Baja Batang Tarik, Batang Tekan
Baja Batang Tarik, Batang Tekan
Baja Batang Tarik, Batang Tekan
PENDAHULUAN
1
elemen dari baja lebih mudah digunakan untuk membentuk struktur tersebut
dibandingkan dengan menggunakan material beton misalnya.
d. Mudah dilakukan perubahan
Pada struktur baja lebih mudah dilakukan perubahan bentuk struktur, seperti
memperluas bangunan, memperbesar atau memperkuat penampang dan
lainnya. Ini disebabkan karena elemen yang baru mudah disatukan atau
digabungkan dengan elemen yang lama dengan menggunakan sambungan las
atau baut.
e. Rasio kekuatan terhadap berat yang besar
Dibandingkan dengan beton, baja memiliki rasio kekuatan terhadap berat yang
lebih tinggi, khususnya pada kekuatan tarik dan gesernya. Material baja
memiliki tegangan tarik dan tekan yang sama. Oleh sebab itu, elemen dari baja
lebih banyak digunakan untuk struktur dengan bentang-bentang yang panjang
karena berat sendirinya tidak memberikan sumbangan yang besar pada
pembebanan struktur.
f. Ductile
Sifat ductile adalah kemampuan struktur untuk menerima perubahan bentuk
yang cukup besar sebelum terjadinya keruntuhan. Material baja memiliki
perilaku seperti itu, sehingga struktur baja bersifat ductile. Pada kasus beban
gempa, struktur ductile lebih bertahan karena akan mendisipasi energy gempa.
2
baja lebih murah dibandingkan dengan struktur beton. Itulah juga kenapa di
Indonesia sekarang untuk struktur rangka atap, pemakaian baja ringan sudah
semakin banyak karena harga sudah tidak berbeda jauh lagi dari harga struktur
kayu. Menurut hasil penelitian Galvalum Technology Malang, perbandingan
harga antara struktur baja ringan dan kayu untuk rumah type 50 di kota di Jawa
berkisar di angka 1,1. Angka itu dengan asumsi harga kayu 3 juta rupiah per
m3, akan tetapi jika menggunakan asumsi harga kayu type sedang 6 juta rupiah
per m3, maka perbandingannya akan menjadi 0,64. Yang berarti harga struktur
baja ringan lebih murah sekitar 1/3 dari harga struktur kayu.
b. Material korosif
Material baja mudah mengalami korosi, yaitu berkurangnya kualitas baja
karena bereaksi dengan sat lain seperti asam atau garam. Akibat korosi ini luas
penampang baja akan berkurang. Pada lingkungan yang korosif kecepatan
berkurangnya ketebalan penampang untuk baja dengan bisa mencapai 0,1
sampai 0,5 mm per tahun. Sehingga untuk mencegah terjadinya korosi pada
baja maka permukaan baja perlu dilapisi dengan zat anti korosi seperti di-
galvanized, di cat atau dirawat secara berkala.
3
Pada SNI, metoda ultimit ini dibagi menjadi dua yaitu metoda DFBK/Disain Faktor
Beban dan Ketahanan (LRFD, Load Resistance Faktor Design, pada AISC) dan
metoda DKI/Disain Kekuatan Izin (ASD, Allowable Stress Design, pada AISC).
Metoda DFBK yaitu disain dengan menggunakan faktor beban untuk meningkatkan
beban kerja dan faktor ketahanan untuk mereduksi kekuatan nominal penampang.
4
Tabel 1.1 Faktor reduksi kekuatan Ф dan Ω
Pada kedua metoda ini, DFBK dan DKI, kekuatan nominal penampang (Rn) dihitung
berdasarkan kekuatan maksimal dari penampang dimana tegangan telah mencapai
tegangan leleh atau tegangan ultimit. Selanjutnya kriteria disain pada masing-masing
metoda harus memenuhi ketentuan berikut;
Metoda DFBK, Ru ≤ Ф * Rn
Metoda DKI, Rs ≤ Rn / Ω
Dimana;
Ru adalah kuat perlu ultimit, yang sama dengan gaya dalam pada penampang, hasil
dari analisa struktur akibat beban terfaktor
Rs adalah kuat perlu layan, yang sama dengan gaya dalam pada penampang, hasil dari
analisa struktur akibat beban layan.
Kekuatan suatu bahan diukur dari besarnya tegangan leleh dan tegangan
runtuhnya, sedangkan daktilitasnya diukur dari besarnya kemampuan bahan itu
berdeformasi plastis sebelum terjadi keruntuhan. Baja diketahui mempunyai kekuatan
dan daktilitas yang sangat tinggi. Karena kekuatannya yang tinggi baja dapat
digunakan untuk struktur-struktur bentang panjang, jumlah kolom yang sedikit serta
dimensi yang kecil. Selain itu karena daktilitasnya yang besar bahan ini mampu
menyebarkan tegangan yang terpusat (stress concentrasion) pada suatu lokasi
kebagian lainnya sehingga struktur dapat menerima beban tambahan lagi sampai
sebagian besar penampang mengalami leleh. Lawan dari daktilitas yang adalah
getas/brittle. Material brittle tidak mampu menyebarkan tegangan kesekitarnya
5
sehingga jika terjadi retak pada permukaannya, maka elemen dari material tersebut
tidak akan dapat menerima beban lagi dan akan langsung runtuh. Contoh dari material
ini adalah kaca.
Kekuatan dan daktilitas baja biasanya didapat melalui test tarik suatu sampel yang
berbentuk batang bulat atau pelat yang dinamakan coupon. Coupon ini diambil dari
penampang yang akan di-test. Dari data beban dan pertambahan panjang dapat
ditentukan tegangan leleh, tegangan ultimate serta kurva tegangan-regangan dari
sampel tersebut. Gambar 1.1 (a) menunjukan kurva tipikal tegangan-regangan baja.
