Oa
Oa
Oa
Oleh:
Annisaa Syahfitri
17014101118
Masa KKM : 23 April – 29 April 2018
Residen pembimbing:
dr. Monica Chandra
Supervisor penguji:
Mengetahui :
Residen pembimbing
Supervisor penguji
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Lutut
Persendian atau artikulasio adalah suatu hubungan antara dua buah tulang
atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat pada bagian luar
dan pada bagian dalam terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang yang
dilapisi oleh tulang rawan. Secara umum, sendi berfungsi untuk melakukan gerakan
pada tubuh. Sendi lutut merupakan bagian dari ekstremitas inferior yang
menghubungkan tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah (Gambar 2.1). Sendi
lutut berfungsi untuk mengatur pergerakan kaki.9.10
Sendi lutut termasuk dalam jenis sendi engsel, yaitu pergerakan dua
kondilus femoris di atas kondilus tibia. Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi
ini yaitu gerakan fleksi, ekstensi dan sedikit rotasi. Jika terjadi gerakan yang
melebihi kapasitas sendi maka dapat menimbulkan cedera yang mengakibatkan
robekan pada kapsul dan ligamentum di sekitar sendi.9
4
Sendi lutut terdiri dari tiga tulang dan berbagai ligamen. Lutut dibentuk oleh
os femur, tibia, dan patela. Beberapa otot-otot dan ligamen mengontrol gerakan
lutut dan melindunginya dari kerusakan pada saat yang sama. Dua ligamen di kedua
sisi lutut, yang disebut ligamen kolateral medial dan lateral, menstabilkan lutut dari
sisi satu ke sisi lainnya. Ligamen pada sendi lutut terbagi menjadi ligamen
intrakapsular dan ligamen ekstrakapsular (Tabel 2.1).9
Ligamentum cruciata adalah dua ligamen intrakapsular yang sangat kuat,
saling menyilang di dalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari 2 bagian yaitu
posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibia. Ligamentum ini
penting karena merupakan pengikat utama antara femur dan tibia dan berfungsi
untuk menstabilkan lutut dari depan selama kegiatan normal dan atletis.9,10
5
Gambar 2. Otot-otot Penggerak Sendi Lutut
(a) Sendi lutut fleksi; (b) Sendi lutut ekstensi.9
Otot-otot utama yang menggerakkan sendi lutut adalah quadricep dan otot hamstring. Pada
gerakan ekstensi lutut terjadi kontraksi dari otot quadricep. Sebaliknya, pada gerakan fleksi lutut
terjadi kontraksi dari otot hamstring.9
B. Definisi
Osteoartritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,
progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur
sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan / kartilago hialin (Gambar 2.3).
Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis subkondral yang
bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, peregangan kapsul
artikular, sinovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otot-otot yang
menghubungkan persendian.11
Gambar 3. Osteoartritis
Perbandingan sendi lutut normal dan sendi yang mengalami osteoartritis. 11
6
C. Epidemiologi
Osteoartritis genu lebih banyak terjadi pada wanita usia > 50 tahun.10,11
Prevalensi OA meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan biasanya lebih
sering mengenai wanita dibandingkan dengan laki-laki. Banyak negara di Asia
memiliki angka penuaan yang tinggi. Diperkirakan bahwa persentasi penduduk di
Asia yang berusia > 50 tahun memiliki angka > 2x lipat dalam dua dekade
mendatang, dari 6,8% pada tahun 2008 menjadi 16,2% di 2040 untuk menderita
OA.12 Prevalensi OA lutut berdasarkan radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu
mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.11
D. Etiologi
Etiologi osteoartritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya osteoartritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif,
antara lain kapsul sendi, ligamen, otot - otot persendian, serabut aferen, dan tulang-
tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat terganggunya faktor –
faktor protektif tersebut. Osteoartritis juga bisa terjadi akibat komplikasi dari
penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan sebagainya.1,11
Faktor resiko osteoartritis meliputi faktor sistemik antara lain; 1) Usia,
proses penuaan meningkatkan kerentanan sendi karena kurang responsif dalam
menyintesis matriks kartilago yang distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada
sendi. Selain itu otot-otot yang menunjang sendi menjadi semakin lemah dan
memiliki respon yang lambat terhadap impuls. Ligamen menjadi semakin regang,
sehingga kurang bisa mengabsorbsi impuls; 2) Jenis kelamin, prevelensi OA lebih
banyak pada perempuan usia lanjut dibandingkan dengan laki-laki, hal ini dikaitkan
dengan perubahan hormon perempuan paska menopaus; 3) Faktor herediter, adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang
rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan familial pada osteoartritis. Faktor intrinsik meliputi kelainan
struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus dan cedera pada sendi seperti
trauma, fraktur, atau nekrosis. Faktor beban persendian meliputi obesitas,
memberikan beban berlebih pada sendi dan aktivitas yang sering dan berulang pada
7
sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan
sendi.1,13,14
E. Patogenesis
Terjadinya OA tidak lepas dari banyak persendian yang ada didalam tubuh
manusia. Sebanyak 230 sendi menghubungkan 206 tulang yang memungkinkan
terjadinya gesekan. Tulang rawan berfungsi untuk melindungi tulang dari gesekan.
Namun karena berbagai faktor risiko yang ada, maka terjadi erosi pada tulang rawan
dan berkurangnya cairan pada sendi. Tulang rawan sendiri berfungsi untuk
meredam getaran antar tulang. Tulang rawan terdiri atas jaringan lunak kolagen
yang berfungsi untuk menguatkan sendi, proteoglikan yang membuat jaringan
tersebut elastis dan air (70% bagian) yang menjadi bantalan, pelumas dan pemberi
nutrisi.13,15
Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan dan kolagen
pada rawan sendi. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit gagal menyintesis matriks
yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis
matriks ekstraseluler, termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI dan X yang
berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek.1 Hal tersebut menyebabkan
terjadi perubahan pada diameter dari serat kolagen yang mengubah biomekanik dari
tulang rawan, sehingga tulang rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya.13,15
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama setelah
terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman. Sinoviosit
yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix
Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam
rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada
akhirnya tulang subkondral akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang
dan menghasilkan enzim proteolitik.13,15
Perubahan yang paling mencolok pada OA biasanya dijumpai di daerah
tulang rawan yang mendapat beban pada stadium awal, tulang rawan lebih tebal
daripada normal, namun seiring dengan perkembangan OA permukaan sendi
menipis, tulang rawan melunak, integritas permukaan terputus dan terbentuk celah
vertikal (Fibrilasi).11 Proses ini dapat membentuk ulkus kartilago dalam yang
8
meluas ke tulang dan dapat timbul daerah perbaikan fibrokartilaginosa, namun
perbaikan jaringan ini dalam menahan stres mekanis lebih buruk daripada kartilago
sendi hialin awal.15
Pertumbuhan kartilago dan tulang di tepi sendi menyebabkan terbentuknya
osteofit (spur), yang mengubah kontur sendi dan mungkin membatasi gerakan.
Perubahan jaringan lunak terdiri dari sinovitis kronik dan penebalan kapsul sendi,
yang membatasi gerakan lebih lanjut. Sering juga terjadi pengecilan otot
periartikularis.15
F. Diagnosis
Pasien biasanya berusia > 50 tahun. Pada umumnya, pasien OA mengatakan
bahwa keluhan-keluhan yang dirasakan telah berlangsung lama, namun
berkembang secara perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada
pasien OA :
1. Nyeri Sendi
Nyeri merupakan keluhan utama pasien. Biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.15 Beberapa gerakan tertentu
terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Osteofit
merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh,
inervasi neurovaskular menembus bagian dasar tulang hingga ke kartilago
dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang.16
2. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan
bersamaan dengan bertambahnya rasa nyeri.11
3. Kaku Sendi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam
waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.13,15
4. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini
umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
9
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu.13,11,15
5. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi
(berlebihnya cairan sinovial di dalam atau sekitar sendi) pada sendi yang
biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga
bentuk permukaan sendi berubah.11,16
6. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien
lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi
tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.11,15
G. Pemeriksaan Fisik
Keluhan yang muncul, kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik
yang memperlihatkan pembesaran tulang persendian, timbulnya krepitasi selama
gerakan aktif, kelemahan otot dan instabilitas sendi. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan antara lain : pemeriksaan lokal pada sendi lutut untuk menilai adanya
tanda-tanda OA (Gambar 2.4), pemeriksaan lingkup gerak sendi lutut (Gambar
2.5).11,17
10
Gambar 4. Pemeriksaan Lokalis pada Sendi Lutut
(a) Tes fluktuasi untuk mengetahui apakah ada cairan pada lutut; (b) Palpasi pada garis
lateral sendi pada pasien dengan osteoartritis lutut.11
11
Gambar 6 Tes McMurray
12
Gambar 8. Posterior Drawer Test
4. Lachman Test
Tes lachman dilakukan dengan meletakkan lutut pada posisi fleksi kira-
kira dalam sudut 30˚, dengan tungkai diputar secara eksternal. Satu tangan
dari pemeriksa menstabilkan tungkai bawah dengan memegang bagian akhir
atau ujung distal dari tungkai atas, dan tangan yang lain memegang bagian
proksimal dari tulang tibia, kemudian digerakkan ke arah anterior.
13
Gambar 10. Apley Compretion Test
14
untuk memfiksasi tungkai atas, sedangkan tangan yang lain memberikan
dorongan ke arah lateral (valgus stress) pada tungkai bawah. Hasil positif bila
terdapat jarak antara femur dan tibia sisi medial disertai rasa nyeri.
H. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit,
terbentuknya kista, dan sklerosis subkondral (Gambar 2.8). Pemeriksaan radiologis
dilakukan dengan foto polos. Gambaran yang khas pada foto polos adalah : 1)
Densitas tulang normal atau meninggi; 2) Penyempitan ruang sendi yang asimetris
karena hilangnya tulang rawan sendi; 3) Sklerosis tulang subkondral; 4) Kista
tulang pada permukaan sendi terutama subkondral; 5) Osteofit pada tepi sendi.18,19
15
Gambar 13. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoartritis lutut.
(a) Foto anteroposterior menunjukkan menyempitnya celah sendi (tanda panah); (b)
Menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) menyebabkan destruksi pada kartilago dan
subkondral (tanda panah terbuka); (c) Foto lateral menunjukkan sklerosis yang di tandai
terbentuknya osteofit (tanda panah); (d) Ditemukan kista subkondral (tanda panah).18,19
16
The American College of Rheumatology menyusun kriteria diagnosis OA
lutut idiopatik berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiologi sebagai berikut:7
I. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan OA adalah: 1) Meredakan nyeri; 2)
Mengoptimalkan fungsi sendi; 3) Mengurangi ketergantungan pada orang lain dan
meningkatkan kualitas hidup; 4) Menghambat progresivitas penyakit; 5) Mencegah
terjadinya komplikasi.11,20
Tatalaksana pada pasien OA berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis, terapi pembedahan dan rehabilitasi medik yaitu:21
1. Terapi non farmakologis:
a. Edukasi
b. Terapi fisik dan rehabilitasi
c. Penurunan berat badan
17
2. Terapi farmakologis
a. Analgetik opioid dan non opioid
b. Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
c. Steroid intra-artikuler
3. Terapi bedah22
a. Realignment osteotomy
b. Arthroplasty
4. Rehabilitasi Medik pada Osteoartritis
Tujuan rehabilitasi medik secara umum :23,24
a. Mengurangi nyeri
b. Memperbaiki lingkup gerak sendi
c. Memperbaiki fungsi
d. Meningkatkan kualitas hidup
18
c. Terapi Listrik
TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) merupakan
modalitas yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
melalui peningkatan ambang rangsang nyeri.
d. Hidroterapi
Hidroterapi bermanfaat untuk memberi latihan. Daya apung air akan
membuat ringan bagian atau ekstermitas yang direndam sehingga sendi lebih
mudah digerakan. Suhu air yang hangat akan membantu mengurangi nyeri,
relaksasi otot dan memberi rasa nyaman.
e. Latihan Penguatan Otot
Latihan diketahui dapat meningkatkan dan mempertahankan
pergerakan sendi, menguatkan otot, meningkatkan ketahanan statik dan
dinamik dan meningkatkan fungsi yang menyeluruh. Latihan terdiri dari
latihan pasif, aktif, ketahanan, peregangan dan rekreasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi okupasi meliputi latihan koordinasi aktivitas kehidupan sehari-
hari (AKS) untuk memberikan latihan pengembalian fungsi sehingga pasien
bisa melakukan kembali kegiatan atau perkerjaan normalnya.
3. Ortotik Prostetik
Ortotik prostetik digunakan untuk mengembalikan fungsi, mencegah
dan mengoreksi kecacatan, menyangga berat badan dan menunjang anggota
tubuh yang sakit. Pada pasien OA biasa dilakukan rencana penggunaan knee
brace atau knee support.
4. Sosial Medis.
Tujuannya adalah menyelesaikan dan memecahkan masalah sosial
yang berkaitan dengan penyakit pasien, seperti masalah pasien dalam
keluarga maupun lingkungan masyarakat.
19
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. ACM
Nomor Rekam Medik : 13.56.85
Umur : 77 tahun
Tempat tanggal lahir : Kaima, 17 Oktober 1940
Alamat : Kaima, Kec. Kauditan, Minahasa Utara
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Tani
Suku : Minahasa
Tanggal Periksa : 23 April 2018
Nomor Telpon : 082190281518
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Nyeri lutut kanan
20
Riwayat trauma disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Keluarga :
Hanya pasien yang mengalami keluhan seperti ini di keluarga.
Riwayat Psikologis :
Pasien cemas dengan penyakit dan nyeri yang diderita
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Karnofsky performance scale (KPS) 80 (aktivitas normal dengan
usaha, gejala dan tanda penyakit )
Kesadaran : GCS E4M6V5 (Compos mentis)
21
Tanda vital
Tekanan darah: 110/80 mmHg
Nadi : 62 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6°C (axilla)
Skrining Gizi
Berat badan : 75 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 27,54 (Overweight)
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.Pupil bulat isokor Ø
3mm/3mm, refleks cahaya kiri dan kanan normal
Leher : Trakea letak tengah, tidak ditemukan pembesaran KGB
Thoraks : Pulmo : Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Rhonki (-), Wheezing (-)
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 1-2 cm medial
dari linea midclavikula sinistra
Perkusi : batas-batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-)
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, bising
usus (+) normal.
22
Ekstremitas : Superior Inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Pulsasi a. dorsalis pedis +/+
Status lokalis:
Regio genu dextra Regin genu sinistra
Edema (-), Kemerahan (-), Edema (-), Kemerahan (-),
Inspeksi Deformitas (+) Deformitas (-)
Hangat (-), Nyeri tekan (-) Hangat (-), Nyeri tekan (-),
Palpasi medial lutut, Krepitasi (+) Krepitasi (-)
KNEE
Ekstension-Flexion 0O-0O-110O 0O-0O-120O 0O-0O-135O 0O-0O-135O 0O-0O-135O
Dorsoflexion
Inversion-Eversion 35°-0°-15° 35°-0°-15° 35°-0°-15° 35°-0°-15° 35°-0°-15°
23
Pemeriksaan Muskuloskeletal Ektremitas Inferior
DextRa Sinistra
Gerakan Terbatas Aktif
Kekuatan otot 5/5/5/5 5/5/5/5
Atrofi otot:
Lingkar paha (10 cm
48 cm 48 cm
di atas tuberositas
tibia)
Lingkar betis (10 cm
35 cm 35 cm
di bawah tuberositas
tibia)
Lingkar lutut 30 cm 30 cm
Dextra Sinistra Nilai Normal
Q-Angle 16º 16º 15-18º
ALL (Apperance Leg Length) 88 cm 88 cm
TLL (True Leg Length) 79 cm 79 cm
Tes Provokasi:
Jenis tes Dextra Sinistra
Anterior drawer test - -
Posterior drawer test - -
Lateral stability/ varus stress test - -
Medial stability/ valgus stress test - -
McMurray test - -
24
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RESUME
Laki-laki usia 77 tahun datang dengan keluhan nyeri seperti ditusuk-tusuk,
bersifat hilang timbul dan tidak menjalar pada lutut kanan sejak enam tahun yang
lalu. Nyeri bertambah berat dirasakan terutama pada saat berpindah posisi dari
duduk lama ke berdiri, berjalan naik turun, membungkuk atau jongkok.
Pada pemeriksaan fisik didapati krepitasi pada genu dextra dan tidak hangat
pada perabaan. Lingkup gerak sendi pada genu dextra extension-flexion aktif: 0O-
0O-110O, pasif: 0O-0O-120O. Pada tes provokasi didapati anterior/posterior drawer
test (-), varus/valgus stress test (-), McMurray test (-), Apley
compression/distraction test (-).
Pada pemeriksaan x-foto genu AP/lateral tampak marginal spur pada
condylus medial et lateral os femur bilateral, condylus medial os tibia. Celah sendi
femurotibial sisi medial mulai menyempit, Osteofit (+).
DIAGNOSIS KLINIS
Osteoartritis genu dextra
25
DIAGNOSIS ETIOLOGI
Degeneratif
DIAGNOSIS TOPIS
Genu joint dextra
DIAGNOSIS FUNGSIONAL
Body function:
Nyeri lutut kanan, keterbatasan LGS lutut kanan
Body structure:
Genu joint dextra
Activity / participation:
Gangguan AKS seperti berdiri lama, berjalan, naik turun tangga, toileting,
berdiri dari posisi duduk, saat membungkuk, saat jongkok.
Personal factor:
Laki-laki, 77 tahun, overweight, petani
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
Meloxicam tablet 2 x 7,5 mg
Non medikamentosa:
Rehabilitasi medik
26
1. Fisioterapi
- Evaluasi:
a. Nyeri lutut kanan (VAS 5)
b. keterbatasan LGS lutut (fleksi 110º)
- Program:
a. TENS regio genu dextra
b. Active ROM exercise
c. Isometric exercise m. quadriceps femoris dextra
d. Stretching Hamstring dextra
2. Okupasi terapi
- Evaluasi:
Gangguan AKS seperti buang air, berdiri lama, naik-turun
tangga, gangguan ambulasi seperti berjalan jauh.
- Program:
a. Latihan atau edukasi melaksanakan aktivitas kehidupan
sehari-hari dengan prinsip mengurangi beban pada sendi
lutut (joint protection).
b. Edukasi untuk naik-turun tangga, jika naik menggunakan
kaki yang sehat dan jika menuruni tangga menggunakan
kaki yang sakit.
3. Ortotik Prostetik
- Evaluasi:
a. Nyeri lutut kanan (VAS 5)
b. Gangguan AKS (ambulasi, berdiri lama, naik turun
tangga)
- Program: Pemakaian knee brace
4. Psikolog
- Evaluasi: pasien sedikit merasa cemas dengan sakitnya.
- Program: memberi dukungan kepada pasien agar rajin berlatih di
rumah dan kontrol secara teratur, serta memberi dukungan mental
27
kepada pasien agar tidak cemas dengan penyakit yang
dideritanya.
5. Sosial medik
- Evaluasi: biaya hidup sehari-hari cukup, biaya pengobatan
ditanggung oleh BPJS kesehatan, tinggal di rumah dengan toilet
jongkok.
- Program: melakukan home visite/ kunjungan rumah untuk
evaluasi lingkungan tempat tinggal pasien dan sekitarnya.
Edukasikan untuk mengganti toilet jongkok dengan toilet duduk
ataupun lakukan modifikasi peralatan yang dapat memudahkan
buang air seperti melubangi bagian tengah bangku. Selain itu,
memberikan dukungan agar pasien rajin melakukan terapi dan
home program.
6. Home program
- Isometric exercise m. quadriceps femoris dextra dan peregangan
m. hamstring dirumah.
- Cold compress genu dextra bila nyeri dan lutut terasa hangat.
- Olahraga low impact seperti sepeda statis atau berenang
7. Edukasi
- Menghindari aktivitas yang banyak menggerakan sendi lutut
seperti naik turun tangga dan jongkok terlalu lama.
- Mengganti toilet jongkok dengan toilet duduk atau memodifikasi
toilet jongkok dengan kursi yang dilubangi.
- Kontrol ke poli gizi untuk perencanaan (menurunkan berat badan
bertahap sampai pada berat badan ideal).
- Kontrol ke poli rehabilitasi medis secara rutin.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
28
Lampiran
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Dan LL, Anthony SF, Dennis LK, Stephen LH, J. Larry J, Joseph L. Osteoarthritis
in Harrison’s Principles of Internal Medicine, 8th edition: Mc Graw Hill; 2013.
2. Creamer P., Hochberg M. Osteoarthritis. Lancet, 2008; 350 : 503 – 508.
3. World Health Organization. Osteoarthritis. 2004 [diakses 10 Oktober 2017].
http://archives.who.int/prioritymeds/report/osteoarthritis.doc\
4. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Osteoarthritis (OA). 2015
[diakses 10 Oktober 2017]. Tersedia di:
http://www.cdc.gov/arthritis/basics/osteoarthritis.htm
5. McAlindon TE, Bannuru RR, Sullivan MC, Arden NK, Berenbaum F, Bierma-
Zeinstra SM, dkk. OARSI guideline fo the non-surgical management of knee
osteoarthritis. Osteoarthritis and cartilage. 2014: h.363-88.
6. Indonesian Rheumatology Association (IRA). Diagnosis dan penatalaksanaan
osteoartritis. 2014 [diakses 10 Oktober 2017].
http://reumatologi.or.id/var/rekomendasi/Rekomendasi_IRA_Osteoarthritis_2014.
pdf
7. Wibowo Dhidik Tri, Kurniawan Yusuf, Latifah Tati, Gunadi Rachmat.
Perancangan dan Implementasi Sistem Bantu Diagnosis Penyakit Osteoartritis dan
Reumatoid Artritis Melalui Deteksi Penyempitan Celah Sendi pada Citra X-Ray
Tangan dan Lutut. Dalam Temu Ilmiah Reumatologi. Jakarta, 2003 : 168 – 172.
8. Sunarti S, Ridwan M, Firdaus M M. Komorbiditas Pasien Geriatri Dengan
Osteoartritis Genu Di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang. Malang : Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya; 2011
9. Fitriani L. Sendi lutut. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008.
10. Lynn SL. Clinical kinesiology and anatomy, 4th edition. Oregon: F.A. Davis
Company; 2007.
11. David T. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of Medicine; 2007.
12. Fransen M, Bridgett L, March L, Holy D, Penserga E. Brooks P. The epidemiology
of osteoarthritis in Asia. International Journal of Rheumatic Disease. 2011: 113-
121.
30
13. Eka PM. Tesis faktor-faktor resiko osteoartritis lutut. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2007.
14. Dillon CF, Rasch EK. Prevalence of knee osteoarthritis in the United States: The
Third National Health and Nutrition Examination Survey: J Rheumatol; 2009.
33(11):2271–2279.
15. Patricia MK, Reni HM, I Lukitra W. Osteoartritis dalam Pedoman diagnosis dan
terapi Bag/SMF. Rehabilitasi Medik, edisi I. Surabaya: RSU. Dokter Soetomo;
2008.
16. Iannone F, Lapadula G. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging Clin Exp Res;
2007.15(5):364–372.
17. Klaus B. Clinical test for the musculoskeletal system, 2nd edition. New York;
Theime; 2008.
18. Daniel LS, Deborah H. Radiographic assessment of osteoarthritis:American Family
Physician; 2011. 64(2):279–286.
19. Jacobson JA. Radi ographic evaluation of arthritis: Degenerative Joint Disease and
Variation. Radiology; 2008. 248(3):737–747.
20. Kasmir Y. Penatalaksanaan osteoartritis. sub-bagian reumatologi. Jakarta: Bagian
Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo; 2009.
21. Hochberg MC, et al. American College of Rheumatology 2012: Recommendations
for the Use of Nonpharmacologic and Pharmacologic Therapies in Osteoarthritis of
the Hand, Hip, and Knee. American College of Rheumatology. 2012;h.465-474.
22. Barrack L, Booth E. Orthopaedic Knowledge Update 3. Hip and Knee
Reconstruction Chapter 16 : Osteoarthritis and Arthritis Inflamatoric; 2008.
23. lyas E. Pendekatan Terapi Fisik pada Osteoarthritis. Pertemuan ilmiah tahunan
PERDOSRI 2002. Bidang pendidikan dan latihan pengurus besar PERDOSRI.
Jakarta; 2002.h.53-63.
24. Tulaar ABM. Peran kedokteran fisik dan rehabilitasi medik pada tatalaksana
osteoarthritis. Semijurnal Farmasi dan Kedokteran Ethical Digest. 2006;h.46.
25. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Warhani A, Setiowulan W. Reumatologi. Dalam
kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius;
2007:h.535-546.
31