LP Gangguan Mobilitas Fisik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN MOBILISASI FISIK DI RUANG KRISSAN


RSUD BANGIL PASURUAN

Untuk Menyelesaikan Praktek Clinical Study

Di Susun Oleh :
Dessy Natalya Pamaratana
1501070389

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDEDES MALANG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2019
LEMBARAN PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilisasi Fisik di
Ruang KRISSAN RSUD Bangil yang dilakukan oleh:
Nama : Dessy Natalya Pamaratana
Nim : 1501070389
Sebagai salah satu syarat praktek Clinical Study yang dilaksanakan pada tanggal 08 – 27
April 2019 telah di setujui dan dilaksanakan pada:
Hari :
Tanggal :

Bangil,…..April 2019
Mahasiswa,

Dessy Natalya Pamaratana


Nim. 1501070389

Mengetahui

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK

1.1 Definisi
Mobilisasi atau mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas
dalam mempertahankan ataupun meningkatkan tingksat kesehatannya(Riyadi & Widuri,
2015). Mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur sehingga dapat beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi dibutuhkan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit, dan untuk aktualisasi diri (Saputra, 2013). Apabila
seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan aktivitasnya karena suatu penyakit, maka
orang tersebut memiliki hambatan mobilitas atau biasa disebut juga dengan imobilisasi.
Imobilisasi atau gangguan mobilitas definisi dari NANDA, merupakan suatu
keadaan ketika seseorang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak
fisik (Riyadi & Widuri, 2015). Imobilitas merupakan keadaan ketika seseorang tidak
dapat bergerak bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan. Imobilitas dapat
terjadi karena berbagai hal, misalnya trauma tulang belakang, cedera otot berat, fraktur
pada ekstremitas, dan kelainan saraf (Saputra, 2013).
Hambatan mobilitas fisik yaitu suatu suatu keterbatasan pada pergerakan fisik
tubuh baik satu ataupun lebih pada ekstremitas secara mandiri dan terarah, seperti
kelemahan otot dan kerusakan fungsi ekstremitas yang disebabkan oleh suatu penyakit,
dan faktor yang berhubungan dengan hambatan mobilitas yaitu gangguan neuromuskuler
(Hermand, 2012).
1.2 Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas
antara lain :
1. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang
disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak
3. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai
4. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang
sering terjadi akibat penyakit..
Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian
dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan
kakinya.
3. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang
diperlukan
1.3 Etiologi
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai contoh :
a) Gangguan sendi dan tulang, penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah
tulang tertentu akan menghambat pergerakan (mobilisasi)
b) Penyakit syaraf. Adanya strok, penyakit parkinson, dan gangguan syaraf tepi juga
menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
c) Penyakit jantung atau pernapasan. Penyakit jantung ataupernapasan akan
menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketgika beraktivitas. Akibatnya, pasien
dengan gangguan pada organ-organ tersebut akan mengurangi mobilitasnya. Ia
cenderung lebih banyak duduk atau berbaring.
d) Gangguan penglihatan. Rasa percaya diri untuk bergerak akan terganggu bila ada
gangguan penglihatan karena ada kekhawatiran terpeleset,terbentur, atau tersandung.
e) Masa penyembuhan. Pasien yang masih lemah setelah menjalani operasi atau penyakit
berat tertentu memerlukan bantuan untuk berjalan (Tarwoto & wartonah, 2007).
1.4 Patofisiologi
Prosesterjadinya gangguan aktivitas tergantung dari penyebab gangguan yang terjadi.
Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan terseut. Diantaranya adalah :
1. Kerusakan otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis oto. Otot
berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan, jika terjadi
kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi pergerakan . otot dapat rusak oleh
beberapa hal seperti trauma langsung pleh benda tajam yang merusak kontinuitas
otot. Kerusakan tendon atau ligaman, radang dan lainnya.
2. Gangguan pada skelet
Rangka yang menjadi penompang sekaligus poros pergerakan dapat terganggu
pada kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan atau mobilisasi. Beberapa
penyakit dapat mengganggu bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka.
3. Gangguan pada sistem persyarafan
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan implus ke otak. Implus tersebut
merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak. Jadi, jika syaraf
terganggu makan akan terjadi gangguan penyampaian implus dari dan ke organ
target. Dengan tidak sampainya implus maka akan mengakibatkan gangguan
mobilisasi. Kerusakan dapat terjadi pada sistem syaraf pusat (upper motor
neuron/UMN) atau pada susunan syaraf teri (lower motor neuron/LMN). Yang
termasuk UMN adalah otak. Contoh penyakit yang mengganggu otak adalah stroke
dan dapat mengakibatkan gangguan mobilitas. Sedangkan untuk LMN
adalah Guillaine bare syndrome dan gangguan sistem syaraf lainnya seperti trauma
tulang belakang (Asmandi, 2008).
1.5 Pathway
Perdarahan