σ σ
fy
a b c d ε ε
0,2% 20%
Gambar 1.1(a) Gambar 1.1(b)
6
1.3.2 Kekerasan (Toughness)
Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan bahan tersebut menyerap energi
sebelum bahan tersebut hancur. Makin besar bilangan kekerasan bahan tersebut makin
duktile bahan tersebut. Pada temperatur biasa, baja mempunyai kekerasan yang besar
sehingga berprilaku daktail. Namun pada temperatur dibawah 0O C kekerasannya
menurun sehingga berprilaku sangat getas. Sebagai contoh, diperkirakan keruntuhan
badan kapal Tictanic karena faktor menurunnya kekerasan dari baja akibat suhu jauh
dibawah 0O C sehingga kapal tidak kuat menahan benturan. Sifat kekerasan ini sangat
penting dalam perencanaan yang berhubungan dengan fracture mechanic.
7
oleh bagian luar yang sudah mendingin terlebih dulu. Akibatnya bagian luar akan
tertekan dan bagian dalam akan tertarik. Besarnya tegangan sisa fr yang terjadi dapat
mencapai 1/3 tegangan leleh-nya yaitu antara 70 s/d 100 MPa. Oleh karena itu pada
perencanaan baja dengan menggunakan propil yang memiliki dimensi yang besar,
tegangan sisa ini diperhitungkan. Ilustrasi tegangan sisa pada penampang berbentuk H
dapat dilihat pada Gambar 1.2.
frt
+ frt frc = tegangan sisa tekan
_ +
frc frc _ frt = tegangan sisa tarik
+
Gambar 1.2
8
BAB II
BATANG TARIK
Penggunaan propil baja struktur yang paling efisien adalah sebagai elemen tarik, yaitu
elemen yang memikul gaya tarik. Pada kondisi ini seluruh penampang dan sepanjang
batang dapat dimanfaatkan kekuatannya secara maksimal sampai mencapai
keruntuhan. Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya
tarik aksial murni. Gaya tarik tersebut dikatakan sentris jika garis gaya berimpit
dengan garis berat penampang. Batang tarik murni umumnya terdapat pada struktur
rangka batang.
L dan r adalah panjang bentang dan jari-jari inertia terhadap sumbu yang ditinjau.
Guna memberikan kekakuan terhadap deformasi lateral akibat beban lateral tak
terduga pada batang seperti; angin, benturan, dll. maka kelangsingan batang tarik
dibatasi yaitu:
- Untuk struktur utama λ ≤ 240
- Untuk struktur sekunder λ ≤ 300
9
Dimana besar Nn dan Ø bergantung dari jenis keruntuhannya yaitu;
A. Keruntuhan leleh;
Ø = 0,9 Nn = (Ag fy)
Nr = Ø Nn = 0,9 *(Ag fy ) …………… (2.3)
Keruntuhan leleh diasumsikan terjadi pada bagian penampang yang utuh yaitu
yang tidak mengalami reduksi akibat lubang.
B. Keruntuhan fracture/ patah
Ø = 0,75 Nn = (Ae fu)
Nr = Ø Nn = 0,75 *(Ae fu) …………… (2.4)
Keruntuhan fracture diasumsikan terjadi pada bagian penampang yang
mengalami reduksi akibat lubang, dimana pada bagian ini tegangan dapat
bertambah terus sampai mencapai tegangan putus.
runtuh pada bagian utuh tegangan = fy runtuh pada bagian lubang tegangan = fu
Nr Nr
Dengan;
fy = tegangan leleh dari baja
fu = tegangan ultimit / putus dari baja
Ag = luas kotor atau luas bruto dari penampang
Ae = luas penampang efektif yang dihitung seperti pada sub bab 2.4
Selanjutnya kuat tarik rencana ultimit yang dipakai adalah yang terkecil dari
Persamaan (2.3) dan (2.4). Agar penampang kuat atau dapat dipakai maka gaya tarik
ultimit (Nu) yang terjadi pada batang akibat beban terfaktor harus lebih kecil atau
sama dengan ketahanan tarik ultimit (Nr) dari batang tersebut atau;
Nu ≤ Nr = Ø Nn …………… (2.5)
10
Jadi;
Nr’ = Nn / Ω …………… (2.6)
Dimana besar Nn dan Ω bergantung dari jenis keruntuhannya yaitu;
A. Keruntuhan leleh;
Ω = 1,67 Nn = (Ag fy)
Nr’ = Nn / Ω = (Ag fy ) /1,67 …………… (2.7)
B. Keruntuhan fracture/ patah
Ω=2 Nn = (Ae fu)
Nr’ = Nn / Ω = (Ae fu ) / 2 …………… (2.8)
Agar penampang kuat atau dapat dipakai maka gaya tarik ijin (Ns) yang terjadi pada
batang akibat beban layan (serviceability load) harus lebih kecil atau sama dengan
ketahanan tarik ijin (Nr’) dari batang tersebut atau;
Ns ≤ Nr’ = Nn / Ω …………… (2.9)
Dengan nilai Nr’ adalah yang terkecil dari Persamaan (2.7) dan (2.8).
12
Contoh 2.1 (Penampang menerima gaya sentris)
Sebuah batang berupa plat ( 2 x 15 ) cm disambungkan ke plat buhul ukuran ( 2 x 30 )
cm dengan las sepanjang 20 cm pada kedua sisi saja seperti Gambar. Jika kekuatan las
tidak ditinjau, berapa gaya tarik ultimit (DFBK) dan gaya tarik ijin (DKI) yang dapat
diterima oleh batang tersebut. Fy = 240 Mpa, Fu = 400 Mpa.
2 x 30 2 x 15
20
Jawab:
Karena kedua plat memakai bahan yang sama, maka beban terkecil akan diberikan
oleh penampang yang lebih kecil yaitu plat 2 x 15 cm.
Menghitung Nn
Keruntuhan leleh
Nny = Fy Ag = 240*(20*150) = 720.000 N = 720 kN
Keruntuhan fracture Nnf = Fu Ae
Ae = U Ag
L / w = 20 / 15 = 1.33 maka U = 0.75
Ae = 0.75 x 20 x 150 = 2250 mm2
Nnf = Fu Ae = 400*(2250) = 900.000 N = 900 kN
A. Metoda DFBK
Kriteria disain: Nu ≤ Ø Nn
a. Plat leleh :
Nu ≤ Ø Nny = 0.9 Nny = 0,9* 720 = 648 kN
b. Plat fraktur :
Nu ≤ Ø Nnf = 0.75 *900 = 675 kN
Jadi gaya tarik ultimit (Nu) yang dapat diterima adalah ≤ 648 kN
B. Metoda DKI
Kriteria disain: Ns ≤ Nn / Ω
a. Plat leleh :
Ns ≤ Nny / Ω = 720 / 1,67 = 431 kN
13
b. Plat fracture :
Nu ≤ Nnf / Ω = 900 / 2 = 450 kN
Jadi gaya tarik ijin (Ns) yang dapat diterima adalah ≤ 431 kN
CG
e = 11.2 °
24
50 13 13 e
A B
Keterangan: baut dipasang pada sumbu titik berat (CG) dari penampang. Bidang A
adalah tempat garis gaya sambungan dan bidang B adalah tempat garis gaya
penampang, yang berjarak e.
Jawab:
Tebal plat siku = 4mm < t buhul = 8 mm, jadi tebal plat 4 mm yang menentukan.
Ag = 308 mm2 An = 308 – 6 x 4 = 284 mm2
1. Sambungan las:
Pada kasus ini terdapat dua faktor reduksi U yaitu akibat posisi las (U1) dan akibat
eksentrisitas gaya (U2). Sehingga faktor reduksinya adalah U = U1*U2
Akibat posisi las, L= 50 ; w = 40 ; L/w = 50/40 = 1,25 < 1,5
Maka U1 = 0,75
Akibat eksentrisitas gaya, U2 = 1- x/L = 1 – 11,2/50 = 0,776
Sehingga U = 0,75*0,776 = 0,582
14
Jadi Ae = U Ag = 0.582 x 308 = 179
Kuat tarik nominal;
Kondisi leleh Nny = Fy Ag = 240 x 308 = 73920 N
Kondisi fratur Nnf = Fu Ae = 370 x 179 = 66230 N
A. Metoda DFBK
Kondisi leleh Nu ≤ Ø Nny = 0.9 Nny = 0,9*73920 = 66528
Kondisi fratur Nu ≤ Ø Nnf = 0.75 Nnf = 0,75*66230 = 49673
Jadi gaya tarik ultimit yang dapat dipikul sambungan las Nu ≤ 49673 N
B. Metoda DKI
Kondisi leleh Ns ≤ Nny /Ω = Nny /1,67 = 73920/1,67 = 44263
Kondisi fratur Ns ≤ Nnf / Ω = Nnf /2 = 66230/2 = 33115
Jadi gaya tarik ijin yang dapat dipikul sambungan las Ns ≤ 33115 N
2. Sambungan Baut :
Panjang sambungan adalah jarak antara baut paling ujung L = 24
U = 1 – x / L = 1 – 11.2 / 24 = 0.53
Ae = U An = 0.53 x 284 = 150
Kuat tarik nominal Nn
Kondisi leleh Nny = Fy Ag = 240 x 308 = 73920 N
Kondisi fratur Nnf = Fu Ae = 370 x 150 = 55500 N
A. Metoda DFBK
Kondisi leleh Nu ≤ Ø Nny = 0.9 Nny = 0,9*73920 = 66528
Kondisi fratur Nu ≤ Ø Nnf = 0.75 Nnf = 0,75*55500 = 41625
Jadi gaya tarik ultimit yang dapat dipikul sambungan baut Nu ≤ 41625 N
B. Metoda DKI
Kondisi leleh Ns ≤ Nny /Ω = Nny /1,67 = 73920/1,67 = 44263
Kondisi fratur Ns ≤ Nnf / Ω = Nnf /2 = 55500/2 = 27750
Jadi gaya tarik ijin yang dapat dipikul sambungan baut Ns ≤ 27750 N
15
BAB III
BATANG TEKAN
Batang tekan adalah batang yang mengalami gaya tekan. Dalam struktur, batang ini
biasanya dapat berupa kolom, pier jembatan atau batang-batang diagonal pada rangka
batang. Perhitungan kuat tekan nominal batang tekan didasarkan pada asumsi batang
tekan murni yaitu batang yang tidak mengalami momen dan gaya lintang, hanya ada
gaya normal tekan yang bekerja sentris, tepat pada garis berat penampang. Berbeda
dengan batang tarik, dimana kuat tarik nominalnya tidak bergantung dari bentuk dan
ketebalan penampang, pada batang tekan bentuk dan ketebalan penampang sangat
mempengaruhi kuat nominalnya. Rumus-rumus yang dipakai untuk menghitung kuat
tekan nominal batang berbeda-beda tergantung dari bentuk penampangnya. Pada buku
ini tidak semua rumus kuat tekan nominal yang berhubungan dengan bentuk
penampang ditampilkan, namun hanya rumus untuk bentuk penampang yang umum
dipakai saja yang dibahas.
Gambar 3.1a mengilustrasikan sebuah batang dengan tumpuan sendi pada kedua
ujungnya, dan terdapat pengaku pada lentur arah sumbu lemahnya. Ketika batang
diberi gaya tekan, batang menekuk pada arah sumbu x, yang diilustrasikan pada
Gambar 3.1b. Panjang tekuk batang pada kasus ini adalah sebesar L. Sedangkan jika
tekuk terjadi pada sumbu y seperti pada Gambar 3.1c, maka panjang tekuk pada kasus
ini adalah sebesar L/2.
