Proposal Kegiatan Tak Jiwa Sehat

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL KEGIATAN

TERAPI BERMAIN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH


DENGAN RENTANG USIA 3-6 TAHUN
DI DUSUN I DAN DUSUN III
DESA TATELI III

Disusun Oleh :

DEVITA RONDONUWU, S. KEP INDAH SARI FAUTO, S. KEP


IRMAWATI DJAFAR, S. KEP RIDA SONDANG, S. KEP
WINDAYAWANTI H. ANDUP, S. KEP IKHMAL G. DUWILA, S. KEP
MEGA SEREDITY, S. KEP CISKA OKTAVIANTI, S. KEP
DJIHAT HALIL, S. KEP SRIWAHYUNI SULEMAN, S. KEP
RISDAYANTI HARJONO, S. KEP RAFLY FACRIADY, S. KEP
NURLINA M. ALI, S. KEP SUYASTI YASIN, S. KEP
RISWANTO TEAPON, S. KEP NURJANA JUFRI, S. KEP

STASE KEPERAWATAN JIWA


PROGRAM PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan anak pada usia prasekolah sangatlah penting karena anak
mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan apabila perkembangan
tersebut mengalami masalah maka anak akan mengalami kesulitan dalam
tahap belajar selanjutnya (Maulina, 2013). Secara garis besar, ranah
perkembangan anak terdiri atas motorik kasar, motorik haus, bahasa/bicara
dan personal social/ kemandirian. Pada usia prasekolah, kemampuan imajinasi
dan belajar seorang anak sangatlah besar. Kegiatan terapi bermain merupakan
sarana dan yang tepat dan sesuai untuk anak usia prasekolah dalam rangka
mengaktualisasikan, mengekspresikan diri, dan membantu anak untuk
mengembangkan serta meningkatkan imajinasi (Lestari, 2018). Anak akan
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang dapat menimbulkan
sehat dan sakit (Masulili and Hastono, 2013).
Kebutuhan bermain bagi anak-anak sangatlah penting, bermain
merupakan aktivitas yang merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak
baik secara fisik maupun secara psikologis (Diani, 2013). Melalui bermain
semua aspek perkembangan anak di tumbuhkan sehingga anak menjadi lebih
sehat dan cerdas. Bermain pada anak usia pra sekolah telah terbukti mampu
meningkatkan perkembangan mental, kecerdasan, motorik kasar dan motorik
halus (Arief et al., 2012). Daya pikir anak terangsang untuk membagunkan
aspek emosional, sosial, serta fisiknya. Kesenangan merupakan salah satu
elemen pokok dalam bermain. Bermain juga dikatakan sebagai media untuk
eksplorasi dan oenemuan hubungan interpersonal, eksperimen dalam peran
orang dewasa, dan memahamai perasaannya sendiri. Bermain adalah beruk
ekspresi diri yang paing lengkap yang pernah dikembangkan manusia
(Landreth, 2001).
Terapi bermain diyakini mampu menghilangkan batasan, hambatan dalam
diri, kecemasan, frustasi serta mempunyai masalah emosi dengan tujuan
mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai menjai tingkah laku yang
diharapkan dan anak sering diajak bermain akan lebih kooperatif dan mudah
di ajak kerjasama ketika diajak bermain (Mulyaman, 2008 dalam Noverita
dkk, 2017). Sementara Landreth (2001) mendefinisikan terapi bermain
sebagai hubungan interpersonal yang dinamis antara anak dengan trapis yang
terlatih dalam prosedur terapi bermain yang menyediakan materi permainan
yang dipilihdan memfasilitasi perkembangan suatu hubungan yang aman bagi
anak untuk sepenuhnya mekspresikan dan eksplorasi dirinya (perasaan,
pikiran, pengalaman dan perilakunya melalui media bermain. Teori adaptasi
Roy mengatakan bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial yang
mepakan satu kesatuan yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi
terhadap lingkungan yang akan berpengaruh terhadap perkembangan manusia
(Seran, 2019).
Melihat pentingnya bermain bagi seorang anak terutama anak yang sedang
dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, maka kkami akan mengadakan
terapi bermain dengan sasaran pra sekolah yaitu umur 3 – 6 tahun yang berada
di Dusun I dan Dusun III di Desa Tateli III. Kami berharap dengan
diadakannya terapi bermain ini, anak dengan rentang umut 3-6 tahun dapat
berfikir kreatif serta dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai
tahap tumbuh kembangnya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Anak dihrapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya,
mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan
serta membantu tumbuh kembang anak.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu meningkatkan kreativitas anak
b. Mampu merangsang kemampuan anak untuk berpikir kreatif
c. Gerakan motorik halusnya lebih terarah
d. Mampu mengembangkan perilaku kognitifnya
e. Mampu meningkatkan kemampuan yang dimiliki anak oleh anak
f. Mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebaya
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR TERAPI BERMAIN


