BabI-Kuliah1-2 2020

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 31

BAB I

KINETIKA REAKSI HOMOGEN


1.1. PENDAHULUAN
Kinetika reaksi kimia Kimia Fisika
mempelajari tentang laju reaksi dari unsur tertentu atau
laju peruraian dari unsur menjadi produk dalam satuan
mole per satuan volume per satuan waktu (‘r’)
k
A  R + 2S
k = konstanta kecepatan reaksi

rA 
g mole A yang tersisa dalam larutan/sa tuan waktu 
satuan vo lume 

rA 
g mole A yang bereaksi/s atuan waktu 
satuan vo lume 
Macam-macam reaksi kimia berdasarkan
☺ fase reaksi, (reaksi homogen & heterogen)
☺ unsur yang bereaksi (reaksi termal/non katalis, reaksi katalis)
☺ sifat atau bentuk reaksi (reaksi searah, bolak-balik,
isothermal atau reaksi nonisothermal, reaksi biological)
☺ jalan reaksi (reaksi tunggal, reaksi ganda (reaksi serie, reaksi
paralel, reaksi serie paralel dan reaksi katalitik dan
autokatalitik)).

Kinetika & Katalisis


1.2. BENTUK LAJU REAKSI
1.2.1. Beberapa Pengertian Dasar
Laju : suatu perbandingan dengan satuan waktu terdapat
pada penyebut, misalkan 2 mole/volume.waktu.

Laju reaksi : laju berkurangnya dengan pereaksi atau


terbentuknya produk reaksi yang dapat dinyatakan dalam
satuan mole/volume.waktu atau atm/waktu.

Hukum laju atau persamaan laju reaksi : persamaan yang


mengaitkan laju reaksi dengan konsentrasi molar atau
tekanan parsial pereaksi dengan pangkat yang sesuai.

dx
 k c .f (a, b, c,...)
dt
Orde reaksi : jumlah pangkat konsentrasi dalam hukum laju
bentuk differensial. Secara teoritis orde reaksi merupakan
bilangan bulat kecil, namun dari hasil eksperimen dapat
berupa pecahan atau nol. Orde reaksi total dituliskan ” n ”.

Tetapan laju reaksi disebut juga koefisien laju atau laju


jenis reaksi dengan simbol ” kc atau kp ”. Tetapan laju
adalah tetapan perbandingan antara laju reaksi dan hasil
kali konsenrasi unsur yang mempengaruhi laju reaksi.
Tetapan laju adalah perubahan konsentrasi atau produk
reaksi pangkat (1-orde reaksi) per satuan waktu.
(konsentra si) (1 - n)
kc 
(waktu)
Kinetika & Katalisis

Mekanisme reaksi adalah deret atau tahapan dalam reaksi kimia


yang merupakan perubahan keseluruhan, seperti reaksi
peruraian N2O5 :
2 N2O5 (g)  4 N2(g) + O2(g)
Mekanisme reaksi :
N2O5  NO2 + NO3 (a)
NO2 + NO3  NO2 + O2 + NO (b)
NO + NO3  2 NO2 (c)

Pada tahapan reaksi (b) adalah reaksi lambat atau disebut tahap
penentu laju reaksi.
1.2.2. Definisi Laju Reaksi
kc
A  R
Dapat dituliskan dalam beberapa aspek :
a. volume fluida dari reaksi liquid-liquid

rA 
1 dN A

mole A yang tersisa 
V dt (unit waktu) unit volume fluida 
b. Luas solid yang bereaksi dari reaksi liquid-liquid
1 dN A mole A yang tersisa 
rA  
S dt (unit waktu)luas permukaan solid 
c. Massa solid yang bereaksi

rA 
1 dN A

mole A yang tersisa 
W dt (unit waktu) massa solid 
1.2.3. Hubungan Laju Reaksi dari Reaktan-raktan pada Reaksi
Campuran
aA + bB  cC + dD

Hubungan laju peruraian A dan B dengan laju pembentukan


produk C,
r A = - k c C A a . C B b , r B = - k c C Aa . C B b
rC = + kc CAa . CBb , rD = + kc CAa . CBb

rA = f (T, P, CA, CB, CC, CD,...)


