TB
TB
TB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hospitalisasi adalah masuknya individu ke rumah sakit sebagai pasien dengan berbagai
alasan seperti pemeriksaan diagnostik, prosedur operasi, perawatan medis, pemberian obat
dan menstabilkan atau pemantauan kondisi tubuh. Hospitalisasi terjadi karena anak
mengalami perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungan serta mekanisme koping
yang terbatas dalam mengahadapi stressor. Stressor utama dalam hospitalisasi adalah
perpisahan, kehilangan kendali dan nyeri (Wong, 2009).
Hospitalisasi membuat anak berusaha beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru
yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi stressor baik terhadap anak maupun
orang tua dan keluarga, perubahan kondisi ini merupakan masalah besar yang menimbulkan
ketakutan, kecemasan bagi anak yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan
psikologis pada anak jika anak tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan tersebut.
Respon fisiologis yang dapat muncul meliputi seperti perubahan pada sistem kardiovaskuler
seperti palpitasi, denyut jantung meningkat, perubahan pola napas yang semakin cepat,
selain itu, kondisi hospitalisasi dapat juga menyebabkan nafsu makan menurun, gugup,
pusing, tremor, hingga insomnia, keluar keringat dingin dan wajah menjadi kemerahan.
Perubahan perilaku juga dapat terjadi, seperti gelisah, anak rewel, mudah terkejut,
menangis, berontak, menghindar hingga menarik diri, tidak sabar, tegang, dan waspada
terhadap lingkungan. Hal-hal tersebut membuat anak tidak nyaman serta mengganggu
proses perawatan dan pengobatan pada anak (Saputro dan Fazrin, 2017).
Dampak dari hospitalisasi akan menimbulkan kecemasan dan ketakutan, apabila tidak di
segera ditangani akan membuat anak melakukan penolakan terhadap tindakan perawatan
dan pengobatan yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap lamanya hari rawat,
memperberat kondisi kesehatan anak, gangguan pada perkembangan anak seperti
gangguan kognitif, gangguan social dan emosional, gangguan perkembangan bahasa,
gangguan perkembangan fisik.
Dalam mengatasi masalah hospitalisasi salah satu hal yang dapat dilakukan ialah melalui
terapi bermain. Terapi bermain merupakan salah satu cara untuk mengurangi kecemasan
dan meningkatkan kooperatif anak selama menjalani perawatan di rumah sakit. Dalam
kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap dilaksanakan,
namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Media yang efektif untuk kegiatan bermain
yaitu dengan alat permainan yang dirancang dengan baik. Salah satu contohnya yaitu
permainan puzzle. Permainan puzzle dapat meningkatkan daya pikir anak dan konsentrasi
anak. Melalui permainan puzzle anak dapat mempelajari sesuatu yang baru serta anak
dapat mengalihkan perhatian dari factor yang menimbulkan stress. Saat anak melakukan
permainan maka perhatian akan dipusatkan pada permainan yang dilakukan sehingga anak
menjadi rileks (Supartini, 2004 dan Alfiyanti, 2010). Anak akan terlepas dari ketegangan dan
stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan
rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan. Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan
fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak,
dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental,
emosional, dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan
bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
B. Tujuan
Tujuan Umum
Anak dapat melanjutkan aktivitas bermain selama di rumah sakit untuk mengatasi stress
dan meningkatkan kemampuan koping
Prinsip Bermain
Pengertian Bermain
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan
bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak akan
berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat
dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara
Tujuan Bermain.
Tujuan bermain pada anak yaitu memberikan kesenangan maupun mengembangkan
imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang memberikan stimulus dalam kemampuan
keterampilan, kognitif, dan afektif sehingga anak akan selau mengenal dunia, maupun
mengembangkan kematangan fisik, emosional, dan mental sehingga akan membuat anak
tumbuh menjadi anak yang kreatif, cerdas dan penuh inovatif.
Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan kreativitas, perkembangan
kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.
Perkembangan Sensoris – Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan komponen
terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan
fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan
kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah
yang banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran,
tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk
memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas
dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan masalahnya melalui
eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya
pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi
seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan menerima.
Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk mengembangkan hubungan sosial
dan belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas
bermain, anak belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan
belajar tentang nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak
usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah
tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga.
Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya
kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain,
anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan
membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk
semakin berkembang.
Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur mengatur
tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya
dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan
mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil
mainan temannya sehingga temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri
bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk
menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain
Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua
dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan kesempatan untuk
menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya.
Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas
segala tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman merupakan
perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan sesudah bermain adalah
membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang yang
dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia toddler dan
prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk mengembangkan nilai moral
dibandingkan dengan memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk
mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral,
seperti baik/buruk atau benar/salah.
Kategori Bermain
Bermain harus seimbang, artinya harus ada keseimbangan antara bermain aktif dan
yang pasif yang biasanya disebut hiburan. Dalam bermain aktif kesenangan diperoleh dari apa
yang diperbuat oleh mereka sendiri, sedangkan bermain pasif kesenangan didapatkan dari
orang lain.
Bermain aktif
Bermain mengamati /menyelidiki (Exploratory play)
Perhatikan pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut.
Anak memperhatikan alat permainan, mengocok-ngocok apakah ada bunyi mencuim,
meraba, menekan, dan kadang-kadang berusaha membongkar.
Bermain konstruksi (construction play)
Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok menjadi rumah-
rumahan. Dll.
Bermain drama (dramatik play)
Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudara-saudaranya atau
dengan teman-temanny
Bermain bola, tali, dan sebagainya
Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan mendengar.
Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif dan membutuhkan
sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.
Contohnya:
Melihat gambar- gambar dibuku- buku/ majalah
Mendengarkan cerita atau musik
Menonton televise.
Antisipasi hambatan
Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama
Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan lainnya.
Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai mahluk yang sedang tumbuh
Jenis-jenis Puzzel
Ada beberapa jenis puzzle, antara lain:
Puzzle konstruksi
Puzzle rakitan (construction puzzle) merupakan kumpulan potongan-potongan yang
terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi beberapa model. Mainan rakitan yang
paling umum adalah blok-blok kayu sederhana berwarna-warni. Mainan rakitan ini sesuai
untuk anak yang suka bekerja dengan tangan, suka memecahkan puzzle, dan suka
berimajinasi.
Sub pokok bahasan : Terapi Bermain Pada Anak Sakit yang Dirawat di Rumah Sakit
dengan Cara Stimulasi Motorik dan Sosial
Waktu : 30 menit
Peserta : 5 orang
Oleh karena itu, dalam melakukan permainan, anak lebih bebas, spontan, dan
menunjukkan otonomi baik dalam memilih mainan maupun dalam aktivitas bermainnya. Anak
mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Oleh karena itu seringkali mainannya dibongkar-pasang,
bahkan dirusaknya. Untuk itu harus diperhatikan keamanan dan keselamatan anak dengan cara
tidak memberikan alat permainan yang tajam dan menimbulkan perlukaan (Kalpan, 2000).
Tujuan
Tujuan Umum
Setelah mendapatkan terapi bermain selama 30 menit agar dapat mencapai tugas
perkembangan secara optimal sesuai tahap perkembangan walaupun dalam kondisi
sakit.
Tujuan Khusus
Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah pasien di Ruang Kemuning Bawah yang
memenuhi kriteria:
Anak usia 6-12 tahun
Pasien kooperatif
Peserta terdiri dari: anak usia pra sekolah dan sekolah sebanyak 5 orang didampingi
keluarga
Persyaratan Peserta Bermain
Proses Seleksi
Aturan Bermain
Metode
Bermain bersama
Media
Puzzle
Hadiah
Kegiatan
Pengorganisasian
Leader : Nida
Co leader : Nurfika
Fasilitator :
Ovi
Nadira
Nurfitri
Observer :
Noviyanti
Pembagian tugas :
Peran Leader
Co Leader
Fasilitator
Memotivasi anak agar dapat kooperatif dalam permainan yang akan dilakukan
Observer
Keterangan:
: Leader
: Co leader
: Peserta
: Orang tua
: Observer
: Fasilitator
Kegiatan bermain
Evaluasi
Evaluasi Struktur
Yang diharapkan:
Yang diharapkan:
Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai tugasnya
Evaluasi Hasil
Yang diharapkan:
Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menyusun puzzle kemudian berhasil
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan anak seperti
kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit
atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
Setelah dilakukan tindakan terapi bermaian ini diharapkan anak dapat melanjutkan
tumbuh kembang yang normal pada saat sakit, mengekspresikan perasaan, keinginan dan
fantasi serta ide-idenya, mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan
masalah, dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan di rawat di RS,
serta mengurangi tingkat kecemasan atau ketakutan yang dirasakan oleh anak-anak akibat
hospitalisasi.
Daftar pustaka
Saputro, Heri dan Fazrin, Intan. (2017). Penerapan Terapi Bermain Anak Sakit, Proses, Manfaat
dan Pelaksanaanya. Ponorogo : Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES).
Wong. D dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1. Jakarta : EGC
Alfiyanti, D Hartiti, T dan Samiasih,A. (2010). Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tingkat
Kecemasan Anak Usia Prasekolah Selama Tindakan Keperawatan di Ruang Lukman
Rumah Sakit Roemani Semarang. Jurnal Keperawatan
Dapus
Adriana (2011). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Salemba Medika: Jakarta.
Alligood, M.R (2014). Nursing Theorist and Their Work, 8th Edition. Mosby: Elsevier
Hawari. (2010). Managemen stres, cemas dan depresi. Jakarta: Gaya Baru Homeyer, L. E., & Morisso,
M. O. (2008). Play Therapy Practice, Issues, and Trends. The Board of Trustees of the University of
Illinois Hockenberry, M., & Wilson, D. (2009). Wong's Essential Pediatric Nursing (Ninth ed.).
Misouri: Elsevier Mosby
LeBlanc, M. &. (2010). A meta-analysis of play therapy outcomes. Counseling Psychology Quarterly.
Counseling Psychology Quarterly , Pages 376-390 Moorey, S. (2010). Unplanned hospital
admission:supporting children, young people and their families. Paediatric Nursing , 22 (10), 20-23