Minipro Wisnu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

MINI PROJECT: SKRINNING DAN PENGOBATAN SKABIES KELUARGA DI

KELURAHAN TURIREJO

dr. Wisnu Syahputra Suryanullah

Pembimbing:

dr. Nur Syamsu Dhuha

UPTD PUSKESMAS LAWANG

DINAS KESEHATAN KABUPATEN MALANG

JAWA TIMUR

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan keluarga adalah suatu keadaan yang mencerminkan status kesehatan dari
keluarga, sementara keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Ditinjau dari kedudukan
keluarga sebagai unit terkecil, maka kesehatan keluarga dengan sendirinya akan menjadi
faktor yang sangat strategis dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat.
Terwujudnya keadaan sehat merupakan idaman dari semua pihak baik secara individu,
keluarga maupun semua anggota masyarakat. Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis (UU No. 23 Tahun 1992).
Menurut Bloom (1974) menyatakan bahwa status kesehatan masyarakat dipengaruhi
oleh 4 faktor penting yang saling berkaitan yaitu; faktor lingkungan, faktor pelayanan
kesehatan, faktor keturunan dan faktor perilaku. Karena keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat, maka kesehatan keluarga juga akan dipengaruhi oleh 4 faktor tersebut.
Penilaian yang baik terhadap ke empat faktor ini dalam kesehatan keluarga, akan dapat
memberikan gambaran tentang masalah kesehatan keluarga, selanjutnya memberikan
solusi untuk masalah tersebut.
Skabies merupakan penyakit kulit akibat infestasi tungau Sarcoptes scabiei. Penyakit
yang mempengaruhi semua jenis ras di dunia tersebut ditemukan hampir pada semua
negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi yang bervariasi. Di beberapa negara
berkembang prevalensinya dilaporkan 6-27% populasi umum dan insidens tertinggi pada
anak usia sekolah dan remaja. Perkembangan penyakit ini juga dipengaruhi oleh keadaan
sosial ekonomi yang rendah, tingkat higiene yang buruk, kurangnya pengetahuan, dan
kesalahan dalam diagnosis serta penatalaksanaan.
Skabies merupakan penyakit kulit yang endemis pada wilayah dengan iklim tropis dan
subtropis. Di Indonesia, skabies disebut juga dengan berbagai sebutan seperti kudis, gudig,
budug, kutu badan, dan gatal agogo (Litbang Depkes, 2015). Jumlah penderita skabies di
dunia lebih dari 300.000.000 orang setiap tahunnya dengan angka yang bervariasi di setiap

2
negara (Prof Saleha, 2016). Penyakit ini disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varietas
hominis. Prevalensi skabies lebih tinggi di negara berkembang. Di Indonesia, skabies
merupakan salah satu penyakit kulit yang sering ditemukan di puskesmas. Adapun
prevalensi skabies di puskesmas seluruh Indonesia tahun 2008 adalah 5,6 – 12,9% dan
merupakan penyakit kulit terbanyak ketiga.
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat juga diperlukan adanya upaya
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan secara umum, khususnya
tentang penyakit menular sehingga diharapkan ada perubahan sikap serta diikuti dengan
perubahan prilaku kebersihan perorangan dengan hasil akhir menurunnya angka kesakitan
penyakit menular. Upaya peningkatan, pencegahan dan penanggulangan masalah penyakit
menular dapat ditempatkan sebagai ujung tombak paradigma sehat untuk mencapai
Indonesia sehat 2010 (Harryanto, 2004)

3
BAB II
SKABIES

2.1. Sinonim

Kudis, The Itch, Gudig, Budukan, Gatal Agogo.1

2.2. Definisi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya.1-3

2.3. Epidemiologi

Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa


negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6% - 27% populasi umum dan
cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun
terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara
lain: sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya
promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit
ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual).4-6

2.4. Etiologi

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina,


superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu
terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi.7,8,9

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata.
Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang
jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua
pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga
berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.1

4
Gambar 1 . Sarcoptes Scabiei4

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di
atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang
digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum
korneum, dengan kecepatan 2 -3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4
butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 .1

Gambar 2. Siklus hidup Sarcoptes scabiei7

Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan
menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki.
Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva
akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki.

5
Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 –
12 hari.1

Gambar 3. Sarcoptes scabiei membuat terowongan dalam stratum korneum4

Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan
terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa
yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur,
sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi. 1-3

Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14
hari. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan kulit pada
orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat
terserang.1,3,6

2.5. Patogenesis.

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi
kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-
kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas
dari lokasi tungau.3-6

6
Gambar 4. Kelainan kulit pada Scabies8

2.6. Cara Penularan.

Penyakit scabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak langsung.
Yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula melalui alat-alat seperti
tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui
hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan,
bahwa scabies dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat
utama.1,6,7,9

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau
apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit.
Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup
rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih
kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama
masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih
sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah
ada.3,9

7
Gambar 5. Siklus hidup dan Penularan Scabies4

Penularan scabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama
di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan
pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman
terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti
tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan

8
padat penduduk. Dibeberapa sekolah didapatkan kasus pruritus selama beberapa bulan yang
sebagian dari mereka telah mendapatkan pengobatan skabisid.5

2.7. Gejala Klinis.

Ada 4 tanda cardinal yaitu :


1.
Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 1

2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah
perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan
diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota
keluarganya terkena, walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan
gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier). 1-8
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung
terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. 1-8

Gambar 6. Papul pada scabies8

Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi
dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum
korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku
bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong,
genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak
tangan dan telapak kaki. 1-8

9
Gambar 7. Area predileksi Scabies6

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau
lebih stadium hidup tungau ini. 1-8

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.1-8

2.8. Klasifikasi.

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit dikenal,
sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk tersebut antara lain :1

1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).

10
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.3

2. Skabies incognito.

Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga gejala
dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan masih bisa terjadi.
Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis yang tidak biasa, distribusi
atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.3-5

3. Skabies nodular

Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya
terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus
ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau scabies. Pada nodus yang
berumur lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap
selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti scabies
dan kortikosteroid.3

4. Skabies yang ditularkan melalui hewan.

Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda dengan
skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang sela jari dan genitalia
eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana orang sering kontak/memeluk
binatang kesayangannya yaitu paha, perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek
dan transmisi lebih mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4 – 8 minggu) dan dapat
sembuh sendiri karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya
pada manusia.7

5. Skabies Norwegia.

Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta,
skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predileksi biasanya kulit
kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat
disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies
Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang

11
menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi
imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau dapat
berkembangbiak dengan mudah.1

6. Skabies pada bayi dan anak.

Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala,
leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo,
ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi di muka. 2

7. Skabies terbaring ditempat tidur (bed ridden).

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal ditempat tidur
dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.8

2.9. Pembantu Diagnosis

Cara menemukan tungau Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang
terlihat papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuah kaca objek,
lalu ditutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.1

1) Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan dilihat
dengan kaca pembesar.
2) Dengan membuat biopsi irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan
tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
3) Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin.

2.10. Diagnosis

Diagnosis scabies ditegakkan atas dasar :2,4

1. Ada terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau berkelok-kelok,
panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm dan pada ujungnya tampak vesikula, papula
atau pustula.
2. Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian volar, siku, lipat
ketiak bagian depan, areola mammae, sekitar umbilicus, abdomen bagian bawah,
genitalia eksterna pria.Pada oaring dewasa jarang terdapat di muka dan kepala, kecuali

12
pada penderita imunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi di seluruh
permukaan kulit.
3. Penyembuhan cepat setelah pemberian obat anti skabies topical yang efektif.
4. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga menderita
gatal, harus dicurigai adanya skabies. Gatal pada malam hari disebabkan oleh
temperature tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas kutu meningkat.

2.11. Diferensial Diagnosis

Diagnosis bandingnya adalah :

1. Prurigo, biasanya berupa papul-papul yang gatal, predileksi pada bagian ekstensor
ekstremitas.

2. Gigitan serangga, biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya urtikaria
papuler.

3. Folikulitis, nyeri berupa pustule miliar dikelilingi daerah yang eritem.

2.12. Terapi

Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk pasangan
seksnya. Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan scabies yaitu:1

a. Permetrin.
Merupakan obat pilihan untuk saat ini , tingkat keamanannya cukup tinggi, mudah
pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit. Dapat digunakan di kepala dan leher anak usia
kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara dioleskan ditempat lesi lebih kurang 8
jam kemudian dicuci bersih

b. Malation.
Malation 0,5 % dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya
diberikan beberapa hari kemudian.
c. Emulsi Benzil-benzoas (20-25 %).
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Sering
terjadi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
d. Sulfur.

