif Kompulsif
Berdasarkan PPDGJ-III DSM-V
Karakteristik gejala harus mencakup hal-hal di Gangguan Obsesif Kompulsif tidak termasuk ke
bawah, yang harus ada hampir setiap hari dalam Gangguan Cemas.
selama dua minggu berturut-turut:
 harus disadari sebagai pikiran atau impuls
diri sendiri
 sedikitnya harus ada satu pikiran atau
tindakan yang berhasil dilawan walaupun
ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh
penderita
 pikiran untuk melakukan tindakan tersebut
diatas bukan merupakan hal yang memberi
kepuasan atau kesenangan (perasaan lega
bukan kepuasan atau kesengangan yang
dimaksud)
 gagasan, bayangan atau impuls tersebut
harus merupakan pengulangan yang tidak
menyenangkan (unpleasently repetitif)
Bila berkaitan dengan depresi:
o Meningkat atau menurunnya gejala depresif
umumnya dibarengi dengan perubahan
gejala obsesif.
o Bila terjadi episode akut dari gangguan-
gangguan tersebut maka diagnosis
diutamakan dari gejala yang muncul lebih
dahulu.
o Diagnosis obsesif-kompulsif ditegakkan bila
tidak ada gangguan depresif pada saat gejala
obsesif-kompulsif tersebut timbul
o Jika dari keduanya tidak ada yang menonjol,
maka lebih baik menganggap depresi sebagai
diagnosis primer.
Hal tersebut merupakan sumber penderitaan
(distress) atau mengganggu aktivitas penderita
Pada gangguan menahun, maka prioritas
diberikan pada gejala yang paling bertahan saat
gejala lain menghilang
Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada
gangguan skizofrenia, sindrom tourette atau
gangguan mental organik harus dianggap
sebagai bagian dari kondisi tersebut

Program Studi Profesi Dokter Page 44


Tatalaksana
Terapi pada gangguan cemas tidak hanya ditekankan pada pemberian obat melainkan juga melalui
intervensi psikososial (psikoterapi). Psikoterapi dan obat terbukti meningkatkan keberhasilan terapi
dan mencegah relaps ketika pemberian obat dihentikan.

A. Farmakoterapi
Saat ini ada beberapa golongan obat yang digunakan untuk mengatasi gangguan cemas, diantaranya:
SSRI (sertralin, fluoxetin, paroxetin), benzodiazepin (alprazolam, diazepam, clonazepam), trisiklik
(amitriptilin, imipiramin), tetrasiklik, serta MAOi (phenelzine, tranylcypromine). Berdasarkan hasil
penelitian, SSRI memiliki rentang keamanan yang luas dan efek samping yang minimal, karena itu
penggunaannya lebih disukai dibandingkan golongan obat yang lain. Semua terdapat dalam tabel
dibawah ini:

Tabel Rekomendasi Farmakoterapi untuk Gangguan Panik


Nama obat Dosis (mg/hari) Efek samping
Lini pertama Escitalopram 5-20 Gangguan pencernaan: mual,
Fluoksetin 10-20 muntah, diare, konstipasi
Sertralin 25-200
Venlavaksin-XR 75-225
Lini kedua Klomipiramin 25-250 Antikolinergik
Imipramin 50-300
Mirtazapin 15-45 Antihistamin
Alprazolam 2-6 sedasi
Adjunctive klonazepam 1-3
Lini ketiga Divalproat 25-1500 Sedasi, somnolen, peningkatan BB,
sistem pencernaan
Somnolen, sedasi
Gabapentin 300-1200 Peningkatan BB
Adjunctive olanzapin
Rispedridon 5-12,5 Sindrom ekstrapiramidal
0-5-1
Tidak direkomendasikan buspiron, trazodon, propanolol, karbamazepin

Program Studi Profesi Dokter Page 45


Tabel rekomendasi farmakoterapi gangguan anxietas menyeluruh
Nama Obat Dosis (mg/hari) Efek samping
Lini pertama Escitalopram 10-20 Antihistamin
Sertralin 25-50
Venlavaksin XR 75-150
Lini kedua Alprazolam 0,25-4 Peningkatan BB
Bromazepam 3-18
Klobazam 20-30
Lorazepam 2-6
Diazepam 2,5-40
Buspiron 10-60
Imipramin 50-300
Pregabalin 25-600
Mirtazapin 15-45 Sindrom ekstrapiramidal
Adjunctive olanzapin 5-12,5
Adjunctive risperidon
0,5-1

Tabel Rekomendasi Farmakoterapi untuk Gangguan Obsesif Kompulsif


Nama Obat Dosis
Klomipramin 50-250 mg/hari
Fluoksetin 20-80 mg/hari
Sertralin 50-200 mg/hari
Fluvoksamin 50-300 mg/hari

B. Nonfarmakoterapi
Ada beberapa terapi nonfarmakologi yang efektif dalam pengobatan gangguan cemas, yaitu
terapi kognitif perilaku, psikoterapi berorientasi tilikan dan psikoedukasi.
Diagnosis Banding
Beberapa gangguan psikiatrik lainnya memiliki gejala yang mirip dengan gangguan cemas,
diantaranya: gangguan psikotik, gangguan depresif, gangguan kepribadian (paranaoid, menghindar,
skizoid, dependen, obsesif-kompulsif), anoreksia nervosa, gangguan hipokondria, gangguan dismorfik
tubuh dan trikotilomania. Antara subtipe pun kadang sulit dibedakan, karenanya bisa juga didiagnosis
banding dengan sesama subtipe.
Prognosis
Walaupun ada subtipe gangguan cemas yang memilik prognosis baik (gangguan panik), namun secara
keseluruhan prognosis gangguan cemas tidak banyak diketahui dan sulit diperkirakan, karena
merupakan gangguan yang relatif baru dikenali sebagai gangguan mental penting. Penentuan
prognosis pada gangguan ini dikaitkan dengan onset, perjalanan penyakit, faktor pencetus, komorbid,
gejala dan keadaan lingkungan sosial. Sebagian besar gangguan cemas akan berkembang menjadi
kronik apabila tidak dilakukan pengobatan dan memiliki kecendrungan untuk relaps ketika terapi
dihentikan.

