Bab Iii Defisit Perawatan Dirii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut UU Nomor 18 pasal 1 & 3 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan diri sendiri, dapat mengatasi tekanan,
bekerja secara produktif serta mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU
Kesehatan Jiwa, 2014).
Apabila seseorang/individu tersebut mengalami kesehatan jiwa baik fisik,
mental, spiritual, tapi tidak dapat mengendalikan stres dan tidak ingin bersosialisasi
dengan orang lain maka individu tersebut mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa
adalah gangguan dalam cara berpikir, kehendak, emosi dan tindakan, di mana individu
tidak dapat menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan (Marshaly, 2013).
Menurut Madalise dkk (2015) Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup
menilai dengan baik kenyataan, tidak menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu
orang lain atau merusak /menyakiti dirinya sendiri.
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan, terdapat sekitar 350 juta
orang mengalami depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang menderita
skizofrenia, serta 47,5 juta orang terkena dimensia. Karena berbagai faktor biologis,
psikologis, sosial dan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa
terus bertambah serta memberikan dampak pada penambahan beban negara dan
penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang (WHO, 2016)
1.2 Rumusan masalah
1. Apa Saja Konsep Defisit Perawatan Diri
2. Apa Saja Jurnal Tindakan Keperawatan Pada Klien Defisit Perawatan Diri.
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui Konsep Defisit Perawatan Diri
2. Untuk mengetahui Jurnal Tindakan Keperawatan Pada Klien Defisit Perawatan Diri.

1
BAB II
Tinjauan Teori
2.1 Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)
(Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan diri. Defisit Perawatan Diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan/melewati aktivitas perawatan diri
secara mandiri.
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan, terdapat sekitar 350 juta
orang mengalami depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang menderita
skizofrenia, serta 47,5 juta orang terkena dimensia. Karena berbagai faktor biologis,
psikologis, sosial dan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa
terus bertambah serta memberikan dampak pada penambahan beban negara dan
penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang (WHO, 2016).
Menurut UU Nomor 18 pasal 1 & 3 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan diri sendiri, dapat mengatasi tekanan,
bekerja secara produktif serta mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU
Kesehatan Jiwa, 2014). Apabila seseorang/individu tersebut mengalami kesehatan jiwa
baik fisik, mental, spiritual, tapi tidak dapat mengendalikan stres dan tidak ingin
bersosialisasi dengan orang lain maka individu tersebut mengalami gangguan jiwa.

2
Rentang Respon
Menurut Dermawan (2013), adapun rentang respon defisit perawatan diri sebagai beriku:
Adaptift Maladaptif

Maladaptif
Pola perawatan Kadang perawatan Tidak melakukan
diri kadang tidak perawatan diri
diri Seimbang pada saat stress

1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu untuk
berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stresor kadang – kadang
klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stresor

2.2 Jenis-jenis Perawatan Diri


1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai
pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan
aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79).

3
2.3 Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2002:20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi:
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realistis turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya
situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah / lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000 : 59) faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah :
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri,
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.

4
b. Praktik sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pada personal hygiene.
c. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah Personal Hygiene :
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering
terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

5
2.4 Tanda Dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah :
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor.
d. Gigi kotor disertai mulut bau.
e. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan
mandi tidak mampu mandiri
2. 5 Mekanisme Koping
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi
2.6 Rentang Respon Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri
sendiri adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a. Bina hubungan saling percaya.

6
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi
yang dekat dan tertutup

2.7 Peran Perawat


Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan diantaranya sebagai
pendidik, narasumber, penasihat dan pemimpin (Direja, 2011).
Adapun peran perawat dalam penanganan masalah defisit perawatan diri di
rumah sakit jiwa yaitu melakukan penerapan asuhan keperawatan berupa penerapan
strategi pelaksanaan defisit perawatan diri. Strategi pelaksanaan pada pasien defisit
perawatan diri yaitu dengan melatih pasien cara perawatan kebersihan diri/mandi,
melatih pasien berdandan atau berhias, melatih pasien makan dan minum secara mandiri
dan mengajarkan pasien melakukan buang air besar dan buang air kecil secara mandiri
(Fitria, 2012).
Untuk mengoptimalkan kemampuan pasien dalam perawatan diri, maka petugas
memberikan reward atau reinforcement kepada pasien berupa pujian yang dapat
memotivasi pasien untuk melakukan kebersihan diri.

7
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Jurnal Tindakan Keperawatan
1. PENGARUH AKTIVITAS MANDIRI: PERSONAL HYGIENE TERHADAP
KEMANDIRIAN PASIEN DEFISIT PERAWATAN DIRI PADA PASIEN GANGGUAN JIWA

Desy Nur Laili, *Dwi Heppy Rochmawati, **Targunawan


*Dosen Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Universitas Sultan Agung Semarang
**Dosen Fakultas Ikip Veteran Semarang

ABSTRAK

Penderita Defisit Perawatan Diri (DPD) di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan, diperoleh data jumlah pasien defisit perawatan diri pada tahun
2011 ada 212, sedangkan ditahun 2012 mengalami penurunan jumlah yaitu ada 131 pasien, dan
pada tahun 2013 jumlah pasien terdapat 168. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
aktivitas mandiri: personal hygiene terhadap kemandirian pasien DPD di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang. Desain penelitian ini adalah metode eksperimen, khususnya Pre-
Experimental Design dengan pendekatan one group pre and posttest. Hasil penelitian
menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan antara aktivitas mandiri: personal hygiene
terhadap kemandirian pasien DPD. Terlihat dari hasil variabel aktivitas mandiri: personal
hygiene mandi dan berpakaian (78.6%), berdandan (60.7%), makan (71.4%), BAK/BAB
(92.9%). Pada karakteristik responden DPD jenis kelamin terdapat (53.6%) pada perempuan, dan
(46.4%) pada laki-laki, responden bekerja (50.0%) dan tidak bekerja (50.0%), sedangkan pada
usia responden DPD terbanyak adalah pada usia remaja (16-24), dan paling sedikit dewasa muda
(26-30). Rekomendasi hasil penelitian ini adalah agar selalu melakukan aktivitas mandiri:
personal hygiene untuk meningkatkan kemandirian pasien DPD.

Kata kunci : aktivitas mandiri: personal hygiene, kemandirian, dan DPD

ABSTRACT
Self care deficit patient in RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang sufferer from year to year
has increased, obtained data on the number of patients Self care deficit in 2011 there are 212,
while in the year 2012 decreased patients there are 131, and by 2013 the number of patients
contained 168. The research to determine the influence of the independent activity: personal
hygiene of independence of patient self care deficit in RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
This research design is particular experimental method pre experimental design approach one
group pre and posttest. Result of the research addressed a significant difference between
independent activity: personal hygiene of patient self care deficit. Seen from the result of the
variable independent activity: personal hygiene bathing and dressing (78.6%), dressing (60.7%),
eating (71.4%), and toileting (92.9%). The characteristics of respondent self care deficit sexes
are (53.6%) female, and (46.4%) male, respondent works (50.0%) and does not work (50.0%),

8
whereas at the age of majority is the age of the respondents self care deficit teens (16-24), and at
least young adulthood (26-30). Recomendationts resulting from this research is to always
perform independent activity:
personal hygiene to increase independence self care deficit patient.

Key words : independent activity, personal hygiene, independence, and self care deficit

PENDAHULUAN sekedar keadaan tanpa penyakit (Hidayat,


World Health Organitation (WHO), 2011, hlm.53). Orang dinyatakan memiliki
menekankan kesehatan sebagai suatu jiwa yang sehat apabila mampu
keadaan sejahtera yang positif bukan mengendalikan diri dalam menghadapi

Laili D.N

9
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan

stressor di lingkungan sekitar dengan Semarang, diperoleh data jumlah pasien


selalu berpikir positif dalam keselarasan defisit perawatan diri pada tahun 2011 ada
tanpa adanya tekanan fisik dan psikologis, 212, sedangkan ditahun 2012 mengalami
baik secara internal maupun eksternal yang penurunan jumlah yaitu ada 131 pasien,
mengarah pada kestabilan emosional dan pada tahun 2013 jumlah pasien
(Hidayat, 2011, hlm.55). Saat ini gangguan terdapat 168. Menurut penelitian yang
jiwa diidentifikasi dan ditangani sebagai dilakukan Indarini Dyah pada tahun 2008
masalah medis. Terdapat berbagai sumber dengan judul: Hubungan dukungan sosial
stressor yang dapat mengakibatkan keluarga dengan perilaku perawatan diri
terjadinya berbagai masalah kesehatan pasien halusinasi di ruang rawat inap RS
jiwa, baik yang berat maupun yang ringan Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. Hasil
(Kelliat, 2009, hlm.1). analisa peneliti didapatkan pasien yang
mengalami perilaku perawatan diri yang
Berdasarkan dari data yang diluncurkan baik yaitu 71 pasien (62,8%) dan yang
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 mengalami perilaku perawatan diri yang
oleh Balitbang Kementrian Kesehatan kurang baik 42 pasien (37,2%).
(Kemenkes) Trihono, mengatakan, dari
temuan di lapangan terlihat prevalensi Berdasarkan fenomena di atas, penulis
penderita gangguan jiwa berat sebanyak tertarik untuk melakukan penelitian
1,7/1000 orang. Pasien yang mengalami tentang: Pengaruh aktivitas mandiri:
gangguan jiwa seringkali kurang personal hygiene terhadap kemandirian
mempedulikan perawatan diri. Dalam teori pasien defisit perawatan diri di RSJD Dr.
Orem mengemukakan mengenai perawatan Amino Gondohutomo Semarang.
diri , yang merupakan aktivitas dan
inisiatif dari individu serta dilaksanakan Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
oleh individu itu sendiri dalam memenuhi dapat diketahui bahwa kemandirian pasien
serta mempertahankan kehidupan dalam melakukan perawatan diri dapat
kesehatan serta kesejahteraan. dipengaruhi oleh beberapa latihan aktivitas
mandiri: personal hygiene, sehingga
Menurut Fitria defisit perawatan diri pertanyaan penelitian ini adalah “Adakah
adalah suatu kondisi pada seseorang yang pengaruh aktivitas mandiri : personal
mengalami kelemahan kemampuan dalam hygiene terhadap kemandirian pasien
melakukan atau melengkapi aktivitas defisit perawatan diri di RSJD Dr. Amino
perawatan diri secara mandiri seperti Gondohutomo Semarang?”.
mandi (hygiene), berpakaian atau berhias,
makan, dan BAB dan BAK (toileting). Tujuan penelitian ini adalah untuk
Kebersihan diri sangat dipengaruhi oleh mengetahui adanya pengaruh aktivitas
nilai individu dan kebiasaan. Oleh karena mandiri : personal hygiene terhadap
itu, personal hygiene sangat perlu kemandirian pasien defisit perawatan diri
diterapkan, mengingat banyak manfaat di RSJD Dr. Amino Gondohutomo
yang ada untuk pencegahan segala Semarang. Dengan beberapa tujuan khusus
penyakit yang bisa ditimbulkan. Menurut diantarnya untuk mengetahui kemandirian
Anggriana T.W tahun 2010, personal pasien DPD sebelum dan sesudah
hygiene adalah perawatan diri dimana diajarkan aktivitas mandiri: personal
seseorang merawat fungsi-fungsi tertentu hygiene (mandi dan berpakaian,
seperti mandi, toileting, kebersihan tubuh berdandan, makan, BAK/BAB) dan untuk
secara umum dan berhias. mengetahui pengaruh aktivitas mandiri:
personal hygiene (mandi dan berpakaian,
Berdasarkan studi pendahuluan yang berdandan, makan, dan BAK/BAB)
peneliti lakukan pada tanggal 8 Januari terhadap kemandirian pasien DPD.
2014 di RSJD Dr. Amino Gondohutomo

Laili D.N

10
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan

METODOLOGI PENELITIAN No Jenis Frekuen Persen


Desain yang digunakan dalam penelitian Kelamin Si tase
ini adalah metode eksperimen, khususnya (%)
Pre-Experimental Design dengan
pendekatan one group pre and posttest. 1 Laki-Laki 13 46.4
Penelitian ini dilaksanakan di RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Semarang kepada 2 Perempu 15 53.6
28 responden dengan masalah defisit an
perawatan diri. Kegiatan penelitian Total 28 100.0
dilaksanakan dari tanggal 10 April hingga
tanggal 3 Mei 2014. Analisa data yang
digunakan yaitu analisa univariat dan Berdasarkan Tabel 5.2, menunjukan bahwa
analisa bivariat menggunakan uji t responden berjenis kelamin perempuan
dependent dengan nilai p <0.05. lebih banyak yaitu 15 (53.6 %) , di
bandingkan laki-laki yaitu 13 (46.4%).
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian didapatkan hasil Tabel 5.3
sebagai berikut: Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan
Tabel 5.1 terakhir responden di RSJD Dr. Amino
Distribusi frekuensi berdasarkan usia Gondohutomo Semarang dengan tahun 2014
responden di RSJD Dr. Amino n= 28
Gondohutomo Semarang tahun 2014 No Kategori Frekuensi Persentase
n= 28 (%)

No Kategori Freku Persent 1 SD 9 32.1


ensi ase (%)
2 SMP 10 35.7
1 Remaja 13 46.4
3 SMA 9 32.1
2 Dewasa 7 25.0
muda Total 28 100.0
3 Dewasa 8 28.6
tua
Total 28 100.0 Berdasarkan Tabel 5.3, menunjukan bahwa
responden dengan tingkat pendidikan
Menengah Pertama lebih banyak yaitu 10
Berdasarkan Tabel 5.1, menunjukan (35.7%),di bandingkan pendidikan Dasar 9
bahwa responden kategori remaja paling dan pendidikan Menengah Atas 9 (32.1%).
banyak yaitu 13 (46.4 %), dibandingkan Tabel 5.4
kategori dewasa muda 7 (25.0 %). Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan
responden di RSJD Dr. Amino
Tabel 5.2 Gondohutomo Semarang tahun 2014
Distribusi frekuensi berdasarkan jenis n= 28
kelamin responden di RSJD Dr. Amino No Kateg Freku Persentase
Gondohutomo Semarang tahun 2014 n= 28 Ori ensi (%)

1 Bekerj 14 50.0
A
2 Tidak 14 50.0
bekerja
Total 28 100.0
Laili D.N

11
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan

Berdasarkan Tabel 5.4, menunjukan bahwa 11 (39.3%), sedangkan kategori baik


responden dengan kategori bekerja dan sesudah (post) lebih banyak yaitu 17
tidak bekerja, sama yaitu, 14 (50.0%). (60.7%) dibandingkan sebelum (pre) 2
(7.1%).
Tabel 5.6
Distribusi frekuensi berdasarkan Tabel 5.10
kemandirian personal hygiene (mandi dan Distribusi frekuensi berdasarkan
berpakaian) sebelum dan sesudah diajarkan kemandirian personal hygiene (makan)
aktivitas mandiri: personal hygiene (mandi dan sebelum dan sesudah diajarkan aktivitas
berpakaian) di RSJD Dr. Amino Gondohutomo mandiri: personal hygiene di RSJD Dr.
Semarang tahun 2014 Amino Gondohutomo Semarang tahun 2014
n= 28 n= 28

No Kate Pre Post No Kateg Pre Post


gori ori
F (%) F (%) F (%) F (%)
1 Bai 12 42.9 22 78.6 1 Baik 10 35.7 20 71.4
k 2 Buruk 18 64.3 8 28.6
2 Bur 16 57.1 6 21.4 Total 28 100 28 100.0
uk
Total 28 100.0 28 100.0 Berdasarkan Tabel 5.10, didapatkan bahwa
responden dalam kemandirian (makan)
Berdasarkan Tabel 5.6, didapatkan bahwa sebelum (pre) kategori buruk lebih banyak
responden dalam kemandirian (mandi dan 18 (64.3%) dibandingkan sesudah (post) 8
berpakaian) sebelum (pre) kategori buruk (28.6%), sedangkan kategori baik sesudah
lebih banyak 16 (57.1%) dibandingkan (post) lebih banyak yaitu 20 (71.4%)
sesudah (post) 6 (21.4%), sedangkan dibandingkan sebelum (pre) 10 (35.7%).
kategori baik sesudah (post) lebih banyak
yaitu 22 (78.6%) dibandingkan sebelum Tabel 5.12
(pre) 12 (42.9%). Distribusi frekuensi berdasarkan
kemandirian responden melakukan personal
Tabel 5.8 hygiene (BAK/BAB) sebelum dan sesudah
Distribusi frekuensi berdasarkan diajarkan aktivitas mandiri: personal hygiene
kemandirian responden bedandan sebelum dan (BAK/BAB) di RSJD Dr. Amino
sesudah diajarkan aktivitas mandiri: personal Gondohutomo Semarang tahun 2014
hygiene (berdandan) di RSJD Dr. Amino n= 28
Gondohutomo Semarang tahun 2014 n= 28
No Kategori Pre Post
No Kategori Pre Post F (%) F (%)
F (%) F (%) 1 Baik 11 39.3 20 71.
1 Baik 2 7.1 17 60.7 4
2 Buruk 26 92.9 11 39.3 2 Buruk 17 60.7 8 28.
6
Total 28 100. 28 100.
0 0 Total 28 100 28 100

Berdasarkan Tabel 5.8, didapatkan bahwa Berdasarkan Tabel 5.12, didapatkan bahwa
responden dalam kemandirian (berdandan) responden dalam kemandirian personal
sebelum (pre) kategori buruk lebih banyak hygiene (BAK/BAB) sebelum (pre)
26 (92.9%) dibandingkan sesudah (post) kategori buruk lebih banyak 17 (60.7%)
dibandingkan sesudah (post) 8 (28.6%),
Laili D.N

12
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan

sedangkan kategori baik sesudah (post) satunya adalah faktor citra tubuh adalah cara
lebih banyak yaitu 20 (71.4%) pandang sesorang terhadap bentuk tubuhnya
dibandingkan sebelum (pre) 11 (39.3%). citra tubuh sangat mempengaruhi dalam
praktik hygiene seseorang. Perempuan
PEMBAHASAN cenderung lebih peduli dengan citra
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan tubuhnya karena pada dasaranya perempuan
bahwa responden penelitian sebagian besar cenderung ingin terlihat cantik dan
berusia remaja 16-24 tahun dengan jumlah sempurna dihadapan lawan jenis. Hal ini
13 (46.4%) dari total sampel 28 responden. bisa mempengaruhi praktik hyiene
Pada usia ini individu mulai beralih dari perempuan lebih baik daripada praktik
masa remaja awal menuju remaja akhir hygiene laki-laki.
dimana dia harus mulai melakukan
penyesuain diri dan menjadi pribadi yang Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
memiliki keinginan teguh untuk dirinya tingkat pendidikan responden terbanyak
sendiri. Apabila seseorang pada tahap ini adalah SMP dengan jumlah 10 responden
tidak mempunyai kemampuan yang baik (35.7%). Fenomena sekarang ini, dunia kerja
untuk menetapkan keputusan tentang sikap lebih banyak mencari sesorang yang
bijaksana untuk dirinya, mengakibatkan berpendidikan Diploma atau Sarjana,
depresi dan akan sangat berseiko tinggi sedangkan sesorang yang hanya
terkena gangguan jiwa salah satunya defisit berpendidikan SMP untuk pekerjaan kasar
perawatan diri. atau kelas bawah dan orang cenderung tidak
mau. Hal ini bisa berdampak terhadap
Menurut Freud (1969, dalam Santrock menurunya kepercayaan diri sesorang
2010) remaja akan mengalami perubahan maupun kesiapan kerja setelah lulus SMP,
yang berhubungan dengan perkembangan sehingga hal ini bisa mempengaruhi kondisi
psikologi, orangtua dan cita-cita mereka jiwa sesorang dan dapat terjadi gangguan
yang mengakibatkan timbulnya berbagai jiwa. Hal tersebut dibuktikan dengan
masalah dalam diri mereka. Masa remaja pendapat sebagian responden yang
adalah masa peralihan dari ketidakmatangan menyatakan ketidakpercayaan dirinya
pada masa anak-anak menuju kematangan terhadap orang-orang yang berependidikan
pada masa dewasa. Remaja mengalami lebih tinggi darinya.
proses perkembangan dimana proses
bertambahnya kematangan, seseorang dalam Sesuai teori yang dikemukakan oleh Hana
pengetahuan, watak, serta cara pandang (1978, dalam yudi, 2013, ¶15) yang
seseorang. berpendapat bahwa sesorang yang
berpendidikan tinggi dan memiliki
Berdasarkan hasil penelitian ini, dari 28 pengetahuan luas yang lebih dibutuhkan di
responden yang diteliti sebagian besar dalam dunia kerja disbanding seseorang
responden berjenis kelamin perempuan 15 yang memiliki pendidikan rendah.
(53.6%). Hal ini dikarenakan pengambilan
sampel di bangsal perempuan lebih banyak Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
daripada di bangsal laki-laki. bahwa rata-rata pasien bekerja dan tidak
bekerja sama yaitu 14 responden (50.0%).
Jenis kelamin adalah perbedaan antara Fenomena yang terjadi sekarang ini, banyak
perempuan dengan laki-laki secara biologis pengangguran karena terbatasnya lapangan
sejak sesorang lahir (Hungu, 2007). pekerjaan. Hal itu bisa mempengaruhi
Mekanisme koping yang dilakukan laki-laki sesorang terhadap kepercayaan dirinya
dan perempuan pun berbeda dalam dimana dia tidak bisa memenuhi tanggung
memecahkan masalah. Begitu juga dalam jawabnya untuk melakukan tanggung
melakukan kebersihan diri. Faktor yang jawabnya untuk berkarir. Hal ini akan
mempengaruhi personal hygiene salah

Laili D.N

13
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan

berdampak pada kondisi jiwa sesorang yang mandiri: personal hygeiene dengan kategori
akan mengakibatkan gangguan jiwa. buruk mengalami peningkatan menjadi
Berdasarkan hasil penelitian sesudah kategori baik, ini dikarenakan adanya
diajarkan aktivitas mandiri: personal kepedulian pasien terhadap dirinya sendiri
hygiene (mandi dan berpakaian) diperoleh dan karena pemahaman yang diterima
hasil kemandirian personal hygiene (mandi pasien mengenai apa yang telah diajarkan
dan berpakaian) dengan kategori baik lebih oleh perawat dan peneliti sehingga dapat
banyak yaitu 22 (78.6%). diaplikasikan dengan baik oleh pasien.

Pengetahuan tentang hygiene akan Hasil penelitian sesudah dilakukan aktivitas


mempengaruhi praktik hygiene seseorang. mandiri: personal hygiene (makan)
Permasalahan yang sering terjadi adalah diperoleh hasil kemandirian personal
ketiadaan motivasi karena kurangnya hygiene (makan) adalah dengan kategori
pengetahuan. Sebagai seorang perawat baik sebanyak 20 (71.4%).
dalam hal ini yang bisa dilakukan adalah
mendiskusikanya dengan pasien, memeriksa Beberapa faktor penyebab defisit
kebutuhan praktik hygiene pasien dan perawatan diri salah satunya faktor
memberikan informasi yang tepat dan presipitasi defisit perawatan diri adalah
adekuat pada pasien. kurang penurunan motivasi, kerusakan
kognisi atau persepsi, cemas, lelah atau
Hal ini memberikan gambaran bahwa lemah yang dialami individu sehingga
tingkat kemandirian personal hygiene menyebabkan individu kurang mampu
(mandi dan berpakaian) sesudah menerima melakukan perawatan diri.
aktivitas mandiri: personal hygiene, pasien
dengan kategori buruk mengalami Hal ini memberikan gambaran bahwa
peningkatan menjadi kategori baik, kemandirian personal hygiene (makan)
dikarenakan penerimaan yang positif dari responden sesudah diajarkan aktivitas
pasien terhadap pengajaran aktivitas mandiri: personal hygeiene dengan kategori
mandiri: personal hygiene (mandi dan buruk mengalami peningkatan menjadi
berpakaian) yang diberikan oleh perawat kategori baik, ini dikarenakan adanya rasa
dan peneliti. penghormatan terhadap dirinya sendiri, dan
karena pemahaman yang diterima pasien
Hasil penelitian sesudah dilakukan aktivitas mengenai apa yang telah diajarkan oleh
mandiri: personal hygiene (berdandan) perawat dan peneliti sehingga dapat
diperoleh hasil kemandirian personal diaplikasikan dengan baik oleh pasien.
hygiene (berdandan) adalah dengan kategori
baik sebanyak 17 (60.7%). Hasil penelitian sesudah dilakukan aktivitas
mandiri: personal hygiene (BAK/BAB)
Citra tubuh adalah cara pandang seseorang diperoleh hasil kemandirian personal
terhadap bentuk tubuhnya, citra tubuh sangat hygiene (BAK/BAB) adalah dengan
mempengaruhi dalam praktik hygiene kategori baik sebanyak 26 (92.9%).
seseorang. Ketika seorang perawat
dihadapkan pada pasien yang tampak Perawatan genitalia merupakan bagian dari
berantakan, tidak rapi, atau tidak peduli mandi lengkap. Oleh karena itu sangat
dengan hygiene dirinya, maka dibutuhkan penting mengenai edukasi cara menjaga
edukasi tentang pentingnya hygiene untuk kebersihan daerah genetalia. Perawat dapat
kesehatan. melatih pasien dan mendukung agar
kemampuan pasien dalam perawatan dirinya
Hal ini memberikan gambaran bahwa meningkat.
kemandirian personal hygiene (berdandan)
responden sesudah diajarkan aktivitas

Laili D.N

14
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan

Hal ini memberikan gambaran bahwa sebelum diajarkan aktivitas mandiri:


kemandirian personal hygiene (BAK/BAB) personal hygiene, kategori buruk sebanyak
pasien sesudah diajarkan aktivitas mandiri: 60.7%, dan kategori baik 39.3%. Sedangkan
personal hygeiene dengan kategori buruk sesudah diajarkan aktivitas mandiri:
mengalami peningkatan menjadi kategori personal hygiene kategori baik 92.9% dan
baik, ini dikarenakan adanya rasa kategori buruk 7.1%.
penghormatan terhadap dirinya sendiri dan
fisiknya, dan karena pemahaman yang baik 5. Pengaruh aktivitas mandiri: personal
diterima pasien mengenai apa yang telah hygiene (mandi dan berpakaian, berdandan,
diajarkan oleh perawat dan peneliti sehingga makan, BAK/BAB) terhadap kemandirian
dapat diaplikasikan dengan baik oleh pasien pasien DPD di RSJD Dr. Amino
mengenai aktivitas mandiri: personal Gondohutomo Semarang dalam penelitian
hygiene (BAK/BAB) yang benar. didapatkan bahwa ada perubahan
kemandirian pasien dalam melakukan
SIMPULAN aktivitas mandiri: personal hygiene (mandi
Berdasarkan hasil penelitian dalam dan berpakaian, berdandan, makan, dan
pembahasan maka disimpulkan sebagai BAK/BAB) hal itu ditunjukan dengan
berikut: adanya perubahan nilai kategori buruk ke
1. Kemandirian pasien DPD di RSJD Dr. baik sesudah diajarkan aktivitas mandiri:
Amino Gondohutomo Semarang dalam personal hygiene (mandi dan berpakaian,
melakukan personal hygiene (mandi dan berdandan, makan, dan BAK/BAB) pada
berpakaian) sebelum diajarkan aktivitas pasien DPD di RSJD Dr. Amino
mandiri: personal hygiene, kategori buruk Gondohutomo Semarang. Ada perbedaan
sebanyak 57.1%, dan kategori baik 42.9% . yang signifikan antara kemandirian personal
Sedangkan sesudah diajarkan aktivitas hygiene (mandi dan berpakaian, berdandan,
mandiri: personal hygiene kategori baik makan, dan BAK/BAB) sebelum dan
78.6% dan kategori buruk 21.4%. sesudah diajarkan aktivitas mandiri:
personal hygiene (mandi dan berpakaian,
2. Kemandirian pasien DPD di RSJD Dr. berdandan, makan, dan BAK/BAB) dengan
Amino Gondohutomo Semarang dalam nilai p=0.000.
melakukan personal hygiene (berdandan)
sebelum diajarkan aktivitas mandiri: SARAN
personal hygiene, kategori buruk sebanyak Berdasarkan hasil penelitian yang telah
92.9%, dan kategori baik 7.1%. Sedangkan dilakukan, maka peneliti mengusulkan saran
sesudah diajarkan aktivitas mandiri: sebagai berikut:
personal hygiene kategori baik 60.7% dan 1. Bagi pelayanan
kategori buruk 39.3%. keperawatan a. Perawat
Berdasarkan penelitian ini, didapatkan hasil
3. Kemandirian pasien DPD di RSJD Dr. bahwa aktivitas mandiri: personal hygiene
Amino Gondohutomo Semarang dalam (mandi dan berpakaian, berdandan, makan,
melakukan personal hygiene (makan) dan BAK/BAB) yang diajarkan perawat
sebelum diajarkan aktivitas mandiri: sesuai dengan rencana penelitian yaitu sekali
personal hygiene, kategori buruk sebanyak per hari selama 3 hari mempengaruhi
64.3%, dan kategori baik 35.7%. Sedangkan peningkatan kemandirian personal hygiene
sesudah diajarkan aktivitas mandiri: (mandi dan berpakaian, berdandan, makan,
personal hygiene kategori baik 71.4% dan dan BAK/BAB). Oleh karena itu diharapkan
kategori buruk 28.6%. perawat dapat lebih memperhatikan dan
mengajarkan setiap hari kepada pasien
4. Kemandirian pasien DPD di RSJD Dr. defisit perawatan diri yang seharusnya
Amino Gondohutomo Semarang dalam dilakukan sesuai rencana tindakan
melakukan personal hygiene (BAK/BAB) keperawatan dan secara berkesinambungan

Laili D.N

15
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan

sehingga dapat terbentuk rasa percaya


pasien terhadap perawat.

b. Bagi keluarga 2. Bagi penelitian selanjutnya


Peneliti mengaharapkan agar keluarga dapat Untuk penelitian selanjutnya diharapkan
membantu meningkatkan kemandirian dapat memilih sampel dengan
personal hygiene (mandi dan berpakaian, menambahkan beberapa kriteria inklusi
berdandan, makan, dan BAK/BAB) pada ataupun kriteria eksklusi, sehingga sampel
pasien dengan masalah keperawatan defisit dapat mewakili populasi yang ada.Bagi
perawatan diri dengan mengajarkan aktivitas penelitian selanjutnya, diharapkan hasil
mandiri: personal hygiene (mandi dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar
berpakaian, berdandan, makan, BAK/BAB untuk pengembangan dan tindak lanjut
yang baik dan benar). penelitian selanjutnya.

Hidayat, A.A. (2007). Riset


DAFTAR PUSTAKA
Familia, P. (2006). Membuat prioritas keperawatan dan teknik penulisan

melatih anak mandiri. ilmiah. Jakarta : Salemba Medika

Yogyakarta: Penerbit Isro’in, L., Andarmoyo, S. (2012).

Kanisius Personal hygiene

Fitria, N. (2009). Prinsip dasar dan konsep, proses dan

aplikasi penulisan aplikasi dalam praktik

laporan pendahuluan keperawatan.

dan strategi Yogyakarta: Graha

pelaksanaan tindakan Ilmu

keperawatan (LP dan Kelliat, A.B. (2010). Model praktik

SP) untuk 7 diagnosis Keperawatan

keperawatan jiwa berat profesional jwa. Jakarta

bagi program S-1 : EGC

keperawatan. Jakarta : Notoadmojo, S. (2012). Metodologi

Salemba Medika penelitian kesehatan.

Hidayat, A.A. (2006). Pengantar Jakarta: Rineka Cipta

kebutuhan dasar Potter, P.A. (2006). Buku ajar

manusia aplikasi Fundamental

konsep dan proses Keperawatan konsep,

keperawatan. Jakarta : proses, Dan praktik

Salemba Medika edisi4. Jakarta:EGC

Laili D.N

16
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan

Riyanto, A. (2011). Aplikasi Widianti, T.A., & Saryono. (2010).


metodologi penelitian Catatan kuliah
kesehatan. Yogyakarta : kebutuhan dasar
Nuha Medika manusia (KDM).
Sugiyono. (2013). Cara mudah Yogyakarta : Nuha
menyusun: skripsi, tesis, Medika
dan disertasi. Bandung:
Alfabeta

17
PENGARUH TERAPI GENERALIS DEFISIT PERAWATAN DIRI
2.
TERHADAP KEMANDIRIAN PERAWATAN DIRI ANAK RETARDASI
MENTAL DI SDLB-C TPA KABUPATEN JEMBER

Hamidah Retno Wardani1, Awatiful Azza2, Komarudin3


Program S1Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember

1. Mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jember [email protected]


2. Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember [email protected]
3. Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember
[email protected]

ABSTRAK

Introduksi.Anak retardasi mental memiliki ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan


perawatan diri.Salah satu terapi yang dapat diberikan adalah terapi generalis defisit perawatan
diri yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian perawatan diri anak retardasi
mental.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi generalis defisit perawatan
diri terhadap kemandirian perawatan diri anak retardasi mental.
Metode.Menggunakan desain Pra Eksperiment dengan rancangan pre test and post test group
design bertujuan untuk melakukan observasi pertama (pre test) yang memungkinkan peneliti
dapat menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah eksperimen dilakukan (post test).
Populasi penelitian ini adalah orang tua anak retardasi mental di SDLB-C TPA Kabupaten
Jember sebanyak 43 responden dengan jumlah sampel 22 responden. Tehnik pengambilan
sampel purposive sampling.
Result. Hasil penelitian didapatkan kemandirian perawatan diri22 sampel (100%) mengalami
peningkatan skor kemandirian perawatan diri (berpakaian)sebanyak18 sampel (81.8%). Adapun
pengaruh terapi generalis defisit perawatan diri dengan uji Dependent-test (Paired T-test)(α =
0,05), didapatkan p value = 0,000. Kesimpulan penelitian ini bahwa terapi generalis defisit
perawatan diri (berpakaian) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian
perawatan diri (berpakaian)anak retardasi mental kategori sedang.
Diskusi.Rekomendasi dari penelitian ini yaitu kepada orang tua dan pendidik anak berkebutuhan
khusus agar terapi generalis deficit perawatan diri dapat dilakukan secara berulang-ulang dan
dapat dimodifikasi dengan berbagai metode.

Kata kunci: Terapi generalis defisit perawatan diri (berpakaian), kemandirian perawatan
diri, anak retardasi mental kategori sedang.

18
ABSTRAK

Introduction.Mentally retarded children have an inability to meet the needs of self-care. One
treatment that can be given is a generalist therapeutic self-care deficit which aims to increase
the independence of self-care children with mental retardation. The purpose of this study was to
determine the effect of self-care deficit generalist therapy against the independence of self-care
children with mental retardation.
Methode.Using Pre-experimental design with pre-test and post design test group design aims to
observe the first (pre-test) which allows researchers can examine the changes that occurred after
the experiments carried out (post-test). The population was parents of children with mental
retardation in SDLB-C Jember landfill by 43 respondents with a sample of 22 respondents.
Purposive sampling technique.
Result.The result showed self-care independence 22 samples (100%) increased independence
scores of self-care (dressing) of 18 samples (81.8%). The therapeutic effect of self-care deficit
generalist with Dependent test t-test (paired T-test) (α = 0.05), obtained p value = 0.000. The
conclusion of this study that the therapeutic self-care deficit generalist (dressing) have a
significant influence on the independence of self-care (dressing) of children with mental
retardation medium category.
Discussion.Recommendations of this study is to parents and educators of children with special
needs in order to self-care deficit generalist therapy can be carried out repeatedly and can be
modified by various methods.

Keywords: Therapeutic generalist self-care deficit (dressing), the independence of self-care,


child mental retardation medium category
Bibliography 27 (2004-2014)

PENDAHULUAN retardasi mental (Sujarwanto, 2005 dalam


Zakarya, 2013).
Selama proses pertumbuhan dan
Retardasi Mental ditandai dengan defisit
perkembangan baik selama dalam atau hendaya dengan fungsi adaptif, seperti

kandungan maupun yang telah terlahir, tidak bidang komunikasi, mengurus dirinya
sendiri, home living, keterampilan sosial,
semua anak mampu melalui tahapan secara
interpersonal, dan keterampilan akademik.
optimal. Beberapa anak mengalami Tanda-tanda umum dari mental retardation

kegagalan atau gangguan tumbuh kembang. adalah kesulitan dalam berkomunikasi,


kesulitan dalam mengurus diri sendiri atau
Dalam Zakarya (2013) beberapa kelompok
rumah, kesulitan membina relasi sosial atau
anak mengalami gangguan tumbuh
personal, rendahnya kemampuan akademis,
kembang, Salah satunya adalah anak dengan
kesehatan dan keselamatan (Pieter, Janiwarti

19
Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015 3

dan Saragih, 2010). keperawatan generalis dan


Untuk jenis penyandang cacat seperti spesialis.Tindakan keperawatan generalis
retardasi mental akan dibedakan sesuai yang dilakukan yaitu klien diajarkan dan
dengan tingkatannya, yaitu retardasi mental dilatih untuk memenuhi kebutuhan
ringan, sedang, dan berat. Berdasarkan perawatan diri yang meliputi, mandi berhias,
ketiga klasifikasi tersebut, maka anak makan dan minum dengan benar serta
retardasi mental sedang memiliki toileting (BAK dan BAB secara benar)
ketrampilan merawat diri dan ketrampilan (Rochmawati, Keliat, dan Wardani,
motorik yang terlambat (FKUI, 2010). 2008).Terapi generalis berupa stimulasi
Defisit perawatan diri adalah gangguan tumbuh kembang remaja (Nurjannah, 2011).
kemampuan untuk melakukan aktivitas Terapi generalis memuat 7 strategi
perawatan diri (mandi, berhias, makan, pelaksanaan (SP).Salah satu strategi
toileting) (Nurjannah, 2004 dalam Deden pelaksanaan dalam terapi generalis adalah
dan Dermawan, 2013). startegi pelaksanaan (SP) defisit perawatan
Karena itu keperawatan sebagai bagian diri.Berdasarkan hal-hal tersebut di atas
integral dari pelayanan kesehatan penelitian ini untuk mengetahui untuk
mempunyai kontribusi besar untuk turut mengetahui pengaruh terapi generalis defisit
berupaya dalam peingkatan kesehatan perawatan diri terhadap kemampuan
anak.Perawat jiwa khususnya di komunitas perawatan diri anak dengan retardasi mental
memiliki kesempatan besar untuk berperan di SDLB-C TPA Kabupaten Jember.
meningkatkan kesehatan jiwa anak.Upaya Diharapkan melalui penelitian ini
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif didapatkan pengetahuan untuk dapat
dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan mengembangkan kemampuan merawat diri
(Nurjannah, 2011). Tindakan keperawatan pada anak retardasi mental sehingga kelak
yang tepat , di tatanan masyarakat sangat ketika mereka dewasa dapat bertanggung
diperlukan dalam mengatasi masalah defisit jawab terhadap diri mereka sendiri dan tidak
perawatan diri khususnya pada Anak tergantung kepada orang lain
Berkebutuhan Khusus (ABK) seperti
retardasi mental. Tindakan yang sudah MATERIAL DAN METODE
dikembangkan dalam mengatasi defisit Penelitian ini merupakan penelitian
perawatan diri ini terdiri tindakan kuantitatif.Desain penelitian yang digunakan

20
Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015 4

dalam penelitian ini adalah pra sampling dengan system purposive


eksperimental dengan menggunakan sampling.
pendekatan pre test and post test group
design. Pre test and post test group design ALAT PENGUMPULAN DATA
merupakan suatu rancangan penelitian yang Instrument yang digunakan dalam
melakukan observasi pertama (pre test) yang penelitian ini berupa kuesioner kemandirian
memungkinkan peneliti dapat menguji perawatan diri memodifikasi instrument
perubahan-perubahan yang terjadi setelah PEDI dan teori terapi generalis defisit
eksperimen dilakukan (post test) perawatan diri SP 2.Kemandirian yang
(Notoatmodjo, 2010). diukur adalah kemandirian perawatan diri
pada anak retardasi mental meliputi
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN langkah-langkah berpakaian.Hasil ukur
Tempat pengambilan data responden menggunakan total nilai 29-87.
penelitian ini adalah di SDLB-C TPA
Kabupaten Jember. ANALISA DATA
Analisis univariat
POPULASI PENELITIAN Analisis univariat bertujuan untuk
Populasi dalam penelitian ini adalah menjelaskan karakteristik tiap variable
orangtua anak retardasi mental yang penelitian yang terdiri dari umur, jenis
berjumlah 43 orang. kelamin, dan tingkatan kelas dan
kemandirian perawatan diri anak retardasi
SAMPEL PENELITIAN mental ditampilkan dengan nilai rerata
Sampel dalam penelitian ini adalah (mean), median, modus, standar deviasi
orang tua dengan anak retardasi mental Analisis bivariate
kategori sedang yang berada di SDLB-C
Variabel yang akan dianalisis pada
TPA Kabupaten Jember yang berjumlah 22
penelitian kali ini adalah kemandirian dalam
orang.
perawatan diri (berpakaian) pre-test dan
TEKNIK SAMPLING post-test, dimana variabel tersebut termasuk
Teknik sampling yang digunakan pada
kedalam data rasio. Untuk menganalisis data
penelitian ini adalah non probability

21
Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015 5

peneliti menggunakan uji Dependent T-tes Persentase


No Umur Frekuensi
(%)
(Paired Test). 1 7th 1 4.5
2 8th 5 22.7
HASIL PENELITIAN 3 9th 2 9.1
Analisa Data Umum 4 10th 2 9.1
5 11th 1 4.5
Tabel1 Distribusi Frekuensi Karakteristik
6 12th 2 9.1
jenis kelamin anak dengan retardasi
mental kategori sedang di SDLB-C 7 13th 2 9.1
TPA Kabupaten Jember Bulan 8 14th 1 4.5
April-Mei 2015 (n=22) 9 15th 3 13.6
10 18th 2 9.1
Karakteristik
Frekuensi
Persentase 11 20th 1 4.5
Responden (%) Jumlah 22 100
Laki-laki 13 59.1 Sumber: Data Primer, 2015
Perempuan 9 40.9 Distribusi karakteristik umur
Jumlah 22 100
menunjukkan bahwa rata-rata umur
Sumber: Data Primer, 2015 responden adalah 8 tahun (22.7%).

Distribusi Karakteristik jenis kelamin Analisa Data Khusus


Tabel 3.Kemandirian Perawatan Diri Anak
menunjukkan bahwa dari 22 responden yang
dengan Retardasi Mental Kategori
diteliti dapat diketahui bahwa jenis kelamin Sedang Sebelum dan Sesudah

responden paling banyak adalah laki- Dilakukan Terapi Generalis Defisit


Perawatan Diri Bulan April-Mei
lakiberjumlah 13 anak (59.1 %).
2015 (n=22)
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pretest Posttest
umur anak retardasi mental
kategori sedang di SDLB-C TPA Jumlah 22 22
Kabupaten Jember Bulan April-Mei Mean 54.40 56.64
2015 (n=22)
Median 54.40 56.00
Mode 43 37
Std. Deviasi 14.744 15.026
Minimum 33 34
Maximum 78 80
Sumber: Data Primer, 2015

22
6

defisit perawatan diri terhadap kemandirian


Hasil analisis sebelum dilakukan terapi perawatan diri (berpakaian) anak retardasi
generalis defisit perawatan diri mental kategori sedang di SDLB-C TPA
menunjukkan bahwa kemandirian anak Kabupaten Jember.
retardasi mental dalam perawatan diri
(berpakaian) berada pada rata-rata 54.50
PEMBAHASAN
dengan rentang nilai minimal 33 dan nilai
Hasil analisis kemandirian perawatan
maksimal 78.Setelah dilakukan terapi
diri anak retardasi mental sebelum dilakukan
generalis defisit perawatan diri
terapi generalis defisit perawatan diri
menunjukkan bahwa kemandirian anak
menunjukkan rata-rata 54.50 dengan standar
retardasi mental dalam perawatan diri
deviasi sebesar 14.744 dengan nilai minimal
(berpakaian) meningkat pada rata-rata 56.64
33 dan maksimal 78. Kemandirian pada
dengan rentang nilai minimal 34 dan nilai
anak terutama pada anak usia sekolah
maksimal 80.
berbeda dengan kemandirian remaja atau
Tabel 4.Pengaruh Terapi Generalis Defisit
orang dewasa. Kemandirian pada anak usia
Perawatan Diri Terhadap
sekolah adalah kemampuan yang terkait
Kemandirian Perawatan Diri
dengan tugas perkembangannya.
(berpakaian) Anak Retardasi
Menurut Hayati (2003) dalam Ramawati
Mental Kategori Sedang (n=22)
(2011) menyatakan bahwa kemandirian
perawatan diri adalah ketrampilan diri untuk
ean SD Std. Lowe Upp T df Sig.
mengurus atau menolong diri sendiri dalam
Error r er
Mean kehidupan sehari-hari sehingga tidak
Prete - 1.69 .362 - - - 21 0.000 tergantung dengan orang lain. Anak-anak
st- 2.1 9 2.889 138 5.8
berkebutuhan khusus biasanya kurang
Postt 36 3 99
Est 0 mampu dalam melakukan perawatan dirinya
Sumber: Data Primer, 2015 karena adanya ketidakmampuan dalam
Hasil analisis dengan uji Paired Sample melakukan interaksi, komunikasi, dan
T-test didapatkan p value sebesar 0,000. prilaku.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan Keterbatasan dalam perawatan diri ini
melihat derajat kemaknaan (α = 0,05) dan p juga disebabkan oleh keterbatasan dalam
value ≤ 0,05 berarti H1 diterima yang pengembangan motorik kasar dan motorik
artinya terdapat pengaruh terapi generalis

23
halus.Terbukti dari 22 responden yang lagi memiliki tubuh pendek dan
diteliti mayoritas mengalami kesulitan gemuk.Keterbatasan fisik seperti kurangnya
dalam hal melakukan langkah-langkah koordinasi, gerakan motorik halus dan kasar
berpakaian yang terdiri dari langkah yang tidak optimal, kurangnya sensitivitas
memasang celana dalam, kaos dalam, celana dan kelainan fisik pada tangan (gemuk dan
pendek, dan kemeja berkancing hingga pendek).Keterbatasan mental meliputi
melakukan langkah-langkah melepas kemampuan beradaptasi, komunikasi,
pakaian.Terutama langkah-langkah keterampilan sosial, akademik, kesehatan,
memasang dan melepas keamanan, dan merawat diri (Schwart, 2004
kancing.Kemandirian dalam memasang dalam Zakarya, 2013).
kancing membutuhkan kemampuan dan Pada siswa SDLB-C TPA Kabupaten
koordinasi jari-jemari tangan yang termasuk Jember yang sebagian besar terdiri dari anak
dalam kemampuan motorik halus. retardasi mental yang memiliki keterbatasan
Hal ini sejalan dengan penelitian Sri R dalam keterampilan perawatan diri.Saat
(1987) dalam Ramawati (2011) yang melakukan intervensi, anak retardasi mental
menyatakan bahwa kemampuan motorik yang berusia muda lebih sulit untuk
halus adalah kesanggupan untuk memahami dan mempraktikkan langkah-
menggunakan otot tangan dengan baik langkah berpakaian dibandingkan anak
trutama jari-jari tangan antara lain retardasi mental yang berusia lebih tua.Ini
menggerakkan pergelangan tangan, disebabkan oleh kondisi anak yang masih
menggerakkan jari kaki, menggenggam, sulit untuk diarahkan dan masih belum
menjepit dengan ibu jari dan telunjuk. memiliki kemandirian perawatan diri yang
Berbeda dengan anak normal, anak retardasi baik jika dibandingkan dengan anak yang
mental sedang mengalami keterlambatan berusia lebih tua.
koordinasi otot jari. Hal ini sesuai dengan penelitian Ling
Kemandirian perawatan diri (2008) dalam Ramawati (2011) yang
(berpakaian) pada anak retardasi mental menyatakan ada hubungan yang signifikan
kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa antara usia anak dengan kemampuan
faktor.Salah satu faktor diantaranya adalah perawatan diri. Demikian pula yang
keterbatasan fisik.Keterbatasan fisik dinyatakan oleh Tork et al. (2007) dalam
meliputi telapak tangan pendek, ditambah Ramawati (2011) bahwa anak yang berusia

24
lebih tua mempunyai kemampuan perawatan kemandirian perawatan dirinya. Hal ini
diri yang lebih baik dibandingkan anak yang sejalan dengan Prasedio dalam Efendi
berusia lebih muda. Semiun (2006) dalam (2006:105) dalam Nisa (2010) yang
Ramawati juga menyatakan bahwa usia menyatakan bahwa nilai terapi yang penting
yang berbeda memilii kemampuan dalam perkembangan anak retardasi mental
pemenuhan kebutuhan yang berbeda pula. yaitu salah satunya pembinaan pribadi, anak
Hasil analisis kemandirian perawatan berlatih memperkuat kemauan, memusatkan
diri anak retardasi mental kategori sedang perhatian, mengembangkan keuletan dan
setelah dilakukan terapi generalis defisit percaya diri. Diperkuat oleh Efendi (2006:14)
perawatan diri menunjukkan rata-rata 56.64 dalam Nisa (2010) yang juga menyatakan
dengan standar deviasi sebesar 15.026 bahwa dalam memberikan terapi perilaku
dengan nilai minimal 34 dan nilai maksimal pada anak retardasi mental, seorang terapis
80. Terapi generalis defisit perawatan diri harus memiliki sikap sebagaimana yang
yaitu tindakan untuk mengajarkan dan dipersyaratkan dalam pendidikan humanistic,
melatih klien untuk memenuhi kebutuhan yaitu penerimaan secara hangat, antusias
perawatan diri yang meliputi mandi, berhias, tingi, ketulusan dan kesungguhan, serta
makan dan minum dengan benar serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi
toileting (BAK dan BAB secara benar).Hasil anak retardasi mental.
manajemen asuhan keperawatan spesialis Salah satu strategi pelaksanaan (SP)
jiwa ini menunjukkan hasil yang signifikan yang terdapat pada terapi generalis defisit
dalam mengubah perilaku maladaptif perawatan diri dalam Dermawan dan Rusdi
menjadi adaptif dalam pemenuhan (2013) adalah SP 2 yaitu percakapan saat
kebutuhan perawatan diri dan meningkatkan melatih klien berdandan yang dalam
kemampuan klien dalam memenuhi penelitian ini adalah berpakaian. Dengan
kebutuhan perawatan diri serta menurunkan langkah-langkah yang dimulai dari fase
tanda dan gejala klien (Rochmawati, D. H., orientasi, fase kerja, dan fase
Keliat, B. A., Wardani, I.Y, 2008). terminasi.Terapi ini diberikan pada anak
Terapi generalis defisit perawatan diri retardasi mental kategori sedang di SDLB-
selalu menyertakan pujian di setiap langkah CTPA Kabupaten Jember yang berjumlah
terapi.Melalui pujian anak retardasi mental 22 anak.Anak retardasi mental kategori
distimulasi untuk terus meningkatkan

25
anak retardasi mental di SDLB-C TPA
sedang adalah anak yang tergolong salah Kabupaten Jember.
satutunagrahita yang memiliki tingkat Terjadi peningkatan rata-rata dari 54.40
kecerdasan (IQ) berkisar 30-50. menjadi 56.64. Namun tetap pada kisaran
MenurutAAMD (Mumpuniarti, 2007: 13) dibawah rata-rata 60 dengan standar eror
anak retardasi mental kategori sedang adalah mean sebesar 0.362. Menunjukkan ada
anak yangtingkat kecerdasan (IQ) berkisar pengaruh terapi generalis defisit perawatan
antara 30-50, mampu diri terhadap kemandirian perawatan diri
melakukanketerampilan mengurus diri anak retardasi mental namun masih dalam
sendiri (self-help), mampu mengadakan tahapan rata-rata kurang.Ini disebabkan
adaptasisosial di lingkungan terdekat, dan terapi generalis hanya diberikan sebanyak 8
mampu mengerjakan pekerjaan rutin kali pertemuan dengan durasi waktu 60
yangperlu pengawasan atau bekerja di menit setiap pertemuan disertai kondisi anak
tempat kerja terlindung (sheltered retardasi mental yang kurang kooperatif.
workshop).Mandey dan Wiles (Mohammad
Amin, 1995: 39) menyatakan bahwaanak KETERBATASAN PENELITIAN
retardasi mental kategori sedang dapat 1. Keterbatasan Sampel
mencapai umur kecerdasan yang sama
Peneliti mengalami keterbatasan
dengananak normal usia tujuh tahun.
sampel selama melakukan penelitian di
Berdasarkan uji Paired Sample T-test
SDLB-C TPA Kabupaten Jember
yang telah dilakukan untuk mengukur
disebabkan jumlah responden yang
pengaruh terapi generalis defisit perawatan
terbatas dan kondisi responden yang
diri terhadap kemandirian perawatan diri
tidak kooperatif sehingga berdampak
(berpakaian) retardasi mental di SDLB-C
pada hasil yang kurang maksimal.
TPA Kabupate Jember mempunyai
2. Keterbatasan Alat Ukur
pengaruh yang sangat bermakna karena
Pada penelitian ini menggunakan alat
derajat (p value) sebesar 0,000 dengan
ukur PEDI (The Pediatric Evaluation of
kesalahan (α=0,05) dan p value ≤ 0,05.
Disability Inventory) yang telah
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui
dimodifikasi oleh peneliti. Namun alat
bahwa pengaruh terapi generalis defisit
ukur dalam penelitian ini tidak melalui
perawatan diri memberikan perubahan
proses uji validitas dan reabilitas.
kemandirian perawatan diri (berpakaian)

26
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sebagai alat ukur yang digunakan untuk Kemandirian perawatan diri
mendapatkan data kemandirian (berpakaian) pada anak retardasi mental
perawatan diri anak retardasi mental kategori sedang sebelum dilakukan terapi
seharusnya alat ukur dilakukan uji generalis defisit perawatan diri berada pada
validitas dan reabilitas.Hal ini tidak rata-rata 54.5 dengan rentang nilai minimal
dilakukan karena keterbatasan peneliti yaitu 33 dan maksimal 78.Setelah diberikan
dalam melakukan penelitian yaitu terapi generalis defisit perawatan diri
terkait dengan waktu dan jumlah kemandirian perawatan diri anak retardasi
responden. mental mengalami peningkatan rata-rata
sebesar 56.64 dengan rentang nilai minimal
yaitu 34 dan nilai maksimal 80.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
Terdapat pengaruh terapi generalis
Implikasi keperawatan yang dapat
defisit perawatan diri terhadap kemandirian
diambil dari hasil penelitian ini terhadap
perawatan diri (berpakaian) anak dengan
profesi keperawatan diantaranya terapi
retardasi mental kategori sedang di SDLB-C
generalis defisit perawatan diri dapat
TPA Kabupaten Jember yang ditunjukkan
dijadikan rujukan dalam memberikan asuhan
dengan derajat kemaknaan (α = 0,05) dan p
keperawatan anak berkebutuhan khusus
value ≤ 0,05 yaitu sebesar 0,000 dengan
lainnya seperti autis. Pendekatan untuk anak
peningkatan rata-rata dari 54.50 menjadi
retardasi mental yang hiperaktif dengan
56.64.
metode pendekatan orang tua dan anak atau
guru dan anak tetap mendampingi selama
Saran
proses pembelajaran. Cara berkomunikasi
Saran yang dapat diberikan terkait
perawat ke anak menggunakan bahasa yang
dengan hasil dan pembahasan
sangat sederhana, ringkas, dan mudah
penelitiantersebut adalah:
dipahami.Perawat dalam berkomunikasi
1. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
dengan anak retardasi mental selalu
Bagi pengajar perlu mengembangkan
melibatkan verbal dan non-verbal.
program pembelajaran di sekolah
mengenai perawatan diri anak retardasi

27
4. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan

mental yang bekerja sama dengan orang sebagai data untuk melakukan
tua dan tenaga kesehatan sehingga anak penelitian lebih lanjut pada anak dengan
retardasi mental mendapatkan retardasi mental khususnya kategori
bimbingan dan dukungan yang sedang.Disarankanpadapeneliti

dibutuhkan terkait pemenuhan selanjutnyadapatmeningkatkan


kebutuhan perawatan diri. penelitian menggunakan desain
2. Orang tua/keluarga dengan anak penelitian quasi eksperimen dengan
retardasi mental sampel kelompok perlakuan dan

Orang tua anak retardasi mental perlu kelompok kontrol.Serta waktu


terus meningkatkan pelatihan yang penelitian yang lebih lama dengan
konsisten terkait kondisi dan kebutuhan inovasi menggunakan berbagai metode
anak retardasi mental serta memberikan yang menyenangkan.
dukungan terhadap program-program
untuk meningkatkan kemandirian anak REFERENSI
retardasi mental melalui penyuluhan, Dermawan, Deden dan Rusdi. (2013).
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta.
diskusi, atau pelatihan tentang usia yang
Pustaka Baru
tepat untuk mulai melatih anak retardasi
Direktorat Pendidikan Luar Biasa. 2006.
mental kemandirian perawatan diri Informasi Pelayanan Pendidikan Bagi
Anak Tunagrahita.
khususnya langkah berpakaian dan
http://www.ditplb.or.id/profile.php?id
latihan peningkatan kekuatan motorik =45 [15 Januari 2015]
pada anak retardasi mental sehingga Fadli, Aulia. 2010. Buku Pintar Kesehatan
Anak. Yogyakarta: Pustaka Anggrek
anak mandiri dalam melakukan
Herlina. (2013). Hubungan Pola Asuh
perawatan diri Keluarga Dengan Kemandirian
3. Profesi Keperawatan Perawatan Diri Anak Usia Sekoah Di
Kelurahan Cisalak Pasar Kecamatan
Perawat harus mampu menjadi edukator Cimanggis Kota Depok. Jawa Barat.
bagi orang tua dan guru melalui terapi FIK UI
generalisuntukmembantu Humris, W. Edith. (2010). Retardasi Mental.
dalam Sylvia, D. Hadisukanto. Buku
meningkatkan kemampuan dan Ajar Psikiatri (pp. 411-415). Jakarta:
memenuhi kebutuhan anak retardasi FKUI
mental.

28
Kasdu, D. (2004). Anak Cerdas. Jakarta:
Puspa Swara
Kementrian Kesehatan RI, (2010). Pedoman
Pelayanan Kesehatan Anak Di
Sekolah Luar Biasa (SLB). Jakarta:
Tidak Diterbitkan
Mulyani, Dian Febri Adi. (2014).
Perkembangan Kognitif Anak
Retardasi Mental Pada Pemberian
Media Playdough Di SLB C Yakut
Purwokerto.Purwokerto. Universitas
Jenderal Soedirman
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Dengan Klien Gangguan
NANDA. (2013). Nursing Diagnoses: Definitions Dan Clasification 2012-2013.
Notoatmodjo, S. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nurjannah, Siti. (2011). Pengaruh Terapi
Generalis Dan Latihan Keterampilan
Sosial Terhadap Pencapaian Identitas
Diri Remaja Panti Asuhan Di
Kabupaten Banyumas. Jawa Tengah.
FIK UI
Nurmaini, Risa D. (2014). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan Personal
Hygiene Pada Anak Retardasi Mental Di SDLB Kabupaten
Jember. Jember. Universitas
Muhammadiyah Jember.
Nursalam, (2013). Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan: Pendekatan
Praktis: Jakarta. Salemba Medika
Philadelphia. USA: NANDA International
Pieter, Janiwarti, Saragih. (2010). Pengantar
Psikopatologi Untuk Keperawatan.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:
EGC

29
Rahayu, Esthi. (2012). Kemampuan
Merawat Diri Pada Tunagrahita.
Ramawati, Dian. (2011). Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Kemampuan Perawatan Diri Anak
Tunagrahita Di Kabupaten Banyumas
Jawa Tengah. Jawa Tengah: FIK UI
Saptunar.(2012). Meningkatkan
Keterampilan Menyetrika Pakaian
Anak Tunagrahita Sedang. Panti
Pasaman
Schwart, M. William. 2004. Pedoman Klinis
Pediatri. Jakarta: EGC
Smart, Aqila. (2010). Anak Cacat Bukan Kiamat. Jakarta: Katahati
Supartini, Y Ester. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
EGC
Zakarya, Yunus N. (2013). Pengaruh
Pelatihan Cuci Tangan Bersih Dengan
Metode Bermain Puzzle Terhadap
Kemampuan Melakukan Cuci Tangan
Anak Tuna Grahita Di SLB-C TPA
Kabupaten Jember. Jember.
Universitas Jember
Rochmawati, D.H., Keliat, B.A., dan Wardani, I. Y. (2008). Manajemen
Kasus Spesialis Jiwa Defisit
Perawatan Diri Pada Klien Gangguan
Jiwa Di RW 02 Dan RW 12 Kelurahan
Baranangsiang Kecamatan Bogor
Timur.Depok. Universitas Indonesia
Nisa, Choirun. (2010). Gambar Anak
Penderita Retardasi Mental: Studi
Kasus Di SLB-C Yaspenlub Demak.
Semarang. Universitas Negeri
Semarang

30
3. Pengaruh Metode Token Economy Terhadap Aktifitas
Perawatan Diri pada Pasien Defisit Perawatan Diri
Heppi Sasmitaa,Rizka Mahdairtab Asterinac
a
Poltekes Kemenkes Padang
b
Mahasiswa PSIK Keperawatan
c Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
E-mail : [email protected]

Abstract : Self-care deficit is an impaired ability to perform self-care activities. Lack of self- care
the result of changes in thought processes so that the ability to perform self-care activities
declined. Token economy method is a modification of behavior by giving one sign/ gesture as
soon as possible after each target behavior appears. This study used a pre-experimental design
with pretest-posttest one group approach to patient self care deficits in the Prof. HB. Sa’anin
Mental Hospital, Padang, a total of 15 people on 19 November to 9 December 2011, which aimed
to determine the effect of token economy method to self-care activities. Sampling was conducted
with a total sampling technique. Variable research was method token economy and self-care
activities. The data collection is done by measuring the activity of the respondents self-care
before and after treatment by using the observation sheet. The data analysis performed using
SPSS with the Wilcoxon test. Results showed no effect of method of token economy to increase
self-care activities with the results of statistical tests p < 0,05. Prof.HB.Sa’anin Mental Hospital,
Padang is expected to be able to use the method of token conomy as a means used to handling the
problem of self-care deficit.

Key words: method of token economy, self-care activities

Abstrak : Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri. Kurangnya perawatan diri terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri menurun. Metode token economy
merupakan modifikasi perilaku dengan pemberian satu tanda/ isyarat sesegera mungkin setiap kali
setelah perilaku sasaran muncul. Tujuan dari metode token economy ini adalah untuk
meningkatkan perilaku individu yang diinginkan. Penelitian ini menggunakan rancangan pre-
eksperimen dengan pendekatan one group pretest-posttest pada pasien defisit perawatan diri di
ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang, sebanyak 15 orang pada 19 November
– 9 Desember 2011 untuk mengetahui pengaruh metode token conomy terhadap aktifitas
perawatan diri. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling. Pengumpulan data
dilakukan dengan mengukur aktifitas perawatan diri responden sebelum dan setelah perlakuan
dengan menggunakan lembar observasi. Analisa data dilakukan dengan uji Wilcoxon. Hasil
penelitian menunjukkan ada pengaruh metode token economy terhadap peningkatan aktifitas
perawatan diri dengan hasil uji statistic p < 0,05. Pihak Rumah Sakit Jiwa Prof.HB.Sa’anin
Padang diharapkan agar dapat menggunakan metode token economy sebagai suatu cara yang
digunakan untuk penanganan masalah defisit perawatan diri.

Kata kunci: metode token economy, aktifitas perawatan diri

Kesehatan jiwa merupakan perasaan sebagaimana adanya serta mempunyai sikap


sehat dan bahagia serta mampu mengatasi positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
tantangan hidup, dapat menerima orang lain Kesehatan jiwa meliputi perasaan terhadap

31
Sasmita Hepp,dkk.,Pengaruh Metode Token economy…

(2006) adalah 18,5%, yang berarti dari


diri sendiri, perasaan terhadap orang lain, 1000 penduduk terdapat sedikitnya 185
dan kemampuan dalam mengatasi persoalan penduduk dengan gangguan kesehatan jiwa
hidup sehari-hari. Kesehatan atau tiap rumah tangga terdapat seorang
jiwa merupakan bagian integral dari anggota keluarga yang menderita gangguan
kesehatan, sehat jiwa sangat dibutuhkan kesehatan jiwa. Jika hasil studi ini dapat
oleh semua orang baik dalam berperilaku dijadikan dasar, maka tidak dapat dipungkiri
maupun dalam bertindak. Seseorang yang bahwa telah terjadi peningkatan angka
mengalami masalah dalam berperilaku dan gangguan kesehatan jiwa/gangguan
bertindak dapat menyebabkan terjadinya emosional yang semula berkisar antara 20-
gangguan jiwa (Sulizah, 2007). 60 per 1000 penduduk (Yani, 2006).
Gangguan jiwa adalah gangguan Menurut Wartonah (2007) gangguan
dalam emosi (affective), tindakan jiwa dapat terjadi dalam bentuk halusinasi,
(psychomotor), berbagai penelitian perilaku kekerasan, isolasi sosial, harga diri
mengatakan bahwa gangguan jiwa adalah rendah, dan defisit perawatan diri sehingga
kumpulan dari keadaan keadaan yang tidak muncul masalah penurunan aktifitas
normal, baik yang berhubungan dengan fisik perawatan diri pada klien. Kebutuhan
maupun dengan mental. Keabnormalan aktifitas perawatan diri merupakan fokus
tersebut dibagi ke dalam dua golongan dalam asuhan keperawatan jiwa, sehingga
yaitu: gangguan jiwa (neurosa) dan sakit perawat harus memiliki kemampuan dan
jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam pengetahuan cara pemenuhan kebutuhan
berbagai gejala yang terpenting, diantaranya aktifitas perawatan diri klien dengan
adalah ketegangan (tension), rasa putus asa memantau dan mengikuti perkembangan
dan murung, gelisah, cemas, perbuatan- kemampuan pasien dalam melaksanakan
perbuatan yang terpaksa (convulsive), aktifitas perawatan diri terutama pasien
hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai gangguan jiwa yang mengalami defisit
tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk (Iyus, perawatan diri.
2009). Kondisi yang timbul pada saat
Menurut data World Health sekarang ini adalah pada umumnya pasien
Organization (WHO), masalah gangguan gangguan jiwa yang berada di jalanan,
kesehatan jiwa di seluruh dunia memang cenderung mengalami defisit perawatan diri.
sudah menjadi masalah yang sangat serius. Gejala yang tampak pada pasien tersebut
WHO (2006) menyatakan, paling tidak ada diantaranya : pakaian klien tampak kumal,
satu dari empat orang di dunia mengalami kulit klien berdaki, rambut klien acak-
masalah mental. WHO memperkira-kan ada acakan, badan klien bau, makan klien
sekitar 450 juta orang di dunia yang berceceran, klien BAB/BAK disembarang
mengalami gangguan kesehatan jiwa. tempat.
Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei, Defisit Perawatan Diri adalah
Direktur WHO Wilayah Asia Tenggara, gangguan kemampuan untuk melakukan
hampir satu per tiga dari penduduk di aktifitas perawatan diri (mandi, berhias,
wilayah ini pernah toileting, makan). Dampak dari defisit
mengalami gangguan neuropsikiatri. perawatan diri secara fisik yaitu: gangguan
Buktinya, bisa kita cocokkan dan lihat integritas kulit, gangguan membrane
sendiri dari data survey Kesehatan Rumah mukosa mulut, serta gangguan fisik pada
Tangga (SKRT); tahun 2006 saja, di kuku, juga berdampak pada masalah
Indonesia diperkirakan sebanyak 264 dari psikososial seperti gangguan kebutuhan rasa
1.000 anggota rumah tangga menderita nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
gangguan kesehatan jiwa. kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan
Prevalensi gangguan kesehatan jiwa gangguan interaksi sosial. Lebih jauh lagi
di Indonesia menurut hasil studi Bahar dkk masalah tersebut bisa menularkan berbagai

32
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 1, Juni 2012 : 23-30

macam penyakit kepada penghuni lain dan aktifitas perawatan diri pada pasien isolasi
juga tenaga kesehatan. sosial yang mengalami defisit perawatan diri
Ada beberapa terapi untuk merobah di Rumah Sakit Jiwa Mitra Menteng Abadi
gangguan perilaku klien defisit perawatan Jakarta Pusat menyebutkan bahwa
diri diantaranya: terapi kognitif, terapi 40,5 % responden dengan aktifitas
keluarga, terapi lingkungan, terapi perawatan diri kurang baik, 59,5 %
psikoreligius, terapi kelompok, terapi responden dengan aktifitas perawatan diri
individu, dan terapi perilaku. Salah satu baik, seiring dengan hasil penelitian Sarifah
jenis terapi perilaku yang dapat digunakan (2007) tentang pengaruh metode token
disini adalah metode token economy yang economy terhadap aktifitas perawatan diri
merupakan sebuah prosedur modifikasi pada pasien Skizofrenia yang mengalami
perilaku dengan menggunakan defisit perawatan diri di Rumah Sakit Jiwa
reinforcement positif yaitu pemberian satu Dharma Jaya Jakarta, menyebutkan bahwa
kepingan (isyarat / tanda) sesegera mungkin 40,15 % responden dengan aktifitas
setiap kali setelah perilaku sasaran muncul. perawatan diri kurang baik, 60,85 %
Kelebihan dari metode ini adalah dapat responden dengan aktifitas perawatan diri
langsung diberikan sesudah perilaku target baik.
terbentuk, dan dapat ditukarkan dengan Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Sa’anin
benda bila waktu dan tempat Padang merupakan rumah sakit tipe A yang
memungkinkan, cara ini akan efektif bila ada di kota Padang. Rumah Sakit ini
diberlakukan pada sekelompok orang. mempunyai 8 ruangan, 1 ruang IGD / PICU,
Menurut Depkes (2000), pasien gangguan 1 ruangan NAPZA dan 6 ruangan
jiwa yang mengalami masalah defisit diantaranya dengan pengembangan model
perawatan diri sudah dapat menunjukkan praktek keperawatan professional (MPKP)
perubahan perilaku dengan lama hari yaitu : Anggrek, dari 5 orang pasien yang di
perawatan 14 hari. rawat, 1 orang pasien (20 %) mengalami
Berdasarkan hasil penelitian Sugianti masalah defisit perawatan diri, Flamboyan,
(2005) tentang pengaruh metode token dari 22 orang pasien yang dirawat, 6 orang
economy terhadap aktifitas perawatan diri pasien (27,27 %) mengalami masalah defisit
pada pasien defisit perawatan diri di perawatan diri, Cendrawasih, dari 45 orang
Rumah Sakit Jiwa DR.Radjiman pasien yang di rawat, 19 orang pasien (42
Wediodiningrat Lawang, menyebutkan %) mengalami masalah defisit perawatan
bahwa 20,5 % responden dengan aktifitas diri, Melati, dari 25 orang pasien yang di
perawatan diri kurang baik, 79,5 % rawat, 20 orang pasien (55,55 %)
responden dengan aktifitas perawatan diri mengalami masalah defisit perawatan diri,
baik. Seiring dengan hasil penelitian Gelatik, dari 25 orang pasien yang di rawat,
Saryono (2008) tentang pengaruh metode 11 orang pasien (44 %) mengalami masalah
token economy terhadap aktifitas perawatan defisit perawatan diri, Merpati, dari 24
diri pada pasien defisit perawatan diri di orang pasien yang di rawat, 11 orang pasien
Rumah Sakit Jiwa Dharma Sakti Jakarta (45 %) mengalami masalah defisit
Pusat menyebutkan bahwa 35,5 % perawatan diri. Keenam ruangan dengan
responden dengan aktifitas perawatan pengembangan model praktek keperawatan
kurang baik, 64,5 % responden dengan professional (MPKP) tersebut, ruangan
aktifitas perawatan diri baik, juga dengan melati adalah ruangan yang paling banyak
hasil penelitian Fresa (2006) tentang memiliki pasien dengan defisit perawatan
pengaruh metode token economy terhadap diri.

33
Sasmita Hepp,dkk.,Pengaruh Metode Token economy…

Berdasarkan hasil wawancara pengumpulan data dilakukan selama 3


peneliti dengan kepala ruangan melati pada minggu yaitu pada hari ke 1 peneliti
tanggal 16 September 2011, menyebutkan melakukan pretest dan pada hari ke 21
bahwa sudah dilaksanakan terapi generalis peneliti melakukan posttest. Analisa
untuk mengatasi masalah perilaku klien dilakukan dengan analisa bivariat
defisit perawatan diri, namun di ruangan ini menggunakan uji wilcoxon.
masalah defisit perawatan diri sangat Pengumpulan data dilakukan selama
menonjol. Hal ini disebabkan karena belum 3 minggu yaitu sejak tanggal 19 November
efektifnya pemberian terapi generalis yang hingga 9 Desember 2011. Pada awalnya
diberikan oleh perawat selama ini, adapun penelitian ini direncanakan akan dilakukan
sebuah terapi yang dapat digunakan dalam terhadap 25 orang responden. Selama
mengatasi masalah perilaku klien defisit pelaksanaan intervensi, 10 orang responden
perawatan diri yaitu terapi perilaku dengan menolak/mengundurkan diri karena pasien
metode token economy. Menurut Eugene mengalami halusinasi berat sehingga
(2007) metode token ekonomi ini sangat responden berjumlah 15 orang.
efektif digunakan mengubah perilaku klien Pengumpulan data baik pretest maupun
dengan masalah defisit perawatan diri. posttest dilakukan oleh peneliti sendiri tetapi
Survei awal yang dilakukan di pemberian perlakuan (intervensi) dengan
ruangan melati pada tanggal 16 September memberikan metode token economy
2011, gejala yang tampak pada pasien dilakukan oleh peneliti namun dibantu oleh
defisit perawatan diri diantaranya : badan petugas di ruang Melati Rumah Sakit Jiwa
klien bau, gigi klien kuning, rambut klien Prof.HB.Sa’anin Padang dengan terlebih
kotor dan berkutu, kuku klien panjang dan dahulu melatih dan memberikan informasi
kotor, rambut klien acak-acakan, klien tidak mengenai pedoman pelaksanaan intervensi.
mau mengganti pakaian, tidak berdandan. Setelah dilakukan Uji normalitas terhadap
Gejala tersebut menunjukkan bahwa data yang ditemukan dengan menggunakan
terganggunya aktifitas kebersihan diri dan uji normalitas Shapiro-Wilk dihasilkan nilai
berhias pada pasien. p value < 0,05 maka distribusi data aktifitas
Berdasarkan fenomena diatas, maka perawatan diri responden defisit perawatan
penulis merasa tertarik untuk mengetahui diri adalah tidak normal sehingga uji
pengaruh metode token economy terhadap hipotesis yang digunakan adalah uji
aktifitas perawatan diri pada pasien defisit Wilcoxon.
perawatan diri di ruang Melati Rumah Sakit Dari Tabel 1, dapat diketahui bahwa
Jiwa Prof.HB.Sa’anin Padang Tahun 2012. responden mengalami peningkatan aktifitas
kebersihan diri sebelum diberikan intervensi
METODE sampai setelah diberikan intervensi.
Jenis penelitian yang digunakan Responden yang mendapatkan nilai 0 pada
adalah rancangan Pra-Eksperimen dengan aktifitas kebersihan diri berarti responden
pendekatan One Group Pretest-Postest. yang tidak ada satupun melakukan aktifitas
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kebersihan diri, namun setelah diberikan
pasien dengan defisit prawatan diri di ruang intervensi responden mengalami
Melati Rumah Sakit Jiwa Prof.HB.Sa’anin peningkatan nilai menjadi 5 yang berarti
Padang. Sampel pada penelitian ini responden sudah melakukan lima point
berjumlah 15 orang. Cara mendapatkan data untuk aktifitas kebersihan diri meliputi:
dengan mengukur aktifitas perawatan diri mandi, menggosok gigi, mencuci rambut,
responden yang terdiri dari aktifitas menggunakan sabun di saat mandi, dan
kebersihan diri dan berhias sebelum dan memotong kuku.
sesudah diberikan intervensi. Waktu

34
Sasmita Hepp,dkk.,Pengaruh Metode Token economy…

Tabel 1.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan aktifitas kebersihan diri dan berhias pada
pasien defisit perawatan diri sebelum dan sesudah diberikan intervensi

Kebersihan Diri Berhias


No. Sebelum Setelah Perubahan Sebelum Setelah Perubahan
Responden Perlakuan Perlakuan Perlakuan Perlakuan
(Pretest) (Posttest) (pretest) (Posttest)
1 0 5 5 0 2 2
2 0 5 5 0 1 1
3 0 5 5 0 2 2
4 2 4 2 2 3 1
5 0 3 3 0 2 2
6 0 3 3 0 2 2
7 0 3 3 0 2 2
8 0 2 2 0 2 2
9 4 4 0 3 3 0
10 0 2 2 0 2 2
11 0 3 3 0 2 2
12 0 3 3 0 1 1
13 3 5 2 3 3 0
14 0 3 3 0 2 2
15 0 2 2 0 2 2

Pada aktifitas berhias diketahui bahwa berhias, namun setelah diberikan intervensi
responden mengalami peningkatan aktifitas responden mengalami peningkatan nilai
berhias dari sebelum diberikan intervensi menjadi 2 yang berarti responden sudah
sampai setelah diberikan intervensi. melakukan 2 point untuk aktifitas berhias
Responden yang mendapatkan nilai 0 pada meliputi: menyisir rambut, dan mengganti
aktifitas berhias berarti responden yang pakaian.
tidak ada satupun melakukan aktifitas

Tabel 2.
Pengaruh metode token economy terhadap aktifitas kebersihan diri dan berhias pada pasien defisit
perawatan diri di ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Prof.HB.Sa’anin Padang Tahun 2012

Variabel Hasil N Z P
Posttest aktifitas Post < Pre 0 -3,358 0,01
Kebersihan diri- Post > Pre 14
Pretest aktifitas Tetap 1
Kebersihan diri
Total 15

Posttest aktifitas Post < Pre 0 -3,358 0,01


Berhias Post > Pre 13
Aktifitas Tetap 2
berhias

Total 15

35
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 1, Juni 2012 : 23-30

Dari Tabel 2, diketahui bahwa hasil diberikan pada pasien dapat membantu
uji statistik didapatkan nilai p < 0,05 (nilai p meningkatkan aktifitas kebersihan diri.
= 0,01) maka dapat disimpulkan terdapat Demikian juga dengan teori Eugene (2007)
perbedaan bermakna aktifitas kebersihan menyatakan aktifitas kebersihan diri dapat
diri pada pasien defisit perawatan diri dilakukan jika pasien mendapatkan pujian
setelah diberikan metode token economy dan dari perawat ataupun lingkungan sekitarnya.
diketahui bahwa hasil uji statistik Penelitian yang dilakukan oleh
didapatkan nilai p < 0,05 (nilai p = 0,01) Septiabudi (2006) menyatakan bahwa
maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan pasien mengalami peningkatan aktifitas
bermakna aktifitas berhias pada pasien kebersihan diri setelah diberikan reward
defisit perawatan diri setelah diberikan yang disertai dengan pujian untuk
metode token economy. melakukan aktifitas kebersihan diri.
Hasil penelitian yang dilakukan pada Meningkatnya kebersihan diri pada
klien yang mengalami defisit perawatan diri pasien bisa disebabkan oleh pujian berupa
di ruang Melati RSJ.Prof.HB.Sa’anin reinforcement positif yang diberikan oleh
Padang tahun 2012, didapatkan hasil bahwa perawat maupun keluarga. Pujian yang
pada tabel 1 responden mendapatkan nilai 5 diberikan pada pasien dapat memotivasi
pada aktifitas kebersihan diri. Hal ini klien dari dalam dirinya untuk melakukan
disebabkan karena telah terjadi peningkatan kebersihan diri. Selain itu pemberian reward
jumlah nilai aktifitas kebersihan diri dari pada pasien dapat meningkatkan kebersihan
sebelum diberikan intervensi sampai setelah diri pasien, dimana pasien merasakan
diberikan intervensi. Apabila dikaitkan perasaan senang setelah diberikan reward.
dengan karakteristik responden, pada Reward yang diberikan pada pasien dapat
umumnya responden berkerja. Orang yang mendorong klien untuk melakukan
bekerja lebih memperhatikan perawatan kebersihan diri.
dirinya dibandingkan dengan orang yang Hasil uji statistik dengan
tidak bekerja karena pada orang yang menggunakan uji wilcoxon didapatkan
bekerja lebih memperhatikan penampilan. aktifitas kebersihan diri sebelum dan
Peningkatan aktifitas kebersihan diri sesudah diberikan intervensi adalah nilai p
pada pasien disebabkan karena klien = 0,00 (p<0,05), maka dapat disimpulkan
diberikan pujian saat pasien melakukan terdapat pengaruh yang bermakna pada
aktifitas kebersihan diri. Pujian yang pemberian metode token economy terhadap
diberikan disertai pemberian reward pada aktifitas kebersihan diri pada pasien defisit
pasien. Adanya reward yang diberikan pada perawatan diri. Dengan demikian Ho
pasien dapat memotivasi pasien untuk ditolak.
melakukan kebersihan diri. Reward yang Metode token economy merupakan
diberikan berupa perlengkapan mandi suatu cara yang diberikan guna untuk
seperti sabun, sampo, pasta gigi, sikat gigi meningkatkan aktifitas kebersihan diri
sehingga membuat pasien termotivasi dari pasien. Metode ini diberikan segera setelah
dalam dirinya untuk melakukan aktifitas perilaku sasaran muncul. Token yang
kebersihan diri dan dapat meningkatkan diberikan di dalam penelitian ini berupa
aktifitas kebersihan diri pada pasien setelah tanda bintang (*). Dengan pemberian tanda
diberikan pujian disertai dengan reward. bintang (*), pasien merasakan senang
Naning (2009) menyatakan karena diberikan suatu penghargaan.
pemberian pujian dan reward yang Semakin banyak tanda bintang (*) yang

36
Sasmita Hepp,dkk.,Pengaruh Metode Token economy…

terkumpul, pasien merasakan ada suatu Meningkatnya aktifitas kebersihan


kebanggaan dari dalam dirinya karena diri pada pasien bisa disebabkan karena
berhasil mendapatkan tanda bintang (*) pemberian metode token economy yang
tersebut dengan penuh perjuangan. Selain efektif digunakan untuk meningkatkan
mendapatkan tanda bintang (*) pasien juga aktifitas kebersihan diri yaitu dengan
mendapatkan reward setelah berhasil pemberian tanda bintang (*). Semakin
melakukan aktifitas kebersihan diri. Reward banyak tanda bintang yang terkumpul,
yang diberikan kepada pasien berupa pasien menjadi senang dan bangga akan
perlengkapan mandi. Dengan adanya kemampuan yang ada pada dirinya sehingga
perlengkapan mandi tersebut lebih dapat meningkatkan rasa percaya diri pada
menumbuhkan motivasi pasien untuk pasien untuk melakukan aktifitas kebersihan
melakukan aktifitas kebersihan diri. diri. Oleh karena itu metode token economy
Sulizah (2007) menyatakan metode sangat cocok digunakan untuk pasien rawat
token economy lebih efektif untuk inap dengan masalah gangguan aktifitas
meningkatkan aktifitas kebersihan diri. kebersihan diri.
Token economy dapat digunakan sebagai
penguat yang bertahan lama karena dapat KESIMPULAN DAN SARAN
diberikan segera sesudah suatu perilaku Berdasarkan hasil penelitian yang
yang diinginkan muncul. Dan dapat dilakukan tentang pengaruh metode token
ditukarkan dengan reward. Kemudian economy terhadap aktifitas perawatan diri
Tarwoto (2008) menyebutkan salah satu pada pasien defisit perawatan diri di ruang
cara untuk mengatasi gangguan aktifitas Melati Rumah Sakit Jiwa Prof.HB.Sa’anin
kebersihan diri adalah dengan melakukan Padang Tahun 2012 , maka dapat diambil
metode token economy. kesimpulan sebagai berikut: Setelah
Menurut Soetarlinah Soekadji (2007) dilakukan metode token economy
definisi token economy adalah pemberian didapatkan hasil bahwa responden yang
satu tanda / isyarat segera mungkin setiap melakukan aktifitas kebersihan diri
kali setelah perilaku sasaran muncul. Tanda- sebanyak 14 orang dan responden yang
tanda ini nantinya dapat ditukarkan dengan melakukan aktifitas berhias sebanyak 13
reward. Seiring dengan teori yang orang. Terdapat perbedaan bermakna antara
dikemukakan oleh (Sugianty, 2007) aktifitas kebersihan diri dan aktifitas berhias
menyatakan bahwa token economy cocok sebelum diberikan metode token economy
diberikan pada pasien yang mengalami dengan sesudah diberikan metode token
gangguan aktifitas kebersihan diri. economy
Seiring dengan teori yang Ada beberapa hal yang dapat
dikemukakan oleh (Sadock, 2007) token disarankan dalam penelitian ini, yaitu: Bagi
economy dapat membantu untuk Institusi Pendidikan Metode token economy
meningkatkan perilaku pasien yang cukup efektif untuk meningkatkan aktifitas
diharapkan terutama pasien rawat inap yang perawatan diri karena memotivasi pasien
mengalami masalah gangguan aktifitas dari dalam dirinya untuk melakukan
kebersihan diri. aktifitas perawatan diri yang disertai dengan
Penelitian Stevi (2006) menyatakan pemberian pujian dan reward pada pasien,
bahwa pasien mengalami aktifitas Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
kebersihan diri baik setelah diberikan Memberikan informasi khususnya untuk
metode token economy. Demikian juga ruangan rawat inap agar menggunakan
dengan penelitian yang dilakukan oleh metode token economy untuk meningkatkan
Jayanti (2007) setelah diberikan metode aktifitas perawatan diri pada pasien defisit
token economy, pasien mengalami aktifitas perawatan diri, namun ada hambatan dalam
kebersihan diri baik. melakukan metode ini yaitu keterbatasan
sarana dan prasarana untuk melakukan

37
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 1, Juni 2012 : 23-30

metode token economy dan disarankan pada


institusi pelayanan agar dapat melengkapi
kekurangan sarana dan prasarana untuk
menunjang aktifitas perawatan diri pasien
yang terdiri dari aktifitas kebersihan diri
dan berhias, Bagi Riset Penelitian Sebagai
data dasar dan pembanding untuk peneliti
selanjutnya agar dapat mengembangkan
metode token economy ini pada kasus yang
lain yang lebih difokuskan pada masalah
aktifitas makan dan toileting pasien dengan
jumlah sampel yang berbeda disertai dengan
metode penelitian yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Sulizah, (2001). Pendekatan holistik pada
gangguan jiwa. Jakarta: FKUI.
Eugene & Klamen, D. (2007). Psyhiartry
therapeutics. New York: Raven Press.
Sadock & Kaplan. (2007). Synopsis psikiatri
jilid 2. Jakarta: EGC.
Sugianti. (2008). Kesehatan jiwa kurang
diperhatikan. Diakses pada tanggal 1
Agustus 2011 dari
http://syehaceh.wordpress.com
Yani. (2010). Synopsis of psychiatry.
Jakarta: EGC. Diakses padatanggal 1 Ag
ustus 2011dari
http://id.wikipedia.org/wiki
Iyus, Y. (2009). Keperawatan jiwa.
Bandung: RefikaAditama.

38
3.2 Analisa Jurnal
Dari hasil analisa dari tiga jurnal yang kami dapatkan mengenai penanganan Defisit
Perawatan Diri yang berjudul : Pengaruh Terapi Generalis Defisit Perawatan Diri
Terhadap Kemandirian Perawatan Diri Anak Retardasi Mental Di Sdlb-C Tpa Kabupaten
Jember, Pengaruh Metode Token Economy Terhadap Aktifitas Perawatan Diri Pada
Pasien Defisit Perawatan Diri, Dan Pengaruh Aktivitas Mandiri: Personal Hygiene
Terhadap Kemandirian Pasien Defisit Perawatan Diri Pada Pasien Gangguan Jiwa.

Adapun pengertian dari masing-masing metode adalah :


1. Pengaruh Metode Token Economy Terhadap Aktifitas Perawatan Diri Pada Pasien
Defisit Perawatan Diri : Salah satu jenis terapi perilaku yang dapat digunakan disini
adalah metode token economy yang merupakan sebuah prosedur modifikasi perilaku
dengan menggunakan reinforcement positif yaitu pemberian satu kepingan (isyarat / tanda)
sesegera mungkin setiap kali setelah perilaku sasaran muncul. Kelebihan dari metode ini
adalah dapat langsung diberikan sesudah perilaku target terbentuk, dan dapat ditukarkan
dengan benda bila waktu dan tempat memungkinkan, cara ini akan efektif bila
diberlakukan pada sekelompok orang.
Tabel 1.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan aktifitas kebersihan diri dan berhias pada
pasien defisit perawatan diri sebelum dan sesudah diberikan intervensi

Kebersihan Diri Berhias


No. Sebelum Setelah Perubahan Sebelum Setelah Perubahan
Responden Perlakuan Perlakuan Perlakuan Perlakuan
(Pretest) (Posttest) (pretest) (Posttest)
1 0 5 5 0 2 2
2 0 5 5 0 1 1
3 0 5 5 0 2 2
4 2 4 2 2 3 1
5 0 3 3 0 2 2
6 0 3 3 0 2 2
7 0 3 3 0 2 2
8 0 2 2 0 2 2
9 4 4 0 3 3 0
10 0 2 2 0 2 2
11 0 3 3 0 2 2
12 0 3 3 0 1 1
13 3 5 2 3 3 0
14 0 3 3 0 2 2
15 0 2 2 0 2 2

39
Tabel 2.
Pengaruh metode token economy terhadap aktifitas kebersihan diri dan berhias pada pasien
defisit perawatan diri di ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Prof.HB.Sa’anin Padang Tahun
2012

Variabel Hasil N Z P
Posttest aktifitas Post < Pre 0 -3,358 0,01
Kebersihan diri- Post > Pre 14
Pretest aktifitas Tetap 1
Kebersihan diri
Total 15

Posttest aktifitas Post < Pre 0 -3,358 0,01


Berhias Post > Pre 13
Aktifitas Tetap 2
berhias

Total 15

Dari Tabel 2, diketahui bahwa hasil uji statistik didapatkan nilai p < 0,05 (nilai p
0,01) maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna aktifitas kebersihan diri pada
pasien defisit perawatan diri setelah diberikan metode token economy dan diketahui
bahwa hasil uji statistik didapatkan nilai p < 0,05 (nilai p = 0,01) maka dapat disimpulkan
terdapat perbedaan bermakna aktifitas berhias pada pasien defisit perawatan diri.

2. Pengaruh Terapi Generalis Defisit Perawatan Diri Terhadap Kemandirian


Perawatan Diri Anak Retardasi Mental Di Sdlb-C Tpa Kabupaten Jember:
Tindakan keperawatan generalis yang dilakukan yaitu klien diajarkan dan dilatih untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri yang meliputi, mandi berhias, makan dan minum
dengan benar serta toileting (BAK dan BAB secara benar) (Rochmawati, Keliat, dan
Wardani, 2008).Terapi generalis berupa stimulasi tumbuh kembang remaja (Nurjannah,
2011).

Tabel 3.Kemandirian Perawatan Diri Anak dengan Retardasi Mental Kategori Sedang
Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Generalis Defisit Perawatan Diri Bulan April-
Mei 2015 (n=22)

40
Pretest Posttest
Jumlah 22 22
Mean 54.40 56.64
Median 54.40 56.00
Mode 43 37
Std. Deviasi 14.744 15.026
Minimum 33 34
Maximum 78 80

Tabel 4.Pengaruh Terapi Generalis Defisit Perawatan Diri Terhadap


KemandirianPerawatan Diri (berpakaian) Anak Retardasi Mental Kategori Sedang (n=22)

ean SD Std. Lowe Upp T df Sig.


Error R er
Mean
Prete - 1.69 .362 - - - 21 0.000
st- 2.1 9 2.889 138 5.8
Postt 36 3 99
est 0

Hasil analisis dengan uji Paired Sample T-test didapatkan p value sebesar 0,000.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat derajat kemaknaan (α = 0,05) dan p
value ≤ 0,05 berarti H1 diterima yang artinya terdapat pengaruh terapi generalis defisit
perawatan diri terhadap kemandirian perawatan diri (berpakaian) anak retardasi mental
kategori sedang di SDLB-C TPA Kabupaten Jember.

3. Pengaruh Aktivitas Mandiri: Personal Hygiene Terhadap Kemandirian Pasien Defisit


Perawatan Diri Pada Pasien Gangguan Jiwa: dengan cara mengajarkan latihan aktivitas
mandiri.
` Tabel 5.6 Distribusi frekuensi berdasarkan kemandirian personal hygiene (mandi dan
berpakaian) sebelum dan sesudah diajarkan aktivitas mandiri: personal hygiene (mandi dan berpakaian)
di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2014 n= 28

41
No Kate Pre Post
gori
F (%) F (%)
1 Bai 12 42.9 22 78.6
k
2 Bur 16 57.1 6 21.4
uk
Total 28 100.0 28 100.0

Berdasarkan Tabel 5.6, didapatkan bahwa responden dalam kemandirian (mandi dan
berpakaian) sebelum (pre) kategori buruk lebih banyak 16 (57.1%) dibandingkan
sesudah (post) 6 (21.4%), sedangkan kategori baik sesudah (post) lebih banyak yaitu 22
(78.6%) dibandingkan sebelum (pre) 12 (42.9%).

Dari tiga jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa yang lebih efektif dari jurnal yang berjudul
Pengaruh Terapi Generalis Defisit Perawatan Diri Terhadap Kemandirian Perawatan Diri
Anak Retardasi Mental Di Sdlb-C Tpa Kabupaten Jember. Dikarenakan dari hasil responden
mendapatkan nilai yang sangat tinggi pada penanganan tersebut, yaitu mendapatkan nilai (α =
0,05) dan p value ≤ 0,05, sedangkan pada jurnal lain yaitu didapatkan nilai p < 0,05 (nilai p =
0,01).

42
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan diri hendaknya di berikan
perhatian yang lebih dalam perawatan diri sehinngga peningkatan kebersihan klien dapat
lebih meningkat lebih baik. Klien yang sering menyendiri merupakan resiko menjadi isolasi
sosial maka komunikasi terapeutik yang di gunakan sebagai landasan untuk membina saling
percaya sehingga dapat mengggali semua permasalahan. Klien dengan gangguan jiwa yaitu
defisit perawatan diri harus selalu di libatkan dalam kegiatan dan di temani setiap tindakan
yang lebih. Identifikasi diri mengenai penyebab awal terjadinya gangguan tersebut menjadi
fokus perhatian pemberian pelayanan kesehatan. Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit
perawatan diri membutuhkan dukungan dari keluarganya sehingga dapat mempercepat
proses penyembuhan klien.
Dan dari beberapa jurnal didapatkan hasil untuk tindakan penangan pada klien defisit
perawatan diri, sehingga bisa coba kita lakukan beberapa metode tersebut.

4.2 Saran
Demikian makalah ini, saya sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun materi yang saya uraikan.
Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangu dari para
pembaca makalh selanjutnya.

43

Anda mungkin juga menyukai