Bab II

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 49

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Tahfidz AL-Qur’an

1. Pengertian Tahfidz Al-Qur’an

Tahfidz Qur’an terdiri dari dua kata, yaitu tahfidz dan Qur’an, yang

mana keduanya mempunyai arti yang berbeda, yaitu tahfidz yang berarti

menghafal. Menghafal dari kata dasar hafal , lawan kata dari lupa yaitu

ingat dan sedikit lupa.9Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia , kata hafal

adalah; masuk dalam ingatan (tentang pelajaran atau lainnya)dan dapat

mengucapkan diluar kepala (tanpamelihat buku atau catatan lain). Kata

menghafal adalah bentuk kerja yang berarti berusaha meresapkan kedalam

pikiran agar selalu diingat.10

Al-Qur’an, secara etimologi berarti bacaan atau yang dibaca.

Sedangkan menurut istilah adalah kalamullahyang diturunkan oleh Allah

SWT kepada Nabi Muhammad SAW., melalui malaikat Jibril dan

disampaikan secara berangsur-angsur.11Al-Hafizh (hafalan) secara bahasa

(etimologi) adalah lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit

lupa.Penghafal adalah orang yang menghafal dengan cermat dan termasuk

9
Muhammad Yunus, Kamus ArabIndonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung ,1990), hal. 105
10
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka,1999), cet.ke-10, hal. 97
11
Fahmi Amrullah, Ilmu Al-Qur’an Untuk Pemula, ( Jakarta: CV Artha Rivers, 2008),
hal.01

13
14

sederetan kaum yang menghafal.Sedangkan penghafal adalah orang yang

menghafal dengan cermat dan termasuk sederetan kaum yang menghafal. 12

Menurut kesimpulan dari penulis, dari pengertian diatas tersebut,

maka tahfizh Al-Qur’an dapat didefinisikan sebagai; proses menghafal Al-

Qur’an dalam ingatan sehingga dapat diucapkan diluar kepala tanpa

bantuan apapun, dengan menggunakan berbagai macam metode yang

dilakukan secara terus-menerus.

Dalam Islam, menghafal Al-Qur’an merupakan kegiatan yang sangat

dianjurkan. Para ulama menegaskan bahwa menghafal sebagian surat Al-

Qur’an adalah Fardhu ‘Ain. 13Selain mendapatakan kemuliaan, seorang

yang membaca Al-Qur’an serta menghafalnya, maka akan lebih mudah

dalam mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.Apalagi jika disertai

dengan pemahaman dari setiap huruf yang dihafalkan.

Orang yang senantiasa mendekatkan diri dengan Allah, maka akan

lebih muda hati itu menerima segala kebaikan yang ada disekelilingnya.

Hal tersebut sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Khalid bin Ma’dan,

yang dikutip oleh Muhammad Syauman Ar-Ramli dalam bukunya.

Setiap bani Adam mempunyai empat mata, Dua mata dikepalanya


untuk meliat kedunia untuk kehidupannya.Dan dua mata dihatinya
untuk melihat agamanya dan segala yang telah Allah janjikan yang
masih ghaib. Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hambaNya, Allah
akan menjadikan kedua mata yang ada dihatinya melihat. Namun jika
Allah menghendaki selain itu, Ia akan menghilangkan pengheliatan
hatinya.

12
Abdurrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma’arif, Teknik Menghafal Alqur’an: Kaifa
Tahfazul Qur’an, (Bandung: Sinar baru, 1991)., hal. 23
13
Ibid, hal. 19
15

Banyak sekali hadist-hadist Rasulullah yang menganjurkan menghafal

al-Qur’an, agar seseorang tersebut sebagai seorang mukmin tidak lepas dari

al-Qur’an.Diantara hadist-hadist tersebut adalah:14

ِ ‫آن َكا ْلبَ ْي‬


‫ت‬ ِ ‫ش ْي ًء ِمنَ ْالقُ ْر‬ ْ ‫اِ َّن الَّ ِذ‬
َ ‫ي لَي‬
َ ‫ْس فِي َج ْوفِ ِه‬
‫ْالخ َِرب‬
Artinya: “Seungguhnya orang yang didalam dirinya tidak ada sedikitpun
dari Al-Qur’an, maka ia seperti rumah yang roboh” (Diriwayatkan At-
Tirmidzi)

Perumpamaan orang yang hafal Al-Qur’an dengan yang tidak, ibarat

dua orang yang sedang bepergian.Orang yang pertama bekalnya kurma,

sedangkan orang kedua tepung. Yang pertama, makan apan saja ia suka,

baik didalam mobil atau dimana saja siap memakannya. Sementara yang

kedua mesti turun dari mobil, mengadon, menyalakan tungku perapian

kemudian memanggang roti, dan menunggu matang.15

2. Kaidah Menghafal Al- Qur’an

Untuk mencapai sebuah keberhasilan, ada berbagai kaidah tersendiri

yang harus diperhatikan oleh seseorang.Kaidah sendiri memiliki artian,

yaitu: aturan yang sudah pasti atau patokan Begitupun dengan

keberhasilan dalam menghafal Al-Qur’an. Maka ada beberapa

14
Yusuf al-Qaradhawi, Bagaimana Berinteraksi Dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar,2000), hal. 138
15
Khalid Ibnu Abdul Karim al Lahm, Sukses hidup bersama al-Qur’an, (Bandung:PINUS
RELIGI,200),hal.103-104
16

kaidahkaidah tertentu yang harus diperhatikan sebelum memulai

menghafal Al-Qur’an:16

a. Kaidah Pertama: Ikhlas

Kata Ikhlas secara etimologi yang terdapat didalam Al-Qur’an itu

adalah:Khalis, yaitu bersih dan tidak dicampuri noda apapun.17Hakekat

ikhlas secara keseluruhan dari kata didalam Al-Qur’an tersebut adalah,

sifat yang berlepas dari segala hal selain Allah SWT. Dengan kata lain

dalam kita beramal, hendaklah senantiasa memasrahkan ketaatan untuk

mengharapkan keridhaan Allah SWT. Sebab ibadah kepada Allah tidak

dianggap benar kecuali sesuai dengan apa yang datang dari sisi Allah

SWT. Karena itu, jiwa kita harus seanntiasa bersih dari segala bentuk

penyekutuan. 18

Ikhlas merupakan salah satu prasarat dari segala ibadah. Ikhlas

juga merupakan salah satu pilar dasar diterimanya ibadah oleh Allah.

Sebagai firmanNYA;

   ……


 
  
  
  

Artinya: “,,, Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb


nya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia

16
Ahmad Baduwailan, Menjadi Hafizh: Tips dan Motivasi Menghafaal Al-Quran,
(Solo:Aqwam, 2016, hal. 54-58
17
Ali Abdul Halim Mahmud, Rukun Ikhlas, (Surakarta; Era Adicitra Intermedia,
2010).hal. 3-4
18
Ibid, hal. 5-6
17

mempersekutukan dengan sesuatu apapun dalam beribadah kepada


Rabbnya.” (Al-Kahfi:110)

Jadi, barangsiapa yang ingin dimuliakan oleh Allah dengan

menghafal Al-Qur’an, maka hendaklah dia meniatkan amalannya hanya

karena Allah , tanpa ada maksud untuk mendapatkan keuntungan materi

atau non-materi di balik itu semua. Sebab maknaa ikhlas adalah terlepas

dari apapun selain Allah SWT.Bahirul Amali Herry, dalam bukunya

menjelaskan bahwa:

Setiap kali keikhlasan kita bertambah, maka setiap kali pula


pahala Allah SWT akan terus mengalir untuk kita. Sebagai bekal
untuk kita diakhirat kelak dan persiapan kita disaat tidak ada
gunanya lagi harta, tahta, audara bahkan keluarga.Saat itu pula
yang bisa menyelamtakan kita adalah amal shaleh yang telah
kita perbuat di dunia, dan tentu itu semua terhitung di sisi Allah
SWT bila kita melandaskan hanya karena Allah dan
mengharapkan keridhaanNya. 19

Sumber keikhlasan atau keridhoan itu adalah dari berprasangka

baik kepada Allah. 20Dalam hal menghafal Al-Qur’an ini, kita senantiasa

menyerahkan diri kepada Allah dengan niat yang ikhlas.Senantiasa kita

meraih lebih dulu ridha dari Allah dengan keikhlasan hati kita. Sebab,

jika Allah telah ridho terhadap apa yang kita kerjakan, maka segala

urusan akan dipermudah olehNya.

b. Kaidah Kedua: Menghafal dengan Bacaan yang Betul Sesuai

Sunah

19
Ibid. hal. 06
20
Abdul Majid ,Belajar Dan Pembelajaran Pendiidkan Agama Islam , (Bandung: Rosda
Karya, 2014), hal. 144
18

Aspek ini adalah pilar kedua diantara dua pilar diterimanya suatu

amalan.Ia merupakan pilar yang berkenaan dengan kebenaran suatu

amalan dan kesesuaiannya dengan As-Sunnah. Barang siapa yang

bermaksud manghafal Al- Qur’an, hendaklah dia mmpelajari Al-Qur’an

dari orang-orang yang benar-benar ahli dalam bidang tersebut, tidak

cukup hanya bersandar pada dirinya sendiri saja.Hal ini dikarenakan

keistimewaan Al-Qur’an hanya dapat dambil dengan metode belajar

langsung (talaqqi) dari ahlinya.

Hukum membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai kaidah

tajwid adalah fardhu ‘ain. Artinya, setiap muslim wajib bisa membaca

Al-Qur’an dengan baik dan benar. Imam Ibnu Al-Jazari berkata,

“membaca (Al-Qur’an dengan tajwid hukumnya wajib.” Maka itu,

orang yang belum mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar,

mereka diwajibkan untuk belajar. Hal tersebut juga sangat berpengaruh

untuk mereka yang tengah menghafal Al-Qur’an. Ketika seorang

menghafal Al-Qur’an dengan bacaan yang salah, proses untuk

memperbaikinya akan sulit. Sebab, seorang tersebut telah mengulang-

ulangnya berkali-kali dengan bacaan yang salah tersebut. 21

Didalam aspek bahasa, bunyi huruf sangat diperlukan guna

memperjelas dan memperindah perkataan yang diucapkan.Begitupun

dengan membaca Al-Qur’an terlebih yang kemudian untuk dihafalkan,

maka pengucapan tulisan dari stiap katanya menjadi penting.Sebab,

21
Arham bin Ahmad Yasin, Agar Sehafal Al-Fatihah, (Bogor; Hilal Media Group,
2014),, hal. 53-54
19

pengucapan huruf berpengaruh terhadap makna dan hakekat dari setiap

ayat tersebut yang mencakup unsure-unsur kata dan kalimat. Untuk itu

sebelum memperlajari Al-Qur’an lebih lanjut, maka sangat

diharapkanuntuk terlebih dulu mempelajari ilmu mengenai cara

membunyikan huruf, yang lebih dikenal dengan sebutan Makhrajul

huruf. 22

Selain itu, dalam Al-Qur’an pun, Allah memerintakan kita agar

membaca Al-Qur’an dengan tartil.Dalam QS Al-Muzammil ayat 4,

Allah berfirman :

) ٤( ‫َو َرتِ ِل ْالقُ ْر َءانَ ت َ ْرتِ ْي ًل‬


Artinya: “ Dan bacala Al-Qur’an itu dengan tartil.”

Imam Al-Qurthubi juga menjelaskan makna tartil dalam ayat

tersebut:

‫آن َب ِل ا ْق َرأْهُ ِفي َم َه ِل َو َب َيا ٍن َم َع تَدَب ُِّر‬


ِ ‫الَت َ ْع َج ْل ِب ِق َرا َء ِة ْالقُ ْر‬
‫ْال َم َعا نِي‬
Artinya: “Jangan terburu-buru dalam membaca Al-Qur’an. Bacalah
secara perlahan dan jelas dengan mentadabburi makna-maknanya.”23

Membaca dengan tartil atau perlahan ini memerlukan proses.

membaca berulang – ulang sebelum meghafal, saat menghafal, dan

menyetorkan hafalan. Dalam membaca Al-Qur’an tidak disarankan

untuk membaca terlalu cepat, apalagi bagi pemula.Hal tersebut tentu

22
(Muhammad Djarot Sensa, Komunikasi Qur’aniyah:Tadzabbur untuk pensucian
jiwa,(Bandung: Pustaka Islamika, 2005), hal. 67
23
Baiharul Amali Hery, Agar Orang,,,.hal.137
20

saja untuk menghindari kesalahan dalam pelafalan kata yang dapat

berujung pada kesalahan makna pula. Selain itu, membaca dengan

sangat cepat tentunya memiliki kelemahan-kelemahan tersendiri,

diantaranya adalah: 24

1. Lebih sulit memastikan benarnya bacaan

2. Ketika sudah hafal, hafalan tersebut tidak bisa dibaca keculai

dengan bacaan yang cepat. Ketika dibaca dengan lebih lambat,

biasanya hafalan dah lavcau dan banyak keraguan

3. Sering juga terjadi, seorang yang dikejar waktu setoran atau ujian

hafalan, ia menghafal dengan bacaan yang cepat. Kemudian ia

perdengarkan ke temannya dengan bacaan yang cepat pula dan

hasilnya sangat lanca. Namun ketika disetorkan ke guru atau saat di

tes, tiba-tiba hafalannya tidak bisa keluar sama sekali.

Dari pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jika proses

mengulang bacaan yang hendak dihafal dan proses menghafal

dilakukan dengan bacaan yang perlahan-lahan , hasilnya jauh lebih kuat

karena kita hafal dengan penuh kesadaran. Selain itu pula berfungsi

memastikan benarnya bacaan.

c. Kaidah Ketiga: Menentukan Presentase Hafalan Harian

Sikap komitmen pada kaidah ini termasuk salah satu perkara yang

memudahkan untuk menghafal Al-Qur’an. Sebab ia memberikan

semacam komitmen harian bagi orang yang ingin menghafal. Maka,

24
Arham bin Ahmad Yasin, Agar Sehafal Al-Fatihah, (Bogor:Hilal Media Grup,
2014),hal. 91
21

hendaknya ia menentukan sejumlah ayat, atau satu halaman, atau da

halaman, yang ingindihafal setiap harinya. Disini kami menyarankan

untuk senantiasa berpegang teguh pada metode Rasulullah yang

bersabda:

ْ ‫ُحذُ ْوا ِمنَ ا‬


ِ َ‫ ف‬, َ‫ال َء ْء َما ِل َمات ُ ِطي ُْق ْو ن‬
‫اء َّن هللاَ الَ يَ َم َّل‬
‫صا‬ َ ‫علَ ْي ِه‬َ ‫ام‬َ ‫ب ْال َع َم ِل أِلَى هللاِ َما دَ َو‬
ُّ ‫ت ت َ َملُّ ْوا َوأ َ َح‬َّ ‫َح‬
‫وأِ ْن قَ َّل‬,َُ ‫ِحبُه‬
Artinya: “Lakukanlah amalan yang kalian mampui, karena Allah tidak
akan bosan hingga kalian sendirilah yang merasa bosan. Dan amalan
yang paling diukai Allah adalah amalan yang terus-menerus dilakukan
oleh pelakunya meskipun sedikit.” (HR.AL-Bukhari dan Muslim)

Sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, kita tidak mungkin

bisa melakukan semua pekerjaan dalam satu waktu secara

bersamaan.Kita harus mengetahui pekerjaan mana yang harus

didahulukan dan pekerjaaan mana yang perlu untuk

diakhirkan.Keterampilan mengalokasikan waktu juga penting dalam

kegiatan menghafal Al-Qu’an.Maka dari itu sesibuk apapun kita, kita

harus berusaha untuk meluangkan waktu demi Al-Qur’an.25

Untuk itu, mari kita berusaha sebisa mungkin untuk meluangkan

waktu duduk bersama Al-Qur’an untuk sekedar membaca atau

menghafalkannya, terlebih kita selingi dengan memahami makna yang

terkandung dari ayat-ayat yang sedang kit abaca atau hafalkan tersebut.

Hal yang paling sederhana yang harus dilakukan adalah dengan

25
Baiharul Amali, Agar orang sibuk,,,.hal. 120
22

membenahi jadwal harian kita dengan rapid an terencana. Agar tidak

ada alas an lagi tidak ada waktu untuk menghafal Al-Qur’an.

d. Kaidah Keempat: Menguatkan Hafalan Sebelum Beralih ke

Hafalan Baru

Orang yang telah mulai menghafal Al-Qur’an tidak boleh beralih

ke hafalan yang baru sebelum dia menguatkan apa yang telah dihafal

sampai benar-benar sempurna. Salah satu hal yang dapat membantu

menguatkan hafalan ini adalah terus mengulang-ulang apa yang telah

dihafal setiap kali dia memiliki waktu luang.

Jika kita menghafal Al-Qur’an terus-menerus tanpa mengulangnya

terlebih dahulu hingga kita bisa menyelesaikan semua Al-Qur’an

namun kemudian kita ingin mengulangnya dari awal, niscaya hal

tersebut akan terasa berat sekali. Dengan demikian, secara tidak sadar

kita akan kehilangan hafalan yang pernah dihafal dan selah-olah

menghafal dari nl. Oleh karena itu, cara yang paling baik dalam

menghafal Al-Qur;’an adalah dengan mengumpulkan antara mengulang

(muraja’ah) dan menambah hafalan yang baru.26

Sebaliknya, apabila hafalan yang kita hafalkan sebelumnya tidak

pernah kita ulang hingga hari berikutnya, maka biasanya hafalan

tersebut akan hilang atau terlupa karena memori otak telah digunakan

26
Ibid,.hal. 143
23

untuk mengingat hafalan yang baru. Hingga pada akirnya, hafalan

tersebut harus diulang kembali, yang kemudian menyebabkan kita tidak

dapat beranjak untuk menghafal hafalan berikutnya sebab otak masih

terfokus untuk mengingat-ingat lagi hafalan sebelumnya. Akirnya,

hafalan tidak bertambah dan untuk sekian lama masih stuck di satu

hafalan tersebut.

Pada intinya, setelah sempurna menghafal seluruh surat dalam Al-

Qur’an, hendak seorang penhafal tidak segera berpindah kepada surat

yang baru kecuali bila sudah benar-benar hafal dan bisa menghafal

dengan bersambung dari awal surat hingga akhirny. Lisannya

melafalkan dengan lancer dan mudah tanpa harus terlalu keras berpikir

dalam mengingat ayat-ayat dan mengikuti bacaan. 27

Prinsipnya, dalam menghafal Al-Qur’an, kita tidak boleh

tergesagesa, karena memang dalam menghafal Al-Qur’an, kita butuh

keuletan dan keistiqomahan yang kuat, terlebih untuk menjaga hafalan

yang telah kita hafalkan.Maka sebelum kita beralih kehafalan yang

baru, kita harus secara rutin untuk mengulang-ulang hafalan yang

sebelumnya telah kita hafalkan.

e. Kaidah Kelima: Menggunakan Satu Mushaf Saja untuk Menghafal

Kaidah ini merupakan salah satu perkara yang dapat membantu

menghafal Al-Qur’an.Penjelasannya, orang itu bisa menghafal malalui

penglihatannya sebagaimana dia bisa menghafal melalui

27
Ibid,.hal. 145
24

pendengarannya. Letak ayat-ayat didalam Al-Qur’an akan terekam

didalam ingatan seiring dengan banyaknya membaca dan melihat

mushaf yang sama.

Al-Qur’an dicetak dalam berbagai corak serta gaya tulisan yang

beragam, baik dari segi bentuk maupun ukuran cetaknya. Karena

manusia menghafal Al-Qur’an dengan menggunakan indra tertentu

untuk memasukkan satu memori kedalam otaknya, maka jika memori

itu dimasukkan dengan menggunakan banyak indra, tentu akan semakin

bertambah kekuatan hafalannya. Penglihatan adalah salah satu

pancaindra yang sangat penting dalam menghafal.Karena it, kita harus

menetapkan satu bentuk dan jenis Al-Qur’an yang ingin

dihafal.Tujuannya agar pandangan mata kita terbiasa dengannya.28

Dan ketika ingin berganti mushaf, pastikanlah sama persis dengan

mushaf yang kita gunakan sebelumnya. 29

f. Kaidah keenam: Menyertai Hafalan dengan Pemahaman

Memahami makna Al-Qur’an berarti mampu menangkap makna

dan pesan-pesan ilahiah yang terkandung didalam Al-Qur’an.30Perkara

terbesar yang dapat membantu seorang hafizh dalam menghafal adalah

memahami ayat-ayat yang dihafal, dan mengetahui hubungan ayat-ayat

yang lain. Yang harus diperhatikan disini adalah menggabungkan

hafalan dan pemahaman secara bersama-sama, karena keduanya saling

28
Ibid.Hal,146
29
Arham bin Ahmad Yasin, Agar Sehafal,,,.hal. 135
30
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2014), cet. Ke- 2, hal .75
25

menyempurnakan, mendukung, dan menguatkan. Satu sama lain saling

membutuhkan.

Dengan memahami ayat-ayat yang tengah kita hafalkan, maka

sekaligus kita tidak hanya menghafalkan saja, namun juga mempelajari

maknanya.Hal tersebut tentuu saja banyak membawa keuntungan, salah

satunya adalah semakin kuatnya hafalan dan menjadikan kita semakin

cinta dengan menghafal. 31 Dengan mempelajari maknanya lebih dalam,

kita pun akan membayangkan keindahan redaksi-redaksi Al-Qur’an di

ayat-ayat berikutnya.

Dengan mengetahui makna, kita bisa membayangkan nasehat atau

ancaman yang disajikan Al-Qur’an. Sperti yang dikatakan oleh Ir.

Amjad Qasini yang dikutip oleh Dr. Yhya bin Abdurrazaq Al-Ghausani

Membayangkan makna ayat dan mengaitkannya dalam akal


mengilustrasikan), membuat anda mudah mengingat ayat, karena
mengaitkan ayat dengan makna merupakan wasila paling penting
untuk mengingat dengan cepat.32

Dengan begitu, maka memahami Al-Qur’an menjadi hal yang

sangat penting dalam perkara menghafal Al-Qur’an tersebut. Allah

SWT. berfirman:





Artinya: “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayatayatnya dan supaya

31
Yahya bin Abdurrazaq Al-Ghausani, Metode Cepat,,,.hal. 128
32
Ibid, hal. 129
26

mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (QS.Shad:


29).33

Karena itulah, membaca atau menghafal Al-Qur’an dengan cara

memikirkannya dan memahami maknanya adalah lebih baik dari pada

membacanya hanya untuk sekedar menamatkannya saja tanpa

mentadabburinya. 34 Membaca dengan pemahaman tentu saja juga akan

lebih bermanfaat untuk hati dan lebih menghasilkan iman dan mersakan

manisnya Al-Qur;an. Oleh karena itu, membaca Al-Qur’an dengan cara

memikirkannya adalah sumber bagi kesehatan hati.

g. Kaidah Ketujuh : Menjaga Hafalan dengan Muraja’ah dan

Madarasah ( Menyimak Hafalan kepada Hafizh Lain)

Murojaah adalah pengulangan. Murojaah dapat dilakukan untuk

kegiatan pelajaran ataupun menghafal Al-Qur’an. 35Dengan

pengulangan atau membaca Al-Qur’an secara terus- menerus akan

memindahkan surat-surat yang telah dihafal dari otak kiri dan kanan.

Dimana karakteristik otak kiri adalah menghafal dengan cepat, namun

cepat pula lupanya. Adapun karakteristik otak kanan ialah daya ingat

yang memerlukan jangka waktu yang cukup lama guna memasukkan

memori kedalamnya, namun ia juga mampu menjaga ingatan yang telah

dihafal dalam jangka waktu yang cukup lama. 36

33
Muhammad Ayauman Ar-Ramli,Keajaiban Membaca Al-Qur’an, (Solo: Insan Kamil,
2007), hal. 39
34
Ibid, hal. 42
35
Azam Syam, Murajaah Al- Qur’an,azamsyam.blogspot.co.id/2013/03/murojaah-
alquran.html?m=1, diakses tanggal 15 Februari 2017
36
Baiharul Amali Herry, Agar Orang Sibuk,,,.hal.154
27

Kaidah ini termasuk juga yang sangat penting. Sebab orang yang

telah diberi taufiq oleh Allah untuk menghafal Al-Qur’an harus selalu

menjaga hafalannya melalui muraja’ahdanmudarasah secara terus-

menerus. Tidak lepas karena pembiasaan diri selalu mengulang dan

melafalkan ayat-ayat Al-Qur’an secara rutin sehingga percikan dahsyat

yang didapat dari Al-Qur’an sungguh akan terasa pada seorang yang

menjaga ayat-ayat Al-Qur’an. Karena sungguh, apabila seorang mau

menjaga Al-Qur’an maka Al-Qur’an punmau menjaga dirinya dari

kesesatan yang nyata atau dari kesesatan setan yang hendak

menggelimpangkan dirinya kedalam neraka, Al-Qur’an juga akan

menjaga dirinya dari kesialan hidup. Hal itu tentu saja dengan jaminan

seorang itu juga mau menjag Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya.Salah

satu caranya yaitu dengan membaca Al-Qur’an secara hikmat atau

dengan menghafalkannya. 37

Lebih baik jika muraja’ah itu dilakukan bersama-sama dengan

hafizh lainnya. Sebab, hal itu mengandung banyak kebaikan. Satu sisi

dapat membantunya menguatkan hafalan, dan sisi lain dapat

membantunya membetulkan hafalan yang salah. Muraja’ah juga

merupakan suatu kegiatan untuk mencegah kita dari lupa akan ayat-

ayat yang telah dihafalkan sebebumnya.

Dalam hal menghafal Al-Qur’an tersebut, Rasulullah pernah

memerintahkan kepada para sahabat untuk memuraja’ah Al-Qur’an

37
Muhammad Mukhdlori, Mukjizat-Mukjizat Membaca AlQur’an, (Jogjakarta:Diva Press,
2008), hal. 87
28

pada waktu siang dan malam. Oleh Uqbah bin Amir r.a, bahwasannya

Rasulullah SAW, bersabda,

,ُ‫ َوتَغَنَّ ْوا بِ ِه َو ْقتَنُ ْوه‬, ُ‫ب هللاِ َوت َ َعا َهد ُْوه‬ َ ‫تَعضلَّ ُم ْوا ك ِاتَا‬
ُ ‫ي نَ ْفسِي ِب َي ِد ِه أ َ ْو فَ َوالَّ ِذ ي نَ ْف‬
‫س ُم َح َّم ٍد ِب َي ِد ِه لَ ُه َو‬ ْ ‫فَ َوالَّ ِذ‬
‫ض ِفي ْالعُقُ ِل‬ ِ ‫شدُّ تَفَلُّتًا ِمنَ ْال َمخَا‬ َ َ‫أ‬
Artinya: “Pelajarilah Kitabullah, senantiasalah mengulangnya dan
kuasailah Al-Qur’an, dan indahkanlah suara ketika membacanya. Demi
yang jiwau beradaditanganNya, Al-Qur’an lebih mudah lari daripada
seekor unta pada ikatannya.”(HR.Ibnu Hibban dan Ahmad).38

Rasulullah SAW menyerupakan pelajaran Al-Qur’an dan

senantiasa membaca dan mengulangnya dengan ikatan seekor unta yang

khawatir pergi atau kabur.Maka penjagaan dan pemeliharaan senantiasa

ada. Sebagaimana seekor unta selama dia diikat denga tali, maka unta

itupun tidak akan kemana-mana. 39

Orang yang kurang muraja’ah atau tidak menjaga hafalan Al-

Qur’annya, ia diibaratkan seperti orang yang kering dan meninggalkan

Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 30,

َ‫ب أ َِّن قَ ْو ِمي ات َّ َخذُ ْاوا َهذَا ْالقُ ْرءان‬


ِ ‫س ْو ُل َي َر‬ َّ ‫َوقَا َل‬
ُ ‫الر‬
)۳۰( ‫َم ْه ُج ْو ًرا‬
Artinya: “ Dan Rasul mengatakan, wahai Tuhanku, sesungguhnya
kaumku menjadikan Al-Qur’an ini sesuatu yang ditinggalkan.” (QS. Al-
Furqan:30)40

38
Abdussalam MuqbilmAl-Majidii, Bagaimana Rasulullah Mengajarkan Al-Qur’an
Kepada Para Sahabat?, (Jakarta: Darul Falah, 2008), hal. 226
39
Ibid. hal. 226-227
40
Al-Qur’an dan Terjemahan: Special For Women,,,.hal. 362
29

Menjaga Al- Qur’an itu teramat sulit, apalagi menjaga hafalan Al-

Qur’an yang telah kita hafalkan. Maka, dengan senantiasa melakukan

muraja’ah hafalan kita akan senantiasa ingat dan tidak mudah

melupakan apa yang telah dihafalkan. Sebab satu diantara yag

terlakanat adalah melupakan Al-Qur’an dengan sengaja ketika sudah

menghafalkannya. 41Oleh sebab itu, ketika kita sudah menghafalkan Al-

Qur’an, jangan begitusaja membiarkan ayat-ayat yang sudah dihafal

kemudian dilupakan dengan sengaja.

3. Etika Dalam Menghafal Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sesuatu yang sangat sakral, maka setiap orang yang

ingin menghafal Al-Qur’an selain harus mempunyai persiapan yang

matang, juga ada etika yang harus diperhatikan oleh seorang penghafal Al-

Qur’an. Etika tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :42

a. Selalu Bersama Al-Qur’an

Diantara etika itu adalah selalu bersama Al-Qur’an, sehingga Al-

Qur’an tidak hilang dari ingatnnya.Caranya, dengan terus

membacanya melalui hafalan, dengan membaca dari mushaf, atau

mendengarkan pembacaannya dari radio atau kaset rekaman.

Ibnu Umar r.a, mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

41
Muhammad Mukhdlori, Mukjizat-Mukjizat,,,.hal. 87
42
Yusuf Qardhawi, Berinnteraksi dengan Al-Qur’an, (Jakarta:Gema Insani, 1999), hal.
200-208
30

, ‫ال ِء ِب ِل ْال ُم َعقَّلَ ِة‬


ْ ‫ب‬ ِ ‫اح‬ ِ ‫ص‬ َ ‫آن َكا َمث َ ِل‬ ِ ‫ب ْالقُ ْر‬ِ ‫صا ِح‬ َ ‫أِنَّ َما َمث َ ُل‬
‫ت‬ ْ َ ‫ َوأ ِْن أ‬, ‫س َك َها‬
ْ ‫طلَقَ َها ذَ َه َب‬ َ ‫علَ ْيهَ أ َ ْم‬
َ َ‫عا َهد‬ َ ‫أ ِْن‬
Artinya: “Perumpamaan orang yang hafal Al-Qur’an adalah seperti
pemilik unta yang terikat. Jika ia terus menjaganya maka ia dapat
terus memeganya. Dan, jika ia lepaskan maka akan seger
apergi.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Hal yang paling sederhana untuk senantiasa bersama Al-Qur’an

adalah dengan cara membacanya pagi dan petang, atau senantiasa

mngulang hafalan setiap harinya. Setiap muslim haruslah memiliki

semangat untuk mendahulukan membaca Al-Qur’an disbanding

perbuatan-perbuatan yang lain, karena hati kita tidak akan

tenangsehingga kita dapat membacanya, menunaikannya tepat

padawaktunya atau menggatikannya dengan waktu-waktu yang lain

jika kita dapat membaca di waktu yang telah kita tetapkan.43

Maka dari itu, seorang penghafal Al-Qur’an harus menjadikan Al-

Qur’an seolah-olah teman hidupnya. Maka ia akan merasa selalu

ditemani dalam keramaian maupun dalam kesendirian, akan dihibur

ketika dalam kegelisahan. Orang yang hatinya sudah terput dengn Al-

Qur’an , maka Al-Qur’an tersebut akan terasa sangat mudah untuk

dihafalkan.

b. Berakhlak dengan Al-Qur’an

Orang yang menghafal Al-Qur’an hendaklah berakhlak dengan

akhlak Al-Qur’an, seperti halnya Nabi Muhammada saw. Aisyah r.a

pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah, ia menjawab:

43
Khalid Abdul, 10 Resep Menyelami,,,.hal. 134
31

َ‫سلَّ ْم َكا نَ ْالقُ ْرآن‬ َ ‫ا َِّن ُخلُقَىنَ ِبي ِ هللا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬
Artinya:“Akhlak Nabi SAW adalah Al-Qur’an”

Ibnu Mas’ud r.a mengatakan bahwa penghafal Al-Qur’an harus

dikenal dengan malamnya saat manusia tidur, dengn siangnya saat

manusia sedang tertawa, dengan diamnya saat manusia berbicara, dan

dengan khusyunya saat manusia sedang gelisah.Penghafal Al-Qur’an

harus tenang dan lembut, tidak keras tidak smbong, tidak bersuara

kasar atau berisik dan tidak cepat marah.

Oleh karena itu, Orang yang hafal Al-Qur’an harus menjadi

cermin, sehingga manusia bisa melihat gambaran aqidah Al-Qur’an,

nilai-nilainya, adab dan akhlaknya pada dirinya.Dia harus membaca

Al-Qur’an dan menjadi pembenar atas ayat-ayatnya. 44Salah satu cara

untuk berakhlak Al-Qur’an tentu saja dengan mengamalkannya. Hal

ini suatu sikap yang sangat penting, disaat kita menghafalkan Al-

Qur’an karena Al-Qur’an diturunkan tentu saja untuk dipahami dan

diamalkan.Oleh karena itu, orang-orang yang membaca Al-Qur’an dan

tidak mengamalkannya, maka dia telah menjauhi Al-Qur’an. Allah

SWT berfirman:






44
Yusuf Al-Qaradhawi, Bagaimana Berinteraksi …, hal. 146
32

Artinya: “Ya Tuhanku, sesungguhna kaumku menjadikan Al-Qur’an


ini sesuatu yang ditinggalkan.”45

Anas bin Malik juga menyebutkan bahwa,” berapa banyak orang

yang membaca Al-Qur’an sementara Al-Qur’an sendiri melaknatnya”.

Tafir dari perkataan Anas tersebut adalah, dikarenakan si pembaca

hanya membacanya atau bahkan hanya menghafalkannya, sementara

ia tidak mengamalkannya . 46

c. Ikhlas dalam Mempelajari AlQur’an

Para pengkaji Al-Qur’an dan penghafal Al-Qur’an harus

mengikhlaskan niatnya dan mencari keridhoan llah SWT semata

dalam mempelajari dan mngajarkan Al-Qur’an itu.Bukan untuk pamer

dihadapan manusia dan juga tidak untuk mencari dunia.

Untuk menumbuhkan keikhlasan dalam menghafal Al-Qur’an,

paling tidak harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya: pertama,

kekokohan niat dalam menghafal yang kuat dengan amalan-amalan

sholeh seperi, sholat, do’a, dzikir, dan ibadahibadah yang lain. Kedua,

selalu memperbaharui niat, palagi di saat-saat lalai, karna mnghafal

Al-Qur’an, kadang jenuh tau sibuk dengan aktifitas lain sehingga

melupakan muraja’ah. Ketiga, mempelajari kemuliaan ayat yang

dihafalkan dan berusaha menghafalkannya secara dinamis dalam

kehidupan sehari-hari.Keempat, menjauhkan diri dari kesibukan dunia

45
Baiharu Amali, Agar Orang Sibuk,,,.hal. 145-146
46
Ibid.
33

yang melalaikan.Kelima, berdo’a kepada Allah dengan khusyu’ agar

dijadikan orang yang istiqomah dalam menghafal Al-Qur’an. 47

Namun memang, untuk menumbuhkan keikhlasan menghafal

pada diri anak, harus melalui pemaksaan lebih dulu, agar mereka

sedikit demi sedikit mulai terbiasa.Karena memang yang dibutuhkan

dalam menghafal Al-Qur’an yaitu, memanamkan rasa cinta kepada

Al-Qur’an terlebih dahulu.

B. Metode Tahfiz Qur’an Tematik (TQT)

1. Pengertian Metode Tahfizh Qu’an Tematik (TQT)

Metode, berasal dari bahasa Yunani. Secara etimolgi, kata ini berasal

dari dua kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti

sengaja diarahkan pada satu tujuan yang dikehendaki. 48tahfidz yang berarti

menghafal. Al-Qur’an, berasal dari kata qaraa yang berarti

membaca.Sedangkan tematik dapat juga disebut sebagai pembelajaran

terpadu.Atau yang berangkat dari tema-tema tertentu.49

Tahfiz Qur’an Tematik (TQT) merupakan metode menghafal Qur’an

yang termasuk kedalam metode baru. Sehingga, belum banyak lembaga-

lembaga sekolah maupun pondok pesantren tahfiz yang menerapkan

metode tersebut. Tahfizh Qur’an Tematik (TQT) adalah salah satu metode

47
‘Ablah Jawwad Al-Harsyi, Kecil-Kecil Hafal Al-Qur’an, Terjemah: M. Agus Saifuddin
,(Jakarta: alHikmah, 2006) cet. Ke- 1, hal. 29
48
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam:Fakta Teoritis-Filosofis & Aplikatif-Normatif,
(Jakarta: Amzah, 2013), hal. 137
49
Abd.Kadir dan Hanun Asrohah, Pembelajaran Tematik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014).,
hal. 5
34

menghafal Al-Qur’an dengan terlebih dahulu mengumpulkan ayat-ayat

yang terserak dalam banyak surat dan juz untuk dirumuskan dalam satu

tema khusus. Misalnya, ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah para Nabi,

orang sholeh pada masa lalu, ibrah dari kisah hewan, kejadian alam, sains

dan teknologi, hingga berhubungan dengan tata krama dan pergaulan


50
masyarakat dan sosial.

Sebenarnya, ada banyak model pembelajaran dan metode yang

ditawarkan dalam menghafal Al-Qur’an, namun metode-metode yang

biasa dikenal pada masyarakat umum belum memberikan pemahaman

yang efektif sehingga anak hanya sekedar hafal saja, belum sampai pada

pemahaman makna ayat yang dihafalkannya. Efektif yang dimaksudkan

yaitu sebagai pencapaian tujuan yang menyeluruh dalam berbagai hal,

diantaranya hafal ayatnya, bacaaanya, intonasinya dan memahami apa

yang dimaksudkan dari ayat yang dihafalkannya yang terangkum dalam

sebuah metode pembelajaran Al-Qur’an yang disebut dengan metode

TQT.

Dalam penerapnnyaTQT menggunakan pendekatan beberapa

kecerdasan atau yang biasa disebut dengan multiple intelences. Pertama,

kecerdasan visual dan spasial, seorang anak dapat terlatih karena anak

dituntun untuk menonton film dan membaca buku tentang kisah-kisah

nabi, orang-orang sholeh dan sebagainya. Kedua, kecerdasan kinestetik,

seorang anak dilatih dengan cara menggunakan tubuh secara terampil

50
Lailatul Fithriyah Azzakiyah, Modul Tahfizh al-Qur’an Tematik.,(Malang:2016), hal. 2
35

dalam mengisyaratkan arti dalam ayat. Misalkan anak mengangkat kedua

tangannya seakan mengendarai mobil untuk mengisyaratkan kata rakiba

yang berarti menaiki.Ketigakecerdasan audiotory, yaitu melatih ketajaman

pendengaran seorang anak.

Setelah pembina memilih ayat-ayat yang akan dijadikan tema ,

pembelajaran selanjut adalah denganpemutaranfilm tentang tema kisah

yang akan dihafalkan, kemudian mulai menghafalkan.Pembelajaran

dengan menggunakan ini pun di setting se menarik mungkin agar anak

tidak merasa jenuh dan terpaksa menghafal. Pada pembelajaran TQT, tutor

juga menekankan pada kompetensi bacaannya, tajwidnya(hukum bacaan),

tahfizh(hafalan), terjemahan (arti) dan faham nomor suratnya.

Metode TQT ini pun memiliki prinsip yang menjadi cirri khas

tersendiri. Terdiri dari tiga prinsip, yaitu didasarkan atas: (1) mulai dari

yangmudah, hal ini didasarkan pada ayat Al-Qur’an yang mudah dihafal

baik dari segi ayat dan artinya. Dengan memulai yang mudah maka siswa

akan merasa nyaman dalam kegiatan pembelajaran karena preasure yang

didapatkan bertahap (2) mulai dari yang di suka, artinya metode ini

disampaikan dengan cara yang menarik sehingga dapat menggugah minat

belajar anak. Dapat diartikan jugabahwa dengan pembelajaran yang

didasarkan pada hal-hal yang disukai akan memberikan kualitas

pembelajaran yang baik. Hal ini diikuti dengan rasa ketertarikan pada

materi pembelajaran sehingga akan lebih giat dalam belajar. dan (3)

dimulai dari yang dekat. Artinya, materi pembelajaran didasarkan pada


36

yang mudah karena pada proses pembelajarannya dilakukan secara

bertahap.hal ini didasarkan pada konteks yang sedang dalam proses

pemenuhan kebutuhan belajaranya. Dalam hal ini, tutor hendaknya

terampil dalam menentukan kontek pembelajaran.

2. Konsep Pembelajaran Tematik Dalam TQT

Dalam konsep metode TQT tersebut, selaku penemu metode mengacu

ke beberapa model atau pendekatan yang ada untuk kegiatan menghafal,

baik dari kacamata teori pendidikan umum, ataupun yang memang telah

ada dan diterapkan oleh para ulama terkait dengan metode menghafal Al-

Qur’an itu sendiri. Yang tentu saja hal tersebut telah melewati beberapa

kajian tersendiri olehpenemu metode TQT tersebut.

Dari kacamata teori pendidikan umum, penemu menerapkan model

pembelajaran tematik.Pembelajaran tematik berangkat dari pemikiran

filosofis tertentu yang menekankan pada pembentukan kreativitas anak

didik dengan pemberian aktivitas yang didapat dari pengalaman langsung

melalui lingkungannya yang natural. Masing-masing anak didik memiliki

potensi dan motivasi yang unik dank has yang perlu dikembangkan

sedemikian ruap dengan tetap memperhatikan karakteristik, keunikan dan

ke khasannya masing-masing.51

Hal tersebut tentu saja sejalan dengan penerapan metode TQT dalam

menghafal Al-Qur’an, yang berlandaskan pada gaya belajar anak.

Sehingga dalam menghafal, anak merasa tidak terbebani karena mereka

51
Abd. Kadir,,, Pembelajran Tematik,,,.hal. 17
37

belajar sesuai dengan kemampuan mereka dan gaya belajar mereka

masing-masing. Hal tersebut tentu akan lebih melekat pada ingatan jangka

panjang (Long Term Memory) anak.

Dalam penerapan model pembelajaran tematik tersebut, tentu saja

terdapat rambu-rambu yang harus diperhatikan, diantaranya adalah: 52

a. Pembelajaran tematik berdasarkan pada, satu tema tertentu. Ketika

seorang akan merancang pembelajaran tematik maka ia akan

menentukan tema tertentu.

b. Sesuai dengan prinsip pebelajaran tematik yang menekankan pada

pengalamana, maka setiap pelaksanaan pembelajaran tematik selalu

mempergunakan sumber belajar yang konkret atau paling tidak berupa

alat peraga yang bisa dicerap leh anak didik.

c. Judul maupun jumlah tema yang dipilih atau yang ditentukn oleh

masing-masing sekolah, disesuaikan engan karakteristik anak didik,

minat lingkungan san daerah setempat.

d. Diusahakan agar anak didik mengalami sendiri proses pembelajaran

dengan metode eksperimen atau demonstrasi misalnya.

Bila dilihat dari teori rambu-rambu pembelajaran tematik tersebut,

maka penerapan metode TQT ini sudah dapat dikatakan sesuai dengan

rambu-rambu yang ada.Sehingga terbukti, bahwa penerapan model

pembelajaran tematik tidak hanya untuk ilmu-ilmu umum saja, namun

52
Ibid, hal. 24-25
38

juga dapat di integrasikan kedalam ilmu-ilmu keislaman, kusunya

menghafal Al-Qur’an.

Mengintregasikan nilai-nilai Islam dalam pembelajaran tematik

memungkinkan siswa dapat mengintegrasikan ide-ide dalam inter bidang

studi, memungkinkan siswa mengkaji, mengknseptualisasi, memperbaiki

serta mengasimilasi ide-ide dalam memecahkan masalah, terutama dalam

bingkai spiritualitas Islam. Yang tentunya hal tersebut mampu membawa

mereka ke ranah pemahaman yang lebih mendalam. 53

Dalam penerapan pembelajaran tematik tersebut, tentunya juga

memiliki strategi yang harus ditempuh.Strategi atau strategy adalah a

plan. Dengan demikian, strategi pmbelajaran dapat diartikan sebagai

rancangan , cara atau beberapa kegiatan yang dirancang untuk mencapai


54
tujuan pendidikan secara khusus. Dalam hal ini tentu saja tujuan dari

diterapkannya metode menghafal TQT tersebut. Yang tentunya dengan

asumsi apabila diterapkan strategi tersebut maka proses belajar mengajar

akan lebih idup, kreatif, efektif dan tentunya menyenangkan.

Dalam penerapan strategi pembelajaran tematik tersebut, tentu saja

terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Diantaranya adalah: 55

a. Berorientasi pada tujuan

Tujuan dalam system pembelajaran tematik merupakan arah yang

harus dituju untuk mencapai hasil.Segala daya dan upaya yang

dilakukan semua pihak dalam pembelajaran itu, baik guru maupun

53
Ibid, hal. 54
54
Ibid, hal 118
55
Ibid, hal 119-120
39

peserta didik harus selalu berorientasi pada tujuan. Yang tentu saja

dalam penerapan metode TQT tersebut tujuan utamanya yaitu: hafal

dan paham.

b. Interaktif

Belajar dan pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi antara

guru anak didik dan lingkungannya, baik yang bersifat material maupun

sosial. Dalam intraksinya ini ank didik memperoleh berbagai informasi,

pengetahuan dan pengalaman, baik melalui pancaindranya maupun

melalui proses merenung dan berpikir. Namun yang jelas bahwa tanta

interaksi dengan apapun maupun dengan siapapun maka tidak akan

terjadi belajar dan pembelajaran.

Kaitannya dengan interaksi ini, tentu saja dalam proses enerapan

TQT tersebut, guru dan anak didik secara intens melakukan interaksi.

Dikarenakan sebelum mulai menghafal, guru menjelaskan terkait

dengan tema yang akan dihafalkan anak didik. Atau dalam kegiatan

lain, anak didik memuraja’ah hafalan yang telah dihafalkan, kemudian

guru menyimaknya dengan cermat.

c. Inspiratif

Dalam belajar maupun pembelajaran dimungkinkan terjadinya

inspirasi. Proses pembelajaran merupakan proses yang ispiratif, yang

memungkinkan anak didik mendapatkan wawasan baru melalui kerja

kreatif dan imajinatif. Ketika anak didik berhubungan dengan berbagai

pihak ternasuk lingkungannya, maka terjadi perubahan pengetahuan dan


40

pengalaman, sehingga kemampuan kreatifnya maupun kemampuan

imajinatifnya bisa berkembang.Oleh karena itu, strategi yang digunakan

seorang guru harusnya mampu mengembangkan nilai-nilai inspiratif

pada diri anak didik.

Dalam mengembangkan nilai-nilai inspiratif tersebut, tentu saja

dengan penerapan metode TQT tersebut akan banyak nilai inspiratif

yang akan didapat oleh anak didik. Sebab ayat-ayat yang dijaikan tema

dalam penerapan metode TQT tersebut merupakan kisah-kisah para

Nabi yang ada di dalam Al-Qur’an. Hal ini kemudian ditunjang dengan

tahapan menghafal yang disesuaikan dengan gaya dan kemampuan

belajar mereka, sehingga anak didik akan lebih mudah mengambil nilai

inspiratif dari ayat-ayat yang akan dihafalkan tersebut.

d. Menyenangkan

Proses belajar dan pembelajaran bukanlah proses penjinakan,

melainkan proses pengembangan kreativitas anak didik. Hal demikian

hanya bisa dicapai bilamana anak didik terbebas dari berbagai beban

secara fisik maupun psikis. Beban disini adalah ssuatu yang menekan

anak didik sehingga ia merasa terpaksa untuk menanggungnya. Oleh

karena itu, strategi pembelajaran tematik harus selalu berorientasi untuk

memberikan kesenangan bagi anak didik dalam proses belajar maupun

pembelajaran.

Penerapan metode TQT juga diterapkan sedemikian rupa untuk

membuat anak senang dalam prosesnya menghafal Al-Qur’an, sehingga


41

anak tidak merasa terpaksa untuk menghafal Al-Qur’an. Namun

sebaliknya, mereka merasa happy dan enjoy learning. Metode

pembelajaran melalui teknik kisah yang diterapkan selama ini diyakini

sangat efektif bagi anak. Selama penyampaian materi hafalan, anak seakan

diajak menyelami kisah sembari berdialog, mengenalkan makna perkata

dan kandungannya serta menanamkan pesan-pesan moral pada anak.

Karena diawali dengan visualisasi kisah melalui VCD untuk memantik

pemahaman anak pada alur cerita, memunculkan rasa penasaran pada anak

sehingga membangkitkan minat menghafal. Anak seakan dibuat tak sabar

untuk mengetahui narasi Al-Qur’an sebagai lanjutan kisah.

3. TQT Dalam Tinjauan Metode Tafsir

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa,

dalam pelaksanaan metode TQT ini tidak terlepas dari kajian teori

pembelajaran modern ataupun yang telah ada seblumnya, yang merupakan

hasil kajian para ulama.Penemu metode TQT ini juga mengacu pada

metode tafisr Al-Qur’an yang memang dirasa sesuai denganperkembangan

dan juga kemampuan anak.Salah satunya adalah mengacu pada metode

tafsir Al-Qur’an yang telah ada.

Sehingga, bisa dikatakan bahwa metode TQT ini tidak hanya

digunakan sebagai metode menghafal Al-Qur’an namun juga sekaligus

menafsirkan. Tujuannya tentu saja agar anak tidak hanya menghafal Al-

Qur’an, namun juga paham dengan apa yang mereka hafalkan tersebut.
42

Selain itu, ingatan mereka terhadap ayat-ayat yang telah dihafalkan akan

lebih melekat dalam ingatan.

Pengertian dari metode tafsir tersebut adalah,;seperangkat kaidah atau

aturan yang harus diindahkan ketika menafsirkan ayat-ayat Al-

Qur’an.56Al-Qur’an diturunkan diantaranya adalah sebagai

petunjuk.Namun seperti yang kita semua ketahui, bahwasannya petunjuk

yang tertulis didalam Al-Qur’an tersebut sangat banyak yang masih

bersifal global.Sehingga agar petunjuk atau pesan dalam Al-Qur’an

tersebut dapat tersampaikan maka dibutuhkan pemahaman terkait dengan

isi Al-Qur’an tersebut. Salah satu cara untuk memproleh pemahaman

tersebut, maka mempelajari tafsir Al-Qur’an adalah sesuatu yang sangat

dianjurkan.

Metode pnafsiran Al-Qur’an sangat beragam, diantaranya adalah: 57

a. Metode Ijmali (Global)

b. Metode Tahlili (Analitis)

c. Metode Muqarin (Komparatif)

d. Metode Maudhu’I (Tematik)

Dalam penerapan TQT tersebut, metode tafsir Al-Qur’an yang

diterapkan adalah metode tafsir Maudhu’i (tematik).Metode tematik adalah

suatu metode yang membahas ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tema

atau judul yang telah ditetapkan.Semua ayat yang berkaitan, dihimpun ,

56
Nashruddin Baidan,Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2012).hal. 2
57
Ibid, hal 13
43

kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang

berkaitan dengannya. Seperti asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainya. 58

Tafsir maudhu’iatau tematik juga dapat disebut sebagai metode

menafsirkan ayat Al-Qur’an yang tidak berdasarkan atas urutan ayat dan

surat yang terdapat dalam mushaf, tetapi berdasarkan masalah atau tema

yang akan dikaji. Mussafir dengan menggunakan metode ini, menentukan

permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam Al-Qur’an. Kemudian

ia mengumpulkan ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah tersebut yang

tersebar dalam berbagai surat.59

Tafsir tematik dapat pula didasarkan atas suatu surah, seperti tafsir

Surah Al-Baqarah. Artinya, nama surah itu dijadikan tema yang akan

diperbincangkan dalam suatu karya tafsir. Karena nama surah diangkat

menjadi suatu tema, maka ayat-ayat yang terdapat didalamnya

memperbincangkan hal-ha yang berkaitan dengan nama surat tersebut, dan

ia saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Oleh sebab itu, penafsiran

ini harus ditunjangoleh ilmu munasabah yang dapat membantu mufassir

melihat hubungan atau keserasian ayat ayat tersebut.60

Seperi yang dikutip oleh Kadar M. Yusuf, Musthafa Muslim

menegaskan bahwa:

Ilmu munasabah mempunyai hubungan yang erat dengan tafsir


maudhu’i, khususnya tema suatu surah. Sebab ayat-ayat itu turun
dalam waktu dan latar belakang yang berbeda, kemudian dimasukkan

58
Ibid, hal. 151
59
Kadar M. Yusuf, Studi Al Qur’an, (Jakarta: Amzah,2014), hal. 121
60
Ibid
44

dalam satu surat. Akan tetapi ketika dibaca terlihat ayat-ayat itu
berada dalam suatu tema yang sama. 61

Dalam penerapan metode ini, ada beberapa langkah yang harus

ditempuh, antara lain sebagaimana telah diungkapkan oleh al-Farmawi,

yaitu:62

a. Menghimpun ayat-ayat yang berkenaan dengan judul tersebut sesuai

dengan kronologi urutan turunnya.

b. Menelurusi latar belakang turunnya ayat tersebut (asbab al-nuzul)-

jika ada

c. Meneliti dengan cermat semua kata yang dipakai dalam ayat tersebut.

d. Mengkaji pemahaman ayat-ayat tersebut dari pemahaman berbagai

aliran dan pendapat para mufasir, baik yang klasik maupun yang

kontemporer.

e. Semua ayat yang berkaitan tersebut dikaji secara tuntas dan seksama

dengan menggunakan penalaran yang objektif mlalui kaidahkaidah

tafsir kemudian disesuaikan dengan argument-argumen Al-Quran, Al-

Hadist, atau faktafakta sejarah yang dapat ditemukan.

Dalam penggunaan tafsir maudhu’i sebagai acuan untuk menerapkan

metode TQT ini, tentunya memiliki kelebihan tersendiri. Kelebihan

tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 63

a. Menjawab tantangan zaman

61
Ibid, hal 140
62
Nashruddin Baidan,Metodologi Penafsiran,,,, hal. 152-153
63
Ibid, hal. 165-166
45

Permasalahan dalam keidupan selalu tumbuh dan berkembang

sesuai dengan perkembangan kehidupan itu sendiri.Semakin modern

kehidupan permasalahan yang timbul semakin kompleks dan rumit

serta mempunyai dampak yang luas.Maka untuk menghadapi

permasalahan yang demikian, diliat dari sudut tafsir Al-Qur’an, tidak

dapat ditangani dengan metode-metodde penafsiran selain tematik.Hal

itu dikarenakan kajian metode tematik ditunjukkan untuk

menyelesaikan permasalahan.Itulah sebabnya metode ini mengkaji

semua ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang kasus yang sedang

dibahas secara tuntas.

Penerapan metode TQT tersebut juga dilator belakangi dari segala

permasalahan menghafalkan yang ada.Dimana kebanyakan anak

sangat sulit untuk menghafal Al-Qur’an dengan metode yang

konvensional, yaitu menghafal dari juz 30 kedepan.Tidak cukup

sampai disitu, anak tidak hanya merasa kesulitan, namun juga merasa

bosan, ditambah lagi dengan penggunaan metode konvensional

tersebut, sangat sedikit anak yang mampu memahami makna dari ayat

yang dihafal tersebut. Melihat fenomena tersebut selaku penemu

metode TQT ini merasa perlu diadakannya terobosan baru berupa

metode untuk menghafal Al-Qur’an tersebut.

b. Praktis dan Sistematis

Tafsir dengan metode tematik disusun secara praktis dan sistematis

dalam memecahkan permasalahan yang timbul.Kondisi macam ini


46

amat cocokk dengan kehidupan umat yang semakin modern dengan

mobilitas yang sangat tinggi sehingga mereka seakanakan tak punya

waktu untuk membaca kita-kitab tafsir yang besar, padahal untuk

mampu mamahami makna Al-Qur’an mereka diwajibkan untuk

membacanya.Maka dengan adanya tafsir tematik ini mereka akan

mendapatkan petunjuk Al-Qur’an secara praktis dan sistematis serta

dapat lebih menghemat waktu, efektif dan efisien.

Penggabungan antara tafsir sekaligus menghafal dalam metode

TQT ini, tentu saja sangat membantu anak didik untuk tidak hanya

menghafal Al-Qur’an namun juga sekaligus menafsirkan ayat-ayat

yang sedang dihafalkannya. Sebab ketika menghafal ayat, guru

menjelaskan terkait dengn terjemahan dan kata kunci yang ada pada

ayat tersebut.Diatambah dengan kisah yang sebelumnya telah

disampaikan melalui berbagai media, untuk lebih memudahkan anak

dalam menghafal.Juga untuk memantik system motorik dan kognitif

anak. Sehingga dalam proses menghafal, mereka dapat berimajinasi

sesuai dengan kisah yang disajikan sebelumnya lewat media belajar.

c. Dinamis

Metode tematik membuat tafsir Al-Qur’an selalu dinamis sesuai

dengan tuntutan zaman sehingga menimbulkan image didalam benak

pembaca dan pendengarnya bahwa Al-Qur’an senantiasa mengayomi

dan membimbing kehidupan pada lapisan dan strata sosial.Dengan


47

demikian terasa sekali bahwa Al-Qur’an selalu actual, dan tidak

ketinggalan zaman.

Dalam penerapan metode TQT pun, tema yang akan disajikan juga

akan beragam. Hal ini tentu saja sesuai dengan tingkatan dan

kemampuan mereka belajar. Dalam penerapan TQT ini untuk tingkat

SD, guru memberikan tema berupa kisah-kisah Nabi yang terserak

didalah Al-Qur’an diberbagai ayat, surat, atau pahakan juz. Tentu saja

tidak hanya menghafal tentang tema kisah Nabi yang sama, namun

secara bertahap akan menghafal seluruh kisah Nabi yang ada di Al-

Qur’an.

d. Membuat pemahaman menjadi mudah

Dengan ditetapkan judul-judul yang akan dibahas, maka

pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an dapat diserap secara utuh.

Pemahaman serupa itu sulit menemukannya dalam ketiga metode

tafsir yang lain tersebut. Maka dari itu, metode tematik ini dapat

diandalkan untuk pemecahan suatu permasalahan secara lebih baik

dan lebih tuntas.

Dengan penerapan metode TQT ini, anak tentu saja tidak hanaya

menghafalkan ayat-ayat sesuai tema, namun dengan tahapan yang

diterapkan dalam metode TQT ini, tentu saja anak secara langsung

telah memahami makna dari ayat yang mereka lebih luas. Sehingga,

benar saja ketika mereka diuji untuk menyebutkan ayat dari suatu

kisah yang diambil secara acak, merek akan dengan mudahh


48

menyebutkannya. Itu karena mereka telah memahami makna dari ayat

tersebut kemudia mengamati kata kunci yang ada pada setiap ayat

yang dihafalkannya.

4. Tahapan Dalam Metode TQT

Dalam penerapan suatu metode pembelajaran, tentu saja akan ada

tahapan yang diterapkan. Hal tersebut tentu saja untuk mempermudah guru

dalam mengajar, sebab mereka telah mempunyai acuan dalam mengajar,

yaitu berupa tahapan tersebut. Dalam penerapan metode TQT ini ada 3

tahapan utama dalam menghafal Al-Qur’an menggunakan metode TQT

tersebut:64

a. Tahap 1 : Pemilihan Ayat

Tahapan pertama dalam penerapan TQT ini yaitu, pemilihan ayat

atau pengelompokan ayat berdasarkan tema yang telah dikehendaki,

misalnya kisah Nabi Ibrahim.Dalam tahap pemilihan ayat ini, guru

harus mengetahui sebelumnya dimana letak ayat-ayat yang berkaitan

dengan tema yang akan dibahas, yang ayat tersebut tentunya terserak di

seluruh mushaf Al-Qur’an.

Pada tahapan ini, metode maudhu’i diterapkan.Sesuai dengan

namanya tematik, maka yang mnjadi cirri utama dari metode ini adalah

menonjolkan tema, judul atau topic pembahasan. 65 Dalam

penerapannya di SD ‘Aisyiyah Kecamatan Lowokwaru Kota Malang

ini, tema yang digunakan adalah tema-tem yang berkaitan dengan kish

64
Lailatul Fithriyah, Modul Tahfizh,,,,hal. 3
65
Nashruddin Baidan,Metodologi Penafsiran,,,hal.152
49

Nabi. Hal tersebut dikarenakan oleh banyak factor, selain film-film

yang berkaitan dengan kisah para Nabai lebih mudah dicari, anak tidak

akan terlalu terbebani karena kisah-kisah Nabi adalah sebuah tema yang

sudah lekat dengan mereka dan sering diperdengarkan. Sehingga, hal

tersebut tentu saja akan lebih memudahkan mereka untuk menghafal

dan memamami lebih dalam.

Tafsir Maudhu’i atau tematik ialah menafsirkan ayat Al Qur’an

tidk berdasarkan atas urutan ayat dan surat yang terdapat dalam mushaf,

tetapi berdasarkan masalah atau tema yang akan dikaji. Mussafir

dengan menggunakan metode ini, menentukan permasalahan yang akan

dicari jawabannya dalam Al-Qur’an. Kemudian ia mengumpulkan ayat

ayat yang berkenaan dengan masalah tersebut yang tersebar dalam

berbagai surat.

Tafsir tematik dapat pula didasarkan atas suatu surah, seperti tafsir

Surah Al-Baqarah. Artinya, nama surah itu dijadikan tema yang akan

diperbincangkan dalam suatu karya tafsir. Karena nama surah diangkat

menjadi suatu tema, maka ayat-ayat yang terdapat didalamnya

memperbincangkan hal-ha yang berkaitan dengan nama surat tersebut,

dan ia saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Oleh sebab itu,

penafsiran ini harus ditunjangoleh ilmu munasabah yang dapat

membantu mufassir melihat hubungan atau keserasian antar ayat

tersebut.66

66
Kadar M. Yusuf, Studi Al Qur’an, (Jakarta: Amzah,2014), hal. 140
50

b. Tahap 2 : Pemutaran Film

Pada metode TQT, penemu metode memang sengaja

memanfaatkan media yang ada untuk mempermudah proses

pembelajaran. Kata media berasal dari bahasa Latin yang merupakan

bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara

atau pengantar. Media pembelajaran dimanfaatkan tentu saja untuk

menunjang tercapainya tujuan tertentu.67

Muhammad Fadillah, dalam bukunya, menyampaikan bahwa:

Media merupakan salah satu alat penyampai materi atau pesan


kepada siswa. Dalam hal ini media tidak hanya dipahami sebagai
alat peraga, tetapi juga sebagai pembawa informasi atau pesan
pengajaran kepada peserta didik. Dengan adanya media ini,
pembelajaran diharapkan akan lebih menarik, interaktif, dan
menyenangkan sehingga secara tidak langsung kualitas
pembelajaran pun dapat ditingkatkan kea rah yang lebih baik.68

Secara umum media belajar mempunyai kegunaan-kegunaan

sebagai berikut:69

a. Memperjelas penyajian pesan

b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra

c. Penggunaan media pendidikan secara tepat dapat mengatasi sifat

pasif anak didik. Sehingga berdampak pada kegairahan belajar.

d. Dapat mengatasi keberagaman siswa berupa : pengalaman yang

berbeda, persepsi yang berbeda, dan daya tangkap yang berbeda

pula.

67
Arif Sadiman, dkk, Media Pendidikan: Pengertian Pengembangan,dan
Pemanfaatannya, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 6
68
Muhammad Fadillah, Desain pembelajaran PAUD: Tinjauan teoritik dan praktik,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012). hal. 205
69
Ibid, hal. 17
51

Salah satu media yang dimanfaatkan dalam penerapan metode

TQT ini adalah film.Film merupakan peralatan pemain ulang (play

back).70dan tergolong sebagai media audio-visual,yaitu yang

menggabungkan antara gambar dan suara. Pemutaran film ini selain

untuk memudahkan dan merangsang daya fikir anak, tentu saja untuk

menunjang kebutuhan anak yang memiliki gaya belajar audio-visual.

Anak dengan gaya belajar audio-visual akan lebih mudah menerima

informasi jika mereka disajikan materi yang berupa perpaduan antara

gambar dan suara. Seperti halnya film tersebut.

Dalam tahapan pertama ini, guru memutarkan film terkait dengan

tema yang telah ditetapkan.Misanya, tentang kisah Nabi Ibrahim.Maka,

guru memutarkan filam berupa kisah terkait Nabi Ibrahim. Selanjutnya,

anak mengamati film tersebut dengan seksama, sehingga sebelum

menghafal anak sudah memiliki gambaran atau konsep apa yang akan

mereka hafalkan. Ketika menghafal, mereka akan memiliki imajinasi

terkait dengan ayat yang mereka hafalkan dengan film yang mereka

saksikaan.

c. Tahap 3: Menghafal

Pada tahap terakhir ini, guru mulai membimbing anak untuk

menghafal ayat dari surat yang telah dipilihkan guru sesuai dengan tema

yang telah ditentukan.

70
Ibid. hal. 282
52

Dalam menghafal Al-Qur’an, terdapat 3 prinsip yang perlu

diketahui:

1. Persiapan (isti’dad)

Kewajiban utama penghafal Al-Qur’an adalah ia harus

mnghafal setiap harinya minimal 1 halaman dengan tepat dan

benardengan memilih waktu yang tepat untuk menghafal:

Seperti:

a. Sebelum tidur malam melakukan perisapan dengan membaca dan

menghafal 1 halaman

b. Setela bangun tidur hafallkan satu halaman tersebut dengan hafalan

yanga mendalam dengan tenang dan konsentrasi

c. Ulangi terus hafalan tersebut sampai benar—benar hafal diluar

kepala

2. Pengeahan (Tahsin/Setor)

Setelah dilakukan persiapan secara matang dengan selalu

mengingat-ingat satu halaman tersebut, berikutnya tahsinkan

(setorkan)hafalan kepada ustad/ustadzah. Setiap kesalahan yang

telah ditunjukkan , maka lakukanlah hal berikut:

a. Memberi tanda kesalahan dengan mencatatnya (dibawah atau

diatas huruf yang lupa)

b. Mengulang kesalahan sampai dianggap benar oleh ustad

c. Bersabar untuk tidak menambah materi atau hafalan yang baru

kecuali hafalan yang lama telah benar-benar hafalan.


53

3. Pengulangan (Muraja’ah)

Setelah menyetorkan hafalan, disarankan untu tidak

bergegas meninggalkan majlis. Lakukan terus pengulangan dari

ayat pertama sampai dengan terakhir agar hafalan tersebut semakin

kuat. 71

Dalam penerapan metode TQT ini, target hafalan perharinya yaitu

2 ayat.Sehingga target satu tema dapat diselesaikan dalam jangka

waktu satu bulan. Namun, hal terseut tentu saja disesuaian dengan

panjang atau pendeknya ayat yang akan dihafalkan. Namunm hitungan

idealnya adalah sebagimana tersebut.

Dalam menghafal Al-Qur’an pun, kita juga dianjurkan untuk

paham dengan konsep kuadran tersebut, tujuannya tentu saja untuk

penjadwalan waktu-waktu yang tepat untuk menghafal AlQur’an.Tanpa

perencanaan yang jelas serta pengaturan skala prioritas, maka tak jarang

kita merasakan himpitan waktu dengan berbagai kegiatan-kegiatan yang

semakin menumpuk. Kaitannya dengan menghafal Al-Qur’an , tentu

penumpukan dan himpitan semacam ini memiliki pengaruh besar.

Banyak diantara kita yang kurang memperhatikan hal tersebut. Maka

menjadi wajar, apabila diantara kita ada yang sering mengeluh tidak ada

71
Hasyiyah , Mengintip metode menghafal
Qur’an,http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://m.facebook.com/perma
link.php%3Fstrory_fbid%3D699297813454973%26id%3D231171756934250&ved=0ahUKEwiv_
oCck5PSAhXCOo&KHTWECaIQFgg3MAk&usg=AFQjCNE6uGeNiXNHelSrJuybS2HAZVLX
Q&sig2=BrvHUHKpvqIqOQfsrRKQhA. Diakses pada 16 Februari 2017
54

waktu untu menghafal Al-Qur’an dengan alas an banyak kesibukan

pekerjaan atau tugas kuliah yang menumpuk. 72

Dalam menghafal Al-Qur’an, anak akan menalar, seseuai dengan

film yang telah dilihatnya tersebut, maka dalam menalar Al-Qur’an

hendaknya siswa mngikuti cara berikut ini: 73

1. Mengulang-ulang nash ayat demi ayat (setelah mendapatkan

pembenaran dari guru qira’at)

2. Mengaitkan setiap ayat dengan ayat setelahnya, membaca ulang

ayat tedahulu dengan ayat yang dihafal kemudian dengan cara

belaar kelompok

3. Mendengarkan merupakan satu factor yang penting dalam proses

mengingat-ingat dan mengevaluasi sejauh mana kekuatan hafalan.

Dengan tahapan penalaran tersebut, tentu akan membuat anak

semakin mudah untuk menghafal, Karena selain mereka menghafal

mereka juga mampu memahami terkait peristiwa apa yang terdapat

pada ayat yang mereka hafalkan tersebut.

C. Penelitian Terdahulu

Pada skripsi ini penulis akan memaparkan tentang penelitian terdahulu

terkait dengan metode TQT. Tujuannya yaitu sebagai perbandingan terkait

dengan penelitian metode untuk menghafal Al-Qur’an. Diantara penelitaian

yang teah dilakukan terkait dengan penggunaan metode dalam menghafal Al-

Qur’an adalah sebagai berikut:

72
Ibid, hal. 120
73
Abdurrahman Nawabuddin, Teknik Menghafal,,,hal.56-57
55

1. Karya Tulis Ilmiah yang ditulis oleh Tsania Nur Diyana, Mahasiswi

Universitas Negeri Malang, dengan judul “ Tahfizh Qur’an Tematik

(TQT): Metode Menghafal Al-Qur’an Berdasarkan Tema Dengan

Pendekkatan Multiple Intelegences”. Pada penelitian tersebut, focus

peneliti yaitu pada penggunaan pendekatan yang digunakan dalam metode

TQT yaitu Multiple Intelegences. Hasil dari penelitian tersebut

mengungkapkan bahwa, pada metode TQT ini ada beberapa tahapan yang

dilaukan, dalam penerapan tahapan tersebut, metode TQT ini

menyesuaikan dengan kecerdasan masing-masing anak, yaitu ; visual,

audiotory dan kinestetik. 74

2. Siti KholifahMenulis skripsi berjudul “Pelaksanaan Metode Tahfidz dan

Takrirdalam Menghafal Al-Qur’an di Pondok Pesantren Tahfidz al-

Qur’anPutri Al-Yamani Sumberdadi Sumbergempol Tulungagung”. Hasil

penelitian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: Pelaksanaan Metode

Tahfidz dan Takrir di Pondok Pesantren Tahfidz al- Qur’an Putri Al-

Yamani Sumberdadi Sumbergempol Tulungagung mempunyai ciri khas

tersendiri yaitu dengan menggunakan kegiatan metode takrir tersendiri.

Kegiatan metode takrir tersebut, yaitu: (a.) Setoran deresan (b.) Semaan

kamis legi (c.) Deresan pribadi (d.) Seaman ahad legi.75

74
Tsania Nur Diyana. Skripsi.Tahfizh Qur’an Tematik (TQT): Metode Menghafal Al-
Qur’an Berdasarkan Tema Dengan Pendekkatan Multiple Intelegences . Tahun Ajaran 2014/2015
(Malang: 2015)
75
Siti Kholifah. Skripsi, Penerapan Metode Tahfidz dan Takrir dalam Menghafal Al-
Quran di Pondok Pesantren Tahfidz Al-Quran Putri Al-Yamani Sumberdadi Sumbergempol
Tulungagung, (Tulungagung : 2011)
56

3. Nisma Shela Wati, menulis Skripsi berjudul “Peranan Tahfidz Al-Qur’an

Di Madrasah Aliyah Ummul Akhyar Sawo Campurdarat Tulungagung”.

Fokus penelitian yang digunakan secara garis besar adalah tentang dampak

positif tahfidz Al-Qur’an yang cukup berperan penting dalam

meningkatkan kecerdasan berfikir siswa. Dengan menggunakan metode

penelitian kualitatif, peneliti menghasilkan temuan yaitu, bahwa peranan

tahfidz ini sangat berpengaruh terhadap IQ para siswa, karena dengan

menghfal Al-Qur’an seluruh indra akan terlatih, seperti pendengaran, dan

penglihatan. Dengan indra yang telah terbiasa dengan menghafal Al-

Qur’an, maka selanjutnya akan terbiasa dan mudah menerima ilmu-ilmu

lain kedalam dirinya. 76

4. Anisa Ida Khusniyah menulis skripsi dengan judul “Menghafal Al Qur’an

Dengan Metode Muraja’ah Studi Kasus Di Rumah Tahfidz Al-Ikhlash

Karangrejo Tulungagung”.Fokus penelitian yang digunakan adalah

penerapan serta hasil dari menghfal Al-Qur’an menggunakan metode

Muroja’ah. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, peneliti

menghasilkan temuan yaitu, Proses menghafal Al-Qur’an Studi Kasus di

Rumah Tahfidz Al-Ikhlash Karangrejo Tulungagung. yaitu dengan

menggunakan sistem One Day One Ayah (1 hari 1 ayat) dan lagu tartil.

Dalam menghafal Al-Qur’an Studi Kasus di Rumah Tahfidz Al-Ikhlash

Karangrejo Tulungagung yaitu dengan ditunjang beberapa kegiatan

muraja’ah hafalan antara lain adalah Setoran (memuraja’ah) hafalan baru

76
Nisma Shela Wati, Skripsi. Peranan Tahfidz Al-Qur’an Di Madrasah Aliyah Ummul
Akhyar Sawo Campurdarat Tulungagung,(Tulungagung: 2015)
57

kepada Guru (Ustadz/Ustadzah, Muraja’ah hafalan lama yang disemakkan

teman dengan berhadapan dua orang dua orang, Muraja’ah hafalan lama

kepada Ustadz/Ustadzah, Al-Imtihan Fii Muraja’atil Muhafadlah (ujian

mengulang hafalan.77

5. Ali Akbar dan Hidayatullah Ismail, Mahasiswa UIN Sultan Syarif Kasim

Riau, menulis penelitian dengan judul “Metode Tahfidz Al-Qur’an Di

Pondok Pesantren Kabupaten Kampar”.Fokus kajiannya adalah metode

yang digunakan Pondok Pesantren di Kabupaten Kampar dalam membina

santrinya mengikuti tahfizd al-Qur’an. Penelitian tersebut menggunakan

metode penelitian kualitatif dengan hasil sebagai berikut: bahwa pondok

pesantren di Kabupaten Kampar menggunakan berbagai metode dalam

membina santrinya mengikuti kegiatan tahfizd al-Qur’an, yaitu dengan

cara; membaca secara cermat ayat per-ayat al-Qur’an yang akan dihafal

dengan melihat mushaf secara berulang-ulang (annadzar), menghafal ayat

per ayat secara berulang sehingga akhirnya hafal (al-wahdah),

menyetorkan atau mendengarkan hafalan yang baru dihafal kepada

seorang guru (talaqqi), menghafal sedikit demi sedikit al-Qur’an yang

telah dibaca secara berulang-ulang (takrir) dan mendengarkan hafalan

kepada orang lain, baik kepada teman maupun kepada jama’ah lain

(tasmi’). 78

77
Anisa Ida Khusniyah, Skripsi. Menghafal Al Qur’an Dengan Metode Muraja’ah Studi
Kasus Di Rumah Tahfidz Al-Ikhlash Karangrejo Tulungagung,(Tulungagung: 2014)

78
Ali Akbar dan Hidayatullah Ismail, Metode Tahfidz Al-Qur’an Di Pondok Pesantren
Kabupaten Kampar .UIN Sultan Syarif Kasim Riau . JURNAL USHULUDDIN Vol. 24 No. 1,
Januari - Juni 2016
58

Tabel 2.1
Perbedaan Penelitian Ini Dengan Terdahulu

Nama Peneliti dan Judul


No Persamaan Perbedaan
Penelitian
1 Nama: Tsania Nur Diyana 1. Latar belakang 1. focus penelitian
Judul : Tahfizh Qur’an penelitain yang berbeda
Tematik (TQT): Metode sama 2. Lokasi penelitian
Menghafal Al-Qur’an 2. Metode berbeda
Berdasarkan Tema Dengan penelitian yang 3. Sistematika
Pendekkatan Multiple sama penelitian berbeda
Intelegences 3. Subyek
penelitian sama
4. Materi
penelitian sama

2 Nama : Siti Kholifah 1. Sama-sama 1. Fokus penelitian


Judul : Pelaksanaan Metode menerapkan berbeda
Tahfidz dan Takrirdalam metode Tahfizh 2. Subyek dan
Menghafal Al-Qur’an di 2. Jenis penelitian tempat penelitian
Pondok Pesantren Tahfidz al- sama berbeda
Qur’anPutri Al-Yamani 3. Materi penelitian
Sumberdadi berbeda
59

3 Nama : Nisma Shela Wati 1. Sama-sama 1. Fokus penelitian


Judul : Peranan Tahfidz Al- menerapkan berbeda
Qur’an Di Madrasah Aliyah metode Tahfizh 2. Subyek dan
Ummul Akhyar Sawo 2. Jenis penelitian tempat penelitian
Campurdarat Tulungagung sama berbeda
3. Materi penelitian
berbeda
4 Nama: Anisa Ida Khusniyah 1. Sama-sama 1. Fokus penelitian
Judul : Menghafal Al Qur’an menerapkan berbeda
Dengan Metode Muraja’ah metode Tahfizh 2. Subyek dan
Studi Kasus Di Rumah 2. Jenis penelitian tempat penelitian
Tahfidz Al-Ikhlash sama berbeda
Karangrejo Tulungagung 3. Materi penelitian
berbeda
5 Nama : Ali Akbar dan 1. Sama-sama 1. Fokus penelitian
Hidayatullah Ismail menerapkan berbeda
Judul : Metode Tahfidz Al- metode Tahfizh 2. Subyek dan
Qur’an Di Pondok Pesantren 2. Jenis penelitian tempat penelitian
Kabupaten Kampar sama berbeda
3. Materi penelitian
berbeda

D. Paradigma Penelitian

Latar Belakang:

1. Banyaknya metode menghafal Al-Qur’an

2. Anak perlu metode menghafal yang asik

3. Tidak hanya menghafal tapi juga paham

Metode Tahfizh Qur’an


Tematik (TQT)

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3


Pemilihan Ayat Pemutaran Film Menghafalkan Ayat

1. Hafal dan Paham


2. Enjoy dan Happy Learning
60

Bagan 2.1 : Kerangka Berfikir

Banyak cara untuk meningkatkan kelancaran hafalan Al-Qur’an,

namun ternyata banyak yang membuat anak cepat bosan, karena metode

kebanyakan metode konvensional yang menuntut kesabaran, kerajinan,

ketaatan dan disiplin pribadi anak. Oleh karena itu, dibutuhkan metode yang

mampu menciptakan suasana untuk mengatasi kebosanan dan kejenuhan anak

dengan menerapkan cara yang menyenangkan dan bisa menarik anak,

sehingga anak tidak merasa bosan dan bisa mencapai hasil maksimal. Metode

tersebut adalah Metode Tahfizh Quran Tematik (TQT).

TQT adalah sebuah metode menghafal Al-quran dengan cara

mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tertentu yang telah

ditetapkan sebelumnya oleh guru. Tahapan penerapan metode tersebut ada 3

yaitu: pertama, pemutaran film (berkaitan dengan tema), kedua, pemilihan

ayat, ketiga, menghafal ayat. Dalam metode ini , penyampaian materi

menghafal dibuat semenarik mungkin agar anak tidak merasa terpaksa

menghafal.

Proses menghafal Al-Qur’an dengan menggunakan metode TQT ini

dapat diaplikasikan kepada anak dalam ranah luas, tidak menutup

kemungkinan untuk orang dewasa juga. Menghafal Al-Qur’an dengan


61

menggunakan metode TQT maka mereka dijamin tidak hanya hafal namun

juga paham dengan ayat atau surat yang mereka hafalkan sesuai dengan tema

yang telah ditetapkan.

Tujuan dari diterapkannya metode TQT ini tentu saja adalah sebagai

solusi dari permasalahan anak dalam menghafal Al-Qur’an menggunakan

metode menghafal konvnsional, selain itu juga dengan menggunakan metode

TQT ini, anak tidak hanya hafal, namun juga paham . Sebab dalam penerapan

metode TQT ini, anak akan dikenalkan dengan kosa kata arab sebagai kata

kunci dari seluruh ayat yang dihafalkannya. Dan tentu saja, dalam prosesnya,

metode ini sangat menarik serta tidak menjadi beban anak dalam menghafal.

Anda mungkin juga menyukai