Ebp Ii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

APLIKASI EBP

PENGUKURAN CVP (Central Venous Pressure)


PADA PASIEN DENGAN CVC (Central Venous Catheter) DI RUANG ICU/HCU
SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE

Disusun oleh:

Elfrida Samosir/ 01503170009

PROGRAM PROFESI NERS

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem kardiovaskuler yang
dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan memberikan informasi mengenai
keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh dan kemampuan jantung untuk
memompakan darah. Pengkajian secara noninvasif dapat dilakukan melalui pemeriksaan,
salah satunya adalah pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure). Pemantauan
hemodinamik secara invasif, yaitu dengan memasukkan kateter ke dalam ke dalam pembuluh
darah atau rongga tubuh. Prosedur pemasukan kateter kedalam pembuluh darah atau rongga
tubuh dapat dilakukan dengan pemasangan CVP (Central Venous Pressure).
Pemantauan tekanan vena sentral merupakan pedoman untuk pengkajian fungsi jantung
kanan dan dapat mencerminkan fungsi jantung kiri apabila tidak terdapat penyakit
kardiopulmonal. Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan pada atrium
kanan. Secara tidak langsung menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan
ventrikel kanan pada akhir diastol. Tekanan vena central dibedakan dari tekanan vena perifer,
yang dapat merefleksikan hanya tekanan lokal.
Data pasien di Intensive Care Unit (ICU)/HCU Siloam Hospital Dhirga Surya yang
dilakukan pemasangan CVP (Central Venous Pressure) tahun 2017 adalah 126 dari total
pasien masuk 137 pada berbagai keadaan baik karena kasus gangguan respirasi (Pneumonia,
Penyakit Paru Obstruksi Kronik atau PPOK) maupun pada pasien post operasi yang masih
dibawah pengaruh anastesi, dan keadaan yang dapat menyebabkan gagal napas (respiratory
failure), baik yang diakibatkan oleh gangguan pada susunan saraf pusat, paru, maupun otot
pernafasan.
Sehingga penulis ingin melihat pemasangan CVP yang dilakukan pada pasien yang
terpasang CVC (Central Venous Catheter) di ruang Intensive (Intensice Care Unit)/HCU
Rumah Sakit Siloam Dhirga Surya pada tanggal 23 April sampai dengan 26 Mei 2018.
1.2 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran pemasangan CVP yang dilakukan pada pasien yang
terpasang CVC (Central Venous Catheter) di ruang Intensive (Intensice Care Unit)
Rumah Sakit Siloam Dhirga Surya.
2. Tujuan khusus
Tujuan penulisan diharapkan mampu :
a. Memberikan gambaran dan informasi tentang gambaran pemasangan CVP yang
dilakukan pada pasien yang terpasang CVC (Central Venous Catheter).
b. Memberikan gambaran tentang faktor yang mempengaruhi CVP yang dilakukan
pada pasien yang terpasang CVC (Central Venous Catheter)
1.3 Manfaat Penulisan
1. Bagi mahasiswa menambah pengetahuan dan informasi tentang faktor yang
mempengaruhi CVP yang dilakukan pada pasien yang terpasang CVC (Central
Venous Catheter).
2. Bagi Institusi sebagai informasi mengenai pelaksanaan pengukuran CVP yang
dilakukan pada pasien yang terpasang CVC (Central Venous Catheter).
3. Bagi Pelayanan dapat Menerapkan secara langsung asuhan keperawatan tentang
pengukuran CVP yang dilakukan pada pasien yang terpasang CVC (Central Venous
Catheter) dengan teknik yang benar.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Tekanan vena sentral merupakan tekanan pada vena besar toraks yang menggambarkan
aliran darah ke jantung (Oblouk, Gloria Darovic, 2002). Tekanan vena sentral merefleksikan
tekanan darah di atrium kanan atau vena kava (Carolyn, M.Hudak, et al, 1998).
Kateter vena sentral adalah sebuah kateter intravaskuler yang ditempatkan pada jantung
atau mendekati jantung atau pada salah satu pembuluh darah yang besar.
2.2 Anatomi jantung
Jantung terdiri dari 4 ruang yaitu : atrium kanan/kiri dan ventrikel kanan/kiri. Ada
beberapa pembuluh darah besar pada jantung yaitu : vena kava superior/inferior, vena/arteri
pulmonal, aorta.
Katup jantung terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
a. Katup atrioventrikuler adalah katup yang menghubungkan atrium dengan ventrikel,
terdiri dari : Katup tricuspid, yaitu katub yang menghubungkan antara atrium kanan
dengan ventrikel kanan. Katup mitral atau bicuspid, yaitu katup yang menghubungkan
antara atrium kiri dengan ventrikel kiri.
b. Katub semilunar adalah katup yang menghubungkan sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal, terdiri dari : Katup pulmonal yaitu katup yang menghubungkan antara
ventrikel kanan dengan pulmonal trunk. Katup aorta yaitu yang menghubungkan
antara ventrikel kiri dengan ascenden aorta.
Siklus peredaran darah jantung adalah darah dari vena kava superior inferior - atrium
kanan- katup trikuspid- ventrikel kanan-katup pulmonal –arteri pulmonal- paru-paru-
vena pulmonal-atrium kiri – katup mitral- ventrikel kiri- aorta - seluruh tubuh.
Gambar 1 : anatomi jantung

2.3 Indikasi pemasangan kateter


a. Monitoring CVP
b. Memasukkan cairan dalam volume yang besar
c. Memasukkan cairan yang bersifat iritatif dan hiperosmolar
d. Memasukkan nutrisi parenteral
e. Terapi intravena jangka panjang
f. Henti jantung
g. Berkurangnya akses perifer
h. Kateterisasi jantung, pulmonary angiography
2.4 Jenis kateter
a. Kateter sentral (single, double, triple, quad lumen)
b. Kateter perifer - PICC (Peripherally Inserted Central Catheter)
Kateter jenis ini diinsersikan langsung ke vena. Digunakan pada peralihan dari terapi
jangka pendek ke jangka menengah. Dilakukan oleh perawat yang telah terlatih di
ruangan. Saat melakukan penusukan lebih mudah sama seperti memasang kateter
perifer, tetapi memasukkan kateter yang flexible sampai ke vena kava superior.
c. Kateter umbilical (UVC)

2a. 2b 3
Gambar 2a dan 2b : kateter PICC
Gambar 3 : kateter vena sentral : 1,2,3 lumen

2.5 Tempat penusukan kateter


Pemasangan kateter vena sentrala dapat dilakukan secara perkutan atau cutdown melalui
vena sentral atau vena perifer. Ujung kateter ditempatkan pada 1/3 distal vena cava superior.
Tempat penusukan yang biasanya dipilih adalah :
a. Vena jugularis interna
b. Vena subclavia
c. Vena cephalika-vena basilica (antecubital fossa)
d. Vena femoralis
e. Vena umbilical (pada neonatus)

Gambar 4 : Lokasi penusukan kateter vena sentral


(5) ( 6)
Gambar 5: lokasi ujung kateter (PICC)
Gambar 6 : ujung kateter berada pada 1/3 distal vena kavasuperior
Pemilihan lokasi penusukan juga harus dipertimbangkan dengan sebaik mungkin untuk
mendapatkan hasil yang lebih optimal.
Lokasi Keuntungan Kerugian
Jugularis  Perdarahan dapat dimonitor  Resiko tertusuk arteri carotis
Internal dan dikontrol  Kemungkinan pneumothorax
 Jarang terjadi malposisi
 Resiko pneumothorax rendah
Femoral  Lebih mudah dalam  Resiko infeksi lebih tinggi
penusukan  Resiko DVT
 Resiko pneumothorax tidak  Tidak nyaman untuk mobilisasi
ada pasien
 Site yang dipilih pada saat
emergensi dan CPR
 Lebih sedikit komplikasi
Subclavia  Lebih nyaman untuk pasien  Resiko pneumothorax lebih
sadar. tinggi,
 Tidak boleh dikerjakan pada
anak < 2 tahun
 Vena tidak dapat ditekan
Cephalika-  Sebagai cadangan kanulasi  Tidak nyaman untuk mobilisasi
Basilika  Resiko infeksi lebih rendah pasien.

2.6 Kontraindikasi pemasangan kateter


Tidak ada kontraindikasi absolut pada pemasangan kateter vena sentral
Kontraindikasi relatif :
a. Koagulopati : target INR <1,5. Trombosit < 50.000
b. Terapi antikoagulan dan trombolitik
c. Pasien agresif/gelisah
d. Distorsi anatomi local
e. Selulitis, luka bakar, dermatitis berat
f. Vasculitis
2.7 Komplikasi pemasangan kateter
a. Komplikasi mekanik : tertusuk arteri, hematoma, hemothoraks, cidera pada syaraf
di sekitarnya, pneumotoraks, emboli akibat kerusakan pada kateter atau guide wire,
emboli udara, emboli sistim limpatic, aritmia
b. Infeksi : Sepsis, endokarditis
c. Trombosis : thrombosis vena dan trombosis paru.
Sebagai kateter menetap, dapat mengiritasi dan merusak dinding pembuluh darah
vena, yang mengawali pembekuan. Bengkak pada ekstremitas atas sisi yang sama
dengan kateter sentral dapat mengindikasikan adanya thrombus vena.
BAB III
ANALISA EBP
3.1 Pemasangan katater vena sentral
a. Persiapan alat :
- CVC set Invasif monitoring kit
- Kateter vena sentral (1,2,3,4 lumen) Benang jahit 2/0 mersilk
- Cairan antiseptic Blade no. 11 (PRN)
- Sarung tangan steril, masker, gown Water ring
- Cairan infus sesuai pesanan Underpad, alat pencukur bila perlu
- Lidocaine 2% minimal 2 amp Transparant dressing
- 3 way stopcock 3 buah Syringe 3 ml 1 buah
- Syringe 5 ml 1 buah Pressure bag dan NaCl 0.9% 500ml
- Kabel transduser Pressure modul
- Holder transduser Manometer line, monometer scale
- Pengganjal bahu bila perlu

b. Prosedur :
Teknik dalam pemasangan kateter vena sentral disebut ‘Seldinger Technique” dengan
menempatkan sebuah kawat pada vena sentral dan kemudian membimbing kateter
melewatinya dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mendampingi dokter menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
dan keluarga, pastikan surat ijin tindakan sudah ditandatangani oleh dokter,
pasien/keluarga maupun saksi.
b. Cuci tangan. Persiapkan tempat untuk pemasangan kateter
- Vena subklavia
- Vena median basilica
- Vena jugularis internal
- Vena femoral
c. Bersihkan daerah yang akan dipasang dan cukur bila perlu, bila diminta pada vena
subklavia letakkan ganjal bahu.
d. Buka monitoring kit disposable dan rangkaikan.
e. Siapkan set pemberian iv dan selang monitor dengan NaCl 0.9%.
f. Pastikan semua sambungan dan sistim monitor dalam keadaan tersambung dengan
baik. Bila transduser menggunakan sisitim flush, gunakan pressure bag dengan
tekanan 300 mmHg. Letakkan transduser pada transduser holder.
g. Lakukan priming pada monitoring kit sampai udara bersih
h. Ganti tutup 3 way stopcock yang berlubang dengan yang bertutup.
i. Beri label tanggal dan waktu pemasangan infuse.
j. Bila menggunakan pemantauan secara manual, rangkai manometer H2O dan
lakukan priming.
k. Buka CVC set
l. Buka CVC, kasa steril dan syringe yang dibutuhkan, letakkan pada CVP set yang
sudah dibuka.
c. Asistensi pada pemasangan CVP :
a. Tempatkan pasien pada posisi trendelenburg atau datar
b. Tempatkan pengganjal di bawah posisi bahu pasien
c. Pasang kain/doek berlubang pada tempat penusukan setelah sebelumnya
dibersihkan dengan cairan antiseptic
d. Pertahankan posisi yang baik selama prosedur dan awasi posisi elektroda EKG
tetap terpasang dengan baik.
e. Membantu kelancaran selama dokter melakukan prosedur
f. Perhatikan monitor terhadap adanya selama pemasangan kateter.
g. Sambungkan sistim monitoring dengan kateter pasien.
h. Bersihkan daerah penusukan dengan antiseptic dan tutup tempat penusukan dengan
transparent dressing dan beri tanggal pemasangan.
i. Bersihkan dan rapikan pasien beserta peralatannya.

3.2 Pengukuran tekanan vena sentral


a. Mengukur CVP secara manual (cmH2O)
a. Lakukan laveling, zero point adalah sejajar garis pertemuan anteroposterior dinding
dada dan midaksila intercosta4. Pasien dalam posisi supine atau head up tidak lebih
dari 45O.
b. Tutup stopcock ke arah pasien, isi manometer dengan NaCl 0,9% sampai 30cm di atas
zero point.
c. Tutup stopcock ke arah NaCl 0.9% dan buka ke arah pasien.
d. Cairan NaCl 0.9% dalam manometer akan turun dan undulasinya harus sesuai dengan
irama napas pasien.
e. Bila undulasi sesuai irama jantung berarti posisi kateter terlalu dalam, segera laporkan
ke dokter.
f. Baca nilai CVP yaitu bila cairan NaCl 0.9% dalam manometer tidak turun lagi dan
dibaca diakhir ekspirasi.
g. Tutup stopcock ke arah manometer dan catat nilai CVP pada lembar observasi.
h. Kembalikan tetesan infus NaCl 0,9% ke arah pasien untuk mempertahankan patensi
kateter.

Gambar 7 :
The phlebostatic axis, marked on the patient’s chest, is the precise anatomical
point of origin of the hemodynamic pressures being measured.

b. Mengukur CVP secara invasive dengan elektronic pressure transducer (mmHg)


a. Isi set monitoring dengan cairan NaCl 0.9%500 ml. Pastikan tidak ada udara pada
selang terutama bagian transducer.
b. Sambungkan ujung sentral kateter bagian distal dengan ujung selang
monitor.Sambungkan kabel transduser dengan kabel monitor.
c. Lakukan laveling, pada pertemuan garis anteroposterior dinding dada dan midaksila
intercosta4 sejajar transduser dengan menggunakan water ring dalam posisi supine
atau head up tidak lebih dari 400.
d. Atur monitor pada modul pressure untuk CVP.
e. Lakukan flushing : tutup stopcock ke arah pasien dan buka ke arah luar lalu flush.
f. Tekan zero pada monitor sampai keluar angka nol.
g. Catat nilai yang tertera pada lembar observasi.
h. Lakukan pengukuran laveling, flushing, zeroing setiap shift atau setiap ada perubahan
posisi.
Catatan : 1 mmHg = 1,34 cmH20
c. Follow up dan tindak lanjut:
i. Lakukan foto toraks setelah pemasangan CVC atau sesuai order dokter.
j. Perhatikan komplikasi setelah pemasangan CVC.
k. Ganti transparant dressing tiap 72 jam atau bila kotor, terkena cairan tubuh. Ganti
selang infus tiap 72 jam dengan menggunakan teknik aseptic. Cuci tangan setelah
tindakan.
l. Dokumentasikan semua tindakan.
3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan vena sentral :
a. Teknis : Posisi pasien, level transduser, tehnik pengukuran dengan manometer air
yang tidak konsisten, posisi kateter vena sentral tidak tepat.
b. Fisiologis :
Perubahan tekanan intratorakal : pernapasan, penggunaan PEEP pada ventilasi
mekanik, hipertensi abdominal. Perubahan volume darah vena sentral : total volume
darah, venus return/cardiac output
c. Gangguan irama jantung : irama junctional, atrial fibrilasi, atrioventrikuler
disosiasi.
d. Perubahan compliance ventrikel kanan : myocardial kaku, penyakit pericardium,
tamponade jantung.
e. Kelainan katup tricuspid : Regurgitasi tricuspid, stenosis katup tricuspid.
a. Pencabutan kateter vena sentral
Persiapan alat :
- Cairan antiseptic
- Dressing set
- Gunting steril
- Kasa steril
- Micropore 1 inch
- Sarung tangan
- Tempat steril untuk specimen (jika perlu)
- Plastik kuning kecil
Prosedur :
1. Jelaskan prosedur kepada pasien.
2. Baringkan pasien dalam posisi supine dengan satu bantal
3. Tutup aliran infuse.
4. Cuci tangan dengan bersih
5. Jahitan dibuka sesuai dengan PT-SHNUR-16-002.
6. Dengan menggunakan 1 forcep, ambil kasa steril dan letakkan di atas daerah insisi.
7. Berikan instruksi pada pasien untuk melakukan valsava maneuver (jika pasien
sadar) atau keluarkan kateter pada akhir ekspirasi.
8. Tarik kateter perlahan-lahan dan pastikan semua bagian kateter utuh.
9. Tekan daerah tersebut sampai perdarahan berhenti.
10. Bersihkan tempat penusukan CVC dengan cairan antiseptic.
11. Tutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan plester.
12. Rapikan pasien dan peralatan
13. Cuci tangan
14. Biarkan balutan selama 24 jam.
15. Kirim ujung kateter ke laboratorium mikrobiologi (kalau perlu)
16. Observasi perdarahan melalui tempat penusukan.
17. Catat prosedur yang telah dilakukan pada flowchart dan catatan terintegrasi.
3.4 Perawatan kateter vena sentral
1. Peralatan :
- Cairan antiseptic : 2% chlorhexidine gluconate in 70% isophropil alkohol
- Dressing set
- Masker
- Sarung tangan non steril
- Transparant dressing
2. Prosedur :
1. Bersihkan meja yang akan dipakai dan siapkan peralatan
2. Lakukan identifikasi pasien dan jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Cuci tangan dan gunakan masker.
4. Baringkan pasien dalam posisi 30o dengan posisi kepala pasien ke arah berlawanan
dengan insersi kateter.
5. Gunakan sarung tangan non steril
6. Lepaskan balutan lapis demi lapis dan pastikan kateter dalam posisi yang aman.
7. Kaji tempat penusukan dan sekitarnya terhadap adanya eritema, krepitasi, tanda
infeksi dan kaji jahitan kateter.
8. Buka dressing pack secara aseptic.
9. Bersihkan tempat luka penusukan dari arah pinggir ke arah luar kurang lebih 3 inci
secara memutar dengan menggunakan 2% chlorhexidine gluconate in 70%
isophropil alkohol. Bersihkan luka dari pusat tusukan ke arah luar secara
melingkar kurang lebih 3 inci dari luka. Ulangi sampai 3 kali.
10. Tunggu sampai kering lebih kurang 30 detik
11. Gunakan transparant dressing untuk menutup luka.
12. Tulis tanggal penggantian dressing, waktu dan inisial petugas..
13. Rapikan pasien dan peralatan
14. Cuci tangan
15. Dokumentasikan keadaan jahitan, kondisi kulit sekitar penusukan, adanya
kemerahan, krepitasi, edema, adanya cairan, dan respon pasien selama prosedur.
Catatan :
1. Bila ditemukan tanda- tanda infeksi, laporkan ke bagian infeksi kontrol.
2. Penggantian balutan dilakukan setiap 3x24 jam atau bila balutan kotor atau rusak.
3. Observasi luka tusukan dilakukan setiap shift.
3. Peranan perawat :
a. Sebelum pemasangan
Mempersiapkan alat-alat untuk penusukan dan pemantauan. Mempersiapkan pasien
; memberikan penjelasan tentang tujuan pemantauan, dan mengatur posisi pasien
sesuai dengan daerah pemasangan.
b. Saat pemasangan
Memelihara alat-alat selalu steril, memantau tanda dan gejala komplikasi yang
dapat terjadi pada saat pemasangan seperti gangguan irama jantung, perdarahan.
Membuat pasien merasa nyaman dan aman selama prosedur dilakukan.
c. Sesudah pemasangan
- Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara melakukan laveling dan zero
balance. Laveling dan zeroing dapat dilakukan pada setiap pergantian dinas,
atau bila gelombang tidak sesuai dengan kondisi pasien.
- Monitoring :
Mengkorelasikan nilai yang terlihat pada monitor dengan keadaan klinis pasien.
Mencatat nilai tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik
Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan
Mencegah terjadinya komplikasi
Memberikan rasa nyaman dan aman pada pasien
Memastikan letak alat-alat yang terpasang pada posisi yang tepat dan tahu cara
memantau gambaran tekanan pada gelombang.
- Melakukan pengkajian secara lengkap termasuk memantau keadaan umum
pasien, tanda-tanda vital, melakukan pemeriksaan fisik, menghitung balance
cairan dan mengkaji keluhan pasien.

4. Interpretasi gelombang CVP


Nilai normal CVP pada saat bernapas spontan adalah 3-8cmH2O atau 2-6mmHg (Gardner
dan Woods). Pada saat gambaran CVP muncul melalui elektronik transduser, gelombang
menunjukkan bagaiman a tekanan berubah selama siklus jantung dengan jelas. Bentuk
gelombangnya adalah variasi sistolik (positif) dan diastolic (negatif).

Gambar : gelombang CVP normal

Keterangan :
Gelombang a : kontraksi atrium kanan (atrial systole/kick, ventrikel diastole)
Gelombang c : kontraksi ventrikel kanan (tertutupnya katup tricuspid)
Gelombang v : penutupan katup tricuspid
Gelombang x : relaksasi atrium kanan
Gelombang y : pembukaan katup tricuspid
5. Troubleshooting
Ada beberapa potensial komplikasi terkait pemberian infus melalui kateter sentral. Berikut
adalah beberapa intervensi perawat dalam menangani masalah pada kateter sentral. Pertama,
jika ada kesulitan pada saat flushing kateter, jangan memasukkan cairan apapaun ke dalam
kateter, dimana bekuan darah juga akan masuk dalam sirkulasi atau bagian dari kateter akan
robek dan terjadi emboli. Kemungkinan penyebab ketidakpatenan kateter adalah klem kateter,
ada bekuan darah pada penutup kateter, atau obstruksi bahan kimia, atau kateter tertekuk.
Solusi untuk menangani obstruksi kateter adalah :
1. Periksa selang dari arah pasien sampai ke bag infus, lihat apakah dalam posisi
diklem atau tertekuk.
2. Cek patensi kateter
3. Catat adanya kebocoran pada saat flushing
4. Ganti penutup selang.
5. Lakukan flushing sesuai dengan prosedur : saat pengambilan sampel darah, setelah
pemberian terapi iv dan produk darah, sebelum menutup selang.
Flushing dapat mencegah obstruksi/clotting pada kateter. Setiap kateter mempunyai
kebutuhan untuk flushing. Termasuk flushing dengan saline, heparin atau dengan
tissue plasminogen activator (t-PA).
6. Konfirmasi kedudukan kateter setelah dipasang atau bila diperlukan.
(Catatan : pasien yang mengalami peningkatan tekanan intratorakal, ujung kateter dapat
terbalik ke arah belakang, atau posisi dapat berubah tempat. (Mc.Goldrick,2009).
Jika pasien demam dan penyebabnya belum diketahui, asumsikan disebabkan oleh kateter
sentral sampai penyebabnya diketahui. Kemungkinan penyebabnya adalah kontaminasi selama
insersi atau saat mengganti balutan, batuk di atas insersi, tumpahan makanan, keringat
berlebihan, pasien dengan imuno-compromised. Solusi untuk hal tersebut adalah :
1. Teknik aseptic yang kuat selama insersi dan mengganti balutan
2. Ajarkan pasien untuk menghadapkan kepalanya menjauhi tempat insersi saat batuk
3. Ganti balutan bila rusak atau kotor sedini mungkin
4. Pertahankan cuci tangan yang benar
5. Kaji akses kateter secara periodic
WASPADA
Emboli Udara dan Kateter Vena Sentral
Penyebab emboli udara :
 Saat insersi : posisi penutup tidak kencang/longgar
 Saat penggantian penutup selang : kateter tidak diklem
 Saat Mencabut kateter : udara turut masuk melalui insersi
Air embolus is a life threating emergency.
Langkah yang diambil bila hal ini terjadi :
 Tutup dan klem port
 Secepatnya turunkan kepala tempat tidur dan posisikan pasien miring
kanan. Ini membantu agar udara terjebak pada apex ventrikel, dan
mencegah masuk ke sirkulasi pulmonal.
 Berikan oksigen dan siapkan kemungkinan pasien membutuhkan support
ventilasi mekanik.
 Pantau tanda-tanda vital, suara jantung paru dan kesadaran pasien.
 Waspada terhadap adanya perubahan

Broyles, B.E., Reiss, B.S., & Evans, m.E. (2007). Pharmacological aspects of
nursing care (7th ed). New York:Delmar Cengage Learning.

6. Sentral Line Bundle


Sentral line bundle adalah kumpulan dari beberapa intervensi pada pasien yang
menggunakan akses kateter vena sentral yang bila diimplementasikan bersama-sama akan
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan bila diimplementasikan secara terpisah.
Penelitian terhadap bundle telah dibuktikan dengan benar dan dapat dipakai sebagai standar
perawatan.
a. Cuci tangan
b. Maximal barrier precaution (untuk pasien dan pemasang kateter) pada saat
pemasangan kateter vena sentral.
c. Chlorhexidine skin antiseptik
d. Optimalisasi pemilihan tempat penusukan kateter
e. Pengkajian harian terhadap kebutuhan pencabutan kateter atau mengurangi line
yang tidak digunakan lagi.
3.5 Implemetasi EBP
Intervensi pengukuran CVP pada pasien yang terpasang CVC di ruangan ICU SHMD
pada tanggal 23 April sampai dengan 26 Mei 2018. Data 47 pasien yang diambil adalah
sebagai berikut:
1. Gambaran Demografi pasien dengan pemakaian CVC di ruang ICU Rumah Sakit Siloam
Dhirga Surya 25 dari 47 pasien adalah pasien dengan diagnosa gangguan respirasi.
2. Gambaran Diagnosa medis pasien yang terpasang CVC di ruang ICU Rumah Sakit
Siloam Dhirga Surya adalah 2 pasien dengan diagnosa medis post operasi craniotomy, 28
pasien dengan ARDS, 15 pasien post operasi laparatomy dan 2 pasien dengan CKD.
3. Gambaran pasien yang memakai CVP dengan terpasang ventilator yaitu sebanyak 13
pasien.
4. Gambaran pasien yang memakai CVC pada jugularis sebanyak 16 pasien dan pada
subclavicula sebanyak 31 pasien.
5. Gambaran Intervensi pengukuran CVP pada pasien dengan CVC jugularis terdapat 10
pasien dengan akurasi yang tepat ditegaskan oleh balance cairan, kondisi klinis dan
gambaran EKG.
6. Gambaran intervensi pengukuran CVP pada pasien dengan CVC subclavicula terdapat 30
pasien dengan akurasi yang tepat ditegaskan oleh balance cairan, kondisi klinis dan
gambaran EKG.
7. Gambaran intervensi pengukuran CVP pada pasien dengan CVC subclavicula dan
terpasang ventilator terdapat 13 pasien dengan akurasi yang tepat ditegaskan oleh balance
cairan, kondisi klinis dan gambaran EKG dengan mengurangi PEEP pada seting
ventilator ketika dilakukan pengukuran CVP.
DAFTAR PUSTAKA

Gulanick, Meg dan Myers, Judith. (2013). Nursing Care Plans. 8th Edition. St. Louis :
Elsevier, Inc

Rick Daniels, Rick dan Nicoll, Leslie. (2011). Comtemporary Medical -Surgical Nursing.
2nd Edition. Cengage Learning
http:/www.cdc.gov/nhsn/PDFs/pscManual/4PSC_CLABSIcurrent.pdf. Diunduh pada
tanggal 28 Februari 2014.

Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI). (2009). Panduan Tata Kelola
Hospital-acquired Pnemonia Ventilator-associated Pneumonia Healthcare-associated
Pneumonia Pasien dewasa. Jakarta: Centra Communications.

Hudak & Gallo. (2010). Keperawatan Kritis Edisi 6. Jakarta: EGC.

Black & Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Elseiver

Anda mungkin juga menyukai