13
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman dan efektif digunakan.
Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat ini digunakan pada malam
hari selama 3 malam.

2.13. Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan dan
menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di berantas dan memberikan prognosis
yang baik.

14
BAB III
ANALISIS DATA

3.1 Pengumpulan Data


Data didapatkan dengan wawancara dengan pasien Ny. AF yang merupakan warga dari
kelurahan Turirejo. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan:
 Keluarga pasien yang terdiri dari 4 orang ( pasien sendiri sebagai istri, suami pasien, satu
putra dan satu putri)
 Satu keluarga menderita skabies, awalnya dimulai dari anak pasien yang perempuan
 Pasien tidak mengetahui mengenai apa itu skabies, bagaimana pencegahan dan
pengobatan terhadap skabies.
 Tidak pernah dilakukannya skrinning dan pengobatan terhadap skabies di keluarga.
 Pasien merupakan seorang tukang cuci, dimana semua pakaian yang akan dicuci dibawa
kerumah pasien sehingga pasien tidak bisa memastikan apakah awal penyebaran skabies
dari baju pelanggan pasien atau tidak.

3.2 Problem List


1. Kejadian skabies dalam satu keluarga
2. Pengobatan skabies tidak dilakukan segera sehingga menular ke seluruh anggota keluarga
3. Pengobatan skabies yang tidak dilakukan dengan serentak / bersamaan oleh seluruh
anggota keluarga sehingga terjadi infeksi yang berulang-ulang.
4. Kurangnya pengetahuan tentang skabies sehingga penyakit tidak segera diobati.
5. Kurangnya higienitas di lingkungan rumah dimana rumah pasien tidak terdapat jendela
yang terbuka dan cukup pencahayaan, sprei dan sarung bantal yang jarang dicuci, dan
jemuran yang berdekatan dengan kandang unggas.
6. Kurangnya peran serta tenaga kesehatan dalam melakukan skrinning dan pengobatan di
keluarga.

3.3 Rencana Solusi


- Memberikan penyuluhan kepada seluruh anggota keluarga Ny. A tentang penyakit
skabies, meliputi definisi, etiologi, faktor risiko, gejala klinik, cara penularan,
pencegahan, dan pengobatannya
- Meluruskan mitos-mitos yang beredar mengenai penyakit skabies

- Memberikan penyuluhan kepada seluruh anggota keluarga Ny. A mengenai

15
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
- Memperbaiki atau menghilangkan hal-hal yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya
rekurensi skabies dirumah.
- Mengajak Ny. A menjadi kader peduli skabies kepada tetangga sekitarnya

16
BAB IV

INTERVENSI DAN EVALUASI

4.1. Intervensi
Berdasarkan masalah yang didapatkan dari proses analisis data, maka dibutuhkan suatu
intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan anggota keluarga Ny. A mengenai
penyakit skabies dan perilaku hidup bersih dan sehat, yaitu melalui:
1. Melakukan survey mengenai kondisi lingkungan rumah, memeriksa kondisi yang dapat
menjadi faktor risiko penyakit skabies
2. Mengevaluasi kebiasaan keluarga Ny. A dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan
yang dapat menjadi faktor risiko penyakit skabies
3. Melakukan penyuluhan kepada anggota keluarga Ny. A mengenai penyakit skabies,
meluruskan mitos-mitos yang beredar mengenai penyakit skabies, dan memberikan
penyuluhan mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

4. Memperbaiki atau menghilangkan hal-hal yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya
rekurensi skabies di rumah Ny. A

5. Mengajak Ny. A untuk aktif berpertisipasi dalam pencegahan skabies di lingkungan


rumah dan tetangga sekitar dengan cara meneruskan informasi yang telah diberikan
mengenai skabies dan melalui pembagian pamflet.

4.1.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Survey dan penyuluhan mengenai penyakit skabies dan PHBS dilaksanakan pada Hari
Sabtu 18 Januari, 2020 bertempat di rumah Ny. A di kelurahan Turirejo, dimulai pukul 09.00
dan berlangsung selama 70 menit.