(-) untuk laju reaksi A dan B menunjukkan bahwa konsentrasi
A dan B dalam campuran selalu berkurang dengan waktu
reaksi,
(+) untuk laju reaksi C dan D menunjukkan bahwa konsentrasi
C dan D sebagai produk selalu bertambah dalam campuran
reaksi.
Reaksi molekularity < 3 (reaksi elementer), yaitu orde
reaksi setiap komponen pembentuk reaksi adalah
sama dengan koefisien pada persamaan
stoikiometrinya.
Pengertian molekularity untuk reaksi tunggal
didefinisikan sebagai jumlah molekul yang minimal
harus bereaksi atau berinteraksi pada saat reaksi
terjadi.

Jika reaktan A adalah pembatas, maka untuk reaksi A  R,


1 dNA
- rA  -  K C .C A 
V dt
 adalah orde reaksi untuk komponen A
Reaksi uni molekuler :
kc
aA + bB + cC  dD + eE +fF
maka laju peruraian dari reaktan A, menjadi :
1 dNA
- rA    kC.CAα .CBβ .CCγ
V dt
,  dan  orde reaksi untuk A, B dan C.
Orde reaksi total adalah n =  +  + 
Jika  = a, b = , dan  = c, maka

1 dNA
- rA  -  kC .CAa .CBb .CCc
V dt

Kinetika & Katalisis


Untuk Reaksi :
kc
A +2 B  3D+2E
1 dNA 1 dNB
- rA  -  k C .CA 1 .CB 2 - rB  -  k C * .CA 1 .CB 2
V dt V dt
1 dND 1 dNE
 rD    k C * .C A 1 .CB 2  rE    k C * .C A 1 .CB 2
V dt V dt
Jadi rA  rB  rD  rE, maka :
(-rA) = (1/2)(-rB) = (1/3)(+rD) = (1/2)(+rE)
Atau :
kc = (1/2)(kc*) = (1/3)(kc*) = (1/2)(kc*)
Sehingga laju reaksi peruraian B dan laju pembentukan D dan E
dapat dituliskan sebagai :
-rB = kc*. CA . CB2 = 2 kc . CA . CB2
+rD = kc*. CA . CB2 = 3 kc . CA . CB2
+rE = kc*. CA . CB2 = 2 kc . CA . CB2
Kinetika & Katalisis
Reaksi bolak-balik molucularity berbeda antara reaksi bagian
kanan dan kiri. A  R+S
Laju peruraian reaktan A dapat dituliskan :
-rA = kc1. CA – kc2 . CR . CS
reaksi ganda berikut :
k1 k3 k5
A  R  S T
k2 k4 k6
Laju peruraian reaktan A adalah : -rA = kc1. CA – kc2 . CR
1.2.4. Hubungan antara kc dan kp

Laju peruraian reaktan dapat dituliskan dalam bentuk


tekanan parsial dari masing-masing komponennya, dengan
asumsi bahwa hukum gas ideal, seperti pada komponen A
yaitu : pA = CA . RT
kc
2A  R; -rA = kc. CAn g mole/L.dtk
Atau:
-rA = kc. CAn = kc. (pA/RT)n g mole/L.dt
-rA = kc. CAn = {kc/(RT)n}(pA)n g mole/L.dt
-rA = kc. CAn = kp. pAn g mole/L.dt
kp = kc.(RT)-n Dimensi ruas kiri=ruas kanan

Orde satu :
 g mole  1  g mole   g mole 
 rA    k c  .C A    kp   pA (atm)
 L. dt   dt   L   dt. L. atm 
Orde dua :
2
 g mole  L  2  g mole  g mole  2
 rA    k c .C
 A    k p p
2 A
(atm)2

