Penatalaksanaan CHF
Penatalaksanaan CHF
Penatalaksanaan CHF
REFERAT
Disusun Oleh :
Vonny Gosali
406162084
Pembimbing :
dr. Niken Diah Anitasari, Sp. PD
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi dan Klasifikasi
Menurut American Heart Association (AHA), Gagal jantung adalah suatu sindroma
klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke
seluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari
jantung.8
Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan
aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema
pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat
istrahat (Tabel 1).7
Tabel 1. Definisi Gagal Jantung. Dikutip dari ESC Guidelines for The Diagnosis and Treatment of
Acute and Chronic Heart Failure 2008.
Penilaian fraksi ejeksi ventrikel kiri, penting dalam klasifikasi gagal jantung. Nilai
fraksi ejeksi tergantung dari teknik imaging, metode analisis, dan operator. Dikarenakan
beberapa teknik pemeriksaan dapat menunjukkan adanya abnormalitas fungsi sistolik pada
pasien dengan fraksi ejeksi yang masih baik (preserved EF) 6 (Tabel 2).
2
Ventrikel kiri jantung kehilangan kemampuan untuk berkontraksi secara normal,
sehingga jumlah darah yang dipompa ke seluruh tubuh tidak maksimal.
b. Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi baik / Gagal Jantung Diastolik
Ventrikel kiri kehilangan kemampuan untuk berelaksasi secara normal, diakibatkan
karena otot jantung yang kaku. Akibatnya pengisian jantung selama periode
istirahat tidak maksimal diantara setiap denyut jantung.
2. Gagal Jantung Kanan8
Biasanya terjadi akibat imbas dari gagal jantung kiri.
Gangguan ventrikel kiri peningkatan tekanan cairan darah kembali masuk ke
dalam paru merusak jantung bagian kanan. Ketika bagian kanan jantung gagal
memompa darah kembali ke vena retensi cairan (pembengkakan di daerah kaki,
perut, dll).
3. Gagal Jantung Kongestif 8
Ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien. Kondisi ini terjadi pada gagal jantung
kanan dan kiri serta membutuhkan perhatian medis tepat waktu.
Ventrikel kiri jantung memompa darah tidak maksimal darah masuk kembali ke paru
ventrikel kanan jantung terkumpul di vena pembengkakan. Apabila darah
tertumpuk di paru dapat mengakibatkan gejala dyspneu terutama saat berbaring, apabila
tidak ditangani dapat terjadi distress pernapasan. Hal ini juga mempengaruhi
kemampuan ginjal untuk membuang sodium dan air dalam tubuh sehingga dapat terjadi
retensi air pembengkakan pada tubuh.
Tabel 2. Definisi HFpEF dan HfrEF8
Klasifikasi EF (%) Deskripsi
1. Gagal Jantung dengan penurunan EF ≤ 40 = Gagal jantung sistolik
(reduced EF) / HfrEF
2. Gagal Jantung dengan EF baik ≥ 50 = Gagal jantung diastolik
(HFpEF)
a. HFpEF borderline 41-49 Karakteristik, Tatalaksana,
dan tujuan terapi serupa
dengan HFpEF
b. HFpEF perbaikan >40 HFpEF yang sebelumnya
memiliki HFrEF
Modifikasi Journal ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart Failure 2013
3
Klasifikasi lain ACC/AHA pada tahun 2005 menekankan pembagian gagal jantung
berdasarkan progresifitas kelainan struktural dan gejala yang berhubungan dengan kapasitas
fungsional jantung NYHA. Klasifikasi ini membagi gagal jantung menjadi 4 stadium, yaitu8:
Berdasarkan waktu perubahan manifestasi klinis, gagal jantung dibedakan menjadi dua,
yaitu :
1. Gagal Jantung Akut
Gagal jantung akut adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan kejadian
atau perubahan yang cepat dari tanda dan gejala gagal jantung. Kondisi ini mengancam
kehidupan dan harus ditangani dengan segera, dan biasanya berujung pada hospitalisasi. Ada
2 jenis persentasi gagal jantung akut, yaitu gagal jantung akut yang baru terjadi pertama kali (
de novo ) dan gagal jantung dekompensasi akut pada gagal jantung kronis yang sebelumnya
stabil.6,8 Penyebab tersering dari gagal jantung akut adalah hipervolum atau hipertensi pada
pasien dengan gagal jantung diastolik.8
Terdapat pula klasifikasi gagal jantung atau infark miokard akut yang biasa dipakai di
ICCU, antara lain6 :
1. Klasifikasi Killip, berdasarkan tanda-tanda klinis sesudah infark jantung akut.
2. Klasifikasi Forrester juga berdasarkan tanda-tanda klinis dan karakteristik
hemodinamik pada infark akut. Pasien diklasifikasikan berdasarkan hipoperfusi perifer,
kongesti pulmonal, hemodinamik, dan meningkatnya tekanan kapiler pulmonal,
dikembangkan untuk infark miokard akut.
a. Klasifikasi berdasarkan perfusi dan kongesti6 :
4
- Kategori forrester 1 (grup A) : warm and dry. Beresiko tinggi
menderita gagal jantung tetapi tanpa kelainan struktur jantung atau
tanpa adanya keluhan gagal jantung.
- Kategori forrester 2 (grup B) : warm and wet. Adanya penyakit
struktur jantung tanpa keluhan atau tanda gagal jantung. PCWP > 18
mmHg.
- Kategori forrester 3 (grup C) : cold and dry. Adanya penyakit struktur
jantung dengan keluhan atau tanda gagal jantung. Hipoperfusi :
cardiac index < 2,2
- Kategori forrester 4 (grup D) : cold and wet. Gagal jantung refrakter,
kongesti paru, dan hipoperfusi.
Gejala akut dapat bervariasi, perburukan dapat terjadi dalam hitungan hari ataupun minggu
(misalnya sesak nafas yang berat atau edema), tapi beberapa berkembang dalam hitungan jam
sampai menit (misalnya Infark miokard akut). Gejala biasanya bervariasi mulai dari edema
paru yang mengancam jiwa atau syok kardiogenik sampai edema perifer yang berat. Ada
banyak kondisi kardiovaskular yang merupakan kausa dari gagal jantung akut dan faktor-faktor
yang dapat mencetuskan, yaitu6,8 :
a. Gangguan takiaritmia atau bradikakardia yang berat
b. Sindroma koroner akut
c. Komplikasi mekanis pada sindroma koroner akut (rupture septum
intravetrikuler, akut regurgitasi mitral, gagal jantung kanan)
d. Emboli paru akut
e. Krisis hipertensi
f. Diseksi aorta
g. Tamponade jantung
h. Masalah perioperative dan bedah
i. Kardiomiopati peripartum
2. Gagal Jantung Kronik
Adalah suatu kondisi patofisiologis terdapat kegagalan jantung memompa darah yang
sesuai dengan kebutuhan jaringan, terjadi sejak lama.1
5
II. Algoritma pendekatan diagnosis pada gagal jantung
Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
rendah. Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
normal. Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam melakukan evaluasi
disfungsi sistolik dan diastolik. Penilaian klinis yang teliti diperlukan untuk mengetahui
penyebab gagal jantung, karena meskipun terapi gagal jantung umumnya sama bagi sebagain
besar pasien, namun keadaan tertentu memerlukan terapi spesifik dan penyebab mungkin
dapat dikoreksi.1, 6
6
Gambar 1. Algoritma diagnostik gagal jantung. Disalin dari ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 20129
Hasil temuan yang biasa ditemukan pada pasien gagal jantung, yaitu :
a. Abnormalitas EKG7
Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung (Tabel 3). Abnormalitas EKG
memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG
normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<
10%).
7
Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis
1. Sinus Takikardia Gagal jantung Penilaian Klinis,
dekompensasi, anemia, Pemeriksaan
demam, hipertiroidisme Laboratorium
2. Sinus Bradikardia Obat beta blocker, anti Evaluasi terapi obat
aritmia, hipotiroidisme, Pemeriksaan laboratorium
sindroma sinus sakit
3. Atrial takikardia / Hipertiroidisme, infeksi, Perlambat konduksi AV,
Flutter / Fibrilasi gagal jantung Konversi medik,
dekompensasi, infark elektroversi, antikoagulasi
miokard
4. Aritmia ventrikel Iskemia, infark, Pemeriksaan
kardiomiopati, laboratorium, tes latihan
miokarditis, hipokalemia, beban, pemeriksaan
hipomagnesemia perfusi, angiografi
koroner, ICD
5. Iskemia / Infark Penyakit jantung koroner Ekokardiografi, troponin,
angiografikoroner,
revaskular
6. Gelombang Q Infark, kardiomiopati, Ekokardiografi,
LBBB, Pre-eksitasi angiografi koroner
7. Hipertrofi Hipertensi, penyakit Ekokardiografi, doppler
ventrikel kiri katup aorta,
kardiomiopati hipertrofi
8. AV blok Infark miokard, Evaluasi penggunaan
Intoksikasi obat, obat, pacu jantung,
miokarditis, penyakit
sarkoidosis, Penyakit sistemik
Lyme
9. Durasi ORS > 0,12 Disinkroni elektrik dan Ekokardiograf, CRT-P,
detik dengan mekanik CRT-D
LBBB
ICD (Implantable Cardioverter Defibrillator) , CRT-P = Cardiac
Resynchronizaton Therapy-PACEImaker; CRT-D = Cardiac
Resynchronizaton Therapy-Defbrillator
Tabel 3. Abnormalitas EKG yang biasa ditemukan pada pasien gagal jantung7
b. Foto Thoraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks
dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi
penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas.
Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik. 7
Abnormalitas Penyebab Manifestasi Klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, Ekokardiograf, doppler
ventrikel kanan, atria,
efusi perikard
8
Hipertrofi ventrikel Hipertensi, stenosis Ekokardiografi, doppler
aorta, kardiomiopati
hipertrofi
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
pengisian ventrikel kiri gagal jantung kiri
Edema intersital Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
pengisian ventrikel kiri gagal jantung kiri
Efusi Pleura Gagal jantung dengan Pikirkan etologi
peningkatan tekanan nonkardiak
pengisian jika efusi (jika efusi banyak)
Bilateral Infeksi paru,
pasca bedah/ keganasan
Garis Karley B Peningkatan tekanan Mitral stenosis / gagal
limfatik jantung kronik
Infeksi paru Pneumonia sekunder Tatalaksana kedua
akibat kongesti paru penyakit: gagal jantung
dan infeksi paru
Tabel 4. Abnormalitas Foto Thoraks yang umum ditemukan pada gagal jantung.
Diambil dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2008
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah
perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi
glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain
dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang
bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum
diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi
ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik
dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin
Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone. 7
9
gr/dL pada laki- kehilangan zat besi
laki,< 12 gr/dL ataupenggunaan zat
pada perempuan) besi terganggu,
penyakit
kronik
3. Hiponatremia (< Gagal jantung kronik, Pertimbangkan restriksi
135 mmol/L) hemodilusi, pelepasan cairan, kurangi dosis
AVP (Arginine diuretik, ultrafiltrasi,
Vasopressin), antagonis
Diuretik vasopresin
4. Hipernatremia (> Hiperglikemia, Nilai asupan cairan,
150 mmol/L) dehidrasi telusuri penyebab
5. Hipokalemia (< 3,5 Diuretik, Risiko aritmia,
mmol/L) hiperaldosteronisme Pertimbangkan
sekunder suplemen kalium,
ACEI/ARB, antagonis
Aldosteron
6. Hiperkalemia (> Gagal ginjal, suplemen Stop obat-obat hemat
5,5 mmol/L) kalium, penyekat sistem Kalium
renin-angiotensin- (ACEI/ARB,antagonis
aldosteron aldosterone ), nilai
fungsi
ginjal dan pH, risiko
bradikardia
7. Hiperglikemia (> Diabetes, resistensi Evaluasi hidrasi, terapi
200 mg/dL) Insulin intoleransi glukosa
8. Hiperurisemia (> Terapi diuretik , gout, Allopurinol, kurangi
500 µmol/L) Keganasan dosis diuretik
9. BNP < 100 pg/mL, Tekanan dinding Evaluasi ulang
NT proBNP < 400 ventrikel normal diagnosis,
pg/mL bukan gagal jantung
jika
terapi tidak berhasil
10. BNP > 400 pg/mL, Tekanan dinding Sangat mungkin
NT proBNP > 2000 ventrikel meningkat gagajantung
pg/mL
11. Kadar albumin Dehidrasi Rehidrasi
tinggi (> 45 g/L)
12. Kadar albumin Nutrisi buruk, Cari penyebab
rendah (< 30 g/L) kehilangan
albumin melalui ginjal
10
gagal ginjal, emboli jantung
paru berat), angiografi
koroner, evaluasi
kemungkinan
revaskularisasi
15. Urinalisis Proteinuria, glikosuria, Singkirkan
Bakteriuria kemungkinan infeksi
Tabel 5. Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering dijumpai pada gagal
jantung7
d. Ekokardiografi 6
11
III. Tatalaksana Gagal Jantung
Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:
1) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan farmakologis.
3) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik diet dan
istirahat.1
a. ACE inhibitor
Bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal. Pemberian dimulai dari
dosis rendah lalu dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif untuk
dapat menekan sistem renin-angiotensin-aldosteron.6
ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung sistolik (fraksi ejeksi ventrikel
kiri ≤ 40 %), simtomatik atau asimtomatik dan ACEI berguna untuk memperbaiki
fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup.
ACE inhibitor kadang – kadang memperburuk fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, dan batuk. Kontraindikasi pemberian ACEI yaitu riwayat angioedema,
stenosis renal bilateral, hiperkalemi / kadar kalium serum > 5,0 mmol/L, fungsi ginjal
tidak adekuat / serum kreatinin > 2,5 mg/dL, stenosis aorta berat.6
b. β Blocker
Manfaat sama dengan ACE inhibitor. Pemberian dimulai dari dosis kecil kemudian
dititrasi selama beberapa minggu. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan gagal
jantung, hipotensi simtomatik atau bradikardi (nadi < 50 x/menit). Indikasi pemberian
β Blocker, yaitu6 :
- Fraksi ejeksi ventrikel kiri = 40 %
- Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
- ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
- Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Sedangkan kontraindikasi pemberian, yaitu :
- Asma
- Blok AV derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome, sinus bradikardia (nadi <
50x/menit)
12
c. Antagonis Aldosteron
Penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada
semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 40 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas
fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat.
Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup. Kontraindikasi pemberian antagonis
aldosteron, yaitu6 :
- Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
- Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
- Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
- Kombinasi ACEI dan ARB
13
Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari, Naikan dosis secara
titrasi, Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu,Jangan naikan dosis
jika terjadi hipotensi simtomatik, Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai dosis target
(hydralazine 50 mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari)6
f. Digoksin
Diberikan untuk pasien simtomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama dengan fibrilasi atrial. Digunakan bersama-sama dengan
ACEI, β blocker, dan diuretik. KONTRAINDIKASI pemberian, yaitu Blok AV derajat
2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hati-hati jika pasien diduga sindroma sinus sakit,
Sindroma pre-eksitasi, Riwayat intoleransi digoksin. Inisiasi pemberian digoksin :
- Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal.
- Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan menjadi 0,125 atau
0,0625 mg, 1 x/hari.9
g. Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti. diastolik. Diuretik digunakan untuk mengatasi retensi garam dan cairan
serta mengatasi keluhan sesak nafas dan mencapai status euvolemia (kering dan hangat)
dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk
menghindari dehidrasi atau reistensi.6,9
Cara pemberian diuretik pada gagal jantung :
1. Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
2. Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
14
3. Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid karena
efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop. Kombinasi
keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang resisten.9
Tabel 7. Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung.9
15
o Pemberian nitrat (IV) harus dipertimbangkan bagi pasien edema/kongesti paru
dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki stenosis katup
mitral dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler paru dan resistensi
vascular sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan dispnoe dan kongesti.
Gejala dan tekanan darah harus dimonitor secara ketat selama pemberian obat
ini.
o Infus sodium nitroprusid dapat dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti
paru dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg yang tidak memiliki stenosis
katup mitral dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler paru dan
resistensi vasculasistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan dispnoe dan
kongesti. Gejala dan tekanan darah harus dimonitor secara ketat selama
pemberian obat ini.
o Obat inotropic TIDAK direkomendasikan kecuali pasien mengalami hipotensi
( tekanan darah sistolik < 85 mmHg ), hipoperfusi atau syok, dikarenakan faktor
keamanannya (bisa menyebabkan aritmia atrial/ventricular, iskemia miokard
dan kematian).
16
Gambar 2 Algoritma manajemen edema/kongesti paru akut. 9
17
III.B Tatalaksana Gagal Jantung Kronik
Gambar 3 Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simptomatik (NYHA fc II-
IV).9
18
Terapi non farmakologis, yaitu 6,8,9 :
1. Ketaatan pasien berobat untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas serta
meningkatkan kualitas hidup.
2. Pemantauan berat badan mandiri, secara rutin setiap hari, jika terdapat kenaikan berat
badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus segera kontrol ke dokter untuk menaikkan dosis
diuretik.
3. Asupan cairan, restriksi cairan 1,5-2 liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia.
4. Pengurangan berat badan, pada pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2)
5. Aktif secara fisik, seperti berjalan rata-rata 30 menit per hari setiap minggu.
6. Diet rendah garam, rendah lemak, hindari minum alkohol
19
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Siswanto BB, Hersunarti N, dkk., Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. PERKI. Edisi
pertama.2015.
2. Mosterd A , Hoes AW. Clinical epidemiology of heart failure. Heart 2007;93:1137–
1146
3. Filippatos G , Parissis JT. Heart failure diagnosis and prognosis in the elderly: the proof
of the pudding is in the eating. Eur J Heart Fail 2011;13:467–471.
4. van Riet EES , Hoes AW, Wagenaar KP, Limburg A, Landman MAJ, Rutten FH.
Epidemiology of heart failure: the prevalence of heart failure and ventricular
dysfunction in older adults over time. A systematic review. Eur J Heart Fail 2016;
5. Meta-analysis Global Group in Chronic Heart Failure (MAGGIC). The survival of
patients with heart failure with preserved or reduced left ventricular ejection fraction:
an individual patient data meta-analysis. Eur Heart J 2012;33:1750–1757.
6. Panikowski P, Voors AA, Anker SD, et al., ESC Guidelines for the Diagnosis and
Treatment of Acute and Chronic Heart Failure. Developed with the special contribution
of the Heart Failure Association (HFA) of the ESC. Eur Heart J
2016;doi:10.1093/eurheart/ehw128.
7. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2008. Eur Heart J 2008;29:2388–442.
8. Yancy CW,et al., ACC/AHA/HFSA focused update on new pharmacological therapy
for heart failure: An Update of the 2013 ACCF/AHA guideline for the management of
Heart Failure. 2016; Circ AHA Jour 134: 000-000
9. McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task Force for the Diagnosis
and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the European Society of
Cardiology.Developed in collaboration with the Heart. Eur Heart J [Internet]
2013;32:e1–641 – e61. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22611136
20