1. Definisi
Bermain merupakan aktivitas yang dapat merangsang pertumbuhan dan
perkembangan anak baik fisik maupun secara psikologis (Dian, 2013).
Melalui bermain semua aspek perkembangan anak di tumbuhan sehingga anak
menjadi lebih sehat dan cerdas. Bermain pada anak usia pra sekolah
telahterbukti mampu meningkatkan perkembangan mental dan kecerdasan
anak, daya piker anak terangsang untuk mendayagunakan aspek emosional,
social, serta fisiknya. Kesenangan merupakan salah satu elemen pokok dalam
bermian. Anak akan terus bermain sepanjang aktivitas tersebut menghibur
anak dan saat anak bosan mereka akan berhenti bermain. Permainan
memberikan kesempatan latihan untuk aak-anak pra sekolah mengenal aturan-
aturan, mematuhi norma-norma dan larangan-larangan dan bertindak secara
jujur dan setia (Seren, 2019).
Pada masa anak-anak, kebutuhan bermain tidak bisa dipisahkan dari
dunianya dan merupakan salah satu kebutuhan dasar untuk dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal. Selain itu, dengan aktivitas bermain anak juga
akan memperoleh stimulasi mental yang merupakan cikal bakal dari proses
belajar untuk pengembangan kreativitas, kemandirian, kepribadian, dan
sebagainya. (Dewi, 2018).
2. Fungsi Bermain
Para ilmuan telah melakukan penelitian dan hasilnya, bermain mempunyai
manfaat yang sangat besar bagi perkembangan anak yaitu perkembangan
fisik, motorik, kognitif, bahasa serta social dan emosional.
a. Perkembangan sensorik dan motorik
Sensorik dan motorik merupakan suatu komponen tersebar dalam
kegiatan bermain, karena kemampuan penginderaan anak mulai
meningkat akibat banyak srimulus. Stimulus yang diterima anak antara
lain yaitu stimulus visual, stimulus pendengaran, stimulus taktil (sentuhan)
dan stimulasi kinetic.
b. Perkembangan intelektual (Kognitif)
Saat bermain di lingkungan sekitarnya anak melakukan eksplorasi dan
memanipulasi segala sesuatu dengan mengenal warna, bentuk, ukuran,
tekstur dan membedakan objek.
c. Perkembangan social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan anak dalam
berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya. Anak belajar untuk member
dan menerima melalui kegiatan bermain. Bermain dengan teman
sebayanya anak akan belajar bagaimana caranya bersosialisasi
danmemecahkan suatu masalah yang ada ketika melakukan permainan.
d. Perkembangan kreativitas
Berkreasi merupakan suatu kegiatan yang diciptakan sesuai dengan
objek yang dilakukannya. Dimana melalui bermain akan merealisasikan
ide-ide yang dimilikinya dan mencoba mengembangkan kemampuannnya.
e. Perkembangan kesadaran diri
Anak dapat mengembangkan kemampuannya dan membandingkan
dengan anak lain pada saat bermahalin. Anak juga dapat mengetahui apa
dampak positif dan dampak negative dari perilakunya terhadap orang lain.
f. Perkembangan moral
Anak akan mempelajari nilai yang benar atau salah dari orangtua, guru
dan lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini peran orangtua sangat oenting
untuk menanamkan nilai-nilai moral dan etika pada anak. Dengan
melakukan kegiatan bermain anak bisa menerapkan nilai-nilai tersebut
sehingga bisa diterima di lingkungan tersebut dan menyesuaikan aturan
yang ada.
g. Bermain sebagai terapi
Pada saat anak menjalani perawatan di rumah sakit, anak akan
mengalami berbagai macam perasaan yang tidak menyenangkan
diantaranya yaitu takut, cemas, sedih, marah dan nyeri. Perasaan-perasaan
tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi karena anak mendapatkan
banyak tekanan dari lingkungan di Rumah Sakit.untuk itu anak
membutuhkan sesuatu yang bisa ketegangannya menurun.dalah satunya
yaitu dengan melakukan permainan, dengan bermain anak akan
mengalihkan rasa sakitnya.
h. Fungsi bermain di Rumah Sakit
Banyak manfaat yang diperoleh seorang anak bisa bermain
dilaksanakan di suatu Rumah Sakit, yaitu untuk memfasilitasi situasi yang
tidak familiar, memberikan kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi
dan bagian tuuh, memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang
penggunaan dan tujuan peralatan dan prosedur medis, member peralihan
dan relaksasi, membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang
asing, memberikan cara untuk mengurangi tekanan, mengekspresikan
perasaan, menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-
sikap yang positif terhadap oaring lain, memberikan cara untuk
mengekspresikan ide kreatif dan minat, member cara mencapai tujuan-
tujuan terapeutik.
3. Tahap Perkembangan Bermain
