Bab Iii Defisit Perawatan Dirii
Bab Iii Defisit Perawatan Dirii
Bab Iii Defisit Perawatan Dirii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut UU Nomor 18 pasal 1 & 3 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan diri sendiri, dapat mengatasi tekanan,
bekerja secara produktif serta mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU
Kesehatan Jiwa, 2014).
Apabila seseorang/individu tersebut mengalami kesehatan jiwa baik fisik,
mental, spiritual, tapi tidak dapat mengendalikan stres dan tidak ingin bersosialisasi
dengan orang lain maka individu tersebut mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa
adalah gangguan dalam cara berpikir, kehendak, emosi dan tindakan, di mana individu
tidak dapat menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan (Marshaly, 2013).
Menurut Madalise dkk (2015) Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup
menilai dengan baik kenyataan, tidak menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu
orang lain atau merusak /menyakiti dirinya sendiri.
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan, terdapat sekitar 350 juta
orang mengalami depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang menderita
skizofrenia, serta 47,5 juta orang terkena dimensia. Karena berbagai faktor biologis,
psikologis, sosial dan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa
terus bertambah serta memberikan dampak pada penambahan beban negara dan
penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang (WHO, 2016)
1.2 Rumusan masalah
1. Apa Saja Konsep Defisit Perawatan Diri
2. Apa Saja Jurnal Tindakan Keperawatan Pada Klien Defisit Perawatan Diri.
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui Konsep Defisit Perawatan Diri
2. Untuk mengetahui Jurnal Tindakan Keperawatan Pada Klien Defisit Perawatan Diri.
1
BAB II
Tinjauan Teori
2.1 Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)
(Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan diri. Defisit Perawatan Diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan/melewati aktivitas perawatan diri
secara mandiri.
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan, terdapat sekitar 350 juta
orang mengalami depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang menderita
skizofrenia, serta 47,5 juta orang terkena dimensia. Karena berbagai faktor biologis,
psikologis, sosial dan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa
terus bertambah serta memberikan dampak pada penambahan beban negara dan
penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang (WHO, 2016).
Menurut UU Nomor 18 pasal 1 & 3 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah kondisi
dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan diri sendiri, dapat mengatasi tekanan,
bekerja secara produktif serta mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU
Kesehatan Jiwa, 2014). Apabila seseorang/individu tersebut mengalami kesehatan jiwa
baik fisik, mental, spiritual, tapi tidak dapat mengendalikan stres dan tidak ingin
bersosialisasi dengan orang lain maka individu tersebut mengalami gangguan jiwa.
2
Rentang Respon
Menurut Dermawan (2013), adapun rentang respon defisit perawatan diri sebagai beriku:
Adaptift Maladaptif
Maladaptif
Pola perawatan Kadang perawatan Tidak melakukan
diri kadang tidak perawatan diri
diri Seimbang pada saat stress
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu untuk
berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih
melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stresor kadang – kadang
klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa
melakukan perawatan saat stresor
3
2.3 Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000) penyebab kurang perawatan diri
adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2002:20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi:
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realistis turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya
situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah / lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000 : 59) faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah :
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri,
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
4
b. Praktik sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pada personal hygiene.
c. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah Personal Hygiene :
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering
terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
5
2.4 Tanda Dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah :
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor.
d. Gigi kotor disertai mulut bau.
e. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan
mandi tidak mampu mandiri
2. 5 Mekanisme Koping
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi
2.6 Rentang Respon Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri
sendiri adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a. Bina hubungan saling percaya.
6
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi
yang dekat dan tertutup
7
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Jurnal Tindakan Keperawatan
1. PENGARUH AKTIVITAS MANDIRI: PERSONAL HYGIENE TERHADAP
KEMANDIRIAN PASIEN DEFISIT PERAWATAN DIRI PADA PASIEN GANGGUAN JIWA
ABSTRAK
Penderita Defisit Perawatan Diri (DPD) di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan, diperoleh data jumlah pasien defisit perawatan diri pada tahun
2011 ada 212, sedangkan ditahun 2012 mengalami penurunan jumlah yaitu ada 131 pasien, dan
pada tahun 2013 jumlah pasien terdapat 168. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
aktivitas mandiri: personal hygiene terhadap kemandirian pasien DPD di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang. Desain penelitian ini adalah metode eksperimen, khususnya Pre-
Experimental Design dengan pendekatan one group pre and posttest. Hasil penelitian
menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan antara aktivitas mandiri: personal hygiene
terhadap kemandirian pasien DPD. Terlihat dari hasil variabel aktivitas mandiri: personal
hygiene mandi dan berpakaian (78.6%), berdandan (60.7%), makan (71.4%), BAK/BAB
(92.9%). Pada karakteristik responden DPD jenis kelamin terdapat (53.6%) pada perempuan, dan
(46.4%) pada laki-laki, responden bekerja (50.0%) dan tidak bekerja (50.0%), sedangkan pada
usia responden DPD terbanyak adalah pada usia remaja (16-24), dan paling sedikit dewasa muda
(26-30). Rekomendasi hasil penelitian ini adalah agar selalu melakukan aktivitas mandiri:
personal hygiene untuk meningkatkan kemandirian pasien DPD.
ABSTRACT
Self care deficit patient in RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang sufferer from year to year
has increased, obtained data on the number of patients Self care deficit in 2011 there are 212,
while in the year 2012 decreased patients there are 131, and by 2013 the number of patients
contained 168. The research to determine the influence of the independent activity: personal
hygiene of independence of patient self care deficit in RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
This research design is particular experimental method pre experimental design approach one
group pre and posttest. Result of the research addressed a significant difference between
independent activity: personal hygiene of patient self care deficit. Seen from the result of the
variable independent activity: personal hygiene bathing and dressing (78.6%), dressing (60.7%),
eating (71.4%), and toileting (92.9%). The characteristics of respondent self care deficit sexes
are (53.6%) female, and (46.4%) male, respondent works (50.0%) and does not work (50.0%),
8
whereas at the age of majority is the age of the respondents self care deficit teens (16-24), and at
least young adulthood (26-30). Recomendationts resulting from this research is to always
perform independent activity:
personal hygiene to increase independence self care deficit patient.
Key words : independent activity, personal hygiene, independence, and self care deficit
Laili D.N
9
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
Laili D.N
10
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
1 Bekerj 14 50.0
A
2 Tidak 14 50.0
bekerja
Total 28 100.0
Laili D.N
11
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
Berdasarkan Tabel 5.8, didapatkan bahwa Berdasarkan Tabel 5.12, didapatkan bahwa
responden dalam kemandirian (berdandan) responden dalam kemandirian personal
sebelum (pre) kategori buruk lebih banyak hygiene (BAK/BAB) sebelum (pre)
26 (92.9%) dibandingkan sesudah (post) kategori buruk lebih banyak 17 (60.7%)
dibandingkan sesudah (post) 8 (28.6%),
Laili D.N
12
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
sedangkan kategori baik sesudah (post) satunya adalah faktor citra tubuh adalah cara
lebih banyak yaitu 20 (71.4%) pandang sesorang terhadap bentuk tubuhnya
dibandingkan sebelum (pre) 11 (39.3%). citra tubuh sangat mempengaruhi dalam
praktik hygiene seseorang. Perempuan
PEMBAHASAN cenderung lebih peduli dengan citra
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan tubuhnya karena pada dasaranya perempuan
bahwa responden penelitian sebagian besar cenderung ingin terlihat cantik dan
berusia remaja 16-24 tahun dengan jumlah sempurna dihadapan lawan jenis. Hal ini
13 (46.4%) dari total sampel 28 responden. bisa mempengaruhi praktik hyiene
Pada usia ini individu mulai beralih dari perempuan lebih baik daripada praktik
masa remaja awal menuju remaja akhir hygiene laki-laki.
dimana dia harus mulai melakukan
penyesuain diri dan menjadi pribadi yang Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
memiliki keinginan teguh untuk dirinya tingkat pendidikan responden terbanyak
sendiri. Apabila seseorang pada tahap ini adalah SMP dengan jumlah 10 responden
tidak mempunyai kemampuan yang baik (35.7%). Fenomena sekarang ini, dunia kerja
untuk menetapkan keputusan tentang sikap lebih banyak mencari sesorang yang
bijaksana untuk dirinya, mengakibatkan berpendidikan Diploma atau Sarjana,
depresi dan akan sangat berseiko tinggi sedangkan sesorang yang hanya
terkena gangguan jiwa salah satunya defisit berpendidikan SMP untuk pekerjaan kasar
perawatan diri. atau kelas bawah dan orang cenderung tidak
mau. Hal ini bisa berdampak terhadap
Menurut Freud (1969, dalam Santrock menurunya kepercayaan diri sesorang
2010) remaja akan mengalami perubahan maupun kesiapan kerja setelah lulus SMP,
yang berhubungan dengan perkembangan sehingga hal ini bisa mempengaruhi kondisi
psikologi, orangtua dan cita-cita mereka jiwa sesorang dan dapat terjadi gangguan
yang mengakibatkan timbulnya berbagai jiwa. Hal tersebut dibuktikan dengan
masalah dalam diri mereka. Masa remaja pendapat sebagian responden yang
adalah masa peralihan dari ketidakmatangan menyatakan ketidakpercayaan dirinya
pada masa anak-anak menuju kematangan terhadap orang-orang yang berependidikan
pada masa dewasa. Remaja mengalami lebih tinggi darinya.
proses perkembangan dimana proses
bertambahnya kematangan, seseorang dalam Sesuai teori yang dikemukakan oleh Hana
pengetahuan, watak, serta cara pandang (1978, dalam yudi, 2013, ¶15) yang
seseorang. berpendapat bahwa sesorang yang
berpendidikan tinggi dan memiliki
Berdasarkan hasil penelitian ini, dari 28 pengetahuan luas yang lebih dibutuhkan di
responden yang diteliti sebagian besar dalam dunia kerja disbanding seseorang
responden berjenis kelamin perempuan 15 yang memiliki pendidikan rendah.
(53.6%). Hal ini dikarenakan pengambilan
sampel di bangsal perempuan lebih banyak Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
daripada di bangsal laki-laki. bahwa rata-rata pasien bekerja dan tidak
bekerja sama yaitu 14 responden (50.0%).
Jenis kelamin adalah perbedaan antara Fenomena yang terjadi sekarang ini, banyak
perempuan dengan laki-laki secara biologis pengangguran karena terbatasnya lapangan
sejak sesorang lahir (Hungu, 2007). pekerjaan. Hal itu bisa mempengaruhi
Mekanisme koping yang dilakukan laki-laki sesorang terhadap kepercayaan dirinya
dan perempuan pun berbeda dalam dimana dia tidak bisa memenuhi tanggung
memecahkan masalah. Begitu juga dalam jawabnya untuk melakukan tanggung
melakukan kebersihan diri. Faktor yang jawabnya untuk berkarir. Hal ini akan
mempengaruhi personal hygiene salah
Laili D.N
13
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
berdampak pada kondisi jiwa sesorang yang mandiri: personal hygeiene dengan kategori
akan mengakibatkan gangguan jiwa. buruk mengalami peningkatan menjadi
Berdasarkan hasil penelitian sesudah kategori baik, ini dikarenakan adanya
diajarkan aktivitas mandiri: personal kepedulian pasien terhadap dirinya sendiri
hygiene (mandi dan berpakaian) diperoleh dan karena pemahaman yang diterima
hasil kemandirian personal hygiene (mandi pasien mengenai apa yang telah diajarkan
dan berpakaian) dengan kategori baik lebih oleh perawat dan peneliti sehingga dapat
banyak yaitu 22 (78.6%). diaplikasikan dengan baik oleh pasien.
Laili D.N
14
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
Laili D.N
15
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
Laili D.N
16
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan
17
PENGARUH TERAPI GENERALIS DEFISIT PERAWATAN DIRI
2.
TERHADAP KEMANDIRIAN PERAWATAN DIRI ANAK RETARDASI
MENTAL DI SDLB-C TPA KABUPATEN JEMBER
ABSTRAK
Kata kunci: Terapi generalis defisit perawatan diri (berpakaian), kemandirian perawatan
diri, anak retardasi mental kategori sedang.
18
ABSTRAK
Introduction.Mentally retarded children have an inability to meet the needs of self-care. One
treatment that can be given is a generalist therapeutic self-care deficit which aims to increase
the independence of self-care children with mental retardation. The purpose of this study was to
determine the effect of self-care deficit generalist therapy against the independence of self-care
children with mental retardation.
Methode.Using Pre-experimental design with pre-test and post design test group design aims to
observe the first (pre-test) which allows researchers can examine the changes that occurred after
the experiments carried out (post-test). The population was parents of children with mental
retardation in SDLB-C Jember landfill by 43 respondents with a sample of 22 respondents.
Purposive sampling technique.
Result.The result showed self-care independence 22 samples (100%) increased independence
scores of self-care (dressing) of 18 samples (81.8%). The therapeutic effect of self-care deficit
generalist with Dependent test t-test (paired T-test) (α = 0.05), obtained p value = 0.000. The
conclusion of this study that the therapeutic self-care deficit generalist (dressing) have a
significant influence on the independence of self-care (dressing) of children with mental
retardation medium category.
Discussion.Recommendations of this study is to parents and educators of children with special
needs in order to self-care deficit generalist therapy can be carried out repeatedly and can be
modified by various methods.
kandungan maupun yang telah terlahir, tidak bidang komunikasi, mengurus dirinya
sendiri, home living, keterampilan sosial,
semua anak mampu melalui tahapan secara
interpersonal, dan keterampilan akademik.
optimal. Beberapa anak mengalami Tanda-tanda umum dari mental retardation
19
Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015 3
20
Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015 4
21
Jurnal Keperawatan Fikes UMJ 2015 5
22
6
23
halus.Terbukti dari 22 responden yang lagi memiliki tubuh pendek dan
diteliti mayoritas mengalami kesulitan gemuk.Keterbatasan fisik seperti kurangnya
dalam hal melakukan langkah-langkah koordinasi, gerakan motorik halus dan kasar
berpakaian yang terdiri dari langkah yang tidak optimal, kurangnya sensitivitas
memasang celana dalam, kaos dalam, celana dan kelainan fisik pada tangan (gemuk dan
pendek, dan kemeja berkancing hingga pendek).Keterbatasan mental meliputi
melakukan langkah-langkah melepas kemampuan beradaptasi, komunikasi,
pakaian.Terutama langkah-langkah keterampilan sosial, akademik, kesehatan,
memasang dan melepas keamanan, dan merawat diri (Schwart, 2004
kancing.Kemandirian dalam memasang dalam Zakarya, 2013).
kancing membutuhkan kemampuan dan Pada siswa SDLB-C TPA Kabupaten
koordinasi jari-jemari tangan yang termasuk Jember yang sebagian besar terdiri dari anak
dalam kemampuan motorik halus. retardasi mental yang memiliki keterbatasan
Hal ini sejalan dengan penelitian Sri R dalam keterampilan perawatan diri.Saat
(1987) dalam Ramawati (2011) yang melakukan intervensi, anak retardasi mental
menyatakan bahwa kemampuan motorik yang berusia muda lebih sulit untuk
halus adalah kesanggupan untuk memahami dan mempraktikkan langkah-
menggunakan otot tangan dengan baik langkah berpakaian dibandingkan anak
trutama jari-jari tangan antara lain retardasi mental yang berusia lebih tua.Ini
menggerakkan pergelangan tangan, disebabkan oleh kondisi anak yang masih
menggerakkan jari kaki, menggenggam, sulit untuk diarahkan dan masih belum
menjepit dengan ibu jari dan telunjuk. memiliki kemandirian perawatan diri yang
Berbeda dengan anak normal, anak retardasi baik jika dibandingkan dengan anak yang
mental sedang mengalami keterlambatan berusia lebih tua.
koordinasi otot jari. Hal ini sesuai dengan penelitian Ling
Kemandirian perawatan diri (2008) dalam Ramawati (2011) yang
(berpakaian) pada anak retardasi mental menyatakan ada hubungan yang signifikan
kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa antara usia anak dengan kemampuan
faktor.Salah satu faktor diantaranya adalah perawatan diri. Demikian pula yang
keterbatasan fisik.Keterbatasan fisik dinyatakan oleh Tork et al. (2007) dalam
meliputi telapak tangan pendek, ditambah Ramawati (2011) bahwa anak yang berusia
24
lebih tua mempunyai kemampuan perawatan kemandirian perawatan dirinya. Hal ini
diri yang lebih baik dibandingkan anak yang sejalan dengan Prasedio dalam Efendi
berusia lebih muda. Semiun (2006) dalam (2006:105) dalam Nisa (2010) yang
Ramawati juga menyatakan bahwa usia menyatakan bahwa nilai terapi yang penting
yang berbeda memilii kemampuan dalam perkembangan anak retardasi mental
pemenuhan kebutuhan yang berbeda pula. yaitu salah satunya pembinaan pribadi, anak
Hasil analisis kemandirian perawatan berlatih memperkuat kemauan, memusatkan
diri anak retardasi mental kategori sedang perhatian, mengembangkan keuletan dan
setelah dilakukan terapi generalis defisit percaya diri. Diperkuat oleh Efendi (2006:14)
perawatan diri menunjukkan rata-rata 56.64 dalam Nisa (2010) yang juga menyatakan
dengan standar deviasi sebesar 15.026 bahwa dalam memberikan terapi perilaku
dengan nilai minimal 34 dan nilai maksimal pada anak retardasi mental, seorang terapis
80. Terapi generalis defisit perawatan diri harus memiliki sikap sebagaimana yang
yaitu tindakan untuk mengajarkan dan dipersyaratkan dalam pendidikan humanistic,
melatih klien untuk memenuhi kebutuhan yaitu penerimaan secara hangat, antusias
perawatan diri yang meliputi mandi, berhias, tingi, ketulusan dan kesungguhan, serta
makan dan minum dengan benar serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi
toileting (BAK dan BAB secara benar).Hasil anak retardasi mental.
manajemen asuhan keperawatan spesialis Salah satu strategi pelaksanaan (SP)
jiwa ini menunjukkan hasil yang signifikan yang terdapat pada terapi generalis defisit
dalam mengubah perilaku maladaptif perawatan diri dalam Dermawan dan Rusdi
menjadi adaptif dalam pemenuhan (2013) adalah SP 2 yaitu percakapan saat
kebutuhan perawatan diri dan meningkatkan melatih klien berdandan yang dalam
kemampuan klien dalam memenuhi penelitian ini adalah berpakaian. Dengan
kebutuhan perawatan diri serta menurunkan langkah-langkah yang dimulai dari fase
tanda dan gejala klien (Rochmawati, D. H., orientasi, fase kerja, dan fase
Keliat, B. A., Wardani, I.Y, 2008). terminasi.Terapi ini diberikan pada anak
Terapi generalis defisit perawatan diri retardasi mental kategori sedang di SDLB-
selalu menyertakan pujian di setiap langkah CTPA Kabupaten Jember yang berjumlah
terapi.Melalui pujian anak retardasi mental 22 anak.Anak retardasi mental kategori
distimulasi untuk terus meningkatkan
25
anak retardasi mental di SDLB-C TPA
sedang adalah anak yang tergolong salah Kabupaten Jember.
satutunagrahita yang memiliki tingkat Terjadi peningkatan rata-rata dari 54.40
kecerdasan (IQ) berkisar 30-50. menjadi 56.64. Namun tetap pada kisaran
MenurutAAMD (Mumpuniarti, 2007: 13) dibawah rata-rata 60 dengan standar eror
anak retardasi mental kategori sedang adalah mean sebesar 0.362. Menunjukkan ada
anak yangtingkat kecerdasan (IQ) berkisar pengaruh terapi generalis defisit perawatan
antara 30-50, mampu diri terhadap kemandirian perawatan diri
melakukanketerampilan mengurus diri anak retardasi mental namun masih dalam
sendiri (self-help), mampu mengadakan tahapan rata-rata kurang.Ini disebabkan
adaptasisosial di lingkungan terdekat, dan terapi generalis hanya diberikan sebanyak 8
mampu mengerjakan pekerjaan rutin kali pertemuan dengan durasi waktu 60
yangperlu pengawasan atau bekerja di menit setiap pertemuan disertai kondisi anak
tempat kerja terlindung (sheltered retardasi mental yang kurang kooperatif.
workshop).Mandey dan Wiles (Mohammad
Amin, 1995: 39) menyatakan bahwaanak KETERBATASAN PENELITIAN
retardasi mental kategori sedang dapat 1. Keterbatasan Sampel
mencapai umur kecerdasan yang sama
Peneliti mengalami keterbatasan
dengananak normal usia tujuh tahun.
sampel selama melakukan penelitian di
Berdasarkan uji Paired Sample T-test
SDLB-C TPA Kabupaten Jember
yang telah dilakukan untuk mengukur
disebabkan jumlah responden yang
pengaruh terapi generalis defisit perawatan
terbatas dan kondisi responden yang
diri terhadap kemandirian perawatan diri
tidak kooperatif sehingga berdampak
(berpakaian) retardasi mental di SDLB-C
pada hasil yang kurang maksimal.
TPA Kabupate Jember mempunyai
2. Keterbatasan Alat Ukur
pengaruh yang sangat bermakna karena
Pada penelitian ini menggunakan alat
derajat (p value) sebesar 0,000 dengan
ukur PEDI (The Pediatric Evaluation of
kesalahan (α=0,05) dan p value ≤ 0,05.
Disability Inventory) yang telah
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui
dimodifikasi oleh peneliti. Namun alat
bahwa pengaruh terapi generalis defisit
ukur dalam penelitian ini tidak melalui
perawatan diri memberikan perubahan
proses uji validitas dan reabilitas.
kemandirian perawatan diri (berpakaian)
26
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sebagai alat ukur yang digunakan untuk Kemandirian perawatan diri
mendapatkan data kemandirian (berpakaian) pada anak retardasi mental
perawatan diri anak retardasi mental kategori sedang sebelum dilakukan terapi
seharusnya alat ukur dilakukan uji generalis defisit perawatan diri berada pada
validitas dan reabilitas.Hal ini tidak rata-rata 54.5 dengan rentang nilai minimal
dilakukan karena keterbatasan peneliti yaitu 33 dan maksimal 78.Setelah diberikan
dalam melakukan penelitian yaitu terapi generalis defisit perawatan diri
terkait dengan waktu dan jumlah kemandirian perawatan diri anak retardasi
responden. mental mengalami peningkatan rata-rata
sebesar 56.64 dengan rentang nilai minimal
yaitu 34 dan nilai maksimal 80.
IMPLIKASI KEPERAWATAN
Terdapat pengaruh terapi generalis
Implikasi keperawatan yang dapat
defisit perawatan diri terhadap kemandirian
diambil dari hasil penelitian ini terhadap
perawatan diri (berpakaian) anak dengan
profesi keperawatan diantaranya terapi
retardasi mental kategori sedang di SDLB-C
generalis defisit perawatan diri dapat
TPA Kabupaten Jember yang ditunjukkan
dijadikan rujukan dalam memberikan asuhan
dengan derajat kemaknaan (α = 0,05) dan p
keperawatan anak berkebutuhan khusus
value ≤ 0,05 yaitu sebesar 0,000 dengan
lainnya seperti autis. Pendekatan untuk anak
peningkatan rata-rata dari 54.50 menjadi
retardasi mental yang hiperaktif dengan
56.64.
metode pendekatan orang tua dan anak atau
guru dan anak tetap mendampingi selama
Saran
proses pembelajaran. Cara berkomunikasi
Saran yang dapat diberikan terkait
perawat ke anak menggunakan bahasa yang
dengan hasil dan pembahasan
sangat sederhana, ringkas, dan mudah
penelitiantersebut adalah:
dipahami.Perawat dalam berkomunikasi
1. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
dengan anak retardasi mental selalu
Bagi pengajar perlu mengembangkan
melibatkan verbal dan non-verbal.
program pembelajaran di sekolah
mengenai perawatan diri anak retardasi
27
4. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan
mental yang bekerja sama dengan orang sebagai data untuk melakukan
tua dan tenaga kesehatan sehingga anak penelitian lebih lanjut pada anak dengan
retardasi mental mendapatkan retardasi mental khususnya kategori
bimbingan dan dukungan yang sedang.Disarankanpadapeneliti
28
Kasdu, D. (2004). Anak Cerdas. Jakarta:
Puspa Swara
Kementrian Kesehatan RI, (2010). Pedoman
Pelayanan Kesehatan Anak Di
Sekolah Luar Biasa (SLB). Jakarta:
Tidak Diterbitkan
Mulyani, Dian Febri Adi. (2014).
Perkembangan Kognitif Anak
Retardasi Mental Pada Pemberian
Media Playdough Di SLB C Yakut
Purwokerto.Purwokerto. Universitas
Jenderal Soedirman
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Dengan Klien Gangguan
NANDA. (2013). Nursing Diagnoses: Definitions Dan Clasification 2012-2013.
Notoatmodjo, S. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nurjannah, Siti. (2011). Pengaruh Terapi
Generalis Dan Latihan Keterampilan
Sosial Terhadap Pencapaian Identitas
Diri Remaja Panti Asuhan Di
Kabupaten Banyumas. Jawa Tengah.
FIK UI
Nurmaini, Risa D. (2014). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemampuan Personal
Hygiene Pada Anak Retardasi Mental Di SDLB Kabupaten
Jember. Jember. Universitas
Muhammadiyah Jember.
Nursalam, (2013). Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan: Pendekatan
Praktis: Jakarta. Salemba Medika
Philadelphia. USA: NANDA International
Pieter, Janiwarti, Saragih. (2010). Pengantar
Psikopatologi Untuk Keperawatan.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:
EGC
29
Rahayu, Esthi. (2012). Kemampuan
Merawat Diri Pada Tunagrahita.
Ramawati, Dian. (2011). Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Kemampuan Perawatan Diri Anak
Tunagrahita Di Kabupaten Banyumas
Jawa Tengah. Jawa Tengah: FIK UI
Saptunar.(2012). Meningkatkan
Keterampilan Menyetrika Pakaian
Anak Tunagrahita Sedang. Panti
Pasaman
Schwart, M. William. 2004. Pedoman Klinis
Pediatri. Jakarta: EGC
Smart, Aqila. (2010). Anak Cacat Bukan Kiamat. Jakarta: Katahati
Supartini, Y Ester. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
EGC
Zakarya, Yunus N. (2013). Pengaruh
Pelatihan Cuci Tangan Bersih Dengan
Metode Bermain Puzzle Terhadap
Kemampuan Melakukan Cuci Tangan
Anak Tuna Grahita Di SLB-C TPA
Kabupaten Jember. Jember.
Universitas Jember
Rochmawati, D.H., Keliat, B.A., dan Wardani, I. Y. (2008). Manajemen
Kasus Spesialis Jiwa Defisit
Perawatan Diri Pada Klien Gangguan
Jiwa Di RW 02 Dan RW 12 Kelurahan
Baranangsiang Kecamatan Bogor
Timur.Depok. Universitas Indonesia
Nisa, Choirun. (2010). Gambar Anak
Penderita Retardasi Mental: Studi
Kasus Di SLB-C Yaspenlub Demak.
Semarang. Universitas Negeri
Semarang
30
3. Pengaruh Metode Token Economy Terhadap Aktifitas
Perawatan Diri pada Pasien Defisit Perawatan Diri
Heppi Sasmitaa,Rizka Mahdairtab Asterinac
a
Poltekes Kemenkes Padang
b
Mahasiswa PSIK Keperawatan
c Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
E-mail : [email protected]
Abstract : Self-care deficit is an impaired ability to perform self-care activities. Lack of self- care
the result of changes in thought processes so that the ability to perform self-care activities
declined. Token economy method is a modification of behavior by giving one sign/ gesture as
soon as possible after each target behavior appears. This study used a pre-experimental design
with pretest-posttest one group approach to patient self care deficits in the Prof. HB. Sa’anin
Mental Hospital, Padang, a total of 15 people on 19 November to 9 December 2011, which aimed
to determine the effect of token economy method to self-care activities. Sampling was conducted
with a total sampling technique. Variable research was method token economy and self-care
activities. The data collection is done by measuring the activity of the respondents self-care
before and after treatment by using the observation sheet. The data analysis performed using
SPSS with the Wilcoxon test. Results showed no effect of method of token economy to increase
self-care activities with the results of statistical tests p < 0,05. Prof.HB.Sa’anin Mental Hospital,
Padang is expected to be able to use the method of token conomy as a means used to handling the
problem of self-care deficit.
Abstrak : Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri. Kurangnya perawatan diri terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri menurun. Metode token economy
merupakan modifikasi perilaku dengan pemberian satu tanda/ isyarat sesegera mungkin setiap kali
setelah perilaku sasaran muncul. Tujuan dari metode token economy ini adalah untuk
meningkatkan perilaku individu yang diinginkan. Penelitian ini menggunakan rancangan pre-
eksperimen dengan pendekatan one group pretest-posttest pada pasien defisit perawatan diri di
ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang, sebanyak 15 orang pada 19 November
– 9 Desember 2011 untuk mengetahui pengaruh metode token conomy terhadap aktifitas
perawatan diri. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling. Pengumpulan data
dilakukan dengan mengukur aktifitas perawatan diri responden sebelum dan setelah perlakuan
dengan menggunakan lembar observasi. Analisa data dilakukan dengan uji Wilcoxon. Hasil
penelitian menunjukkan ada pengaruh metode token economy terhadap peningkatan aktifitas
perawatan diri dengan hasil uji statistic p < 0,05. Pihak Rumah Sakit Jiwa Prof.HB.Sa’anin
Padang diharapkan agar dapat menggunakan metode token economy sebagai suatu cara yang
digunakan untuk penanganan masalah defisit perawatan diri.
31
Sasmita Hepp,dkk.,Pengaruh Metode Token economy…
32
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 1, Juni 2012 : 23-30
macam penyakit kepada penghuni lain dan aktifitas perawatan diri pada pasien isolasi
juga tenaga kesehatan. sosial yang mengalami defisit perawatan diri
Ada beberapa terapi untuk merobah di Rumah Sakit Jiwa Mitra Menteng Abadi
gangguan perilaku klien defisit perawatan Jakarta Pusat menyebutkan bahwa
diri diantaranya: terapi kognitif, terapi 40,5 % responden dengan aktifitas
keluarga, terapi lingkungan, terapi perawatan diri kurang baik, 59,5 %
psikoreligius, terapi kelompok, terapi responden dengan aktifitas perawatan diri
individu, dan terapi perilaku. Salah satu baik, seiring dengan hasil penelitian Sarifah
jenis terapi perilaku yang dapat digunakan (2007) tentang pengaruh metode token
disini adalah metode token economy yang economy terhadap aktifitas perawatan diri
merupakan sebuah prosedur modifikasi pada pasien Skizofrenia yang mengalami
perilaku dengan menggunakan defisit perawatan diri di Rumah Sakit Jiwa
reinforcement positif yaitu pemberian satu Dharma Jaya Jakarta, menyebutkan bahwa
kepingan (isyarat / tanda) sesegera mungkin 40,15 % responden dengan aktifitas
setiap kali setelah perilaku sasaran muncul. perawatan diri kurang baik, 60,85 %
Kelebihan dari metode ini adalah dapat responden dengan aktifitas perawatan diri
langsung diberikan sesudah perilaku target baik.
terbentuk, dan dapat ditukarkan dengan Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Sa’anin
benda bila waktu dan tempat Padang merupakan rumah sakit tipe A yang
memungkinkan, cara ini akan efektif bila ada di kota Padang. Rumah Sakit ini
diberlakukan pada sekelompok orang. mempunyai 8 ruangan, 1 ruang IGD / PICU,
Menurut Depkes (2000), pasien gangguan 1 ruangan NAPZA dan 6 ruangan
jiwa yang mengalami masalah defisit diantaranya dengan pengembangan model
perawatan diri sudah dapat menunjukkan praktek keperawatan professional (MPKP)
perubahan perilaku dengan lama hari yaitu : Anggrek, dari 5 orang pasien yang di
perawatan 14 hari. rawat, 1 orang pasien (20 %) mengalami
Berdasarkan hasil penelitian Sugianti masalah defisit perawatan diri, Flamboyan,
(2005) tentang pengaruh metode token dari 22 orang pasien yang dirawat, 6 orang
economy terhadap aktifitas perawatan diri pasien (27,27 %) mengalami masalah defisit
pada pasien defisit perawatan diri di perawatan diri, Cendrawasih, dari 45 orang
Rumah Sakit Jiwa DR.Radjiman pasien yang di rawat, 19 orang pasien (42
Wediodiningrat Lawang, menyebutkan %) mengalami masalah defisit perawatan
bahwa 20,5 % responden dengan aktifitas diri, Melati, dari 25 orang pasien yang di
perawatan diri kurang baik, 79,5 % rawat, 20 orang pasien (55,55 %)
responden dengan aktifitas perawatan diri mengalami masalah defisit perawatan diri,
baik. Seiring dengan hasil penelitian Gelatik, dari 25 orang pasien yang di rawat,
Saryono (2008) tentang pengaruh metode 11 orang pasien (44 %) mengalami masalah
token economy terhadap aktifitas perawatan defisit perawatan diri, Merpati, dari 24
diri pada pasien defisit perawatan diri di orang pasien yang di rawat, 11 orang pasien
Rumah Sakit Jiwa Dharma Sakti Jakarta (45 %) mengalami masalah defisit
Pusat menyebutkan bahwa 35,5 % perawatan diri. Keenam ruangan dengan
responden dengan aktifitas perawatan pengembangan model praktek keperawatan
kurang baik, 64,5 % responden dengan professional (MPKP) tersebut, ruangan
aktifitas perawatan diri baik, juga dengan melati adalah ruangan yang paling banyak
hasil penelitian Fresa (2006) tentang memiliki pasien dengan defisit perawatan
pengaruh metode token economy terhadap diri.
33
Sasmita Hepp,dkk.,Pengaruh Metode Token economy…
34
Sasmita Hepp,dkk.,Pengaruh Metode Token economy…
Tabel 1.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan aktifitas kebersihan diri dan berhias pada
pasien defisit perawatan diri sebelum dan sesudah diberikan intervensi
Pada aktifitas berhias diketahui bahwa berhias, namun setelah diberikan intervensi
responden mengalami peningkatan aktifitas responden mengalami peningkatan nilai
berhias dari sebelum diberikan intervensi menjadi 2 yang berarti responden sudah
sampai setelah diberikan intervensi. melakukan 2 point untuk aktifitas berhias
Responden yang mendapatkan nilai 0 pada meliputi: menyisir rambut, dan mengganti
aktifitas berhias berarti responden yang pakaian.
tidak ada satupun melakukan aktifitas
Tabel 2.
Pengaruh metode token economy terhadap aktifitas kebersihan diri dan berhias pada pasien defisit
perawatan diri di ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Prof.HB.Sa’anin Padang Tahun 2012
Variabel Hasil N Z P
Posttest aktifitas Post < Pre 0 -3,358 0,01
Kebersihan diri- Post > Pre 14
Pretest aktifitas Tetap 1
Kebersihan diri
Total 15
Total 15
35
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 1, Juni 2012 : 23-30
Dari Tabel 2, diketahui bahwa hasil diberikan pada pasien dapat membantu
uji statistik didapatkan nilai p < 0,05 (nilai p meningkatkan aktifitas kebersihan diri.
= 0,01) maka dapat disimpulkan terdapat Demikian juga dengan teori Eugene (2007)
perbedaan bermakna aktifitas kebersihan menyatakan aktifitas kebersihan diri dapat
diri pada pasien defisit perawatan diri dilakukan jika pasien mendapatkan pujian
setelah diberikan metode token economy dan dari perawat ataupun lingkungan sekitarnya.
diketahui bahwa hasil uji statistik Penelitian yang dilakukan oleh
didapatkan nilai p < 0,05 (nilai p = 0,01) Septiabudi (2006) menyatakan bahwa
maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan pasien mengalami peningkatan aktifitas
bermakna aktifitas berhias pada pasien kebersihan diri setelah diberikan reward
defisit perawatan diri setelah diberikan yang disertai dengan pujian untuk
metode token economy. melakukan aktifitas kebersihan diri.
Hasil penelitian yang dilakukan pada Meningkatnya kebersihan diri pada
klien yang mengalami defisit perawatan diri pasien bisa disebabkan oleh pujian berupa
di ruang Melati RSJ.Prof.HB.Sa’anin reinforcement positif yang diberikan oleh
Padang tahun 2012, didapatkan hasil bahwa perawat maupun keluarga. Pujian yang
pada tabel 1 responden mendapatkan nilai 5 diberikan pada pasien dapat memotivasi
pada aktifitas kebersihan diri. Hal ini klien dari dalam dirinya untuk melakukan
disebabkan karena telah terjadi peningkatan kebersihan diri. Selain itu pemberian reward
jumlah nilai aktifitas kebersihan diri dari pada pasien dapat meningkatkan kebersihan
sebelum diberikan intervensi sampai setelah diri pasien, dimana pasien merasakan
diberikan intervensi. Apabila dikaitkan perasaan senang setelah diberikan reward.
dengan karakteristik responden, pada Reward yang diberikan pada pasien dapat
umumnya responden berkerja. Orang yang mendorong klien untuk melakukan
bekerja lebih memperhatikan perawatan kebersihan diri.
dirinya dibandingkan dengan orang yang Hasil uji statistik dengan
tidak bekerja karena pada orang yang menggunakan uji wilcoxon didapatkan
bekerja lebih memperhatikan penampilan. aktifitas kebersihan diri sebelum dan
Peningkatan aktifitas kebersihan diri sesudah diberikan intervensi adalah nilai p
pada pasien disebabkan karena klien = 0,00 (p<0,05), maka dapat disimpulkan
diberikan pujian saat pasien melakukan terdapat pengaruh yang bermakna pada
aktifitas kebersihan diri. Pujian yang pemberian metode token economy terhadap
diberikan disertai pemberian reward pada aktifitas kebersihan diri pada pasien defisit
pasien. Adanya reward yang diberikan pada perawatan diri. Dengan demikian Ho
pasien dapat memotivasi pasien untuk ditolak.
melakukan kebersihan diri. Reward yang Metode token economy merupakan
diberikan berupa perlengkapan mandi suatu cara yang diberikan guna untuk
seperti sabun, sampo, pasta gigi, sikat gigi meningkatkan aktifitas kebersihan diri
sehingga membuat pasien termotivasi dari pasien. Metode ini diberikan segera setelah
dalam dirinya untuk melakukan aktifitas perilaku sasaran muncul. Token yang
kebersihan diri dan dapat meningkatkan diberikan di dalam penelitian ini berupa
aktifitas kebersihan diri pada pasien setelah tanda bintang (*). Dengan pemberian tanda
diberikan pujian disertai dengan reward. bintang (*), pasien merasakan senang
Naning (2009) menyatakan karena diberikan suatu penghargaan.
pemberian pujian dan reward yang Semakin banyak tanda bintang (*) yang
36
Sasmita Hepp,dkk.,Pengaruh Metode Token economy…
37
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 1, Juni 2012 : 23-30
DAFTAR PUSTAKA
Sulizah, (2001). Pendekatan holistik pada
gangguan jiwa. Jakarta: FKUI.
Eugene & Klamen, D. (2007). Psyhiartry
therapeutics. New York: Raven Press.
Sadock & Kaplan. (2007). Synopsis psikiatri
jilid 2. Jakarta: EGC.
Sugianti. (2008). Kesehatan jiwa kurang
diperhatikan. Diakses pada tanggal 1
Agustus 2011 dari
http://syehaceh.wordpress.com
Yani. (2010). Synopsis of psychiatry.
Jakarta: EGC. Diakses padatanggal 1 Ag
ustus 2011dari
http://id.wikipedia.org/wiki
Iyus, Y. (2009). Keperawatan jiwa.
Bandung: RefikaAditama.
38
3.2 Analisa Jurnal
Dari hasil analisa dari tiga jurnal yang kami dapatkan mengenai penanganan Defisit
Perawatan Diri yang berjudul : Pengaruh Terapi Generalis Defisit Perawatan Diri
Terhadap Kemandirian Perawatan Diri Anak Retardasi Mental Di Sdlb-C Tpa Kabupaten
Jember, Pengaruh Metode Token Economy Terhadap Aktifitas Perawatan Diri Pada
Pasien Defisit Perawatan Diri, Dan Pengaruh Aktivitas Mandiri: Personal Hygiene
Terhadap Kemandirian Pasien Defisit Perawatan Diri Pada Pasien Gangguan Jiwa.
39
Tabel 2.
Pengaruh metode token economy terhadap aktifitas kebersihan diri dan berhias pada pasien
defisit perawatan diri di ruang Melati Rumah Sakit Jiwa Prof.HB.Sa’anin Padang Tahun
2012
Variabel Hasil N Z P
Posttest aktifitas Post < Pre 0 -3,358 0,01
Kebersihan diri- Post > Pre 14
Pretest aktifitas Tetap 1
Kebersihan diri
Total 15
Total 15
Dari Tabel 2, diketahui bahwa hasil uji statistik didapatkan nilai p < 0,05 (nilai p
0,01) maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna aktifitas kebersihan diri pada
pasien defisit perawatan diri setelah diberikan metode token economy dan diketahui
bahwa hasil uji statistik didapatkan nilai p < 0,05 (nilai p = 0,01) maka dapat disimpulkan
terdapat perbedaan bermakna aktifitas berhias pada pasien defisit perawatan diri.
Tabel 3.Kemandirian Perawatan Diri Anak dengan Retardasi Mental Kategori Sedang
Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Generalis Defisit Perawatan Diri Bulan April-
Mei 2015 (n=22)
40
Pretest Posttest
Jumlah 22 22
Mean 54.40 56.64
Median 54.40 56.00
Mode 43 37
Std. Deviasi 14.744 15.026
Minimum 33 34
Maximum 78 80
Hasil analisis dengan uji Paired Sample T-test didapatkan p value sebesar 0,000.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat derajat kemaknaan (α = 0,05) dan p
value ≤ 0,05 berarti H1 diterima yang artinya terdapat pengaruh terapi generalis defisit
perawatan diri terhadap kemandirian perawatan diri (berpakaian) anak retardasi mental
kategori sedang di SDLB-C TPA Kabupaten Jember.
41
No Kate Pre Post
gori
F (%) F (%)
1 Bai 12 42.9 22 78.6
k
2 Bur 16 57.1 6 21.4
uk
Total 28 100.0 28 100.0
Berdasarkan Tabel 5.6, didapatkan bahwa responden dalam kemandirian (mandi dan
berpakaian) sebelum (pre) kategori buruk lebih banyak 16 (57.1%) dibandingkan
sesudah (post) 6 (21.4%), sedangkan kategori baik sesudah (post) lebih banyak yaitu 22
(78.6%) dibandingkan sebelum (pre) 12 (42.9%).
Dari tiga jurnal diatas dapat disimpulkan bahwa yang lebih efektif dari jurnal yang berjudul
Pengaruh Terapi Generalis Defisit Perawatan Diri Terhadap Kemandirian Perawatan Diri
Anak Retardasi Mental Di Sdlb-C Tpa Kabupaten Jember. Dikarenakan dari hasil responden
mendapatkan nilai yang sangat tinggi pada penanganan tersebut, yaitu mendapatkan nilai (α =
0,05) dan p value ≤ 0,05, sedangkan pada jurnal lain yaitu didapatkan nilai p < 0,05 (nilai p =
0,01).
42
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit perawatan diri hendaknya di berikan
perhatian yang lebih dalam perawatan diri sehinngga peningkatan kebersihan klien dapat
lebih meningkat lebih baik. Klien yang sering menyendiri merupakan resiko menjadi isolasi
sosial maka komunikasi terapeutik yang di gunakan sebagai landasan untuk membina saling
percaya sehingga dapat mengggali semua permasalahan. Klien dengan gangguan jiwa yaitu
defisit perawatan diri harus selalu di libatkan dalam kegiatan dan di temani setiap tindakan
yang lebih. Identifikasi diri mengenai penyebab awal terjadinya gangguan tersebut menjadi
fokus perhatian pemberian pelayanan kesehatan. Klien dengan gangguan jiwa yaitu defisit
perawatan diri membutuhkan dukungan dari keluarganya sehingga dapat mempercepat
proses penyembuhan klien.
Dan dari beberapa jurnal didapatkan hasil untuk tindakan penangan pada klien defisit
perawatan diri, sehingga bisa coba kita lakukan beberapa metode tersebut.
4.2 Saran
Demikian makalah ini, saya sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun materi yang saya uraikan.
Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangu dari para
pembaca makalh selanjutnya.
43