Oklusi

Penurunan perfusi jaringan

Hipoksia Iskemia

Metabolisme Anaerob Aktivitas


Elektrolit Terganggu

Penurunan Asam Laktat Pompa


Na Dan K Gagal

Asidosis Lokal, H Meningkat,


PCO Meningkat, PCO2 Menurun

Edema Serebral TIK Meningkat

Gangguan Perfusi Perfusi Otak Menurun


Jaringan Herniasi Otak

Nekrosis Jaringan Otak Lobus Frontalis Lobus


Kematian Temporalis Lobus
parientalis
Defisit Neurologis

Lobus Oksipitalis

Intoleransi Defisit
Aktivitas
Perawatan Diri

Gangguan
Mobilisasi
1.6 Manifestasi Klinis
Menurut (Yuliana, 2017)manifestasi klinik hambatan mobilitas fisik yaitu:
a) Respon fisiologis dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:
1. Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi dan
abnormalnya sendi dan gangguan metebolisme kalsium.
2. Kardiovaskuler seperti hipotensi orthostastik, peningkatan beban kerja jantung
dan pembentukan thrombus.
3. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah
beraktivitas.
4. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolik, metabolik karbohidrat, lemak
dan protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium
dan gangguan pencernaan.
5. Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkanresiko infeksi saluran perkemihan
dan batu ginjal.
6. Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan.
7. Neurosensori : sensori deprivation.
b) Respon psikososial antara lain meningkatkan respon emosional, intelektual, sensori
dan sosiokultural.
c) Keterbatasan rentan pergerakan sendi.
d) Pergerakan tidak terkoordinasi.
e) Penurunan waktu reaksi (lambat).
1.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
a) Intoleransi aktivitas
b) Penurunan kekuatan dan ketahanan
c) Nyeri dan rasa tidak nyaman
d) Gangguan persepsi atau kognitif
e) Gangguan neuromuskuler
f) Depresi
g) Ansietas bera
1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar-X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan
tulang
2. CT Scan (Computed Tomography) menunjukan rincian bidang tertentu tulang yang
terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau
tendon. Digunakan untuk menidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulan di daerah
yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) adalah teknik pencitraan khusus, noninvasive,
yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas.
4. Pemeriksaan laboratorium (Tarwoto & wartonah, 2007)
1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk masalah mobilitas fisik adalah sebagai berikut (Saputra, 2013):
a) Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien
1. Memiringkan pasien
2. Posisi fowler
Posisi setengah duduk atau duduk, bagian kepala tempat tidur lebih tinggi
ataudinaikkan. Untuk fowler (45-90°) dan semifowler(15°-45°). Dilakukan untuk
mempertahankankenyamanan, memfasilitasi fungsi pernapasan, dan untuk pasien
pasca bedah.
3. Posisi sim
Posisi miring ke kanan atau ke kiri. Dilakukan untuk memberi kenyamanan dan
untuk mempermudah tindakan pemeriksaan rektum atau pemberian huknah atau
obat-obatan lain melalui anus.
4. Posisi Trendelenburg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran
darah ke otak.
5. Posisi Genu Pectoral/Knee Chest
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki di tekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa
daerah rektum dan sigmoid.
6. Posisi dorsal recumbent
Posisi dorsal recumbent yaitu sikap pasien dalam posisi terlentang dengankedua
tungkai ditekuk,sedikit direnggangkan dan kedua tapak kakimenapak pada
kasur/tempat tidur.
7. Posisi litotomi
Posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke
atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses
persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
b) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa
dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur,
bergerak ke kursi roda, dan lain-lain
c) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih
kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta mingkatkan
fungsi kardiovaskular.
d) Latihan ROM pasif
ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain
(perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai
dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %.
e) Latihan ROM aktif
ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan
menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien
dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak
sendi normal (klien aktif). Keuatan otot 75 %.
1.10 Komplikasi
1. Perubahan metabolik
2. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
3. Gangguan fungsi gastrointestinal
4. Perubaha sistem pernapasan
5. Perubahan kardiovaskuler
6. Perubahan sistem muskuloskeletal
DAFTAR PUSTAKA

Asmandi, 2008. In Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A.H. & Kusuma, H., 2015. In NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction. p.231.

Riyadi, S. & Widuri, H., 2015. Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas Istirahat Diagnosis

NANDA. Yogyakarta: Gosyen.

Saputra, L., 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang: Binarupa Aksara.

Saputra, L., 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Manusia. Tangerang: Binarupa Aksara.

Tarwoto & wartonah, 2007. In Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: \
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai