Sosial Budaya Daerah Karangsambung Dan Parangkusumo

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

SOSIAL BUDAYA DAERAH KARANGSAMBUNG, KEBUMEN

Kata budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pikiran, akal
budi atau adat-istiadat. Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata
budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia. Kebudayaan sendiri diartikan
sebagai segala hal yang berkaitan dengan akal atau pikiran manusia, sehingga dapat
menunjuk pada pola pikir, perilaku serta karya fisik sekelompok manusia.
Sedangkan definisi kebudayaan menurut Koentjaraningrat sebagaimana dikutip
Budiono K, menegaskan bahwa, “menurut antropologi, kebudayaan adalah seluruh sistem
gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar”. Pengertian tersebut berarti
pewarisan budaya-budaya leluhur melalui proses pendidikan.
Beberapa pengertian kebudayaan berbeda dengan pengertian di atas, yaitu:
1. Kebudayaan adalah cara berfikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh
segi kehidupan sekelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial (masyarakat)
dalam suatu ruang dan waktu.
2. Kebudayaan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan kepercayaan seni,
moral, hukum, adat serta kemampuan serta kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat.
3. Kebudayaan merupakan hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya yaitu
masyaraakat yang menghasilkan tekhnologi dan kebudayaan kebendaan yang
terabadikan pada keperluan masyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia yaitu
kebijaksanaan yang sangat tinggi di mana aturan kemasyarakatan terwujud oleh
kaidah-kaidah dan nilai-nilai sehingga denga rasa itu, manusia mengerti tempatnya
sendiri, bisa menilai diri dari segala keadaannya
4. Kebudayaan dan masyarakatnya memiliki kekuatan yang mampu mengontrol,
membentuk dan mencetak individu. Apagi manusia di samping makhluk individu juga
sekaligus makhluk sosial, maka perkembangan dan perilaku individu sangat mungkin
dipengaruhi oleh kebudayaan. Atau boleh dikatakan, untuk membentuk karakter
manusia paling tepat menggunakan pendekatan budaya.
I. Macam-Macam Kebuadayaan di Karangsambung, Kebumen
A. Cepet
Cepet yaitu kesenian tradisional di desa watulawang yang dimainkan oleh 12
orang, dan memakai topeng raksasa. Rambutnya terbuat dari duk ( sabut pohon aren )
pemainnya mengenakan pakaian hitam, dan memakai sarung sebagai blebed dan di
iringi oleh musik tradisional yaitu kentongan, jidur ( kendang gede ) dan drum bekas.
Cepet atau oleh sebagian masyarakat di sebut juga dangsak sudah ada sejak tahun
1960-an yang di dirikan oleh Almarhum Bapak Parta Wijaya, dan turun temurun
sampe sekarang. Ada yang unik dari seni ini, yaitu pentas hanya setahun sekali,
tepatnya pada perayaan 17 agustus.

B. Kuda lumping
Kuda Lumping atau bahasa populernya di watulawang adalah Ebeg adalah
seni tradisional seperti yang ada di daerah2 lain di Jawa. Untuk di Watulawang
sendiri, seni kuda lumping masih sangat klasik, belum terjamah oleh seni modern, tapi
justru yang klasik ini malah di mata masyarakat di lestarikan, karena itu warisan
nenek moyang.
Seperti umumnya, kuda lumping di mainkan oleh 12 orang yang menunggang
kuda memakai kostum ksatria, 2 orang memainkan barong,dan 2 orang lagi memakai
topeng yang di sebut cepet dan penthul yang biasa ngelawak. Kuda disini bukan kuda
beneran tapi kuda kepang, atau kuda lumping, yaitu gambar kuda yang terbuat dari
anyaman bambu, kemudian di bentuk menyerupai kuda, dan di beri warna. Musik
yang mengiringi berupa seperangkat gamelan , dan di lengkapi juga dengan
wawanggana atau sinden. Gending – gending yang di bawakan biasanya juga
gending- gending klasik pada umumnya. Pada seni ini juga ada acara kesurupan,
setelah mengiringi beberapa gending, biasanya di adakan janturan ( memasukkan roh
halus pada para pemain ) sehingga para pemain kesurupan. Dan satu persatu di
sembur, atau di timbul agar tersadar dari kesurupan nya.Dalam pementasan ini juga
harus di sediakan macam macam sesaji di meja kusus sajen, untuk ngasih makan para
roh halus yang masuk ke dalam tubuh para pemain. Pementasan kuda lumping ini
biasanya pada saat saat tertentu, yaitu pada tanggal 17 agustus, dan di hari – hari lain
kalo ada yang mengundang.

C. Wayang Kulit
Wayang kulit termasuk seni yang terpopuler dan paling elit, di antara seni –
seni tradisonal lainnya. Wayang kulit atau wayang purwa merupakan budaya Jawa
yang di wariskan oleh nenek moyang, sebelum ada wali di tanah jawa, seni wayang
merupakan media untuk menyebarkan agama hindu, setelah wali songo masuk ke
tanah jawa, maka di rubahlah, secara bertahap, dan menjadi media untuk
menyebarkan agama islam pada waktu itu oleh para wali.
Wayang kulit pada umumnya mengambil cerita cerita Mahabarata dan
Ramayana, juga ada pula yang mengambil dari Cerita panji sebagai lakon carangan
( bukan pakem ).Di desa watulawang sendiri budaya ini mulai di tinggalkan
generasinya, banyak generasi muda yang sudah tidak menyukainya, hanya para orang
tua, dan sebagian kecil pemuda aja yang masih melestarikan. Basis seni wayang di
kecamatan pejagoan hanya terdapat di desa Watulawang, ada 5 dalang ( pemain
wayang ) beserta group nya di desa ini, walupon desanya kecil, tetapi kaya akan seni
budaya.Pementasan wayang biasanya di tempat orang – orang punya hajat sebagai
hiburan.
D. Khaul Syech Ibrahim
Setiap tanggal 31 Desember selalu dilaksanakan Khaul Syech Ibrahim
Asmorokondi oleh masyarakat Kuwarisan, Panjer Kebumen. Khaul dilaksanakan
setelah sholat Jum'at. Khaul ini dilaksanakan setiap bulan syuro di pelataran masjid
Banyumudal. setiap kepala keluarga di desa kuwarisan membuat 1 ingkung bahkan
lebih dari 1 karena saudaranya ada yang di luar kota. Setiap orang yang berasal dari/
keturunan desa kuwarisan wajib membuat ingkung dan membawanya ke pelataran
masjid Banyumudal walaupun mereka sudah tidak berdomisili di daerah Kuwarisan.
Tradisi ini sudah pernah masuk dalam catatan MURI karena membawa sebanyak
6000 ingkung ayam jantan ke pelataran Masjid Banyumudal. Tradisi rutinan
diselenggarakan untuk berdoa bersama mencari keselamatan dan kesejahteraan bagi
semua warga di desa Kuwarisan maupun di luar desa Kuwarisan. Dalam tradisi ini
tidak meminta keselamatan kepada Syech Asmorokondi melainkan kepada Allah
SWT kita meminta. “Tradisi ini hanyalah sebagai perantara untuk mengumpulkan
masyarakat untuk berdoa bersama bukan merupakan suatu kemusyrikan ataupun
Bid'ah. Dan ingkung yang dibuat bukan merupakan persembahan kepada Syeck
Asmorokondi namun hanyalah bentuk ungkapan rasa syukur masyarakat kepada
Allah SWT yang masih memberikan rizki sehingga masih bisa membuat ingkung yang
akhirnya ingkung tersebut dimakan bersama-sama keluarga di masing-masing rumah
warga.”
a. Shalawat Jamjaneng
Merupakan bentuk kesenian yang bernafaskan Islam, hal ini salah
satunya dapat terlihat dari syair lagu yang disajikan. Jamjaneng sendiri
diciptakan oleh Kyai Jamjani yang hidup di tahun 1824. Pada awalnya
kesenian ini berkembang di masjid serta di mushola-mushola dan kemudian
menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Masuknya budaya luar dan
perkembangan di bidang musik yang semakin cepat, menyebabkan perubahan
terhadap kehidupan Salawat Jamjaneng. Hal itu menjadikan munculnya dua
bentuk Salawat Jamjaneng yaitu Jamjaneng tradisi dan Jamjaneng
modern. Namun dua bentuk dari Salawat Jamjaneng tersebut sebenarnya
mempunyai sumber yang sama yaitu kitab Al Barzanji. Kitab yang dijadikan
sumber dari syair lagu Salawat Jamjaneng. Ada beberapa faktor mendasar
yang membedakan ke dua bentuk kesenian ini yaitu mengenai bentuk sajian
pertunjukan. Penulis akan mengkaji mengenai perubahan yang terjadi dalam
kesenian Jamjaneng. Perubahan yang terjadi dapat meliputi struktur musik,
bentuk syair, dan fungsi dari pertunjukan Jamjaneng. Pertunjukan Jamjaneng
selalu berkaitan erat dengan agama Islam, dan dijadikan sebagai media
berdakwah. Perubahan yang terjadi pada kesenian ini, tentunya juga akan
mengubah makna yang terkandung di dalam pertunjukan Salawat Jamjaneng
SOSIAL BUDAYA DAERAH PARANGKUSUMO, YOGYAKARTA

Parangkusumo terletak di sebelah barat Pantai Parangtritis, Bantul Yogyakarta.


Mempunyai keindahan alam yang tidak kalah dengan pantai Parangtritis. Selain itu di dekat
pantai ini terdapat 2 batu karang yang sekelilingnya di pagar beton. Tempat yang
dikeramatkan oleh penduduk sekitar tersebut dikenal dengan nama Cepuri. Para pengunjung
tidak boleh seenaknya keluar masuk wilayah petilasan Panembahan Senopati ini. Mereka
diharuskan melepas alas kakinya sebelum memasuki wilayah Cepuri dan tidak boleh berisik.
Para pengunjung sebagian besar penziarah yang berasal dari berbagai daerah. Mereka datang
dengan berbagai niat, ada yang ingin cepat dapat jodoh, ingin kaya, tambah wibawa dan
sebaginya
Tempat yang dibuka setiap hari dan paling ramai pengunjungnya pada malam Selasa
Kliwon dan Jum'at Kliwon, ini menyimpan banyak misteri. Seperti dituturkan oleh pemimpin
juru kunci Cepuri, banyak penziarah mengalami kesurupan. Sebagi besar dikarenakan mereka
melanggar atur dan mempunyai niat-niat yang jelek. membuktikan kebesaran Tuhan dan
sebagai isyarat untuk manusia agar tidak sombong tidak bersifat meremehkan terhadap
seluruh ciptaan Tuhan," nasel Surakso Tarwono sebagai pemimpin juru ku Cepuri. Banyak
orang percaya bahwa segala permintaan akan terkabul bila memanjatkan permohonan di
dekat Batu Cinta Tak heran, ratusan orang tak terbatas, tokoh agama kerap mendatangi
kompleks ini.
Hari-hari yang dianggap sakral, ziarah ke Batu Cinta diyakini juga dapat membantu
melepaskan beban berat yang ada pada diri seseorang dan menumbuhkan kembali semangat
hidup Selain melawati Batu Cinta dan melihat prosesi labuhan, kita juga bisa berkeliling
pantai dengan naik kereta kuda. Kita akan diantar menuju setiap sudut Parangkusumo, dari
sisi timur ke barat. Sambil naik kereta kuda, kita dapat menikmati pemandangan hempasan
ombak besar dan desau angin yang semilir.
Parangkusumo memiliki sejumlah warung yang menjajakan makanan. Banyaknya
jumlah penziarah membuat wilayah pantai ini hampir selalu ramai dikunjungi, bahkan hingga
malam hari. Cukup banyak pula para penziarah yang menginap di pantai ini untuk
memanjatkan doa. Bagi kita yang ingin merasakan pengalaman spiritual di Parangkusumo
bisa bergabung dengan para penziarah itu untuk bersama berdoa.
1. Kesultanan Mataram dan Ratu Pantai Selatan, Kanjeng Ratu Kidul
Batu Cinta yang terletak di dalam Puri Cepuri, tempat panembahan senopati
bertemu dengan Ratu Kidul dan membuat perjanjian. Senopati kala itu duduk bertapa
di batu yang berukuran lebih besar di sebelah utara sementara Ratu Kidul
menghampiri dan duduk di batu yang lebih kecil di sebelah selatan. Pertemuan
Senopati dengan Ratu Kidul itu mempunyai rangkaian cerita yang unik dan
berpengaruh terhadap hubungan Keraton Yogyakarta dengan Keraton Bale
Sokodhomas yang dikuasai Ratu Kidul. Semuanya bermula ketika Senopati
melakukan tapa ngeli untuk menyempurnakan kesaktian. Sampai di saat tertentu
pertapaan, tiba-tiba di pantai terjadi badai, pohon-pohon di tepi tercabut akarnya, air
laut mendidih dan ikan-ikan terlempar ke daratan.
Kejadian itu membuat Ratu Kidul menampakkan diri ke permukaan lautan,
menemui Senopati dan akhirnya jatuh cinta. Senopati mengungkapkan keinginannya
agar dapat memerintah Mataram dan memohon bantuan Ratu Kidul. Sang Ratu
akhirnya menyanggupi permintaan itu dengan syarat Senopati dan seluruh
keturunannya mau menjadi suami Ratu Kidul. Senopati akhirnya setuju dengan syarat
perkawinan itu tidak menghasilkan anak. Perjanjian itu membuat Keraton Yogyakarta
sebagai salah satu pecahan Mataram memiliki hubungan erat dengan istana laut
selatan. Buktinya adalah dilaksanakannya upacara labuhan alit setiap tahun sebagai
bentuk persembahan. Salah satu bagian dan prosesi labuhan, yaitu penguburan
potongan kuku dan rambut serta pakaian Sultan berlangsung dalam areal Puri Cepuri
2. Malam Selasa dan Jum'at Kliwon Keramat
Dipilihnya malam Selasa Kliwon maupun sebagai Jumat Kliwon sebagai hari
untuk melakukan ritual di kawasan Cepuri dan Pantai Parangkusmo, tidak lepas dari
trad.s. masyarakat Jawa yang menganggap malam jumat Kliwon maupun Selasa
Kliwon merupakan hari yang dikeramatkan.
Hal ini terkait dengan tradisi puasa selama 40 hari yang dilakukan oleh
masyarakat Yogyakarta yang puncak puasanya terjadi pada hari Jumat Kliwon
maupun Selasa Kliwon. "Jika orang dahulu itu berpuasa selama 40 hari dan puncak
puasa yang berakhir pada malam Jumat kliwon, namun orang saat ini hanya
mengambil tiga hari puasa untuk mewakili 40 hari puasanya mulai hari Rabu Wage,
Kamis Pon dan puncaknya pada malam Jumat Kliwon," kata RP Suraksotarwono,
Juru Kunci sekaligus sesepuh warga di Pantai Parangsumo.
Di masyarakat Jawa sendiri, hari yang dianggap keramat berbeda-beda
tergantung daerahnya. Seperti masyarakat di kawasan Jawa Tengah ada yang
menganggap malam Jumat Wage adalah hari yang dikeramatkan dan masih banyak
lagi daerah-daerah yang punya hari yang dianggap keramat. "Masyarakat di daerah
Kemukus Jawa Tengah, malam Jumat Wage adalah malam yang dikeramatkan.
Sehingga banyak warga yang melakukan ritual pada malam Jumat Wage. Begitu pula
bagi orang Yogyakarta malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon merupakan hari yang
keramat sehingga banyak yang melakukan ritual sas malam Selasa atau Jumat
kliwon," paparnya.
Ketika masyarakat Yogyakarta da sekitarnya melakukan ritual di Sela Sengker
(kawasan Cepuri) maka ada tiga penunggu yan dipercayai oleh para pelaku ritual.
Mereka yan menunggu Sela Sengker (batu kecil) adalc Mbok Rara Kidul sebagai
pembantu Ratu Kidi Mbok Nyi Roro Kidul merupakan Wakil Rai Kidul atau Gusti
Kanjeng Ratu Kidul, sebag penguasa laut selatan.
"Orang yang melakukan ritual untuk Mbok Roro Kidul adalah mereka yang
mencari jalan pintas. Karena Mbok Roro Kidul ini diibaratkan makhluk jin.
Sedangkan orang yang melakuk ritual untuk Nyi Roro Kidul adalah sosok ya baik hati
dan akan mempertemukan penziarah dengan Ratu Kidul," terangnya.
Dalam tradisi yang telah berlangsu turun-temurun, setelah peziarah melakukan
ritual di batu sengker, maka seluruh sesajian ya dipersembahkan untuk Gusti Kanjeng
Ratu Kidul maka akan dilabuh di Pantai Parangkusu yang jaraknya 300 meter selatan
Cepuri. "Labuhan ini sebagai lambang persembahan kepada Ratu Kidul agar doa-doa
yang disampaikan dapat terkabul. Yang selamuti barang-barang yang dilabuh itu
biasa diperebutkan oleh warga," terangnya.
Menurut warga sekitar, memberi sesaji kepada Ratu Kidul sendiri tidaklah
permintaan dengan kemauan Ratu Kidul. "Di Kerajaan Gusti Kanjeng Kidul semua
kebutuhan sudah ada bah berlebih dan tidak kekurangan sama sekali. Dalam laku
spiritual yang telah dilakukan telah bertemu Ratu Kidul semua kebutuhan Kerajaan
Ratu Kidul semua sudah ada melimpah 'tandasnya.
Seiring dengan perkembangan jaman dan juga tuntutan ekonomi, ritual malam
Jumat Kliwon maupun Selasa Kliwon seakan-akan kehilangan rohnya, karena hanya
semacam menjadi tradisi semata. Bahkan mulai tahun 1980-an tradisi malam Jumat
Kliwon dan Selasa kliwon seakan akan hanya menjadi tempat untuk kegiatan
ekonomi semata. Banyak kegiatan pentas seni, maupun kegiatan ekonomi seperti jual
beli pakaian, obat-obatan justru lebih mencolok dari kegiatan ritualnya sendiri.
Kegiatan ekonomi dan tuntutan perut ini yang semakin mengaburkan dan menggusur
para pelaku ziarah untuk melakukan ritualnya di kawasan Cepuri maupun labuhan di
Kawasan Pantai Parangkusumo.

Daftar Rujukan

Kusumohamidjojo, Filsafat Kebudayaan; Proses Realisasi Manusia, (Yogyakarta: Jalasutra,


2010).
Husen, Ida Sundari dan Rahayu (ed.). (2001), Meretas Bahasa,Semiotika dan Budaya.
Jogjakarta: Yayasan Bentang Budaya
Sutrisno, Mudji dan Hendar Puranto (ed.) (2005), Teori- Teori Kebudayaan Yogyakarta:
Kanisius

Anda mungkin juga menyukai