Program Studi Profesi Dokter Page 46


Gangguan Somatoform
(Dr. Deddy soestiantoro, Sp.KJ, M.Kes)

Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengenali gejala-gejala somatoform
2. Melakukan pemeriksaan awal pasien gangguan somatoform
3. Menyusun daftar diagnosis banding gangguan somatoform
4. Menegakkan gangguan somatoform berdasarkan PPDGJ-III
5. Memfomulasikan penatalaksanaan awal gangguan somatoform
6. Menentukan prognosis gangguan somatoform
7. Menjalankan sistem rujukan yang benar

Pendahuluan
Berdasarkan kriteria diagnostik PPDGJ-III, gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan
yang memiliki gejala fisik dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang akurat. Gejala dan
keluhan somatik cukup serius untuk menimbulkan penderitaan emosional yang bermakna pada
pasien atau mengganggu fungsi sosial atau pekerjaannya serta tidak disebabkan oleh pura-pura yang
disadari atau sengaja dibuat.
Terminologi “somatoform” pada DSM-IV TR dianggap membingungkan sehingga diubah menjadi
“somatic symptom and related disorders” (gangguan gejala somatik dan gangguan terkait) pada
DSM-V. Terdapat ciri-ciri yang sama dalam kelompok klasifikasi DSM-5 yaitu gejala somatis menonjol
dengan distres dan hendaya yang bermakna. Gangguan ditandai fokus pada masalah somatik yaitu
awalnya datang (berkali-kali) ke dokter umum atau fasilitas pelayanan non-psikiatrik, kemudian
terdapat penekanan pada gejala dan tanda positif (gejala somatik yang menyebabkan distres
ditambah pikiran, perasaan, dan perilaku sebagai respons terhadap gejala tersebut) dan bukan tidak
adanya penjelasan medis untuk gejala somatik. Hal yang terpenting pada gangguan ini bukan pada
gejala somatiknya itu sendiri, melainkan cara gejala tersebut disampaikan dan diinterpretasi.
Gangguan ini mencakup komponen afektif, kognitif, dan perilaku (komprehensif).
Berdasarkan kriteria diagnostik PPDGJ-III, gangguan somatoform terbagi menjadi gangguan
somatisasi, gangguan somatoform tak terinci, gangguan hipokondriasis, disfungsi otonomik
somatoform, gangguan nyeri somatoform menetap, gangguan somatoform lainnya dan gangguan
somatoform YTT. Berdasarkan kriteria diagnostik DSM-V, dibagi menjadi Gangguan gejala somatik
(somatic symptom disorder) termasuk nyeri, gangguan ansietas penyakit (illness anxiety disorder),
gangguan konversi (functional neurological symptom disorder), faktor psikologis yang mempengaruhi
kondisi medis lain, gangguan buatan (factitious disorder), gejala somatik spesifik lain, gangguan gejala
somatik yang tidak spesifik dan gejala somatik yang tidak spesifik dan gangguan yang terkait.

Epidemiologi
Gangguan somatisasi terjadi 0,1 sampai 0,2 persen populasi. Wanita lebih banyak 5 sampai 20 kali
dari pria. Terjadi lebih sering pada pasien dengan pendidikan rendah dan miskin. Gangguan ini sering
ditemukan bersama dengan gangguan mental lainnya. Sifat atau gangguan kepribadian yang sering

Program Studi Profesi Dokter Page 47


menyertai adalah yang ditandai dengan ciri penghindaran, paranoid, mengalahkan diri sendiri dan
obsesif-kompulsif.
Prevalensi hipokondriasis sebesar 4 sampai 6 persen populasi. Laki-laki dan wanita sama. Onset gejala
paling sering antara usia 20 dan 30 tahun. Lebih sering terjadi pada ras kulit hitam dibandingkan kulit
putih. Tingkat sosial, pendidikan, ekonomi, dan status perkawinan tidak mempengaruhi.
Kriteria Diagnostik
Kriteria diagnostik seperti yang tercantum di dalam tabel dibawah ini:

Tabel Kriteria diagnostik Gangguan Somatisasi menurut PPDGJ-III dan DSM-V


PPDGJ-III DSM-V
 Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang A. Satu atau lebih gejala somatik yang mengakibatkan
bermacam-macam yang tidak dapat gangguan dalam kehidupan sehari-hari
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, B. Pikiran, perasaan, atau perilaku yang berlebihan
yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun berkaitan dengan gejala somatik yang
 Tidak mau menerima nasehat atau bermanifestasi minimal satu dari berikut ini:
penjelasan dari beberapa dokter bahwa 1. Pikiran yang berlebihan mengenai keparahan
tidak ada kelainan fisik yang dapat gejala yang dirasakan
menjelaskan keluhan-keluhannya. 2. Rasa cemas yang tinggi dan terus menerus
 Terdapat disabilitas dalam fungsinya di mengenai gejala yang dirasakan
masyarakat dan keluarga, yang berkaitan 3. Banyak waktu dan energi yang terbuang
dengan sifat keluhan-keluhannya dan untuk memikirkan suatu penyakit
dampak dari perilakunya. C. Meskipun ada gejala yang tidak terus berlanjut,
keadaan menjadi simtomatik terus berlanjut
(biasanya lebih dari 6 bulan)

Spesifikasi
Dengan nyeri predominan: Gejala somatik
berhubungan dengan nyeri
Persistent : Gejala berat, penurunan nilai-nilai,
berlangsung lama (lebih dari 6 bulan)
Ringan :Hanya satu gejala dari kriteria B
terpenuhi
Sedang : Ada dua atau lebih dari kriteria B yang
terpenuhi
Berat : Dua atau lebih dari kriteria B terpenuhi
dan ada gejala somatik multipel (atau satu gejala
yang sangat berat)

Diagnosis Banding
Kondisi nonpsikiatrik harus disingkirkan. Gangguan somatisasi harus dibedakan dari gangguan
somatoform lainnya, seperti hipokondriasis, gangguan konversi, dan gangguan nyeri.

Program Studi Profesi Dokter Page 48


Tatalaksana
Pasien dengan gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka datang hanya ke satu dokter. Jika
gangguan somatisasi telah terdiagnosis, dokter yang mengobati harus mendengarkan keluhan
somatik sebagai ekspresi emosional, bukan keluhan medis. Berikutnya meningkatkan kesadaran
pasien tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat sampai pasien mau mengunjungi klinisi
kesehatan mental atau psikiater.
Farmakoterapi pada pasien hipokondriasis diberikan jika pasien memiliki suatu kondisi dasar yang
responsif terhadap obat, seperti gangguan kecemasan atau depresi berat. Psikoterapi, baik individual
atau kelompok, baik dilakukan pada gangguan somatisasi dan hipokondriasis.
Prognosis
Pada gangguan somatisasi, prognosis buruk sampai sedang. Hal ini dikarenakan perjalanan penyakit
yang kronik.
Sepertiga sampai setengah dari semua pasien hipokondriasis membaik secara bermakna. Prognosis
hipokondriasis baik berhubungan dengan status sosioekonomi tinggi, onset gejala tiba-tiba, tidak
adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya kondisi nonpsikiatrik yang menyertai.

Program Studi Profesi Dokter Page 49


Gangguan Kepribadian Khas
(Dr. Diyaz Syauki Ikhsan)

Learning Objectives
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian Psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengidentifikasi suatu kepribadian yang khas
2. Mengenali kesepuluh jenis kepribadian khas menurut PPDGJ-III
3. Membedakan gambaran dengan gangguan kepribadian
4. Menyusun daftar diagnosis banding gangguan kepribadian khas
5. Menegakkan diagnosis gangguan kepribadian khas berdasarkan PPDGJ-III
6. Menentukan prognosis gangguan kepribadian khas
7. Menjalankan sistem rujukan yang benar
8. Mengadakan suatu kegiatan penyuluhan masyarakat untuk gangguan kepribadian khas

Pendahuluan
Gangguan kepribadian khas adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi karakteriologis dan
kecenderungan perilaku dari seseorang, biasanya meliputi beberapa bidang dari kepribadian, dan
hampir selalu berhubungan dengan kesulitan pribadi dan sosial. Suatu kepribadian dapat dikatakan
khas apabila kepribadian tersebut bersifat kaku dan mendalam pada sebagian besar situasi personal
dan sosial, yang berarti bahwa ia dapat muncul dan terasa pada hampir semua bidang kehidupan
individu. Perlu diperhatikan bahwa penegakan diagnosis gangguan kepribadian sangat bergantung
pada situasi dan latar belakang sosiokultural dari individu. Sebagian besar pendapat menyatakan
bahwa kepribadian dinyatakan terganggu apabila tidak sesuai dengan norma dan perilaku umumnya
yang ditemukan pada suatu masyarakat tertentu.
Gangguan kepribadian didiagnosis pada aksis II, sehingga tidak boleh diidentifikasi pada suatu episode
gangguan kejiwaan, dan demikian pula sebaliknya. Apabila terdapat diagnosis pada aksis I, maka pada
umumnya kepribadian hanya dapat diidentifikasi sebelum onset gangguan kejiwaannya. Sehingga
pemeriksa diharapkan berhati-hati dalam menentukan onset dari psikopatologi agar tidak salah
menempatkannya sebagai suatu gangguan kejiwaan atau gangguan kepribadian.
Kepribadian khas merupakan salah satu faktor predisposisi suatu gangguan kejiwaan, dan apabila
memang terjadi maka gangguan yang dialami bisa lebih berat dan mempersulit penatalaksanaan.
Demikian pula pada kasus gangguan fisik, banyak juga pasien yang memiliki kepribadian khas sebagai
kondisi komorbidnya. Kondisi ini bisa dianggap memiliki kedudukan di antara gangguan kejiwaan
ringan (seperti gangguan penyesuaian) dan berat (seperti skizofrenia). Pasien dengan gangguan
kepribadian memiliki gangguan yang nyata dan kronis dalam kemampuan bekerja dan berhubungan
sosial. Sehingga pada pasien demikian seringkali ditemukan suatu riwayat pekerjaan dan pernikahan
yang buruk. Mereka sering dianggap mengganggu, menuntut, dan membebani orang lain. Mereka
bisa pula dianggap meminta dan bergantung kepada orang lain dan melakukan pendekatannya
dengan cara-cara yang tidak pantas.
Pembahasan gangguan kepribadian khas akan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama
menjelaskan gangguan kepribadian secara umum dan bagian kedua menjelaskan masing-masing
gangguan kepribadian khas.

Program Studi Profesi Dokter Page 50


Epidemiologi
Gangguan kepribadian adalah suatu gangguan yang umum dan kronis. Prevalensinya diperkirakan
sekitar 10 sampai 20 persen pada populasi umum, dengan durasi puluhan tahun. Kebanyakan
perilaku kriminal dan sebagian besar dari populasi penjara dihubungkan dengan suatu gangguan
kepribadian. Sekitar setengah dari semua pasien psikiatri memiliki gangguan kepribadian, yang
seringkali menjadi suatu kondisi komorbid.
Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis gangguan kepribadian khas sebaiknya dilakukan dalam tiga tahap. Sebelum
menentukan suatu kepribadian tertentu, suatu kriteria gangguan kepribadian khas harus terpenuhi
terlebih dahulu. Apabila sudah terpenuhi, pemeriksa kemudian menentukan diagnosis kepribadian
mana yang akan ditegakkan. Terakhir, pemeriksa harus menentukan apakah kasus yang dihadapinya
termasuk gangguan atau gambaran kepribadian.
Gambaran kepribadian mirip dengan gangguan kepribadian. Keduanya mirip dalam hal cara
menghadapi stresor, cara berekspresi, dan cara mempersepsikan lingkungannya. Yang berbeda
adalah bahwa pada kasus gambaran kepribadian khas gejala muncul apabila individu yang dimaksud
terpapar dengan suatu stresor (tanpa stresor, individu bisa saja berperilaku layaknya orang tanpa
kepribadian khas) dan manifestasi klinisnya tidak sampai mengganggu kehidupan individu tersebut
secara substansial.