Mildren parten dalam NS Yulianti (2012:147) adalah ahli yang
mempopulerkan teori perliaku bermain social. Dalam studinya, Parten
mengidentifikasi 6 tahapan perkembangan bermain anak atau yang lebih
dikenal sebagai Parten’s Classic Study of Play, yaitu:
a. Unoccupied play
Pada tahap ini, anak terlihat tidak bermain seperti umumnya dipahami
sebagai kegiatan bermain. Anak hanya mengamati kejadian disekitarnya
yang menarik perhatiannya. Apabila tidak ada hal yang manrik, maka
anak akan menyibukkan dirinya sendiri. Ia mungkin hanya berdiri di suatu
sudut, melihat sekeliling ruangan, atau melakukan beberapa gerakan tanpa
tujuan tertentu. Jenis bermain semacam ini biasanya hanya dilakukan oleh
bayi.
b. Solitary play (Bermain sendiri)
Pada tahap ini, anak bermain sendiri dan tidak berhubungan dengan
permainan teman-temannya. Ia tidak memperhatikan hal lain yang terjadi.
Untuk anak-anak, bermain tidak selalu seperti aktivitas bermain yang
dipahami oleh orang dewasa. Ketika ia merasa antusias dan tertarik akan
sesuatu, saat itulah anak disebut bermain, walaupun mungkin anak hanya
sekedar menggoyangkan badan, menggerakkan jari-jarinya. Pada tahap
ini, anak belum menunjukkan antusiasmenya kepada lingkungan sekitar,
khususnya orang lain. Tahapan bermain ini bisanya dilakukan oleh anak
usia bayi sampai umur 2 tahun dan menurun di masa-masa selanjutnya.
c. Onlooker play (Pengamat)
pada tahap ini, anak melihat atau memperhatikan anak lain yang
sedang bermain. Anak-anak mulai memperhatikan lingkungannya. Di
sinilah anak mulai mengembangkan kemampuannya untuk memahami
bahwa dirinya adalah bagian dari lingkungan. Walaupun anak sudah mulai
tertarik dengan aktivitas lain yang diamatinya, anak belum memutuskan
untuk bergabung. Dalam tahap ini anak biasanya cederung
mempertimbangkan apakah Ia akan bergabung atau tidak.
d. Parrarel play (Bermain pararel)
Pada tahap ini, anak bermian terpisah dengan teman-temannya namun
menggunakan jenis mainan yang sama ataupun melakukan perilaku yang
sama ataupun melakukan perilaku yang sama dengan temannya. Anak
bahkan sudah berada dalam suatu kelompok walaupun memang tidak ada
interaksi diantara mereka. Bisanya mereka mulai tertarik satu sama lain,
namun belum merasa nyaman untuk bermain bersama sehingga belum ada
satu tujuan yang ingin dicapai bersama. Terapi bermain ini biasanya
dilakukan oleh anak-anak di masa awal sekolah.
e. Associative play (Bermain asosiatif)
Pada tahap ini, anak terlibat dalam iteraksi social dengan sedikit atau
bahkan tanpa peraturan. Anak sudah mulai melakukan interaksi yang
intens dan bekerja sama. Sudah ada kesamaan tujuan yang ingin dicapai
bersama namun biasanya belum ada peraturan. Misanya anak melakukan
permainan kejar-kejaran, namun seringkali tidak tampak jelas siapa yang
mengejar siapa. Tahapan bermain ini biasanya dilakukan oleh sebagian
besar masa anak-anak prasekolah.
f. Cooperative play (Bermain Bersama)
Pada tahap ini, anak memiliki interaksi social yang teratur. Kerjasama
atau oembagian tugas/oeran dalam permainan sudah mulai diterapkan
untuk mencapai satu tujuan tertentu. Misalnya, bermain sekolah-sekolhan,
membangun rumah-rumahan. Tiper permainan ini yang mendorong
timbulnya kompetisi dan kerja sama nak. Tahapan bermain ini biasanya
dilakukan oleh anak-anak pada masa sekolah dasar,namun sudah dapat
dimainkan oleh anak-anak usia dini bentuk sederhana.
B. KONSEP DASAR ANAK USIA PRA SEKOLAH (3-6 TAHUN)
1. Definisi
Anak pra sekolah adalah anak yang berusia 3-6 tahun. Dalam usia ini
umumnya anak mengikuti program anak (3 tahun -5 tahun) dan kelompok
bermain usia (3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka
mengikuti program Taman Kanak-Kanak. Anak prasekolah adalah anak yang
masih dalam usia 3-6 tahun,mereka bisanya sudah mampu mengikuti program
prasekolah atau Taman Kanak-kanak. Dalam perkembangan anak prasekolah
sudah ada tahapan-tahapannya, anak sudah siap belajar khususnya pada usia
sekitar 4-6 tahun memiliki kepekaan menulis dan memiliki kepekaan yang
bagus untuk membaca. Pekembangan kognitif anak masa prasekolah berbeda
pada tahap praoperasional (Dewi, 2018).
2. Ciri Umum Usia Prasekolah
Menurut Dewi, Oktiawati & Saputri (2015) cirri-ciri anak prasekolah
melliputi aspek fisik, social, emosi dan kognitif anak yaitu:
a. Ciri fisik
Anak usia prasekolah umumnya sangat aktif dan sudah memiliki
penguasaan terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatannya sendiri.
Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang daari control
