Bab 2 Pendidikan Karakter

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

BEST PRACTICE

PENGUATAN KARAKTER WARGA SEKOLAH


MELALUI IMPLEMENTASI BUDAYA 5 S
(SALAM, SENYUM, SAPA, SOPAN, SANTUN)
DI SMK TI BALI GLOBAL DENPASAR

SMK TI BALI GLOBAL DENPASAR


DENPASAR
2019
19

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan buku panduan penerapan pendidikan karakter di sekolah yang
disusun dan diterbitkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk), Badan
Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan Nasional,
pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dilaksanakan dalam empat ranah sebagai
berikut:
1. Pengajaran dan Pembelajaran;
2. Pengembangan Budaya Sekolah (School Culture) dan Pusat Kegiatan Belajar;
3. Ko-kurikuler dan Ekstra-kurikuler;
4. Kegiatan Keseharian di Rumah dan di Masyarakat.
Melalui keempat ranah tersebut, sekolah dapat melaksanakan pendidikan
karakter dengan mengembangkan beberapa kegiatan inovatif dan kreatif. Kegiatan-
kegiatan ini direncanakan oleh semua pemangku kepentingan pendidikan
(stakeholders), dan disusun dalam Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) dan
Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS), sehingga semua pemangku kepentingan
di sekolah dapat memahami kegiatan-kegiatan tersebut dan merasa memiliki tanggung
jawab untuk melaksanakannya. Untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan tersebut,
semua pemangku kepentingan memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan
improvisasi berdasarkan pengetahuan pengalaman, dan mengembangkannya sebagai
kegiatan inovatif untuk melaksanakan pendidikan karakter di sekolah. Upaya sadar
yang kemudian direncanakan secara matang oleh sekolah ini bukan semata-mata
menjadi tanggung jawab kepala sekolah, melainkan menjadi tanggung jawab bersama
semua pemangku kepentingan di sekolah, termasuk orang tua siswa yang tergabung
dalam Komite Sekolah.
20

1.2 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang menjadi bahan pembahasan adalah
bagaimanakah implementasi Budaya 5 S (Salam, senyum, sapa, sopan santun) di
SMK TI Bali Global Denpasar?

1.3 Tujuan Penulisan Best Practise


Melalui penulisan best practice ini diharapkan dapat mengetahui
implementasi Budaya 5 S (Salam, senyum, sapa, sopan santun) di SMK TI Bali
Global Denpasar.

1.4 Manfaat Penulisan Best Practise


1) Secara teoritis dapat memberikan wawasan dan pengetahuan tentang
implementasi Budaya 5 S (Salam, senyum, sapa, sopan santun) untuk
penguatan karakter warga sekolah di SMK TI Bali Global Denpasar.
2) Secara praktis diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan bagi pengelola
sekolah dalam rangka meningkatkan mutu sekolah yang terkait dengan
pendidikan karakter melalui implementasi budaya 5 S
21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berasal dari dua kata pendidikan dan karakter, menurut

beberapa ahli, kata pendidikan mempunyai definisi yang berbeda-beda tergantung

pada sudut pandang, paradigma, metodologi dan disiplin keilmuan yang

digunakan, diantaranya: Menurut D. Rimba, pendidikan adalah “Bimbingan atau

pembinaan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan Jasmani dan

Rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utuh.1

Menurut Doni Koesoema A. mengartikan pendidikan sebagai proses

internalisasi budaya ke dalam diri individu dan masyarakat menjadi beradab.2 Ada

pula yang mendefinisikan pendidikan sebagai proses dimana sebuah bangsa

mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan, dan untuk

memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien.

Menurut Sudirman N. pendidikan adalah usaha yang dijalankan oleh

seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau

sekelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan

penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mantap. 3 Ki Hadjar Dewantara

1
D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1989), h. 19.
2
Doni Koesoema A. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Modern. (Jakarta:
Grasindo, 2007), h. 80
3
Sudirman N, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1987), h. 4.
22

menyatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti,

pikiran, dan jasmani anak agar selaras dengan alam dan masyarakatnya. 4

Sedangkan secara terminologi, pengertian pendidikan banyak sekali dimunculkan

oleh para pemerhati/tokoh pendidikan, di antaranya: Pertama, menurut Marimba

pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap

perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian

yang utama.5 Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,


5
bangsa dan negara. Intinya pendidikan selain sebagai proses humanisasi,

pendidikan juga merupakan usaha untuk membantu manusia mengembangkan

seluruh potensi yang dimilikinya (olahrasa, raga dan rasio) untuk mencapai

kesuksesan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Setelah kita mengetahui esensi

pendidikan secara umum, maka yang perlu diketahui selanjutnya adalah hakikat

karakter sehingga bisa ditemukan pengertian pendidikan karakter secara

komprehensif. Istilah karakter digunakan secara khusus dalam konteks pendidikan

4
Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan. (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa), h. 14. 5
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005),
h.24.
5
UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Ibid.
h. 74
23

baru muncul pada akhir abad 18, terminologi karakter mengacu pada pendekatan

idealis spiritualis yang juga yang juga dikenal dengan teori pendidikan normatif,

dimana yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai transenden yang dipercaya

sebagai motivator dan dominisator sejarah baik bagi individu maupun bagi

perubahan nasional. Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang

berarti to engrave atau mengukir. Membentuk karakter diibaratkan seperti

mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Dari sanalah

kemudian berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus

atau pola perilaku (an individual’s pattern of behavior … his moral contitution).

Sedangkan Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “Charakter”,

yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti,

kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat

manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung

dari faktor kehidupannya sendiri6. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi

pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang.7 karakter juga

bisa diartikan sikap, tabiat, akhlak, kepribadian yang stabil sebagai hasil proses

konsolidasi secara progresif dan dinamis. 8 Sementara dalam Kamus Bahasa

Indonesia kata ‘karakter’ diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau

budi pekerti yang membedakan seseorang dangan yang lain, dan watak. Ki Hadjar

6
Mochtar Buchori, Character Building dan Pendidikan Kita. Kompas
7
Abdul majid, Dian andayani. Pedidikan karakter dalam perspektif Islam. (Bandung: Insan Cita
Utama, 2010), hlm. 11
8
Yahya Khan. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri: Mendongkrak Kualitas Pendidikan.
(Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010), h. 1.
24

Dewantara memandang karakter sebagai watak atau budi pekerti. Menurutnya budi

pekerti adalah bersatunya antara gerak fikiran, perasaan, dan kehendak atau

kemauan yang kemudian menimbulkan tenaga. Dari beberapa definisi karakter

tersebut dapat disimpulkan secara ringkas bahwa karakter adalah sikap, tabiat,

akhlak, kepribadian yang stabil sebagai hasil proses konsolidasi secara progresif

dan dinamis; sifat alami seseorang dalam merespons siruasi secara bermoral;

watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil

internalisasi berbgai kebajikan, yang diyakini dan digunakan sebagai landasan

untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak; sifatnya jiwa manusia, mulai

dari angan-angan sampai menjelma menjadi tenaga. Dari definisi yang telah

disebutkan terdapat perbedaan sudut pandang yang menyebabkan perbedaan pada

pendefinisiannya. namun demikian, jika melihat esensi dari definisi-definisi

tersebut ada terdapat kesamaan bahwa karakter itu mengenai sesuatu yang ada

dalam diri seseorang, yang membuat orang tersebut disifati. Mengacu pada

berbagai pengertian dan definisi tentang pendidikan dan karakter secara sederhana

dapat diartikan bahwa pendidikan karakter adalah upaya sadar yang dilakukan

seseorang atau sekelompok orang (pendidik) untuk menginternalisasikan nilai-

nilai karakter pada seseorang yang lain (peserta didik) sebagai pencerahan agar

peserta didik mengetahui, berfikir dan bertindak secara bermoral dalam

menghadapi setiap situasi. Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya

tentang pendidikan karakter, diantaranya Lickona yang mendefinisikan pendidikan

karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang

memahami, peduli dan bertindak dengan landasan nilai-nilai etis. Pendidikan


25

karakter menerut Lickona mengandung tiga unsure pokok, yaitu mengetahui

kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan

melakukan kebaikan (doing the good). Thomas Lickona mendefinisikan orang

yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara

bermoral yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang

baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia

lainnya. Pengertian ini mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles,

bahwa karakter itu erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus

menerus dilakukan. Lebih jauh, Lickona menekankan tiga hal dalam mendidik

karakter. Tiga hal itu dirumuskan dengan indah: knowing, loving, and acting the

good. Menurutnya keberhasilan pendidikan karakter dimulai dengan pemahaman

karakter yang baik, mencintainya, dan pelaksanaan atau peneladanan atas

karakter baik itu. 9 Pendidikan Karakter menurut Albertus adalah diberikannya

tempat bagi kebebasan individu dalam mennghayati nilai-nilai yang dianggap

sebagai baik, luhur, dan layak diperjuangkan sebagai pedoman bertingkah laku

bagi kehidupan pribadi berhadapan dengan dirinya, sesame dan Tuhan.10 Menurut

Khan pendidikan karakter adalah proses kegiatan yang dilakukan dengan segala

daya dan upaya secara sadar dan terencana untuk mengarahkan anak didik.

Pendidikan karakter juga merupakan proses kegiatan yang mengarah pada

9
Thomas Lickona, Educating For Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility,
(New York:Bantam Books,1992) , h. 12-22.
10
Albertus, Doni Koesoema, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta:
PT.Grasindo, 2010), h.5.
26

peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan budi harmoni yang selalu

mengajarkan, membimbing, dan membina setiap menusiauntuk memiliki

kompetensi intelektual, karakter, dan keterampilan menarik. Nilai-nilai pendidikan

karakter yang dapat dihayati dalam penelitian ini adalah religius, nasionalis,

cerdas, tanggung jawab, disiplin, mandiri, jujur, dan arif, hormat dan santun,

dermawan, suka menolong, gotong-royong, percaya diri, kerja keras, tangguh,

kreatif, kepemimpinan, demokratis, rendah hati, toleransi, solidaritas dan peduli.11

Ada sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu : 1.

karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya.

1. kemandirian dan tanggung jawab

2. kejujuran/amanah, diplomatis

3. hormat dan santun

4. dermawan, suka tolong menolong dan gotong royong/kerjasama

5. percaya diri dan pekerja keras

6. kepemimpinan dan keadilan

11
Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta : Pelangi Publishing, 2010), h.
34.
27

7. baik dan rendah hati

karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.12 Kesembilan karakter itu, perlu

ditanamkan dalam pendidikan holistik dengan menggunakan metode knowing the

good, feeling the good, dan acting the good. Hal tersebut diperlukan agar anak

mampu memahami, merasakan/mencintai dan sekaligus melaksanakan nilai-nilai

kebajikan. Bisa dimengerti, jika penyebab ketidakmampuan seseorang untuk

berperilaku baik, walaupun secara kognitif anak mengetahui, karena anak tidak

terlatih atau terjadi pembiasaan untuk melakukan kebajikan Menurut Ramli,

pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan

moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya

menjadi manusia yang baik, warga masyarakat yang baik , dan warga Negara yang

baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik , dan warga

Negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-

nilai sosial tertentuyang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan

bangsanya. Oleh karena itu, hakikat pendidikan karakter dalam konteks pendidikan

Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang

bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina

kepribadian generasi muda. 13 Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai

upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan

menginternalisasikan nilai-nilai sehingga peserta didik menjadi insan kamil.

Pendidikan karakter juga dapat diartikan sebagai suatu system penanaman nilai-

12
Thomas Lickona, Educating For Character, Ibid. h. 12-22.
13
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung:Alfabeta, 2012) , h.2324.
28

nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,

kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesana, lingkungan maupun

kebangsaan sehingga menjadi manusia yang sempurna. Penanaman nilai pada

warga sekolah maknanya bahwa pendidikan karakter baru akan efektif jika tidak

hanya siswa, tetapi juga para guru, kepala sekolah dan tenaga non-pendidik

disekolah harus terlibat dalam pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah

proses menanamkan karakter tertentu sekaligus memberi benih agar peserta didik

mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalankan kehidupan.

Dengan kata lain, peserta didik tidak hanya memahami pendidikan sebagai bentuk

pengetahuan, namun juga menjadikan sebagai bagian dari hidup dan secara sadar

hidup berdasarkan pada nilai tersebut.

B. Tujuan Pendidikan Karakter

Pada dasarnya Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu

penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian

pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan

seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter

diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan


29

pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilainilai

karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.14

Pendidikan adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek

teori pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut

Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan

efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan

berkelanjutan.16

Melalui pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas, tidak hanya

otaknya namun juga cerdas secara emosi. Kecerdasan emosi adalah bekal

terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan. Dengan

kecerdasan emosi, seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam

tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Hal ini sesuai dengan rumusan tujuan pendidikan nasional yang terdapat pada

UUSPN No.20 tahun 2003 Bab 2 pasal 3: Pendidikan Nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.15

14
http://aryforniawan.blogspot.com/2012/06/fungsi-dan-tujuan-pendidikan-karakter.html 16
Muslih, Pendidikan Karakter, 29.
15
Dharma Kesuma, et.al, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), 6.
30

Sedangkan dari segi pendidikan, pendidikan karakter bertujuan untuk

meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada

pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,

terpadu dan seimbang.16

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yang

tangguh, kompetitif, nerakhlak mulai, bermoral, bertoleran, ber gotongroyong,

berjiwa patriotik, berkembag dinamis, beroreantasi pada ilmu pengetahuan dan

teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa berdasarkan Pancasila.17

Dengan demikian, menurut penulis tujuan pendidikan karakter memiliki fokus

pada pengembangan potensi peserta didik secara keseluruhan, agar dapat menjadi

individu yang siap menghadapi masa depan dan mampu survive mengatasi

tantangan zaman yang dinamis dengan perilaku-perilaku yang terpuji.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, peran keluarga, sekolah18 dan komunitas

sangat menentukan pembangunan karakter anak-anak untuk kehidupan yang lebih

baik di masa mendatang. Dengan menciptakan lingkungan yang kondusif, anak-

16
Muslih, Pendidikan Karakter, 81.
17
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. (Bandung: Alfabeta,
2012), 30.
18
Dalam hal ini, di lingkungan sekolah peran guru sangat penting bagi pembentukan karakter
anak didik. Jamal Ma’mur Asmani menjelaskan, seorang guru harus dapat menjadi figur teladan bagi
anak didiknya; menjadi inspirator yang mampu membangkitkan semangat untuk mengoptimalkan
potensi peserta didik; menjadi motivator yang mampu membangkitkan spirit, etos kerja dan potensi luar
biasa yang dimiliki; menjadi dinamisator, yakni menjadi lokomotif yang benar-benar mendorong
gerbong ke arah tujuan dengan kecepatan, kecerdasan dan kearifan yang tinggi; evaluator yakni
mengevaluasi metode pembelajaran yang dipakai dalam pendidikan karakter, mengevaluasi sikap
perilaku yang ditampilkan, sepak terjang, perjuangan dan agenda yang direncakan. Untuk uraian lebih
detail, lihat, Asmani, Buku Panduan Internalisasi, 74-82.
31

anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter sehingga fitrah setiap anak

yang dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal.19

Oleh karena itu diperlukan cara yang baik dalam membangun karakter

seseorang. Salah satu cara yang sangat baik adalah dengan menciptakan

lingkungan yang kondusif. Untuk itu peran keluarga, sekolah dan komunitas amat

sangat menentukan pembangunan karakter anak-anak untuk kehidupan yang lebih

baik di masa mendatang.20

C. Konsep Pendidikan Karakter dalam Kurikulum 2013

Pada saat ini yang diperlukan adalah kurikulum pendidikan yang berbasis

karakter; hal ini kemudian dijawab pemerintah melalui Kemendikbud dengan

mengimplementasikan kurikulum 2013 pada 15 juli 2013.

Konsep pendidikan karakter pada kurikulum 2013 bisa dilihat dari

penyusunan kompetensi inti yang kemudian menjadi acuan untuk membuat

kompetensi dasar. Berikut adalah contoh Kompetensi inti yang digunakan dalam

kurikulum 2013 pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas VII:

1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. Merupakan bentuk

dan manifestasi karakter religius

2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli

(toleransi, gotong royong), santun, percaya diri dalam berinteraksi secara

19
Zainul Miftah, Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Bimbingan dan Konseling
(Surabaya: Gena Pratama Pustaka, 2011), 37.
20
Zainul Miftah, Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Bimbingan dan Konseling,
(Surabaya: Gena Pratama Pustaka,2011), 37.
32

efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan

keberadaannya.

3. Memahami pengetahuan (faktual, konseptual dan procedural) berdasarkan

rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait

fenomena dan kejadian tampak mata

4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan,

mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak

(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai

dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut

pandang/teori.

Dari kompetensi inti tersebut bahwa kurikulum 2013 memang memberikan

penekanan khusus pada pendidikan karakter.

D. Nilai-nilai Dalam Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari

nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga

disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang

pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut.

Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta

kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat

dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras,

dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati,

toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan.


33

Pendidikan karakter dianggap sebagai pendidikan nilai moralitas manusia

yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Tampak di sini terdapat unsur

pembentukan nilai tersebut dan sikap yang didasari pada pengetahuan untuk

melakukannya. Nilai-nilai itu merupakan nilai yang dapat membantu interaksi

bersama orang lain secara lebih baik (learning to live together). Nilai tersebut

mencakup berbagai bidang kehidupan, seperti hubungan dengan sesama (orang

lain, keluarga), diri sendiri (learning to be), hidup bernegara, lingkungan dan

Tuhan.21 Tentu saja dalam penanaman nilai tersebut membutuhkan tiga aspek, baik

kognitif, afektif maupun psikomotorik.

Senada dengan yang diungkapkan oleh Lickona 22 , yang menekankan tiga

komponen karakter yang baik, yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral),

moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral action (perbuatan moral).

Sehingga dengan komponen tersebut, seseorang diharapkan mampu memahami,

merasakan dan mengerjakan nilai-nilai kebajikan.23

Lebih lanjut, Kemendiknas melansir bahwa berdasarkan kajian nilai-nilai

agama, norma-norma sosial, peraturan atau hukum, etika akademik, dan


34

prinsipprinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang

dikelompokkan menjadi lima, yaitu:

1. Nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang

Maha Esa

2. Nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan diri sendiri

3. Nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan sesama manusia

4. Nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan lingkungan

5. nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan kebangsaan.2425

Setelah diketahui nilai-nilai pendidikan karakter tersebut, tampak bahwa

pendidikan karakter di Indonesia ingin membangun individu yang berdaya guna

secara integratif. Hal ini dapat terlihat dalam nilai-nilai yang diusung, yakni

meliputi nilai yang berhubungan dengan dimensi ketuhanan, diri sendiri dan juga

orang lain.

Anda mungkin juga menyukai