Kriteria diagnosis gangguan kepribadian khas menurut PPDGJ-III adalah


 Disharmoni sikap dan perilaku yang cukup berat yang biasanya mencakup beberapa bidang fungsi
 Pola perilaku abnormal yang berlangsung lama, berjangka panjang, dan tidak terbatas pada
episode gangguan jiwa
 Pola perilaku abnormalnya bersifat pervasif dan maladaptif yang jelas terhadap berbagai keadaan
pribadi dan sosial yang luas
 Manifestasi di atas selalu muncul pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut sampai usia
dewasa
 Gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi yang cukup berarti, tetapi baru menjadi nyata
setelah perjalanan yang lanjut
 Gangguan ini biasanya, tapi tidak selalu, berkaitan secara bermakna dengan masalah-masalah
dalam pekerjaan dan kinerja sosial
 Onset perilaku tersebut dapat ditelusuri hingga ke masa remaja atau dewasa awal

Terdapat sedikit perbedaan dalam penegakan diagnosis menurut DSM-IV-TR yang menyatakan bahwa
onset perilaku tersebut dapat ditelusuri hingga ke masa remaja atau dewasa awal. Hal ini
menyiratkan bahwa gangguan kepribadian bisa saja memiliki onset penuhnya di luar masa kanak-
kanak atau remaja, seperti yang digariskan dalam PPDGJ-III.

Kepribadian Paranoid
Individu dengan kepribadian paranoid dicirikan sebagai orang yang mudah mencurigai dan sukar
mempercayai orang lain. Mereka menolak bertanggung jawab (misalnya atas suatu kesalahan) dan
senang melontarkannya kepada orang lain. Mereka sering menunjukkan permusuhan dan mudah
marah.

Program Studi Profesi Dokter Page 51


Epidemiologi
Gangguan kepribadian paranoid memiliki prevalensi sekitar 0,5 sampai 2,5 persen populasi umum, 10
sampai 30 persen pada populasi rawat inap psikiatrik, dan 2 sampai 10 persen pada populasi rawat
jalan psikiatrik. Keluarga pasien skizofrenia memiliki angka yang lebih tinggi daripada yang bukan.
Keadaan ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dan tampaknya tidak menunjukkan suatu pola yang
familial. Kemungkinan angka lebih tinggi juga dapat ditemukan pada imigran dan penderita tuli.

Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
 Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan
 Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam
 Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman
 Perasaan bermusuhan dan berkeras tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada
 Kecurigaan yang berulang dan tanpa dasar tentang kesetiaan dari pasangannya
 Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan
 Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang mengarah ke persekongkolan dan tidak substantif
dari suatu peristiwa

Diagnosis Banding
Gangguan kepribadian paranoid bisa didiagnosis banding dengan skizofrenia paranoid dan gangguan
waham menetap karena sifatnya yang mudah curiga. Agresivitas yang ditunjukkan juga bisa
didiagnosis banding dengan kepribadian dissosial. Dan distorsi pengalaman yang dialami juga mirip
dengan apa yang terjadi pada kepribadian skizoid.

Tatalaksana
Tatalaksana utama gangguan kepribadian paranoid adalah psikoterapi. Psikoterapi individu lebih baik
dibanding psikoterapi kelompok. Namun bermain peran bisa memberi manfaat untuk perbaikan
kemampuan sosial dan mengurangi kecurigaan. Psikofarmaka dapat digunakan dengan tujuan untuk
mengatasi agitasi dan ansietas. Obat yang dapat digunakan antara lain golongan anticemas dan
antipsikotik.

Prognosis
Individu dengan kepribadian paranoid memiliki masalah kronis dalam hal bekerja dan berinteraksi
dengan orang lain. Pada beberapa kasus, gangguan yang dialami menetap seumur hidup, dan pada
kasus lainnya gangguan ini menjadi risiko terjadinya skizofrenia dan gangguan waham menetap.
Kepribadian ini juga memberi risiko bagi individu untuk mengalami episode psikosis singkat, depresi,
gangguan obsesif-kompulsif, agorafobia, dan penyalahgunaan zat.

Kepribadian Skizoid
Kepribadian skizoid dicirikan dengan suatu riwayat penarikan diri yang lama. Individu dengan
kepribadian ini merasakan ketidaknyamanan ketika berinteraksi dengan orang lain. Mereka
cenderung introvert dan memiliki afek yang dingin, dan sering dianggap eksentrik atau penyendiri.

Program Studi Profesi Dokter Page 52


Epidemiologi
Meski prevalensinya belum diketahui secara pasti, diperkirakan 7,5 persen dari populasi umum
memiliki kepribadian ini. Perbandingan antar jenis kelamin juga belum jelas dan diperkirakan rasio
pria-wanita berkisar dua banding satu. Mereka sepertinya memiliki kecenderungan untuk memilih
pekerjaan yang soliter atau malam hari agar tidak banyak berinteraksi dengan orang lain.

Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
 Sedikit (bila ada) aktivitas yang memberikan kesenangan
 Emosi dingin, afek mendatar atau tak peduli
 Kurang mampu untuk mengekspresikan kehangatan, kelembutan atau kemarahan terhadap orang
lain
 Tidak peduli terhadap pujian maupun kecaman
 Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang lain
 Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri
 Preokupasi dengan fantasi dan introspeksi yang berlebihan
 Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab dan tidak ada keinginan untuk
menjalin hubungan seperti itu
 Sangat tidak sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial yang berlaku

Diagnosis Banding
Kepribadian skizoid mudah didiagnosis banding dengan skizofrenia, gangguan waham, dan gangguan
afek karena gejalanya yang mirip. Kepribadian ini juga bisa didiagnosis banding dengan kepribadian
paranoid dan kepribadian cemas (menghindar) yang memiliki kecenderungan untuk beraktivitas
sendirian. Gangguan autisme masa kanak dan sindrom Asperger juga bisa didiagnosis banding
berdasarkan kemampuan sosialnya yang terganggu.

Tatalaksana
Psikoterapi memberikan manfaat bagi kepribadian skizoid. Jenis psikoterapi yang bisa digunakan bisa
individu maupun kelompok, meskipun memerlukan waktu bagi mereka untuk berpartisipasi sesuai
harapan. Psikofarmaka yang memberi manfaat antara lain antipsikotik, antidepresan, dan stimulansia.
Benzodiazepin dapat digunakan apabila ada kecemasan.

Prognosis
Kepribadian skizoid memiliki kemungkinan untuk menetap seumur hidup. Mereka berisiko mengalami
episode psikosis singkat, gangguan waham, dan skizofrenia, namun jarang mengalami depresi.

Kepribadian Dissosial
Individu dengan kepribadian dissosial memiliki ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dan
sikapnya dengan aturan dan norma yang berlaku. Mereka cenderung bertindak agresif dan impulsif
sehingga kebanyakan darinya menjadi kriminal, meskipun ini bukan berarti semua individu dengan
kepribadian ini merupakan kriminal atau sebaliknya.

Program Studi Profesi Dokter Page 53


Epidemiologi
Prevalensi kepribadian ini adalah 3 persen pada laki-laki dan 1 persen pada perempuan. Kepribadian
ini lebih sering ditemukan pada daerah miskin atau perkotaan. Pada populasi penjara, prevalensi ini
meningkat menjadi setinggi 75 persen. Berdasarkan hubungan kekeluargaan, individu dengan kerabat
dissosial memiliki angka prevalens lima kali lipat dibanding yang bukan.
Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
 Bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain
 Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus serta tidak peduli
terhadap norma peraturan, dan kewajiban sosial
 Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun tidak ada kesulitan
untuk mengembangkannya
 Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan agresi
 Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman, khususnya dari
hukuman
 Sangat cenderung menyalahkan orang lain atau menawarkan rasionalisasi untuk perilaku yang
membuatnya konflik dengan masyarakat

Diagnosis Banding
Salah satu diagnosis banding utama kepribadian ini adalah penyalahgunaan zat karena keduanya
memiliki kecenderungan untuk melawan aturan atau norma. Diagnosis banding lainnya termasuk
kepribadian paranoid dan kepribadian ambang yang sama-sama agresif.

Tatalaksana
Psikoterapi pada kepribadian disosial lebih efektif bila dilaksanakan secara berkelompok, karena
ketika mereka berada di tengah lingkungan yang mirip, mereka lebih termotivasi untuk berubah. Hal
ini ditunjukkan dengan lebih efektifnya kelompok yang demikian dibanding kurungan penjara dalam
memperbaiki kondisi ini. Psikofarmaka digunakan untuk mengatasi gejala-gejala yang mengganggu,
namun harus diperhatikan kecenderungan mereka untuk menyalahgunakan zat yang dipakai.
Prognosis
Perilaku dissosialnya paling berat pada kepribadian ini cenderung muncul di usia remaja akhir, dan
seiring usia sebagian dari mereka menunjukkan penurunan. Gangguan depresi, penyalahgunaan
alcohol dan zat lain sering ditemukan pada kepribadian ini. Komorbiditas lainnya meliputi gangguan
pengendalian impuls, ansietas, dan gangguan somatisasi.

Kepribadian Emosi Tidak Stabil


Kepribadian emosi tidak stabil memiliki dua varian, yaitu tipe ambang dan tipe impulsif. Mereka
dikatakan berada di antara neurosis dan psikosis dan dicirikan dengan ketidakstabilan mood, perilaku,
dan kesan diri yang berat. Mereka juga tidak jarang melukai diri sendiri.
Epidemiologi
Prevalensi kepribadian ini diperkirakan 2 persen pada populasi umum, 10 persen pada pasien rawat
jalan psikiatrik, dan 20 persen pada pasien rawat inap psikiatrik. Perempuan dikatakan dua kali lebih
banyak memiliki kepribadian ini dibanding laki-laki.

Program Studi Profesi Dokter Page 54


Kriteria Diagnosis
Tipe Impulsif
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah, salah satunya adalah nomor 2
 Kecenderungan untuk bertindak tidak terduga dan tanpa mempertimbangkan konsekuensi
 Kecenderungan untuk bertengkar dengan orang lain, terutama ketika tindakan impulsifnya ditahan
 Rentan terhadap suatu ledakan kemarahan atau kekerasan tanpa kemampuan untuk
mengendalikannya
 Kesulitan untuk mempertahankan kegiatan yang tidak memberi hasil segera
 Mood yang labil dan mudah berubah
Tipe Ambang, tiga gejala tipe impulsif terpenuhi dengan paling sedikit dua tambahan gejala di bawah
 Gangguan dan ketidakpastian dalam citra diri, tujuan, dan kesenangan
 Mudah terlibat dalam hubungan yang dalam namun tidak stabil dan sering berakhir dengan suatu
krisis emosional
 Usaha berlebih untuk menghindari peninggalan
 Berulang kali mangancam atau berperilaku melukai diri
 Perasaan kosong yang kronis
Diagnosis Banding
Ketidakstabilan mood dan afek pada kepribadian ini mirip seperti yang dialami oleh pasien gangguan
mood. Perilaku yang tidak stabil bisa didiagnosis banding dengan perilaku pada skizofrenia.
Agresivitas bisa didiagnosis banding dengan kepribadian paranoid.
Tatalaksana
Pilihan pertama tatalaksana kepribadian ini adalah dengan psikoterapi. American Psychiatric
Association (APA) memiliki petunjuk mengenai sifat psikoterapi yang dianjurkan. Terapi perilaku
digunakan untuk mengontrol impuls pasien dan mengurangi kepekaan terhadap kritik dan penolakan.
Psikoterapi bisa lebih efektif bila dilakukan di rumah sakit. Untuk perilaku parasuicidal, psikoterapi
Dialectical Behavior Therapy bisa digunakan. Psikofarmaka berguna untuk mengatasi gejala yang
mengganggu fungsi keseluruhan pasien. Golongan obat yang digunakan berupa antipsikotik,
antidepresan, benzodiazepin, dan antikejang.
Prognosis
Individu dengan kepribadian ini jarang mengalami perubahan dalam perilakunya. Meski tidak ada
bukti gangguan ini menjadi risiko kejadian skizofrenia, namun individu dengan kepribadian ini mudah
mengalami gangguan depresi. Selain itu, mereka juga berisiko mengalami penyalahgunaan zat,
gangguan makan (terutama bulimia), gangguan stres pascatrauma, dan ADHD.