terhadap jari dan tangan. Namun anak masih mengalami kesulitan untuk
memfokuskan pandangan pada objek-objek yang kecil ukurannya, itu
sebabnya koordinasi tangan dan mata masih kurang sempurna.
b. Ciri sosial
Anak usia prasekolah ini mudah bersosialisasi dengan orang
disekitarnya, kelommpok bermain cenderung kecil sebab itu anak sering
berganti-ganti kelompok, tetapi anak mempunyai sahabat yang berjenis
kelamin sama. Anak menjadi sangat mandiri, agresif secara fisik dan
verbal, bermain secara kerja sama.
c. Ciri emosional
Anak sering bersikap marah, iri hati san cenderung mengkspresikan
emosinya dengan bebas dan terbuka.
d. Ciri kognitif
Anak usia prasekolah sudah pandai berbhasa dan senang berbicara,
sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari mereka
perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.
3. Tahap-tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah
a. Pertumbuhan Dan Perkembangan Biologis
Anak usia prasekolah yang sehat adalah periang, cekatan serta
memiliki sikap tumbuh yang baik. Perkembangan fisik ataupun biologis
anak usia prasekolah lebiih lambat dan relative menetap. Pertumbuhan
tinggi dan berat badan melambat tetapi pasti, dibandingkan dengan
masasebelumnya. System tubuh harusnya sudah matang dan sudah terlati
dengan toileting. Ketamoilan motorik, seperti berjalan, berlari dan
melompat menjai luwes, tetapi otot dan tulang berlum begitu sempurna
(Suparti, 2012).
b. Perkembangan psikososial
Menurut teori perkembangan Erikson, masa prasekolah antara usia 3
sapai 6 tahun merupakan periode perkembangan psikososial sebagai
periode inisiatif versus rasa bersalah, yaitu mengembangkan keinginan
dengan cara ekpslorasi terhadap apa yang ada disekelilingnya. Hasil akhir
yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan seesuati sebagai
prestasi. Perasaan bersalah ajan muncul pada anak apabila anak tidak
mampu berprestasi sehingga merasa tidak puas atas perkembangan yang
tidak tercapai.
c. Perkembangan Psikoseksual
Masa prasekolah merupakan periode perkembahan psikososial yang
dideskripsikan oleh Freud sebagai periode Falik, yang genetalia menjadi
area yang menarik dan area tubuh yang sensitive. Anak mulai mempelajari
adanya perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki dengan
mengetahui adanya perbedaan alat kelamin. Menurut Fred, anak usia
prasekolah akan mengalami konflik Odipus. Fase ini ditandai dengan
kecemburuan dan persaingan terhadap orangtua sejenis dan lebih merasa
nyaman dan dekat terhadap orang tua lain jenis. Tahap odipus biasanya
berakhir pada akhir periode usia prasekolah dengan indetfikasi kuat pada
orangtua sejenis.
d. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif yang dideskripsikan oleh Piaget pada anak
usia prasekolah (3 sampai 6 tahun) berada pada fase peralihan antara
prakonseptual dan intuitif. Pada fase prakonseptual (usia 2 sampai 4
tahun), anak memberntuk konsep yang kurang lengkap dan logis
dibandingkan dengan konseporang dewasa. Anak membuat klasifikasi
yang sederhana. Anak menghubungkan suatu kejadian dengan kejadian
yang simultan (penalaran transduktif). Pada fase ini intuitif (usia 5 samoai
7 tahun), anak menjadi mampu membuat klasifikasi, menjumlahkan dan
menghubungkan objek-objek, tetapi tidak menyadari prinsip-prinsip
dibalik kegiatan tersebut.anak menunjukkan proses berpikir intuitif (anak
menyadari bahwa sesuaru adalah benar, tatapi ia tidak dapat mengatakan
alasanya).
e. Perkembangan Moral
Menurut Supartini (2012) dalam , yang menyelidiki oenggunaan
atiran-aturan oleh anak-anak dan pandangan mereka mengenai keadilan,
dinyatakan bahwa anak-anak di bawah usia 6 tahun memperlihatkan
sedikit kesadaran akan suatu aturan. Bahkan aturan yang meraka terima
tampaknya tidak membatasi perilaku mereka dalam cara apaupun.
Menurut Kohlberg, anak usia prasekolah berada pada tahap
prakonvensional dalam perkembangan moral, yang terjadi hingga usia 10
tahun. Pada tahap ini, perasaan bersalah munvcul dan penekanannya
adalah pada pengendalian eksternal. Standar moral anak adalah apa yang
ada pada orang lain dan anak mengamati mereka untuk menghindari
hukuman atau mendapatkan penghargaan.
f. Perkembangan social
Salah satu bentuk sosialisasia aak usia prasekolah dalam kehidupan
sehari-hari adalah bermain bersosialisasi dengan keadaan barsama atau
dekat dengan anak-anak lain. Selama masa ini anak cenderugn bercakap-
cakap dengan dirinya sendiri, membeberkan individu dan dunia berpusat
dalam kehidupan dirinya.
BAB III
KEGIATAN BERMAIN

A. Rancangan Bermain
Kegiatan terapi bermain yang kelompok buat kali ini bertema
“Mengemabngkan kreativitas anak melalui mewarnai gambar”. Kegiatan ini
terdiri dari 3 sesi yaitu: Pertama menyanyikan lagu sesuai dengan keinginan
anak. Pada sesi kedua, anak diberi petunjuk untuk mewarnai gambar yang
telah disediakan oleh kelompok. Pada sesi terakhir yaitu anak diajak untuk
mewarnai gambar yang telah disediakan oleh kelompok tanpa stimulus atau
petunjuk dari kelompok sambil diobservasi. Pemilihan untuk mewarnai
gambar pada sesi ketiga ini tidak dibatasi, kemudian hasil dari kreasi anak
berupa gambar yang telah diwarnai didokumentasikan secara berkelompok
dan dibawah pulang oleh anak.
B. Media dan Alat
1. Buku Gambar
2. Pensil warna
3. Pensil crayon
4. Lembar observasi tingkat kreativitas anak
C. Sasaran
1. Kelompok usia pra sekolah (3 sampai 6 tahun)
2. Criteria anak:
a. Anak usia prasekolah (3 sampai 6 tahun)
b. Anak yang berada di dusun I dan dusun III
c. Anak yang tidak memiliki masalah intoleransi aktivitas
D. Waktu Pelaksanaan
1. Hari / tanggal : Jumat, 27 Mei 2022
2. Waktu : Pukul 09.30 - Selesai
3. Tempat : Kantor Desa Tateli III
Waktu yang dipilih untuk memberikan terapi bermain ini sudah
didisukusikan oleh orang tua anak tersebut, dan saat anak tidak pada waktu
makan dan istirahat.
E. Pengorganisasian
1. Penangng Jawab : Ns. Bayu Dwisetyo, S. Kep., M. Kep
2. Leader : Indah Sari Fauto, S. Kep
3. Co leader : Devita Rodonuwu, S. Kep
Irmawati Djafar, S. Kep
Ikhmal G. Duwila, S. Kep
4. Fasilitator : Ciska Oktavianti, S. Kep
Sriwahyuni Suleman, S. Kep
Windyawanti H. Andup, S. Kep
Djihat Halil, S. Kep
Risdayanti Harjono, S. Kep
Riswanto Teapon, S. Kep
Nurjanna Jufri, S. Kep
Risdayanti Harjono, S. Kep
Nurlina M. Ali, S. Kep
Mega Seredity, S. Kep
Suyasti Yasin, S. Kep
Rida Sondang, S. Kep
Rafly Facriandy, S. Kep
F. Pembagian Tugas
1. Indah Sari Fauto, S. Kep (Leader)
Peran :
a. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan
jalan menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien
termotivasi untuk mengekspresikan perasaannya.
b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlau lemah atau
mendominasi.
c. Coordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian
tujuan dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat
dalam kegiatan.
2. Devita Rondonuwu, S. Kep, Irwati Djafar, S. Kep, dan Ikhmal G Duwila,
S. Kep (Co Leader)
Peran :
a. Mengidentifikasi isu penting dalam proses
b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan leader
c. Membantu leader dalam kelancaran kegiatan
3. Ciska Oktavianti, S. Kep, Sriwahyuni Suleman, S. Kep, Windyawanti H.
Andup, S. Kep, Djihat Halil, S. Kep, Risdayanti Harjono, S. Kep,
Riswanto Teapon, S. Kep, Nurjanna Jufri, S. Kep, Risdayanti Harjono, S.
Kep, Nurlina M. Ali, S. Kep, Mega Seredity, S. Kep, Suyasti Yasin, S.
Kep, Rida Sondang, S. Kep, dan Rafly Facriandy, S. Kep (Fasilitator).
Peran :
a. Mempertahankan kehadiran peserta
b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap peserta
d. Mendokumentasikan saat berjalannya kegiatan
e. Mencatat semua kejadian saat berlangsungnya kegiatan
G. Susunan Kegiatan
No Waktu Perawat Klien/Anak Ket
1 5 menit Pembukaan :
a. Co – leader membuka dan a. Menjawab
mengucapkan salam salam
b. Memperkenalkan diri b. Mendengarkan
c. Memperkenalkan c. Mendengarkan
pembimbing
d. Memperkenalkan anak d. Mendengarkan
satu persatu
e. Kontrak waktu dengan e. Mendengarkan
anak
f. Mempersilahkan leader f. Mendengarkan
2 45 menit Kegiatan bermain:
a. Leader menjelaskan cara a. Mendengarkan
permainan
b. Membagikan b. Menerima
perlengkapan buku
gambar dan pensil warna
c. Leader, co-leader dan c. Bermain
fasilitator memotivasi
anak d. Bermain
d. Fasilitator mengobservasi
e. Mengungkapkan
anak
perasaan
e. Menanyakan perasaan
anak
3 10 menit Penutup :
a. Leader menghentikan a. Selesai bermain
permainan
b. Menanyakan perasaan b. Mengungkapkan
anak perasaan
c. Menyampaikan hasil c. Mendengarkan
permainan
d. Memberikan hadia kepada d. Senang
semua anak-anak
e. Mengungkapkan
e. Menanyakan perasaan perasaan
anak Co-leader menutup
kegiatan f. Menjawab
f. Mengucapkan salam salam

H. Evaluasi
1. Evaluasi stuktur yang diharapkan
a. Alat-alat yang digunakan lengkap
b. Kegiatan yang direncanakan daptat terlaksana
2. Evaluasi proses yang diharapkan
a. Terapi dapat berjalan dengan lancer
b. Anak dapat menagikuti terapi bermain dengan baik
c. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
d. Semua anggota kelompo dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya
3. Evaluasi hasil yang diharapkan
a. Anak dapat mengembangkan kreativitas berpikir dengan cara
mewarnai buku gambar
b. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
c. Anak merasa senang
d. Anak tidak merasa bosan
e. Kreativitas anak meningkat
I. Hambatan
Hambatan yang mungkin ditemui dalam permianan ini, anatara lain:
1. Anak kurang mau berinteraksi dengan orang lain selain orang tuanya
2. Anak merasa bosan dengan permainan yang diberikan

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang
mencerminkan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak
tersebut, tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan
informasi, member kesenangan, maupun mengembangkan imajinasi anak,
dimana dalam bermain anak akan menemukan kekuatan dan kelemahannya
sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain.
Bermain bagi anak adalah suatu kebutuhan selayaknya bekerja pada orag
dewasa, oleh sebab itu bermain dirumah sangat diperlukan guna untuk
menstimulasi perkembangan anak.
B. Saran
1. Orang Tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak
agar anak dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat
dapat menjadi poin penting dari stimulus yang akan didapat dari
permainan tersebut. factor kemanan dari permainan yang dipilih juga
harus diperhatikan.
2. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk
meningkatkan kreativitas anak dengan terapi bermain yang sesuai dengan
tahap tumbuh kembang anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat,
maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh kembang dan melatih
kreativitas.