4.1.2. Peserta
Penyuluhan dihadiri oleh seluruh anggota keluarga Ny.A.

17
4.1.3. Materi dan Kegiatan
1. Survey mengenai kondisi lingkungan rumah Ny.A

- Tujuan: Memeriksa kondisi yang dapat menjadi faktor risiko penyakit skabies,
agar dapat diperbaiki untuk mencegah terjadinya rekurensi penyakit skabies
- Durasi: 30 menit

- Kegiatan: Keliling rumah Ny. A meliputi ruang keluarga, kamar tidur, dapur,
tempat mencuci dan jemur pakaian, dan kandang unggas peliharaan. memeriksa
kondisi kebersihan, sarana dan prasarana untuk menunjang kebersihan
lingkungan, ventilasi ruangan, masuk/tidaknya cahaya matahari, dan lain-lain
yang dapat menjadi faktor risiko penyakit skabies.
2. Penyuluhan mengenai penyakit skabies dan PHBS

a. Tujuan: Meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit skabies dan PHBS

b. Pemateri: Dokter internship

c. Durasi: 40 menit

d. Kegiatan: Presentasi materi dan sesi tanya jawab


Materi:
- Definisi, etiologi, faktor risiko, gejala klinik, cara penularan,
pencegahan, dan pengobatan penyakit Skabies

- Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

4.2. Rencana Tindak Lanjut


Mengajak anggoota keluarga Ny.A, baik suami Ny. A sebagai kepala keluarga maupun Ny.
A sendiri untuk berpartisipasi sebagai kader peduli skabies, agar dapat mengedukasi tetangga
sekitar mengenai penyakit skabies, meliputi definisi, etiologi, faktor risiko, gejala klinik, cara
penularan, pencegahan, dan pengobatannya.

18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Didapatkan dari hasil skrinning seluruh anggota keluarga menderita scabies, telah
diberikan obat-obatan berupa scabimite, CTM sdan antibiotic amoxcillin untuk seluruh keluarga,
sehingga keluhan sudah semakin membaik. Dari hasil survey didapatkan lingkungan rumah pasien
yang kurang bersih, kurangnya ventilasi udara dan pencahayaan serta pakaian yang dijemur
berdekatan dengan kandang unggas. Seluruh anggota keluarga juga tidur di satu kamar yang sama,
sehingga memudahkan penularan skabies ke anggota keluarga yang lain.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk mencegah infestasi skabies berulang pada
anggota keluarga di wilayah kerja Puskesmas Lawang, serta mendukung jalannya Program
Kesehatan Keluarga adalah:
 Dilakukan skrinning dan intervensi berupa pemberian terapi secara massal berkala terhadap
anggota keluarga yang di wilayah kerja Puskesmas Lawang.
 Pemberian edukasi berupa penyuluhan mengenai mengenai penyakit skabies, meliputi definisi,
etiologi, faktor risiko, gejala klinik, cara penularan, pencegahan, dan pengobatannya
bekerjasama dengan para bidan atau perawat desa setempat mengenai Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) guna mencegah infestasi ataupun reinfestasi skabies di lingkungan rumah.
 Menunjuk 1 orang penanggung jawab setiap kelurahan untuk menjadi kader peduli skabies agar
dapat mengedukasi anggota keluarga yang lain mengenai faktor risiko, gejala klinik, cara
penularan, pencegahan, dan pengobatan skabies.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Tabri F. Skabies pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD,
editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003.p.62-79.
2. Meinking T, Taplin D. Scabies, infestation. Dalam: Schachner LA, Hansen RC, editor.
Pediatric Dermatology, edisi ke-2. New York: Churchill Livingstone Inc., 1995.1347-89.
3. Kramer WL, Mock DE. Scabies. Insect and pests. Available at:
http://www.Ianr.uw.edu/pubs/g_1295.htm. Diunduh pada 10 Maret 2006
4. Handoko RP. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002.
5. Bagian Kulit dan Kelamin. Pedoman pelayanan medis Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin Perjan RSCM. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin,
2005.
6. Sungkar S. Skabies. Jakarta: Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, 1995.
7. Amer M, El-Gharib I. Clinical trials permethrin versus crotamiton and lindane in the
treatment of scabies. International Journal of Dermatology 1992;31:357-8.
8. Schultz MW, Gomez M, Hansen RC, et al. Comparative study of 5% permethrin cream
and 1% lindane lotion for the treatment of Scabies. Archives of Dematology 1990;126:167-
70.
9. Gan GL, Azwar A, Wonodirekso S. A primer on family medicine practice. Singapore:
Singapore International Foundation, 2004.

20

Anda mungkin juga menyukai