Kepribadian Histrionik
Kepribadian histrionik terkenal dengan perilakunya yang berlebihan dan mencari perhatian. Mereka
cenderung bersikap ekstrovert dan memiliki kesulitan dalam mempertahankan hubungan jangka
panjang.
Epidemiologi
Prevalensi kepribadian ini diperkirakan 2 sampai 3 persen populasi umum dan 10 sampai 15 persen
pada pasien psikiatrik, baik rawat jalan maupun rawat inap. Kepribadian ini jauh lebih sering
ditemukan pada perempuan.

Program Studi Profesi Dokter Page 55


Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
 Ekspresi emosi yang dibuat-buat, seperti bersandiwara, atau dibesar-besarkan
 Bersifat sugestif, sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan atau pendapat orang lain
 Keadaan afektif yang dangkal dan labil
 Terus menerus mencari kegairahan dan penghargaan dari orang lain, dan aktivitas dimana ia
menjadi pusat perhatian
 Penampilan atau perilaku seduktif yang tidak sesuai
 Terlalu peduli dengan daya tarik fisik
Diagnosis Banding
Keinginannya untuk mendapat perhatian membuat individu demikian berperilaku mirip dengan
kepribadian ambang dan dissosial.
Tatalaksana
Tatalaksana pilihan untuk kepribadian ini adalah psikoterapi berorientasi psikoanalisis, baik individu
maupun berkelompok. Penggunaan agen psikofarmaka hanya ditujukan untuk gejala tertentu saja.
Prognosis
Individu dengan kepribadian histrionik berisiko mengalami depresi, gangguan somatisasi dan
konversi. Mereka juga berkemungkinan sering berurusan dengan hukum karena perilakunya.

Kepribadian Anankastik
Kepribadian anankastik dicirikan dengan sikap perfeksionis dan mementingkan keteraturan yang
mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan, dan efisiensi. Mereka juga sering keras kepala dan sulit
menentukan keputusan dengan mood yang terlalu serius akibat sikapnya tersebut.
Epidemiologi
Angka prevalensi kepribadian ini adalah 1 persen pada populasi umum dan 3 sampai 10 persen pada
pasien psikiatrik. Kepribadian ini dua kali lipat lebih sering ditemukan pada laki-laki dan pada anak
sulung. Kerabat individu ini juga lebih banyak ditemukan juga memiliki kepribadian anankastik. Latar
belakang individu biasanya melibatkan disiplin tinggi.
Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
 Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan
 Preokupasi dengan hal-hal yang rinci, peraturan, daftar, urutan, organisasi, atau jadwal
 Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas
 Ketelitian yang berlebihan, terlalu hati-hati, dan keterikatan yang tidak semestinya pada
produktivitas sampai mengabaikan kepuasan dan hubungan interpersonal
 Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan sosial
 Kaku dan keras kepala
 Pemaksaan yang tidak beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu,
atau keengganan yang tidak beralasan untuk mengizinkan orang lain mengerjakan sesuatu
 Mencampuradukkan pikiran atau dorongan yang memaksa dan yang enggan
Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang paling sering untuk kepribadian ini adalah gangguan obsesif-kompulsif. Isolasi
sosial akibat preokupasi terhadap pekerjaan bisa didiagnosis banding dengan kepribadian skizoid.

Program Studi Profesi Dokter Page 56


Preokupasi yang sama juga bisa tampak pada kepribadian dissosial, meskipun untuk tujuan yang jelas
berbeda.
Tatalaksana
Psikoterapi kelompok dan perilaku bisa memberi perbaikan. Mereka menyenangi terapi dengan
asosiasi bebas dan no-directive therapy. Apabila ada gangguan obsesif-kompulsif, penggunaan
benzodiazepine bisa diberikan.
Prognosis
Apabila menemukan pekerjaan yang tepat (biasanya yang menuntut ketelitian), individu bisa
menjalaninya dengan sangat baik. Beberapa dari mereka bisa menjadi individu yang hangat, terbuka,
dan penyayang. Namun pada kasus lainnya, mereka mudah mengalami depresi (terutama dengan
onset lambat) sampai skizofrenia.
Kepribadian Cemas (Menghindar)
Individu dengan kepribadian cemas sering disebut memilki suatu inferiority complex. Mereka sering
tampak malu dan merasa rendah diri dan tidak mampu dan sangat sensitif terhadap penilaian negatif.
Epidemiologi
Kepribadian cemas memiliki prevalensi sebesar 0,5 sampai 1 persen pada populasi umum dan 10
persen pada populasi pasien psikiatrik. Laki-laki dan perempuan memiliki proporsi yang sama.
Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
 Perasaan tegang dan takut yang menetap dan pervasif
 Merasa dirinya tidak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain
 Preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan (dalam situasi sosial)
 Keengganan untuk terlibat dengan orang kecuali merasa yakin akan disukai
 Pembatasan dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik
 Menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena
takut dikritik, tidak didukung atau ditolak
Diagnosis Banding
Penolakan terhadap interaksi sosial pada kepribadian ini mirip seperti yang ditunjukkan pada
kepribadian skizoid atau fobia sosial, meskipun kepribadian cemas sebenarnya memiliki keinginan
untuk berinteraksi. Kepribadian ini juga bisa didiagnosis banding dengan kepribadian dependen
karena perasaan diri yang tidak mampu.
Tatalaksana
Psikoterapi yang dianjurkan antara lain psikoterapi kelompok dan assertiveness therapy, suatu bentuk
terapi perilaku. Dalam psikoterapi, individu dianjurkan untuk pelan-pelan keluar dan menghadapi
dunia luar yang dianggapnya penuh risiko penghinaan, penolakan, dan kegagalan. Sehingga
diharapkan agar berhati-hati dalam menentukan tugas baginya. Psikofarmaka diberikan apabila ada
gejala depresi atau kecemasan.
Prognosis
Kepribadian cemas bisa berfungsi dengan baik pada suatu lingkungan yang memadai dan melindungi
bagi dirinya. Beberapa berkeluarga dengan hidupnya dikelilingi oleh keluarga tersebut. Namun bila
sistem pendukung ini gagal, mereka rentan terpapar risiko depresi, ansietas, dan fobia sosial.

Program Studi Profesi Dokter Page 57


Kepribadian Dependen
Kepribadian dependen memiliki ciri sikap yang bergantung secara berlebihan dan pervasif. Mereka
seringkali takut ditinggal sendirian dan bersikap tunduk kepada siapa mereka bergantung.
Epidemiologi
Kepribadian ini termasuk kepribadian yang paling sering ditemukan. Satu penelitian menyiratkan
bahwa sekitar 2,5 persen dari semua gangguan kepribadian merupakan kepribadian dependen.
Perempuan dan urutan lahir lebih kecil lebih sering ditemukan memiliki kepribadian ini.
Kriteria Diagnosis
Paling sedikit tiga dari gejala di bawah
 Mendorong atau membiarkan orang lain mengambil sebagian besar keputusan penting untuk
dirinya
 Meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah dari orang lain kepada siapa ia bergantung, dan
kepatuhan yang tidak semestinya terhadap keinginan mereka
 Keengganan untuk mengajukan permintaan yang layak kepada orang dimana tempat ia
bergantung
 Perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian karena ketakutan yang dibesar-besarkan
tentang ketidakmampuan mengurus diri sendiri
 Preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya, dan dibiarkan
untuk mengurus dirinya sendiri
 Terbatasnya kemampuan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa mendapat nasehat yang
berlebihan dan dukungan dari orang lain
Diagnosis Banding
Sikap bergantung yang ditunjukkan pada kepribadian ini juga bisa ditemukan pada kepribadian
histrionik dan ambang. Diagnosis lain yang juga menunjukkan kebergantungan kepada orang lain
(dalam bentuk yang sedikit berbeda) adalah gangguan mood, panik, dan agorafobia. Mereka juga
terkadang terisolasi secara sosial karena sikap bergantungnya ini, dan ini bisa didiagnosis banding
dengan kepribadian cemas.
Tatalaksana
Penatalaksanaan kepribadian dependen seringkali berhasil. Tatalaksana berupa psikoterapi
berorientasi tilikan, dan dengan dukungan terapis mereka bisa menjadi lebih independen, yakin, dan
dapat diandalkan. Terapi perilaku, keluarga, dan assertiveness therapy juga bisa digunakan dengan
hasil yang baik. Namun perlu diingat bahwa terapis harus menghargai perasaan kebergantungan
mereka. Psikofarmaka ditargetkan untuk gejala ansietas dan depresi yang seringkali muncul sebagai
komplikasi.
Prognosis
Biasanya fungsi yang terganggu karena kepribadian ini adalah pekerjaan karena mereka cenderung
memerlukan supervisi, hubungan sosial yang terbatas pada siapa mereka bergantung, dan beberapa
individu mengalami perlakuan kasar karena tidak mampu bersikap tegas. Dengan tatalaksana yang
tepat, mereka memiliki kesempatan yang baik untuk berfungsi normal. Mereka berisiko mengalami
gangguan depresi, ansietas, penyesuaian, dan fobia sosial. Kehidupan mereka bisa berada pada
ekonomi yang lemah serta kehidupan keluarga yang buruk.

Program Studi Profesi Dokter Page 58


Kedaruratan Psikiatri
(Dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ, MARS)

Learning Objective
Setelah mengikuti kepaniteraan di bagian psikiatri, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengetahui keadaan-keadaan yang berhubungan dengan kedaruratan psikiatri
2. Memahami bahwa kasus-kasus kedaruratan psikiatri merupakan keadaan yang memerlukan
pertolongan segera
3. Membedakan kasus-kasus kedaruratan psikiatri yang merupakan gangguan jiwa murni atau
berhubungan dengan Gangguan Mental Organik
4. Mempunyai keterampilan dalam assessment dan teknik evaluasi untuk membuat diagnosis
awal pada kasus-kasus kedaruratan psikiatri, memberi terapi sementara serta menjalankan
sistem rujukan

Pendahuluan
Kedaruratan Psikiatri merupakan cabang Ilmu Kedokteran Jiwa dan kedokteran kedaruratan, yang
dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang memerlukan intervensi psikiatri. Suatu
kedaruratan psikiatri adalah setiap gangguan dalam pikiran, perasaan dan perbuatan yang
memerlukan tindakan segera. Karena berbagai alasan, seperti bertambah banyaknya kasus-kasus
kekerasan, meningkatnya pemahaman penyakit-penyakit organik yang dapat mengubah status
mental seseorang, bertambahnya jumlah orang-orang dengan penyalahgunaan zat psikoaktif, jumlah
kasus-kasus kedaruratan psikiatri semakin meningkat.
Epidemiologi
Kasus-kasus di ruang kedaruratan psikiatri ditemukan hampir sama antara laki-laki dan wanita. Orang
yang yang tidak menikah lebih banyak dibandingkan dengan yang menikah. Kira-kira 20 persen kasus
adalah pelaku percobaan bunuh diri dan 10 persen kasus yang berhubungan dengan kekerasan.
Diagnosis yang paling sering adalah gangguan mood (termasuk gangguan depresi dan manik),
skizofrenia dan penyalahgunaan zat psikoaktif. Dari semua kasus-kasus kedaruratan psikiatri kira-kira
40 persen memerlukan perawatan di rumah sakit dan sebagian besar datang pada malam hari.
Macam-macam kedaruratan psikiatri:
- kekerasan
- bunuh diri
- pembunuhan
- pemerkosaan
- penyalahgunaan zat psikoaktif
- masalah sosial : tunawisma, penuaan, AIDS

Diagnosis yang sering :


 Gangguan mood (depresi dan mania)
 Skizofrenia
 Ketergantungan alkohol ( USA )
 Sekitar 40% harus dirawat

Program Studi Profesi Dokter Page 59


 Biasanya datang pada malam hari

Wawancara Pada Kedaruratan Psikiatri


Wawancara pada kedaruratan psikiatri sama dengan wawancara psikiatri yang standar kecuali untuk
batasan waktu. Dokter harus fokus pada keluhan yang sekarang dan alasan kenapa pasien datang.
Struktur wawancara klinis:
 Spesifik
 Berpengalaman
 Mendengarkan
 Observasi
 Interperetasi

Strategi umum dalam evaluasi pasien


1. Perlindungan diri
a. Sedapat mungkin mengetahui tentang pasien sebelum bertemu mereka
b. Hindari prosedur pengekangan fisik
c. Siaga resiko kekerasan yang mengganggu
d. Awasi keadaan fisik
e. Usahakan ada yang mendampingi selama pemeriksaan
f. Usahakan membangun kepercayaan dengan pasien
2. Mencegah kerugian
a. Mencegah melukai diri sendiri
b. Mencegah bunuh diri
c. Mencegah kekerasan
3. Mencegah kekerasan
a. Jelaskan bahwa kekerasan tidak dapat diterima
b. Pendekatan pasien dengan perilaku yang tidak mengancam
c. Tenangkan pasien
d. Jelaskan bahwa pengekangan (fiksasi) akan digunakan bila perlu
e. Mempunyai tim yang siap untuk fiksasi dan jangan lupa observasi dan cek vital sign serta
rencana tindak lanjut
4. Kesampingkan gangguan kognitif yang disebabkan kondisi medik umum
5. Kesampingkan gejala psikosis yang datang
a. kekerasan
b. penyerangan

Penatalaksanaan
Terdapat 4 pendekatan dalam memberikan penatalaksanaan pada pasien dengan agitasi, yaitu:
1. Regulasi lingkungan
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan pemeriksaan pasien dengan
agitasi, yaitu:
a. Memastikan keamanan pasien dan tenaga medis
b. Memberikan kenyaman kepada pasien

Program Studi Profesi Dokter Page 60


c. Menjauhkan sanak saudara pasien
d. Mempersingkat waktu tunggu pasien
e. Mengurangi stimulasi eksternal pasien
f. Meletakkan pasien di tempat tidur
g. Memberikan pasien segelas air atau jus
h. Menjauhkan segala peralatan yang berpotensi menjadi senjata pasien
i. Usahakan ada yang mendampingi saat memeriksa paien
j. Memperhatikan gesture yang ditampilkan, misalnya tangan yang selalu berada
dibelakang dan tatapan langsung bisa disalahartikan sebagai ancaman oleh pasien.
k. Memonitor perubahan mood dan aktifitas psikomotor yang ditampilkan oleh pasien.
2. Menenangkan (calming)
Metode pertama yang dapat dilakukan saat menenangkan pasien adalah dengan metode
verbal calming. Pasien dipanggil dan diajak berbicara dengan cara yang tenang, tidak
provokatif, terkendali dengan suara yang meyakinkan. Frase yang bisa digunakan misalnya:
“Saya mengerti anda sedang mengalami masa yang sulit dan merasa tidak nyaman beberapa
kali”
“kami disini ingin membantu anda”
“Biarkan kami menolong anda dan jangan takut”
3. Isolasi dan restrain
Isolasi dan restrain merupakan cara yang terakhir yang digunakan. Dalam melakukannya
perhatikan hak, martabat dan kerahasiaan pasien. Cara ini harus dilakukan oleh tenaga yang
ahli dan terampil.
4. Pemberian terapi farmakologi
Pemberian terapi farmakologi sesuai dengan gejala yang ditampilkannya.

Adapun medikasi yang digunakan pada pasien agitasi adalah seperti dalam tabel dibawah ini:

Program Studi Profesi Dokter Page 61


Program Studi Profesi Dokter Page 62
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurikulum Fakultas Kedokteran Indonesia


2. Standar Kompetensi Dokter, Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta 2012.
3. An Atlas of Depression
4. Current Diagnostic & Treatment in Psychiatry
5. Depressive Disorder
6. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 5th Edition
7. International Classification of Diseases 10th Edition,Chapter V
8. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition
9. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 11th Edition
10. Pedoman Penegakan Diagnosis Gangguan Jiwa, Edisi III
11. Psychiatric Secrets 2nd Edition
12. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa/Psikiatri (PNPK Jiwa/Psikiatri)
13. Principles and Practice of Psychopharmacology 3rd Edition
14. Fulde G, Preisz P. 2011. Managing Aggressive and Violent Patients. Australian Prescriber 34(4):
115-8
15. Bostwick JR, Hallman IS. 2013. Agitation Management Strategies: Overview of Non-pharmacological and
Pharmacological Interventions. Medsurg Nursing. 22(5): 303-1

Program Studi Profesi Dokter Page 63