DAFTAR PUSTAKA
Arief, Y. S. et al. (2012). “Peningkatan perkembangan multiple intelligences anak
usia prasekolah melaluo stimulasi permainan edukatif. Jurnal Ners, 7(1), pp.
64-70.
Dewi, A. D. (2018). Pengaruh terapi Bermain Plastisin terhadap Penurunan
Kecemasan Akibat Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah (4-6 tahun).
Skripsi. STIKES Insan Cendekia Medika.
Dewi R. C., Oktiawati A., dan SAputri . D. (2015). Teori dan konsep Tumbuh
Kembang Bayi, Todller, Anak dan Usia Remaja. Yogyakarta. Nuha Medika;
2015. Pp. 23-25.
Diani, N. (2013). Tumbuh kembang dan terapi bermain pada anak. Kedua. Edited by
E. Raptika. Jakarta: Salemba medika.
Lestari, R. (2018). Mengembangkan Kemandirian Anak Melalui Metode Pemberian
Tugas pada Anak Usia 5-6 tahun kelompok B2 di TK Al-Kautsar Bandar
Lampung. In Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung.
UIN Raden Intan Lampung.
Masulili, F. and Hastono, S. P. (2013). “Metode Bimbingan Imajinasi Rekaman
Audio Untuk Menurunkan Stress Hospitalisasi pada Anak Usia Sekolah Di
Rumah Sakit di Kota Palu”, Keperawatan Indonesia, 17(36), pp. 61-69. Doi:
10.7454/msk.vl7i2.xxxx.
Maulina, N., Ulfiana, D., makhfudi. (2013). Perbedaaan peran ibu dalam stimlasi
perkembangan anak usia prasekolah pada ibu bekerja dan tidak bekerja:
Jurnal. Universitas Airlangga Surabaya.
Mulyaman. I. (2008). Bermain Sebagai Media terapi, Retrieved 23 Mei 2021. From
www.ugm.ac.id
Novita., Mulyadi., & Mudatsir. (2017). Terapi bermain Terhdap Tingkat Kecemasan
Pada Anak usia 3-5 Tahun yang Berobat di Puskesmas. Jurnal Ilmu
Keperawatan. 5(2). ISSN 2338-6381.
Seran, Yasintha Maria. (2019). Pengaruh Terapi Bermain Slime Terhadap respon
Biologis, Psikologis, dan Perilaku Makan pada Anak Preschool yang
Menjalani Hospitalisasi di Ruang Dahlia RSUD MGR. Gabriel Manek, SVD
Arambua. Skripsi. Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai