Teori Sinyal Dalam Manajemen Keuangan PDF
Teori Sinyal Dalam Manajemen Keuangan PDF
Teori Sinyal Dalam Manajemen Keuangan PDF
Abstract
Abstraksi
Tulisan ini mengupas teori sinyal dalam bidang keuangan korporasi. Teori
sinyal menyatakan bahwa manajer (agen) atau perusahaan secara kualitatif memiliki
kelebihan informasi dibandingkan dengan pihak luar dan mereka menggunakan
ukuran-ukuran atau fasilitas tertentu menyiratkan kualitas perusahaannya. Setidaknya
ada empat jenis teori sinyal yang dikenal dalam literatur keuangan, yaitu 1) model
sinyal pilihan maturitas utang, 2) model sinyal investasi perusahaan, 3) model sinyal
struktur keuangan, dan 4) model sinyal dividen. Masing-masing model memiliki
konsekuensi sendiri-sendiri baik bagi manajer (agen) maupun pemegang saham
(investor) atau pemegang surat utang.
Pemegang saham atau investor harus menggunakan segala pemahaman yang
dimiliki untuk menduga kemungkinan sinyal-sinyal yang diisyaratkan oleh manajer.
Jika pemegang saham atau investor tidak mencoba mencari informasi terkait dengan
sinyal, mereka tidak akan mampu mengambil manfaat. Jadi, setiap sinyal yang
berpotensi mempengaruhi nilai perusahaan harus dicermati secara seksama.
0
1
1. Pendahuluan
Teori sinyal (signaling theory) merupakan salah satu teori pilar dalam
memahami manajemen keuangan. Secara umum, sinyal diartikan sebagai isyarat yang
dilakukan oleh perusahaan (manajer) kepada pihak luar (investor). Sinyal tersebut
dapat berwujud berbagai bentuk, baik yang secara langsung dapat diamati maupun
Apapun bentuk atau jenis dari sinyal yang dikeluarkan, semuanya dimaksudkan untuk
menyiratkan sesuatu dengan harapan pasar atau pihak eksternal akan melakukan
perubahan penilaian atas perusahaan. Artinya, sinyal yang dipilih harus mengandung
eksternal perusahaan.
suatu sinyal sangat bernilai atau bermanfaat sementara sinyal yang lain tidak berguna.
dicerminkan di dalamnya dan elemen-elemen apa saja dari sinyal atau komunitas
sekitarnya yang membuat sinyal tersebut tetap meyakinkan dan menarik. Selain itu,
teori ini juga mencermati apa yang akan terjadi manakala sinyal yang diisyaratkan
tidak sepenuhnya meyakinkan atau seberapa besar yang ketidakyakinan yang dapat
pengirim sinyal dan penerima sinyal seringkali sesuai, tetapi ada kalanya tidak sesuai
sama sekali. Ada kalanya persaingan agresif dan dilakukan terbuka tanpa upaya untuk
1
2
Buruan yang potensial dapat menyiratkan dirinya dengan tampilan yang penuh racun
atau mereka dapat lari cepat menghindar lalu kembali melakukan serangan membabi
buta. Pesaing yang potensial mungkin dapat memberi sinyal berupa kekuatan yang
dimiliki ke pesaing yang lain, jika pesaing tidak setara, pesaing yang lebih lemah
akan sangat mahal biayanya bagi semuanya, atau menghindari persaingan sama
yang bersaing adalah setara. Suatu sinyal merupakan aksi yang dapat dirasakan atau
sesuatu yang sulit ditebak atau sulit diduga tentang kualitas pemberi sinyal
lingkungan pemberi sinyal. Dalam hal ini tujuan sinyal adalah mengindikasikan
kualitas tertentu. Artinya, sinyal diisyaratkan dengan maksud untuk dinilai berbeda
Dalam literatur ekonomi dan keuangan, teori sinyal dimaksudkan untuk secara
(corporate insiders, yang terdiri atas officers dan directors) umumnya memiliki
informasi yang lebih bagus tentang kondisi perusahaan dan prospek masa depan
dibandingkan dengan pihak luar, misalnya investor, kreditor, atau pemerintah, bahkan
perusahaan. Kondisi dimana satu pihak memiliki kelebihan informasi sementara pihak
lain tidak dalam teori keuangan disebut dengan ketimpangan informasi (information
asymmetry).
2
3
Dalam kondisi adanya ketimpangan informasi ini, adalah sangat sulit bagi
investor untuk dapat secara objektif membedakan antara perusahaan yang berkualitas
bagus (high quality firms) dan yang berkualitas jelek (low quality firms). Sementara
itu, baik manajer perusahaan yang ‘bagus’ maupun yang ‘jelek’ akan mengklaim
yang menarik. Seiring dengan berlalunya waktu yang mampu untuk membuktikan
mana yang memang bagus, perusahaan yang memiliki kualitas rendah akan
tidak berkualitas bagus memperoleh manfaat dengan menyiratkan aksi atau tindakan
tertentu.
informasi di pasar tenaga kerja (labor markets). Dalam perkembangannya, teori sinyal
dan diupayakan untuk mampu menjawab beberapa pertanyaan pokok terkait dengan
manajerial dalam penawaran saham perdana (initial public offerings) (Leland dan
Pyle, 1977; dan Downes dan Heinkel, 1982), akuntansi nilai sekarang (current value
accounting) (Forker, 1984), dan seleksi sukarela auditor (Bar-Yosef dan Livnat,
3
4
perusahaan.
Artinya, dibayangi oleh adanya keraguan atas kualitas perusahaan yang sebenarnya
dan adanya kesamaan anggapan bahwa perusahaan pada umumnya kurang bagus,
maka akan memunculkan anggapan umum bahwa semua perusahaan pada umumnya
adalah jelek atau tidak baik. Dalam bahasa teori sinyal (signaling theory), hal ini
ini, baik perusahaan yang bagus maupun yang tidak bagus ditempatkan pada penilaian
lebih bagus berdasarkan pada apa yang diketahui oleh manajer bahwa prospek
perusahaan memang bagus. Mereka tentu berharap bahwa jika memang bagus, pasar
tentu akan beranggapan kalau perusahaan tersebut memang dinilai lebih bagus.
Bagaimana caranya agar manajer perusahaan yang bagus dapat menunjukkan kepada
investor bahwa perusahaannya layak dinilai bagus dengan cara sebisa mungkin tidak
utama yang selama ini dikenal dalam manajemen keuangan. Bagian dua mengungkap
mengapa sinyal yang ditunjukkan oleh perusahaan itu penting. Bagian tiga membahas
empat teori sinyal. Bagian tiga diikuti oleh pembahasan tentang isu-isu penting di
4
5
tulisan ini.
Akerlof (1970) menyajikan suatu ilustrasi yang sederhana tetapi kaya makna
atas pentingnya sinyal untuk membedakan kualitas yang bagus atas suatu perusahaan
dibandingkan dengan perusahaan lain. Perusahaan yang secara kualitas memang lebih
bagus dituntut untuk kreatif dan berani menggunakan sinyal-sinyal tertentu yang
menyiratkan bahwa diri mereka memang bagus dan tidak dapat disamakan dengan
perusahaan lain yang tidak bagus. Salah satu metode yang dapat dilakukan oleh
manajer adalah dengan menerapkan sebuah sinyal (signal) yang bisa jadi cukup mahal
dan masih dapat dilakukan (affordable), oleh perusahaan mereka, tetapi akan sangat
susah dilakukan atau ditiru oleh perusahaan yang berkualitas rendah karena memang
terlalu mahal bagi mereka. Salah satu metode yang paling efektif dan bermanfaat
Strategi pembagian dividen dalam jumlah besar ini bisa jadi sangat mahal bagi
dalam memenuhi rencana pengeluaran (anggaran) modalnya yang akan dapat lebih
dalam jumlah besar. Tetapi hal ini tidak menjadi masalah karena perusahaan masih
Di sisi lain, sinyal dalam bentuk jumlah dividen yang besar mungkin akan
sangat mahal bagi perusahaan yang kualitasnya kurang bagus (jelek) untuk ditiru
5
6
membayar dividen dalam jumlah besar. Dana yang dikeluarkan untuk meniru aksi
perusahaan karena akan mengerogoti cadangan keuangan (reserve). Jika harus tetap
mengikuti apa yang dilakukan oleh perusahaan yang bagus dan besar, maka
perusahaan yang berkualitas kurang bagus dan biasanya cenderung menjadi pengikut,
harus mengorbankan aktivitas yang membutuhkan dana karena dana yang tersedia
harus diwujudkan dalam bentuk dividen tunai. Hal ini tentu sebuah keputusan yang
sangat berat dan sulit dilakukan oleh perusahaan dengan kualitas kurang bagus yang
Dengan anggapan bahwa investor memahami kondisi ini, maka investor akan
tetap menilai perusahaan bagus, yaitu perusahaan yang mampu membayar dividen
dalam jumlah besar, dengan nilai yang baik dan menilai perusahaan yang kurang
bagus dengan benar, karena tidak mampu membayar dividen dalam jumlah besar.
Oleh karena itu, investor dikatakan mampu atau memiliki kemampuan untuk
membedakan mana yang bagus dan mana yang tidak bagus. Kondisi ini melahirkan
perusahaan harus mampu memisahkan diri dari lingkungan yang telah menganggap
untuk memisahkan diri dari perusahaan overvalued adalah karena perusahaan tidak
6
7
mau dianggap jelek padahal sebenarnya perusanaan tersebut adalah perusahaan yang
bagus. Menurut konsep teori sinyal, perusahaan yang undervalued dapat memisahkan
diri dengan memberi sinyal yang mahal ke pasar modal dimana perusahaan yang
sarana “cheap talk” dimana perusahaan overvalued tidak akan meniru karena tidak
ada manfaat jika ada informasi yang terungkap sebagai konsekuensi dari aktivitas
“cheap talk” tadi. Cheap talk sendiri diartikan sebagai bentuk pengungkapan sinyal
saham.
Sinyal yang diisyaratkan oleh perusahaan dapat berbentuk sinyal mahal (costly
signaling) atau sinyal murah (costless signaling). Menurut literatur sinyal mahal
(Spence, 1973), jika biaya sinyal lebih tinggi bagi perusahaan yang berciri jelek
daripada perusahaan yang berciri bagus, maka perusahaan yang berciri jelek tidak
akan menirunya. Untuk itu, sinyal yang ditunjukkan harus sangat berarti (credible)
dan tidak mudah ditiru. Ross (1977) menunjukkan bagaimana utang dapat digunakan
sebagai sinyal mahal untuk membedakan perusahaan yang undervalued dari yang
overvalued. Menurut konsep sinyal murah (Crawford dan Sobel, 1982), perusahaan
dapat menggunakan pesan yang tidak mengikat dan tidak perlu diverifikasi. Salah satu
sinyal yang termasuk sinyal murah adalah rencana pembelian kembali saham (stock
pembelian kembali saham juga dapat menjadi sinyal mahal. Brennan dan Hughes
menggunakan stock split yang dianggap sebagai sinyal murah yang diyakini dapat
7
8
Penelitian yang dilakukan oleh Huang et al. (2007) tidak menemukan bukti bahwa
stock split merupakan sinyal untuk kemampulabaan di masa mendatang yang kuat.
sinyal (signal) harus memiliki dua syarat untuk dapat berguna di pasar yang
‘sangat mahal’ bagi perusahaan yang melakukannya, dalam arti bahwa perusahaan
‘informasi’ kepada investor. Artinya, sinyal yang dipilih atau diterapkan harus
merupakan proyek ber-NPV negatif yang anggap saja membakar atau membuang-
buang uang (burn money). Kedua, sinyal yang dipilih harus lebih sangat mahal bagi
perusahaan yang lebih lemah (jelek) dibandingkan dengan perusahaan yang lebih
bagus (baik).
Selain dalam bentuk pembayaran dividen, sinyal lain yang mungkin akan
terasa sangat mahal bagi perusahaan yang jelek untuk ditiru telah diajukan dalam
penerapan teori sinyal. Leland dan Pyle (1977) membuat model yang menunjukkan
bagaimana pengusaha yang sedang mencari pembiayaan dari luar untuk investasi
proyeknya dapat menunjukkan bahwa proyek dimaksud memiliki nilai yang tinggi
atas proyek tersebut. Dalam hal ini pemilik perusahaan menggunakan tingkat
kepemilikan saham, yaitu dengan menahan porsi saham lebih besar (higher retained
ownership). Bukti-bukti empiris mendukung teori ini dengan temuan bahwa semakin
tinggi bagian saham yang ditahan oleh pemilik lama pada perusahaan yang akan go
public, semakin tinggi nilai perusahaan. Hasil penelitian Downes dan Heinkel (1982)
dan Grinbalt dan Hwang (1989) mendukung teori Leland dan Pyle (1977).
8
9
Adapun contoh lain dari suatu sinyal adalah penggunaan utang dalam struktur
beban utangnya. Dalam skenario ini perusahaan yang berani meningkatkan beban
hanya perusahaan yang prospektif yang berani mengambil risiko untuk meningkatkan
beban utangnya. Investor akan menilai dan menghargai lebih bagus perusahaan yang
memiliki beban utang tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang berutang rendah.
Tentu saja dalam hal ini perusahaan dimaksud haruslah perusahaan yang sudah
mapan. (Lihat diskusi yang lebih lengkap untuk bukti-bukti awal di tahun 1970an
sesuatu yang masuk akal bahkan bagi orang awan sekalipun. Tentu saja perlakuan
yang sama tidak dapat diterapkan pada paper awal yang membahas model sinyal yang
banyak dihiasi oleh pendekatan matematis yang rumit untuk dipahami oleh orang
biasa. Sayangnya, bagi para pendukung model ini, kemampuan empiris model ini
belum begitu dapat diandalkan karena biasanya teori sinyal memprediksi sesuatu yang
menguntungkan dan paling menjanjikan (dalam hal prospek pertumbuhan) akan juga
membayar dividen dalam jumlah besar dan akan memiliki rasio utang terhadap modal
sangat tinggi.
1
Lihat Smith dan Watts (1992) untuk perbandingan langsung yang menarik antara model
sinyal dan model biaya keagenan dalam perilaku perusahaan.
9
10
cenderung sama sekali tidak membayar dividen sementara perusahaan dalam industri
yang stabil biasanya membayar dividen atas hampir semua labanya. Misalnya, sektor
biotechnology atau penerbangan yang tidak pernah membayar dividen atau sektor
minyak dan gas yang membagi dividen sampai tiga perempat dari laba bersihnya. Hal
yang sama juga ditemui dalam kaitannya dengan struktur modal. Rasio utang yang
merupakan alat yang bernilai dalam teori keuangan, baik itu karena model-model
awal sudah dimodifikasi untuk secara lebih akurat mencerminkan realitas atau karena
model sinyal yang dikenal dalam literatur keuangan. Keempat model dimaksud adalah
(1) Model sinyal berbasis masa jatuh temponya utang (signaling models of debt
maturity choice), (2) Model sinyal berbasis investasi korporasi (signaling models of
financial structure), dan (4) Model sinyal dividen (dividend signaling model). Berikut
Menurut model sinyal berbasis masa jatuh temponya utang manajer akan
memilih lama atau pendeknya masa pembayaran atau jatuh tempo (maturity date)
10
11
utang sebagai salah satu sinyal yang dapat menunjukkan bagus tidaknya suatu
perusahaan. Manajer melakukan hal ini karena didorong oleh adanya ketimpangan
informasi antara mereka dan investor (pihak luar). Pada model sinyal atas struktur
privat tentang rating kredit di masa mendatang (Flannery, 1986) dan penawaran
tender (tender offer) pada saat perusahaan yang menawar memiliki informasi privat
tentang sinergi yang akan diperoleh (Hirchleifer dan Titman, 1990). Brennan (1990)
dan Stem (1988) telah juga menunjukkan bahwa pertimbangan sinyal mungkin
mempengaruhi bukan saja keputusan keuangan tetapi juga keputusan investasi riil,
yaitu pada saat manajer memiliki kepentingan terhadap tingkat harga saat ini.
mengajukan suatu model klasik yang berbendapat atau beragumen bahwa perusahaan
dengan perusahaan yang relatif kurang bagus. Dengan mengeluarkan utang berjangka
risiko yang tinggi, yaitu mereka dituntut untuk dapat dengan segera memenuhi
kewajibannya, apalagi bila setelah beberapa waktu investor dapat mengetahui kinerja
atau hal-hal sensitif perusahaan. Sementara itu, mengingat kondisi perusahaan yang
sudah bagus dan pertimbangan yang matang, manajer perusahaan yang bagus tidak
kuatir akan kemampuan untuk dapat membayar kewajibannya itu. Oleh karena itu,
manajer perusahaan yang kurang bagus akan berfikir ulang untuk mengambil risiko
dengan mencontoh apa yang dilakukan oleh manajer perusahaan yang bagus.
11
12
perusahaan yang bagus akan mengeluarkan utang jangka pendek (yang sahamnya
kurang bagus akan mengeluarkan utang berjangka panjang. Implikasi dari model yang
diajukan oleh Flannery adalah jika pengeluaran sekuritas secara ekonomis tidak
mahal, maka pooling equilibrium akan terjadi dimana investor tidak mampu untuk
membedakan mana perusahaan yang bagus dan mana yang kurang bagus.
jangka pendek (berkenaan dengan informasi privat tentang prospek cerah perusahaan)
dan risiko likuiditas (liquidity risk) yang melekat apabila peminjam menggunakan
pinjaman jangka pendek. Risiko likuiditas diartikan sebagai risiko pada mana
peminjam akan kehilangan manfaat dari kendali sewa (control rents) yang tidak
diperhitungkan dalam suatu kondisi dimana penyandang dana tidak berkenan untuk
diartikan sebagai manfaat keuangan dan non-keuangan yang diperoleh manajer dan
yang tidak dapat didistribusikan kepada pemegang sekuritas. Dalam model ini,
Diamonds menyatakan bahwa perusahaan berkinerja sangat baik akan memilih untuk
mengeluarkan utang jangka pendek, adapun perusahaan yang berkinerja sangat buruk
tidak memiliki alternatif selain meminjam utang jangka pendek, dan perusahaan
12
13
kemungkinan ini merupakan sisi menarik model teoritis yang dikembangkan oleh
Diamonds.
memilih kedewasaan dan senioritas suatu jenis utang. Penggunaan utang berjangka
pendek sekali lagi meningkatkan risiko likuiditas bagi manajer perusahaan dan juga
memprediksi bahwa utang jangka pendek akan lebih senior daripada utang jangka
sensitivitas biaya-biaya pendanaan atas informasi baru untuk suatu derajat proteksi
Goswani, Noe, dan Rebello (1995) mengembangkan model lain. Dalam model
ini, pilihan struktur kedewasaan merupakan suatu fungsi dari distribusi temporal
dikaitkan dengan ketidakpastian berkenaan dengan aliran kas jangka panjang, maka
perusahaan akan memilih untuk mengeluarkan utang jangka panjang, misalnya utang
berbasis pembayaran kupon yang secara parsial membatasi atau mengurangi porsi
untuk pembayaran dividen. Di sisi lain, jika ketimpangan informasi secara acak
terdistribusikan antara utang jangka pendek dan jangka panjang, maka perusahaan
13
14
et al. mampu untuk menjelaskan popularitas baik itu utang jangka pendek maupun
utang jangka panjang, termasuk juga keberadaan pembatasan dividen dan obligasi
berbasis pembayaran dividen. Implikasi lain dari model yang dikembangkan oleh
Goswani et al. adalah tidak adanya keharusan untuk berbenturan dengan ketidak-
Artinya, model tersebut tidak memerlukan batasan-batasan yang ketat tentang tingkat
kesempurnaan pasar dan juga keberadaan biaya-biaya keagenan sebagai salah satu
pembatas yang dalam banyak hal dapat mempengaruhi keabsahan dari suatu model.
dikarakterisasi oleh ketimpangan informasi. Dalam hal ini manajer perusahaan yang
bagus dapat memilih atau menetapkan untuk melakukan pengeluaran dana yang besar
untuk investasi yang tidak dapat dengan mudah ditiru oleh perusahaan yang kurang
bagus. Manajer perusahaan yang bagus bisa jadi mengorbankan keuntungan dengan
Beberapa peneliti mencoba menguji atau meneliti kebenaran teori ini. John
dan Nachman (1985), Miller dan Rock (1985) dan Ambarish, John, dan Williams
yang dipilih oleh manajemen merupakan sinyal yang efektif mengenai tingkat aliran
kas perusahaan (firm’s cah flow). Sinyal tersebut dikatakan efektif bilamana sinyal
dimaksud tidak dapat ditiru dengan mudah oleh perusahaan yang kurang lemah tanpa
14
15
merupakan berita yang kurang bagus bagi investor. Akibatnya, hanya perusahaan-
perusahaan yang relatif lebih berani mengeluarkan dana tinggi untuk investasi akan
lebih dinilai bagus oleh investor. Sedangkan perusahaan yang tidak mampu
mengeluarkan dana untuk investasi akan kurang mendapatkan respon baik di mata
investor.
lebih banyak manakala perusahaan memiliki prospek laba atau peluang pertumbuhan
lebih bagus di masa mendatang. Dalam konteks ini, investor disisi lain akan
bahwa kebijakan dividen dan pendanaan dengan sumber utang dipengaruhi oleh
tingkat kepemilikan saham oleh pemerintah dengan koefisien positif, sedangkan IOS
berpengaruh negatif.
harapan dan peluang investasi (IOS) pada perusahaan di Selandia Baru. Mereka
menemukan bukti bahwa tingkat disklosur informasi berhubungan positif dengan IOS.
Sementara IOS sendiri dipengaruhi oleh investasi perusahaan pada aset tetap dan
15
16
berkaitan dengan prospek masa depan ditentukan oleh proporsi dewan direksi dari
luar.
Bukti empiris yang ditemukan oleh Gul (1999) dan Hossain et al. (2005)
menunjukkan kepada pihak luar atas prospek perusahaan di masa mendatang. Dengan
kata-kata lain, manajer percaya bahwa sinyal peluang pertumbuhan tidak harus
tertentu yang diyakini bahwa pasar akan memaknai isyarat tersebut secara
proporsional.
financial structure) masih bermuara pada ketimpangan informasi antara manajer dan
investor (sebagaimana dalam pecking order hypothesis). Dalam model ini ditetapkan
bahwa perusahaan berkualitas bagus akan menggunakan struktur modal dalam upaya
untuk membedakan dirinya dari perusahaan yang berkualitas kurang bagus. Sinyal
yang dipilih dalam konteks ini memang cukup berisiko (mahal), yaitu dengan memilih
utang relatif tinggi dalam struktur modalnya. Hanya manajer perusahaan yang dapat
mengambil risiko memilih sinyal ini. Oleh sebab itu, investor akan menghargai lebih
bagus dan investor memiliki kemampuan untuk membedakan dengan cepat mana
perusahaan yang bagus dan mana yang kurang bagus dari struktur modal suatu
perusahaan. Dalam hal ini investor telah dapat melakukan pemisahan. Dengan kata-
16
17
model sinyal berbasis struktur modal cukup menarik, model-model yang ada tidak
Selain itu, bagian lain dari literatur keuangan menjelaskan perilaku struktur
modal dari sudut pandang teori permainan (game theory). Dalam hal ini, literatur
tersebut memodelkan industri riil sebagai bentuk oligopoli, yaitu suatu bentuk pasar
ini, rasio leverage dapat mengkomunikaskan baik itu kemauan untuk bekerja sama
Sejumlah penelitian telah dilakukan dalam upaya untuk menguji hipotesis ini.
Misalnya, Brander dan Lewis (1986), Maksimovic (1988), dan Maksimovic dan
untuk menghukum perusahaan lain bilamana perusahaan yang kurang mampu berani
mengambil atau mencontoh apa yang dilakukan oleh perusahaan yang relatif lebih
bagus kualitasnya. Dalam hal ini rasio leverage dapat dijadikan sebagai patokan untuk
bahwa dividen perlu dibagikan dalam rangka untuk memberikan sinyal tentang
17
18
adanya informasi positif (prospek bagus) perusahaan dari pihak internal (manajer)
yang diyakini memiliki kelebihan informasi kepada pemegang saham di pasar yang
dibandingkan dengan pemegang saham (calon pemegang saham). Perlu dicatat bahwa
model sinyal dividen merupakan salah satu model sinyal yang paling banyak diteliti.
Anggapan umum seakan sepakat bahwa pembagian dividen tunai tidak hanya
diyakini sebagai sesuatu yang mahal bagi manajemen (perusahaan), tetapi juga bagi
memerlukan dana untuk pengembangan (investasi), laba yang diperoleh tidak harus
dalam jumlah besar dibagikan kepada pemegang saham. Bagi pemegang saham,
penerimaan dividen tunai harus diimbangi dengan pembayaran pajak. Oleh karena itu,
hanya perusahaan besar dan mapan saja yang memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mampu membayar dividen tunai dalam jumlah relatif besar. Artinya,
walaupun sebagian keuntungan dari usahanya telah dibayarkan dalam bentuk dividen
Bagi perusahaan kecil (small firms) atau perusahaan dengan kondisi keuangan
relatif lemah, dorongan untuk membagi dividen dalam jumlah besar tentunya tidak
sama dengan perusahaan besar. Artinya, perusahaan kecil tidak memiliki dorongan
untuk meniru perusahaan besar dengan membagi dividen karena memang secara
18
19
(established firms) akan dapat membedakan dirinya dari perusahaan yang lebih kecil
secara lebih baik. Jika perusahaan besar mampu melakukan sesuatu dan tidak mampu
ditiru oleh perusahaan lain dan mampu memisahkan diri dari perusahaan di
(dan biasanya perusahaan tersebut memiliki peluang investasi yang lebih bernilai)
akan mampu membayar dividen dan tidak dapat ditiru oleh perusahaan kecil (lemah)
peran kebijakan dividen dalam kehidupan perusahaan. Bila kita menyikapi fenomena
ini, mau tidak mau kita harus menoleh kembali ke belakang dan mencermati model
menyatakan bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevannya. Dalam dunia dimana
pasar modalnya adalah sempurna dan akses terhadap informasi tidak terbatas,
kebijakan dividen tidak dapat mempengaruhi nilai pasar suatu perusahaan. Artinya,
manajemennya tidaklah dapat dengan serta merta diterima. Namun demikian, tidak
berarti bahwa bila kita mencoba mencermati ada tidaknya hubungan antara kebijakan
dividen dan nilai perusahaan merupakan upaya yang sia-sia. Setidaknya, jika kita mau
19
20
pengembangan atas model sinyal. Bhattaracharya (1989) dan John dan William
sementara Miller dan Rock (1985) membuat model yang menekankan pada suatu
hubungan antara dividen dan investasi untuk menyediakan biaya sinyal yang
diperlukan. Semua model yang disebutkan tadi berasumsi secara implisit bahwa orang
hubungan positif pada baik harga saham saat ini maupun masa mendatang.
lebih rendah, cenderung tidak membayar dividen, kurang tertarik untuk menginisiasi
dividen, dan cenderung tidak menaikkan dividen. Secara umum, Li dan Zhao tidak
menemukan bukti kuat bahwa model sinyal dividen terbukti. Analisis terhadap
Terlepas dari apa yang disampaikan oleh Miller dan Modligiani (1961) bahwa
20
21
pihak luar (investors atau pihak lain) yang kurang memiliki informasi, model resmi
pertama terhadap fenomena tersebut dikembangkan oleh Leland dan Pyle (1977) dan
Ross (1977) dimana mereka menerapkan dan mengembangkan hasil kerja Rothschild
dan Stiglitz (1976) dan Spence (1973). Leland dan Pyle mungkin adalah yang pertama
yang mengungkapkan suatu kejadian atau transaksi tertentu dalam sejarah keuangan.
Sementara Ross adalah yang pertama memberi perhatian terhadap pentingnya fungsi
variabel luar.
Dengan menggunakan metode yang saat ini sudah dikenal luas, yaitu
metodologi studi kejadian atau studi peristiwa (event study), Asquith dan Mullins
(1986) menemukan bahwa harga saham cenderung turun (jatuh) pada peristiwa
penjelasan yang elegan dalam konteks seleksi balikan (adverse selection). Dalam
modelnya, Myers dan Majluf, tidak seperti dalam Leland dan Pyle (1977) dan Ross
(1977), menyatakan bahwa manajer yang memiliki informasi pribadi (privat) sangat
IPO). Namun demikian, baru pada tahun 1986 fenomena yang mengarah pada
21
22
penjelasan perilaku seleksi balikan yang dialami oleh investor yang tidak terinformasi
(tidak memiliki kelebihan informasi) disampaikan oleh Rock (1986). Teori seleksi
balikan di pasar IPO mendapat dukungan melalui penelitian Koh dan Walter (1989)
dan upaya yang paling baru yang mencoba menjelaskan fenomena underpricing
sebagai sinyal kualitas kurang mendapat dukungan bukti empiris (lihat misalnya hasil
Satu catatan penting yang harus diperhatikan adalah model yang dikemukakan
oleh Rock (1986) bisa jadi lebih cocok dan dapat diterapkan pada sistem yang berlaku
mengadopsi sistem Inggris sebagai model formal dalam penawaran umum dan kurang
dapat diterapkan dalam konteks sistem yang berlaku di Amerika Serikat. Model lain
Amerika Serikat adalah yang dikemukan oleh Spatt dan Srivastava (1991) yang
memberi tekanan insentif bagi investor potensial untuk mengungkap penilaian mereka
yang sebenarnya atau Welsch (1992) yang melakukan analisis atas konsekuensi
dengan melakukan pendekatan pembeli potensial atas suatu penawaran umum atau
perilaku strategik dalam bagian penjamin emisi (underwriter) atau investor dan
dan Wilhelm (1990) dan Chowdhury dan Sherman (1994) secara eksplisit melakukan
analisis terhadap implikasi perpedaan aturan institusi pada IPO. Bukti akhir-akhir ini
22
23
issue) memberikan peluang untuk diteliti dan merupakan tantangan bagi para ahli
manajemen keuangan.
seleksi balikan, adalah suatu yang alami (biasa) untuk memperhitungkan bagaimana
dan sarana lain. Masulis (1980) menemukan bukti bahwa perubahan struktur modal
perubahan pada harga saham. Beberapa peneliti, misalnya Brennan dan Kraus (1987),
Constatinides dan Grundy (1989), dan Heinkel (1982), mengembangkan model sinyal
dalam mana sebuah perusahaan dapat mengungkapkan tipe-tipe sinyal tertentu dengan
cenderung kurang memiliki penjelas karena biasanya model tersebut kurang mampu
(1994) menyebut kondisi ini sebagai “naive functionalism”. Khususnya, pada saat
suatu model menunjukkan bahwa instrumen tertentu dapat digunakan sebagai sinyal,
umumnya model tersebut tidak mampu menunjukkan mengapa satu instrumen harus
dipilih sedangkan yang lain tidak. Ambarish, John, dan Williams (1987) menelaah isu
hampir semua model sinyal berasumsi bahwa hanya ada satu paramater atas distribusi
relevan yang disinyalkan, Hughes (1986) mengembangkan suatu model dalam mana
23
24
baik distribusi rata-rata maupun varian dicerminkan oleh aksi pilihan orang dalam
sendiri.
(informed insider) dalam model sinyal masih merupakan kesepakatan ad hoc dan
Fiat dan mengajukan kontrak bagi hasil sederhana yang menghasilkan keputussan
investasi efisien dan memberikan motivasi bagi pengembangan model sinyal lainnya.
konsisten terhadap waktu dalam hal bahwa akan ada dorongan (insentif) bagi
pemegang saham dan manajer untuk menegosiasi ulang kontrak dengan kondisi-
kondisi tertentu. Sayangnya masih belum ada analisis positif atas penawaran dan
walaupun saat ini ada perkembangan literatur pada kontrak kompensasi optimal bagi
manajer dalam konteks moral hazard, dalam banyak literatur manajer diasumsikan
5. Penutup
Kita telah membahas beberapa model sinyal yang telah diuji kekuatan
negara yang maju, dalam hal ini adalah Amerika Serikat atau Inggris. Tentu saja
masih sangat terbuka kesempatan untuk menguji hipotesis model teori sinyal pada
konteks pasar modal atau negara yang berbeda. Pengujian ulang selain dimaksudkan
untuk menguji validitas eksternal juga dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh
24
25
manajemen.
variabel yang diteliti oleh peneliti terdahulu, tetapi dapat juga dengan mengurangi
atau menambah jumlah variabelnya yang disesuaikan dengan kondisi dan keadaan
dimana penelitian tersebut akan dilakukan. Dari aktivitas ini diharapkan akan dapat
ditemukan teori baru yang lebih bagus atau mungkin teori baru yang benar-benar
Dari apa yang tersaji kiranya dapat disimpulkan bahwa sinyal atau hal-hal
tertentu yang ditunjukkan oleh suatu perusahaan (manajer) dapat dijadikan sebagai
suatu tanda akan kualitas suatu perusahaan. Pemilihan suatu sinyal akan sangat
menyiratkan suatu sinyal. Selain itu, akan sangat mahal dan berisiko bagi perusahaan
yang kurang berkualitas untuk menirunya. Setiap keputusan pemilihan sinyal akan
risiko dan tingkat pengembalian yang diharapkan (risk and expected return) tentunya
manjadi pegangan utama bagi manajer sebelum keputusan penerapan sinyal diambil.
Daftar Pustaka
Akerlof, G.A., 1970. The market for `Lemons': Quality uncertainty and the market
mechanism. Quarterly Journal of Economicsi, 84: 488-500.
Akhigbe, A., S.F. Borde, dan J. Madura, 1993. Dividend policy and signaling by
insurance companies. Journal of Risk and Insurance, 60: 413-428
25
26
Ambarish, R., K. John, dan J. Williams, 1987. Efficient signaling with dividends and
investments. Journal of Finance, 42(2): 321-343.
Asquith, P. dan D. Mullins, 1983. The impact of initiating dividend payments on
shareholders wealth. Journal of Business, 56: 77-96.
Asquith, P. dan D. Mullins, 1986. Signaling with dividends, stock repurchases, and
equity issues. Financial Management, 15: 27-44.
Bar-Yosef, S. dan J. Livnat, 1984. Auditor selection: An incentive signaling approach.
Accounting and Business Research, 54, Fall: 301-309.
Benveniste, L.M., dan W.J. Wilhelm, 1990. A comparative analysis of IPO proceeds
under alternative regulatory environments. Journal of Financial Economics,
28:173–207.
Bhattacharya, S., 1979. Imperfect information, dividend policy, and the bird in the
hand fallacy. Bell Journal of Economics, 10: 259-270.
Brander, J.A. dan T.R., Lewis, 1986. Oligopoly and financial structure. American
Economic Review, 76: 956-971.
Brennan, M.J. dan A. Kraus, 1987. Efficient financing under information asymmetry.
Journal of Finance, 42 (4): 1225-1243.
Brennan, M.J., 1990, Latent assets. Journal of Finance, 45 (3): 709-730.
Brennan, M.J., dan P. Hughes, 1991, Stock prices and the supply of information.
Journal of Finance, 46 (4): 1665-1691.
Chowdhury, B., dan A. Sheman, 1994, International differences in over-subscription
and underpricing IPOs, Working Paper, University of California Los Angeles
(UCLA).
Constantinides, G., dan B. Grundy, 1989. Optimal investment with stock repurchase
and financing as signals. Review of Financial Studies, 2: 445-465.
Crawford V.P. dan J. Sobel, 1982, Strategic information transmission. Econometrica,
50: 1431-1451.
Diamonds, D.W. 1991. Debt maturity structure and liquidity risk. Quarterly Journal
of Economics, 106: 711-737.
Diamonds, D.W. 1993. Seniority and maturity of debt contract. Journal of Financial
Economics, 33: 341-368.
Downes, D.H. dan R. Heinkel, 1982. Signaling and the valuation of unseasoned new
issues. Journal of Finance, 37 (1): 1-10.
Dybvig, P.H., dan J.F. Zender, 1991. Capital structure and dividend irrelevance with
asymmetric information. Review of Financial Studies, 4: 201-219.
Flannery, M.J. 1986. Asymmetry information and risky debt maturity choice. Journal
of Finance, 41 (1): 19-37.
26
27
Forker, J.J. 1984. Contract value accounting and the monitoring of managerial
performance: An agency based proposal. Accounting and Business Research,
54, Spring: 125-137.
Goswani, G., T., Noe., dan M. Rebello, 1995. Debt financing under asymmetric
information. Journal of Finance, 50 (2): 633-659.
Grinblatt, M., dan C.Y. Hwang, 1989. Signaling and the pricing of new issues.
Journal of Finance, 44 (2): 393-420.
Gul, Ferdinand A., 1999. Government share ownership, investment opportunity set
and corporate policy choices in China. Pacific-Basin Finance Journal,
7 (2): 157-172.
Heinkel, R., 1982. A Theory of capital structure relevance under imperfect
information. Journal of Finance, 37 (3): 1141-1150.
Hertzel, M., dan P. Jain, 1991. Earnings and risk changes around stock repurchases
tender offers. Journal of Accounting and Economics, 14: 253-274.
Hirshleifer, D. dan A.V. Thakor, 1992. Managerial conservatism, project choice and
debt. Review of Financial Studies, 5: 437-470.
Hirshleifer, D. dan S. Titman, 1990. Share tendering strategies and the success of
hostile takeover bids. Journal of Political Economy, 98: 295-324.
Hossain, Mahmud., K. Ahmed dan J. M. Godfrey, 2005. Investment opportunity set
and voluntary disclosure of prospective information: A simultaneous equations
approach. Journal of Business Finance & Accounting, 32 (5-6): 871-907.
Huang, G.C., K. Liano, dan M.S. Pan, 2007. Do stock split signal for future
profitability?. Review of Quantitative Finance and Accounting, 26: 347-367.
Hughes, P., 1986. Signaling by direct disclosure under asymmetric information.
Journal of Accounting and Economics, 8: 119-142
John, K. dan J. Williams, 1985. Dividends, dilution and taxes: A signaling
equilibrium. Jurnal of Finance, 40 (3): 1053-1070.
John, K., dan D. Nachman, 1985. Risky debt, investment incentives and reputation in
a sequential equilibrium. Journal of Finance, 40 (2): 863-878
Koh, F. dan T. Walter. 1989. A direct test of Rock’s model of the pricing of
unseasoned issues, Journal of Financial Economics, 23: 251-272.
Leland, H.E. dan D.H., Pyle, 1977. Informational asymmetries, financial structure,
and financial intermediation. Journal of Finance, 32 (2): 371-387.
Li, K., dan X. Zhao, 2008. Asymmetric information and dividend policy. Financial
Management, Winter 37: 673-694.
Logue, D.E. 1973. On the pricing of unseasoned equity offerings: 1965-1969. Journal
of Financial and Quantitative Analysis, 14 (1): 91-104.
Maksimovic, V. 1988. Capital structure and repeated oligopolies. RAND Journal of
Economics, 19: 489-507.
27
28
Maksimovic, V. dan J. Zechner, 1991. debt, agency costs, and industry equilibrium.
Journal of Finance, 46 (4): 1619-1644.
Masulis, R.W., 1980. The effects of capital structure changes on security prices: A
study of exchange offers. Journal of Financial Economics, 8: 139-178.
Megginson, W.R., 1996. Corporate Finance Theory, Addison Wesley Educational
Publisher, New York.
Michaely, R. dan W.H. Shaw, 1994. The pricing of initial public offerings: Tests of
adverse selection and signalling theories. Review of Financial Studies, 7 (2):
279-319.
Miller, M, dan F. Modigliani, 1961. Dividend policy, growth, and the valuation of
shares. Journal of Business, 34: 411-433.
Miller, M.H., dan K. Rock, 1985, Dividend policy under asymmetric information.
Journal of Finance, 40 (4): 1031–1051.
Myers, S.C., dan N.S., Majluf, 1984. Corporate financing and investment decisions
when firms have information that investors do not have. Journal of Financial
Economics, 13: 187-221.
Pearsons, J.C., 1994. Signaling and takeover deterrence with stock repurchases: Dutch
auctions versus fixed price tender offers. Journal of Finance, 49 (4): 1373-
1402.
Rock, K., 1986. Why new issues are underpriced. Journal of Financial Economics, 15
(1/2): 187-212.
Ross, S., 1977. The determination of financial structure: The incentive signaling
approach. Bell Journal of Economics, 8: 23-40.
Ross, S.A., 1979. The economics of information and the disclosure regulation debate,
dalam Edwards, F.R. (ed.). Issues in Financial Regulation, McGraw-Hill, New
York, hal. 177-202.
Rothschild, M. dan J.E. Stiglitz, 1976. Equilibrium in competitive insurance markets:
An essay on the economics of imperfect information. Quarterly Journal of
Economics, 90 (4): 629-649.
Smith, C.W., 1990. The Modern Theory of Corporate Finance, 2ed, McGraw Hill,
New York.
Smith, C.W., dan R.L. Watts, 1992. The investment opportunity set and corporate
financing, dividends, and compensation policy. Journal of Financial
Economics, 32: 263-292.
Spatt C dan S. Srivastava, 1991. Preplay communication, participation restrictions,
and efficiency in initial public offerings. Review of Financial Studies, 4: 709-
726.
Spence, M., 1973. Job market signaling. Quarterly Journal of Economics, 87: 355-
374
28
29
Welch, I., 1989. Seasoned offerings, imitation costs, and underpricing of initial public
offerings. Journal of Finance, 44 (2): 421-429.
Welch, I., 1992. Sequential sales, learning, and cascades. Journal of Finance, 47 (2):
695-732.
Williamson, S., 1994. Do informational frictions justify federal credit programs?.
Journal of Money, Credit and Banking, 26 (3): 523-554.
29