 L. dt   dt. g mole  L   dt. L. atm 


konsentrasi 1n 
Dalam bentuk konsentrasi, kc 
(waktu)

Dalam bentuk tekanan parsial, konsentrasi 


kc 
(waktu)(tekanan)n
rA dalam g mole/L.dt atau dCA/dt
1 n n
dCA  g mole   g mole   1  n  g mole 
 rA     kc   .  C A  
dt  L. dt   L   dt   L 

n
1 dpA  pA   dpA  1- n n
 rA   k c   atau .  k (RT) .p
 dt 
c A
RT dt  RT 

atm dpA Dimana kp = kc (RT)1-n


 rA   k p . pA n
dt dt
dCA  g moleN2 O yangterurai  g mole
 rA   k . C
dt  dt. cm3  c N2O  dt. cm3 
  

g mole
dt. cm3atm
1
1  atm cm 3 
k p  (0,013det ) 82,05 (1173,1 K)
 g mole.K 

g mole
k p  1,3504 x 10-7
dt. cm3 atm
1.3. REAKSI BOLAK-BALIK DAN KESETIMBANGAN
THERMODINAMIKA
Sebagian besar reaksi bolak-balik reaksi yang elementer,
namun pada reaksi-reaksi tertentu dapat terjadi reaksi bolak-
balik yang bersifat non-elementer atau sering disebut dengan
reaksi yang tidak konsisten terhadap sifat thermodinamikanya
(thermodynamically inconsistent).
k1
A+3B  2R
k2
Pada keadaan setimbang laju reaksi ke kanan = laju reaksi ke kiri,
berarti laju reaksi –rA = 0 dan
Reaksi ke kanan : kc1. CA. CB3 , Reaksi ke kiri : k2. CR2
k c1 C R2
kc1. CA. CB3 = kc2. CR2 ; kc  
k c2 CA .C B3
Dari percobaan diketahui laju pembentukan R adalah :
rR = kc1. CA. CB1/2 – kc2 . CR2 k c1 C R2
pada keadaan setimbang rR = 0, berarti : k c  k c2  CA .C1/2
B

Persamaan untuk kc, yaitu tidak setimbang pada pangkat CB,


atau laju reaksi untuk pembentukan R atau +rR dikatakan
thermodynamically inconsistent.
Kenyataan tersebut memberi gambaran bahwa persamaan laju
reaksi tidak selalu sesuai dengan persamaan stoikiometrinya.
Oleh karena itu untuk menentukan konstanta laju reaksi atau
konstanta laju reaksi spesifik diperlukan mekanisme dari reaksi
tersebut.
Contoh 1.3 :
Pembentukan dan peruraian fosgen mengikuti reaksi berikut :
k1
CO + Cl2  COCl2
k2 ……..………….(a)
Reaksi ke kanan dan ke kiri diketahui sebagai berikut :
rCOCl2 = k1 [Cl2]3/2 [CO]
rCOCl2 = k2 [Cl2]1/2 [COCl2]
Ingin diketahui apakah kondisi di atas telah sesuai dengan
peninjauan secara termodinamika.

Kinetika & Katalisis


Penyelesaian :
Dari stoikiometri :
Reaksi ke kanan : rCOCl2 = + k1 [CO] [Cl2]
Reaksi ke kiri : rCOCl2 = - k2 [COCl2]
Pada keadaan setimbang, reaksi ke kanan = reaksi ke kiri, atau
k 1 COCl2 
kc  
k 2 COCl 2 
Dari data di atas pada keadaan setimbang reaksi pembentukan
COCl2 sama dengan reaksi peruraian COCl2, atau :
k1 [CO] [Cl2]3/2 = k2 [COCl2][Cl2]1/2
maka :
k 1 Cl 2 1 /2 COCl2  COCl2 
kc   
k2 COCl 2  3 /2
COCl 2 
Hal ini menunjukkan bahwa peruraian secara
termodinamika sudah sesuai
1.4. REAKSI HOMOGEN NON-ELEMENTER
Reaksi homogen non-elementer tidak dapat
ditentukan secara langsung dari stoikiomeri reaksi
Misalnya dekomposisi acetaldehyde :
CH3CHO  CH4 + CO ..........(1.26)
Pada 500oC hukum laju reaksi dekomposisi acetaldehyde
menjadi : -rCH3CHO = kc [CH3CHO]3/2 …….(1.27)
Reaksi di atas  reaksi homogen pembentukan sebagai
hasil dari reaksi-reaksi intermediate (species antara).
Bentuk lain dari hukum laju reaksi dari reaksi
intermediate aktif, dimana laju reaksi berbanding
langsung terhadap konsentrasi reaktan dan berbanding
terbalik dengan jumlah konstanta laju reaksi serta
konsentrasi reaktan. Pada reaksi pembentukan
hidrogen iodide : H2 + I2  2 HI
.............(1.28)
Bentuk hukum laju reaksi untuk reaksi pembentukan HI
tersebut
k 1 k 3 I 2 H 2 
r HI 
k 2  k 3 H 2 
Kinetika & Katalisis

1.4.1. Mekanisme Reaksi


Hukum laju reaksi non-elementer hasil akhir dari
beberapa tahap reaksi yang dinamakan mekanisme reaksi.
Untuk menjelaskan bagaimana tipe ini terbentuk, ditinjau reaksi
fase gas peruraian azomethane, AZO yang menghasilkan ethane
dan nitrogen :
[CH3]2 N2  C2H6 + N2 ...................(1.30)
Dari percobaan, laju pembentukan N2 ternyata mengikuti reaksi
orde satu terhadap AZO pada tekanan > 1 atm atau :
rN2  [AZO]
dan reaksi mengikui reaksi orde dua terhadap AZO pada tekanan
dibawah 50 mmHg atau :
rN2  [AZO]2
Intermediate Aktif (simbol *)
Perubahan orde reaksi dapat dijelaskan dengan teori
Lindemann, molekul aktif [(CH3)2N2]* akan terbentuk dari
Kinetika & Katalisis

proses tumbukan atau interaksi antara molekul-molekulnya,


seperti :
k1
(CH3)2N2 + (CH3)2N2 (CH3)2N2 + [(CH3)2N2]* ....(1.31)

Menurut teori Lindemann, dekomposisi dari intermediate


tidak terjadi secara langsung setelah aktivasi internal dari
molekul (sangat cepat (10-9 detik)). Reaksi pembentukan
intermediate diasumsikan elementer, maka laju
pembentukan intermediate aktif dalam pers. (1.31) menjadi :
rAZO* = k1 [AZO]2
AZO = (CH3)2N2
Ada dua lintasan (path) reaksi intermediate aktif (actived
complex) yang mungkin diikuti. Pada lintasan kesatu molekul
teraktifkan dapat menjadi tidak aktif selama tumbukan
dengan molekul lainnya.
k2
[(CH3)2N2]* +(CH3)2N2  (CH3)2N2 + (CH3)2N2 ......(1.32)
Dimana :
rAZO* = - k2 (AZO) (AZO)* ............(1.33)

Pada alternatif lintasan lain, intermediate aktif langsung


terdekomposisi membentuk ethane dan nitrogen :
k3
[(CH3)2N2]*  C2H6 + N2 ......(1.34)
Dan rAZO* = - k3 (AZO)* .............(1.35)
Konsentrasi intermediate aktif seperti AZO* atau A* sulit
diukur (sangat reaktif dan terjadi sangat singkat).
Untuk mengatasi kesulitan ini, konsentrasi intermediate aktif
harus diubah ke bentuk konsentrasi azomethane (AZO) yang
terukur.
Total atau net rate dari reaksi pembentukan merupakan
jumlah dari laju pembentukan tiap reaksi yang ada. Secara
umum laju pembentukan species j terjadi dalam N macam
reaksi adalah :
rj   rj .i
Karena intermediate aktif AZO* ada dalam ketiga reaksi di atas
rAZO* = rAZO* pers (1.33) + rAZO* pers (1.35) + rAZO* pers (1.36)
......................(1.38)
rAZO* = k1 (AZO)2 – k2 (AZO)(AZO)* – k3 (AZO)*
........................(1.39)
Untuk mengubah (AZO)* ke bentuk yang dapat diukur digunakan
hipotesis yang dikenal sebagai Pseudo Steady State Hypotesis
(PSSH).
Pseudo Steady State Hypotesis (PSSH)
Mekanisme reaksi merupakan hal yang sangat sulit untuk
mengeliminasi konsentrasi intermediate aktif ke bentuk
differensial dari persamaan neraca mol. Satu sistem pendekatan
dapat dilakukan walapun intermediate aktif mempunyai umur
sangat singkat serta konsentrasi sangat rendah. Kedua kondisi ini
yang digunakan dalam pendekatan PSSH, dimana laju reaksi
pembentukan intermediate aktif diasumsikan sebanding dengan
laju peruraiannya, r* = 0.
Laju pembentukan produk nitrogen, yaitu :
rN2 = k3 (AZO)* ........(1.40)
Dan laju pembentukan (AZO)* menjadi :
rAZO* = k1 (AZO)2 – k2 (AZO)(AZO)* – k3 (AZO)* ...(1.41)
Kinetika & Katalisis
k 1 AZO2 k 1 k 3 AZO 2
(AZO)*  rN2 
k 3  k 2 AZO k 3  k 2 AZO 

Pada konsentrasi yang rendah k2(AZO) <<<< k3, sehingga


rN2 = k1 (AZO)2 orde dua .........(1.44)
Kinetika & Katalisis

Pada konsentrasi yang tinggi k2(AZO) >>>>> k3, sehingga:


rN2 = [k1.k3/k2](AZO) = k (AZO) orde satu
.........................(1.45)
Berarti reaksi pembentukan N2 dapat mengikuti reaksi orde
satu untuk konsentrasi azomethane >>> dan mengikuti
reaksi orde dua untuk konsentrasi azomethane <<<

Penentuan Mekanisme Reaksi


Dalam beberapa bentuk hukum laju reaksi, data-data yang
ada harus dicari korelasinya sebelum menentukan
mekanisme reaksi yang terrjadi.
Untuk memperkirakan bentuk mekanisme reaksi dari
suatu reaksi yang sudah diketahui sebagai berikut :
a. Species dengan konsentrasi yang terukur dalam
denominator pada hukum laju reaksi akan
bertumbukan menghasilkan produk :
A + A*  (produk)
b. Apabila satu species yang konstan dalam
denominator, satu dari step reaksi adalah reaksi
dekomposisi spontan dari intermediate aktif
A*  (produk dekomposisi)
c. Species yang mepnyai konsentrasi terukur dalam
numerator dalam hukum laju reaksi kemungkinan
akan menghasilkan intermediate aktif pada satu step
reaksi, seperti :
(reaktan)  A* + produk lain
Dalam menentukan analisis data hasil percobaan agar
diperoleh satu kesimpulan hukum laju reaksi, dilakukan
prosedur sebagai berikut :
1. Reaksi adalah orde satu terhadap konsentrasi H2
2. Pada konsentrasi HBr yang rendah, reaksi relatif tidak
tergantung pada HBr sedangkan pada konsentrai HBr
yang tinggi laju reaksi menurun dengan naiknya
konsentrasi HBr.
3. Orde 3/2 terhadap Br2 pada konsentrasi Br2 rendah dan
orde ½ terhadap Br2 bila konsentrasi Br2 tinggi.
k 1 A2
rA 
1  k 2 A

k 1' Br2 3 /2
rHBr 
S 1   k 2 ' Br2 1/2

Anda mungkin juga menyukai