Keruntuhan sebuah batang tekan terjadi ketika batang tersebut menekuk. Tekuk yang
terjadi dapat berupa tekuk lentur murni atau tekuk torsi lateral. Pada batang yang
ketebalan elemen penampangnya terlalu kecil atau penampang yang tipis, keruntuhan
batang akan disebabkan oleh terjadinya tekuk lokal pada elemen penampang tersebut
yang kemudian diikuti oleh menekuknya batang. Kuat tekan tekuk lentur batang dapat
ditinjau ke berbagai arah sumbu batang namun yang menentukan adalah sumbu yang
memberikan nilai kuat tekan yang terkecil, karena dengan beban sebesar nilai tersebut
batang telah menekuk.
16
y y y
x x x
(b) (c)
(a)
Gambar 3.1
Ketika sebuah batang baja menerima beban normal secara bertahap, kekakuannya
akan berkurang secara perlahan-lahan sampai kapasitas menerima beban
maximumnya terlampaui dan batang mulai menekuk. Selanjutnya batang tersebut
tidak dapat menerima penambahan beban lagi. Pada keadaan ini batang tersebut
dikatakan mengalami keruntuhan. Tercapainya kapasitas menerima beban maksimum
dapat diakibatkan oleh terjadinya tekuk lokal terlebih dahulu pada komponen pelat
17
yang membentuk penampang (seperti sayap atau badan propil WF) atau keruntuhan
elemen batang secara keseluruhan berupa tekuk lentur atau tekuk puntir tanpa
didahului oleh tekuk lokal. Batang yang elemen penampangnya dapat mengalami
tekuk lokal dinamakan batang dengan elemen penampang yang tidak kompak.
Dimana;
(kx Lx) , (ky Ly) adalah panjang tekuk arah sumbu x dan sumbu y
kx , ky adalah koefisin panjang tekuk arah sumbu x dan sumbu y
Lx , Ly adalah panjang batang, yaitu jarak antara dua pengaku lateral,
arah sumbu x dan sumbu y
rx , ry adalah jari-jari inertia arah sumbu x dan sumbu y
Yang dinamakan panjang tekuk adalah jarak antara dua titik yang membentuk satu
kelengkungan tunggal seperti yang dibentuk oleh batang dengan kedua ujungnya
sendi seperti terlihat pada Gambar 3.2a. Sehingga untuk kasus ini panjang tekuknya
sama dengan panjang batang. Sedangkan untuk batang dengan kedua ujungnya tidak
sendi maka panjang tekuk batang adalah suatu koefisien, yang dinamakan koefisien
tekuk (k), dikali panjang batang (L). Sehingga panjang tekuk batang tersebut adalah
kL. Pada batang dengan kedua ujungnya jepit seperti Gambar 3.2b, panjang tekuknya
adalah jarak antara kedua titik balik lengkungan batang yang besarnya = ½ L.
Sedangkan pada batang dengan satu ujung jepit dan satunya lagi bebas seperti
18
Gambar 3.2c, perlu ditarik garis imaginer untuk membuat lengkung utuh, sehingga
panjang tekuk batang menjadi 2L. Pada kasus dimana salah satu ujung batang dapat
berpindah transfersal, maka batang tersebut dinamakan batang bergoyang. Dari
Gambar 3.2a, b dan c dapat ditarik kesimpulan bahwa koefisien panjang tekuk batang
(k) secara teoritis adalah k=1 untuk tumpuan sendi-sendi, k=0,5 untuk tumpuan jepit-
jepit dan k=2 untuk tumpuan jepit-bebas. Namun perilaku jepit murni dan sendi murni
tidak mungkin didapat pada batang dalam kondisi riil, sehingga dipakai nilai k yang
lebih besar nilai k teoritis. Secara lengkapnya nilai k teoritis dan k yang dipakai dapat
dilihat pada Gambar 3.3. Pada kenyataanya kedua ujung batang dihubungkan dengan
balok atau pondasi yang tidak memberikan perilaku sendi atau jepit murni. Untuk
batang seperti ini dalam menentuka koefisien panjang tekuk dapat menggunakan
nomogram Gambar 3.4 atau persamaan (3.1) sampai (3.6).
2L
L 0,5L
L
L
19
Bentuk
tekuk
Teoritis
Dipakai
20
Untuk kolom pada struktur portal, faktor panjang tekuknya (k) dipengaruhi
oleh nilai G pada ujung-ujung kolom. Nilai G pada salah ujung adalah rasio jumlah
kekakuan semua kolom terhadap jumlah kekakuan semua balok yang bertemu di
ujung tersebut yang ditulis dengan rumus;
G
I / L c
………………….. (3.1)
I / L ) b
Catatan: - untuk tumpuan jepit nilai G=1
- untuk tumpuan sendi nilai G = 10
Faktor panjang tekuk (k) dihitung dengan memasukan nilai G kedua ujung-
ujungnya pada nomogram 3.4. Dari kedua titik nilai G tersebut ditarik garis yang
memotong garis skala k. Titik potong ini menunjukan nilai k dari kolom tersebut.
Perlu diperhatikan bahwa ada dua nomogram, yaitu untuk struktur tak bergoyang dan
untuk struktur bergoyang. Struktur tak bergoyang artinya jika ujung-ujung dari kolom
yang ditinjau tidak dapat berpindah kearah lateral.
Selain memakai nomogram nilai k dapat ditentukan dengan memakai rumus berikut:
Untuk portal tidak bergoyang atau struktur dengan pengaku (braced frames)
3Gi G j 1.4(Gi G j ) 0.64
k ……………………… (3.2)
3Gi G j 2.0(Gi G j ) 1.28
21
penampang karena ini akan menentukan bentuk keruntuhan yang akan terjadi atau
rumus yang akan dipakai. Tabel 3.1 menampilkan batasan kelangsingan untuk
beberapa penampang baja canai panas seperti propil I, Chanal, T dan yang L diambil
dari SNI 1729-2015 tabel B4-1a dan B4-1b, yang bentuk dan ukurannya seperti pada
Gambar 3.2. Secara lengkapnya, untuk jenis penampang yang lainnya dapat dilihat
pada table SNI tersebut.
Gambar 3.5
22
Tiga bentuk keruntuhan yang dapat terjadi pada kolom yang menerima beban tekan:
1. Keruntuhan tekuk lentur atau Flexural Buckling (FB), yaitu keseluruhan batang
menekuk sebagai satu kesatuan. Ini terjadi pada penampang kompak dimana
kelangsingan elemen sayap (b/t) dan kelangsingan elemnen (h/t) lebih kecil dari
batas klangsingan (λr).
2. Keruntuhan tekuk torsi atau tekuk torsi lentur, yaitu tekuk yang diakibatkan oleh
memuntirnya penampang yang diikuti dengan menekuknya batang. Tekuk ini
khususnya terjadi pada penampang yang tidak simetri seperti propil siku, canal
atau penampang T
3. Keruntuhan tekuk lokal, yaitu keruntuhan yang diawali oleh terjadinya tekuk lokal
pada elemen sayap atau badan dari penampang sebagai akibat kelangsingan
elemen tersebut (sayap atau badan) lebih besar dari batas kelangsingan λr.
Keruntuhannya dinamakan keruntuhan tekuk elasto-plastis dan penampang nya
dinamakan penampang tidak kompak.
Kuat tekan nominal adalah kemampuan suatu batang menerima gaya tekan murni.
Kuat tekan nominal ini berhubungan dengan bentuk keruntuhan yang terjadi pada
batang tersebut. Nilai kuat tekan yang yang paling besar dapat dicapai jika
keseluruhan penampang mampu mencapai leleh. Ini terjadi pada angka kelangsingan
batang yang kecil. Kekuatan ini akan berkurang jika kelangsingan batang bertambah
besar. Sehubungan dengan kelangsingannya itu, kolom dapat dikelompokkan dalam
kolom pendek, menengah atau panjang. Setiap kelompok tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda sehingga rumus yang dipakai untuk menghitung kekuatan
kolom tersebut berbeda-beda pula. Gambar 3.3 memberikan ilustrasi secara skematik
hubungan antara kekuatan maksimum kolom terhadap kelangsingan batangnya. Ada
tiga range prilaku kolom dimana setiap range tersebut ditentukan oleh kelangsingan
kolomnya.
23
Keseluruhan penampang leleh, (keruntuhan plastis)
Kurva Pn = P euler
(Pn)
penamp penampa
Kelangsingan kolom (kL/r) penamp
ang ng ang
belumGambarbelum
3.3 belum
leleh, leleh, leleh,
keruntu keruntuh keruntu
han an
Kolom pendek adalah kolom yang dapat han menerima beban sampai setara dengan kuat
akibatte akibattek akibatte
lelehnya Py (keseluruhan
kuk ukpenampang mengalami
kuk leleh). Kuat leleh didefinisikan
sebagai hasil perkalian luas penampang bruto Ag dengan tegangan leleh baja fy .
Dengan demikian kuat nominal kolom pendek Pn adalah sama dengan kuat lelehnya
atau: Pn = Py = Ab fy …………… (3.4)
dimana; kc adalah faktor panjang tekuk yang dapat dilihat pada sub bab 3.3
24
Kolom menengah walaupun keruntuhannya lebih kompleks adalah merupakan
kategori kolom yang paling banyak dijumpai pada struktur baja. Keruntuhan kolom
menengah juga ditandai oleh pertambahan deformasi yang cukup besar akibat
tertekuknya kolom namun itu terjadi hanya setelah ada bagian dari penampang
mengalami leleh. Leleh dimulai pada bagian penampang yang mempunyai residual
stress tekan (tegangan sisa akibat fabrikasi) yang paling besar. Keruntuhan pada kasus
ini adalah suatu bentuk inelastic instability (ketidak-stabilan tak-elastis), dan
dinamakan keruntuhan elasto-plastic. Kekuatan maksimum dari kolom ini bergantung
pada beberapa hal yaitu; kekakuan lentur penampang, tegangan leleh dari bahan,
distribusi residual stress pada penampang dan kondisi cacat awal pada batang. Kuat
tekan nominal kolom ini berada diantara Py dan P-euler.
Pada Gambar 3.3 terdapat dua kurva yaitu dengan garis solid dan garis putus. Kurva
garis putus untuk kondisi penampang ideal yaitu yang tidak ada residual stress, dan
kurva garis solid untuk penampang yang memiliki residual stress. Pada kenyataannya
penampang baja karena proses produksinya selalu memiliki residual stress yang
menyebabkan kuat tekannya berkurang sehingga kurva kuat tekan terhadap
kelangsingannya berubah dari posisi garis putus menjadi garis solid.
Keruntuhan tekuk lentur atau Flexural Buckling (FB) adalah keruntuhan yang
disebabkan oleh melenturnya batang kearah lateral secara kesatuan akibat gaya
normal tekan yang diterima. Kondisi ini terjadi jika elemen-elemen penampangnya
kompak, atau kelangsingan komponen penampangnya (λ) lebih kecil dari batasan
kelangsingan terjadinya tekuk lokal (λr).
Rumusan kuat tekan nominal pada persamaan (3.4) dan (3.5) adalah untuk
keruntuhan tekuk lentur namun untuk kondisi penampang ideal tanpa residual stress.
Untuk penampang baja yang memiliki residual stress maka kuat tekan nominalnya
tidak dapat dihitung dengan rumus tersebut. Rumusan harus memperhitungkan adanya
residual stress, tegangan tekan awal sebelum dibebani. AISC memberikan rumus kuat
tekan nominal untuk penampang baja yang kemudian dipakai pada peraturan SNI
1729-2015. Pada rumusan ini kuat tekan nominal kolom pendek dan kolom menengah
25
disatukan yaitu kolom dengan kelangsingan (λ) = kL / r 4,71 E / Fy , sedangkan
Kuat tekan nominal (Pn) didefinisikan sebagai luas penampang bruto (Ag)
dikalikan tegangan kritis (Fcr), yaitu tegangan rata-rata penampang saat keruntuhan.
Sehingga;
Pn = Ag * Fcr SNI (E3-1) …………… (3.6)
Tegangan kritis Fcr ditentukan dengan persamaan berikut.
1. Untuk kL / r 4,71 E / Fy atau (Fy/Fe) ≤ 2,25
2E
Dengan Fe SNI (E3-4) seperti pers. (3.5)
(k L / r ) 2
26
2. Penampang Simetri Ganda ( I simetri ganda dan box)
…………(3.13)
G = modulus geser = 77.200 Mpa
Fex , Fey , Fez = tegangan tekuk elastis terhadap sumbu x, y atau z
………… (3.14)
………… (3.15)
.…………… (3.16)
xo, yo adalah koordinat pusat geser terhadap titik berat
27
ro adalah jari-jari girasi polar terhadap pusat geser
.…………… (3.17)
2
I y ho
Cw = konstanta tekuk torsi = C w ……………. (3.18)
4
J = inertia rotasi =
1
3
b t3 , ……………. (3.19)
untuk propil I, J 2bt 3f ho t w3 / 3
ho = d - 2tf
r = jari-jari inertia terhadap sumbu yang ditinjau = I/A
k = faktor panjang tekuk terhadap sumbu yang ditinjau (lihat sub bab 3.3)
λ = kelangsingan terhadap sumbu yang ditinjau misal, λx = (kL/r)x
Selanjutnya Fe yang didapat dari persamaan (3.10), (3.11) dan (3.12) dipakai untuk
menghitung Fcr dengan menggunakan persamaan (3.7) atau (3.8) sesuai dengan nilai
Fy/Fe nya, dan akhirnya menghitung kuat tekan nominal dengan persamaan (3.4).
Berarti ada dua nilai kuat tekan yang harus dihitung yaitu akibat tekuk lentur dan
tekuk torsi. Kuat tekan nominal yang dipakai untuk batang itu adalah nilai yang
terkecil dari keduanya. Tekuk torsi pada penampang simetri ganda maupun tekuk
letur torsi pada penampang simetri tunggal dari baja canai panas (hot rolled) tidak
akan terjadi jika panjang tekuk arah sumbu puntir (sb. z) dan sumbu lainnya sama.
Artinya kuat tekan nominal yang diberikan oleh kondisi tekuk torsi lebih besar dari
kuat tekan nominal lentur sumbu lainnya. Sehingga pada kondisi ini tekuk torsi atau
tekuk lentur torsi tidak perlu dihitung.
Keruntuhan tekuk lokal adalah keruntuhan yang disebabkan oleh tertekuknya elemen
sayap atau badan suatu penampang selanjutnya diikuti oleh menekuknya batang
melalui tekuk lentur atau tekuk torsi. Tekuk lokal terjadi pada kelangsingan elemen
penampang (λ) yang lebih besar dari batas kelangsingan (λr). Perhitungan kuat tekan
nominalnya hampir sama dengan untuk penampang yang kompak namun dengan
menambahkan faktor reduksi tekuk lokal Q pada rumus tegangan tekan kritikal-nya.
28
Sehingga kuat tekan nominal batang dengan penampang tidak kompak tetap dihitung
dengan rumus (3.1) yaitu;
Pn = Ag * Fcr
Dengan tegangan kritikalnya (Fcr) dihitung sebagai berikut
Fcr Q * 0,658(QFy / Fe) * Fy SNI (E7-2) ………… (3.20)
2E
Dengan Fe seperti pers. (3.2)
(k L / r ) 2
Akibat tekuk lokal pada sayap atau pada badan, rumus untuk perhitungan Fcr
dimodifikasi dengan menambahkan faktor reduksi Q yang besarnya ≤ 1. Pada
penampang yang kompak maka nilai Q = 1. Penampang dari suatu propil dapat
dianggap dibentuk dari elemen-elemen, seperti propil I dibentuk oleh elemen sayap
dan elemen badan. Elemen tersebut dikatagorikan sebagai elemen berpengaku jika
kedua sisinya terpegang dan elemen tidak berpengaku jika salah satu sisinya bebas.
Contoh elemen berpengaku adalah badan propil I, C dan box sedangkan contoh
elemen tidak berpengaku adalah sayap propil I, C dan L.
Oleh sebab itu faktor reduksi untuk keseluruhan penampang terdiri dari faktor reduksi
untuk elemen tidak berpengaku (Qs), dan faktor reduksi untuk elemen berpengaku
(Qa). Jika pada penampang hanya elemen tidak berpengakunya saja yang langsing
maka Q = Qs , jika hanya elemen berpengakunya saja yang langsing maka Q = Qa,
dan jika kedua elemen langsing maka Q = Qs * Qa.
29
1. Jika b / t 0,56 E / Fy → Qs = 1 ………… (3.22)
0,69E
3. Jika b / t 1,03 E / Fy → Qs .…………(3.24)
Fy b / t
2
0,90Ekc
3. Jika b / t 1,17 Ekc / Fy → Qs .…………(3.27)
Fy b / t
2
0,53E
3. Jika b / t 0,91 E / Fy → Qs .…………(3.30)
Fy b / t
2
0,69E
3. Jika d / t 1,03 E / Fy → Qs .…………(3.33)
Fy d / t
2
30
Ae
Qs .…………(3.34)
Ag
0,34
be 1,92 t E / f 1 E/ f b .…………(3.36)
b/t
B. Untuk semua sayap penampang box yang menerima tekan merata.
1. Untuk b / t 1,40 E / f maka Qa = 1 seperti pers (3.35)
0,38
be 1,92 t E / f 1 E/ f b seperti pers (3.36)
b/t
Dengan f adalah tegangan rata-rata yang terjadi pada penampang tersebut yaitu
f = Pn / Ae .…………(3.37)
Pada kenyataannya untuk menggunakan persamaan ini, nilai Pn justru belum
diketahui sehingga f tidak bisa dihitung. Untuk itu sebagai awal perhitungan nilai f
harus diberikan terlebih dulu agar dapat dihitung nilai Pn, kemudian dilanjutkan
dengan menghitung nilai f yang baru lagi. Demikian seterusnya dilakukan iterasi
sehingga didapat nilai f yang sama. Umumnya dengan dua kali iterasi saja didapatkan
nilai f yang mendekati sehingga perhitungan bisa dihentikan. Sebagai langkah awal
dapat digunakan nilai Fcr yang dihitung dengan memakai Q = 1.
Penampang majemuk atau penampang tersusun adalah penampang yang dibentuk dari
gabungan dua atau lebih propil tunggal.
31
Akibatnya pada penampang majemuk akan terbentuk sumbu penampang yang baru
yang searah dengan sumbu x dan y penampang tunggal.
Gambar 3.4
Gambar 3.4 menggambarkan penampang tunggal dan majemuk propil siku dan
channel/kanal. Pada penampang majemuk sumbu-sumbu utamanya, (sumbu
maximum dan minimum) yaitu sumbu x dan y, dibuat searah dengan sumbu x dan y
penampang tunggal. Umumnya yang dipakai sebagai sumbu x adalah sumbu yang
melewati penampang, dan sebagai sumbu y adalah sumbu yang tidak melewati
penampang. Akibatnya tekuk lentur yang terjadi pada penampang majemuk dapat
terjadi pada arah sumbu x atau sumbu y, pada mana yang memberikan kuat tekan
nominal yang lebih kecil. Perhitungan kuat tekan nominal tekuk lentur batang arah
sumbu x dan y penampang majemuk sama seperti pada sub bab 3.3 dan kuat tekan
tekuk torsi lentur sama seperti sub bab 3.4 yaitu;
32
a. Untuk konektor yang disatukan dengan baut kencang biasa
Dimana;
a adalah jarak antara plat kopel
ri adalah jari jari inertia sumbu minimum penampang tunggal
ry = √ Iy / A adalah jari-jari inertia terhadap sumbu y penampang majemuk
ki = 0,5 untuk siku yang digabung back to back (seperti Gambar 3.4)
= 0,7 untuk kanal yang digabung back to back
= 0,86 untuk kasus lainnya
seperti pers.(3.9)
Dimana Fcry dihitung memakai rumus (3.7) atau (3.8) dengan menggunakan
( kL/ r) = (kL/ r)m
33
Pa = gaya tekan ijin pada batang akibat beban kerja tanpa faktor beban
Pn = kuat tekan nominal batang
Φ = faktor reduksi kuat tekan = 0,9
Ω = faktor keamanan = 1,67
6m
m
m 4m
6m m
m
2m
m
X m
5m 5m 2m
m m
Denah typical
Pengaku lateral
34
y
x
WF 400x300
WF 350x300 WF 350x300
2m
Pengaku lateral m
WF 400x300
Badan
h = d-2*tf = 300 – 2*15 = 270 (jari-jari sudut sayap diabaikan)
λw = h / tw = 270/10 = 27
35
Jadi λw < λr sehingga tidak terjadi tekuk lokal pada badan
Kesimpulan, tidak terjadi tekuk lokal, tidak ada reduksi tekuk lokal.
Menghitung G
Lentur sumbu x Ga
I c / Lc
2 x(20400 / 400 ) 102
0,936
I b / Lb 2 x(32700 / 600 ) 109
Gb = 10 (tumpuan sendi)
Dari nomogram struktur bergoyang didapat kx = 1.9
Lentur sumbu y Ga
I c / Lc
2 x(6750 / 200 ) 67 ,5
0,69
I b / Lb 2 x(24400 / 500 ) 97 ,6
Gb = 10 (tumpuan sendi)
Dari nomogram struktur bergoyang didapat ky = 1.8
kL 1.9 x 4000
Lentur sumbu x → 58 .0
r x 131
kL 1.8 x2000
Lentur sumbu y → 47.9
r y 75.1
Tekuk terjadi sumbu x (harga terbesar yang menentukan)
2E 2 * 200000
Fe 587
(k L / r ) 2 582
Fy / Fe = 240 / 587 = 0,409 < 2,25 jadi
36
Jawab:
Kriteria disain Pu ≤ * Pn
y
Dengan Pn = Ag * Fcr
c
Dimana Fcr adalah nilai yang terkecil dari;
Tekuk lentur arah sumbu x
Tekuk lentur arah sumbu y x
yo
Tekuk torsi lentur
ey
Dicoba propil 2 L 40x60x5 disatukan back to back pada sisi yang panjang
Atot = 9,58 cm2 rx = 1,89 cm ry = 1,13 cm
Ixo = 17,2 cm4 Iyo = 6,11 cm4 ex = 1,96 cm ey = 0,97 cm rmin = 0,86 cm
Periksa kelangsingan elemen penampang (bagian yang tidak menempel)
r 0,56 E / Fy 0,56 200000 / 240 16,2
1. Tekuk sumbu x
2E 2 * 200000
Fe 217,6
(k L / r ) 2 1*180 / 1,892
Fy / Fe = 240 / 217,6 = 1,1 < 2,25 jadi
Fcr 0,658( Fy / Fe) * Fy 0,6581,1 * 240 151,4
2. Tekuk sumbu y
m 2y 1
2
37
λl = a / ri = 45 / 0,86 = 52,3
Iy = 2 [ Iyo + A*(ey+c/2)2 ]
Tebal pelat buhul diambil 10 mm sehingga c = 1 cm
Iy = 2 [ 6,11 + 4,79*(0,97+1/2)2 ] = 32,92
ry = (32,92/9,58) = 1,85
λy = ( k L/r)y = 1* 180 / 1,85 = 97,3
2E 2 * 200000
Fe 2
161,7
(k L / r ) m 110,5 2
3. Tekuk Torsi
Tegangan kritikal akibat tekuk torsi Fclt dihitung sebagai berikut
38
128,6 615 4 *128,6 * 615 * 0,647
f cr 1 1 118,6
2 * 0,647 128,6 6152
Dari ketiga Fcr yang terkecil adalah 118,6 yaitu akibat tekuk lentur torsi
Jadi Fcr = 118,6 Mpa.
Pn = Ag * Fcr = 958 * 118,6 = 122,6 103 N = 122,6 kN
Kuat tekan ultimit batang = * Pn = 0,9 * 122,6 = 110 kN > Pu = 100 kN
Jadi batang dapat dipakai untuk menerima gaya tekan ultimit Pu sebesar 100 kN
3b 2 t f 3 * 852 *15,5
eo 31,25mm
h1t w 6b t f 284,5 *10 6 * 85 *15,5
Periksa kelangsingan elemen penampang
Sayap; r 0,56 E / Fy 0,56 200000 / 240 16,2
39
Badan; r 1,49 E / Fy 1,49 200000 / 240 43,0
Tekuk Lentur;
Terhadap sumbu x λx = ( k L/r)x = 1* 5000 / 115 = 43,48
Terhadap sumbu x λy = ( k L/r)y = 1* 5000 / 25,4 = 196,9
2E 2 * 200000
Fe 51,12
(k L / r ) 2 196,92
Fy / Fe = 240 / 51,12 = 4,69 > 2,25 jadi
Fcr 0,877 * Fe = 0,877* 51,12 = 44,8 MPa.
Ix Iy 7410 360
ro xo y o 4,96 2 0 164 cm 2
2 2 2
A 55,74
x 2 y 2
1 4,96 0 0,85
2
H 1 o 2 o
ro 164
J 2b f t 3f ho t w3 / 3 2 * 90 *15,53 269 *103 / 3 939298 mm4
GJ 77000 * 939298
f crz 2
791 MPa
A ro 5574 * 16400
2E 2 * 200000
Fex 1044
(k L / r ) 2x 43,482
Fy / Fex = 240 / 1044 = 0,23 < 2,25 jadi
Fcrx 0,658( Fy / Fex) * Fy 0,6580, 23 * 240 218 MPa
40
218 791 4 * 218 * 791* 0,85
f cr 1 1 207 MPa
2 * 0,85 218 7912
Fcr = 44,8 MPa, (nilai terkecil dari tekuk lentur dan tekuk lentur torsi)
Pn = Ag* Fcr = 5574*44,8 = 249715 N = 249,7 kN
Jadi Pu ≤ *Pn = 0,9*249,7 = 224,7 kN (DFBK)
Pa ≤ Pn / Ω = 249,7 / 1,67 = 149,5 kN (DKI)
Kelangsingan batang;
Terhadap sumbu x λx = ( k L/r)x = 1* 5000 / 261 = 19,16
Terhadap sumbu y λy = ( k L/r)y = 1* 5000 / 119,2 = 41,95
Tekuk lentur terjadi terhadap sumbu y
41
Periksa pengaruh kelangsingan penampang plat tersusun
Sayap;
Batasan kelangsingan;
k c 4 / h / t w 4 / 550 / 8 0,48
b / tf = (500/2) / 10 = 25
Jadi b / tf > 1,17 Ekc / Fy sehingga;
Badan;
Batasan kelangsingan; 1,49 E / f
f adalah tegangan kritis pada penampang, karena belum diketahui maka dicari
terlebih dahulu dengan menggunakan faktor reduksi Q
Q = Qa * Qs = 1*0,576 = 0,576
2E 2 * 200000
Fe 1122
(k L / r ) 2y 41,95 2
Q*Fy / Fe = 0,576*240 / 1122 = 0,123 < 2,25 jadi
Fcr Q * 0,658(QFy / Fe) * Fy 0,576 * 0,6580,123 * 240 131
42
0,34
be 1,92 * 8 200000 / 1311 200000 / 131 484 h OK
550 / 8
Ae = 2*Af +be*tw = 2*5000+484*8 = 13872
Qa = Ae / Ag = 13872 / 14640 = 0,948
Jadi Q = Qa * Qs = 0,948*0,576 = 0,546
Menghitung Fcr
Terhadap tekuk lentur
Q*Fy / Fe = 0,546*240 / 1122 = 0,117 < 2,25 jadi
Fcr Q * 0,658(QFy / Fe) * Fy 0,546 * 0,6580,117 * 240 124,8
J 2b f t 3f ho t w3 / 3 2 * 500 *103 580 * 83 / 3 432320
2
C w I y h1 / 4 208 106 * 5902 / 4 1,81* 1013 mm6
2 * 2 E 5 *1,81E13 1
Fe 77000 * 432320 1211
5000 2
1E 9 208 E 6
Fcr = 125 MPa (kebetulan nilainya sama antara tekuk lokal dan tekuk torsi)
Pn = Ag* Fcr = 14640*125 = 1830000 N = 1830 kN
Jadi Pu ≤ *Pn = 0,9*1830 = 1647 kN (DFBK)
Pa ≤ Pn / Ω = 1830 / 1,67 = 1096 kN (DKI)
43
Rumus-rumus untuk menghitung properties penampang
Penampang I
xo
h
ho h eo x
xp
tf + r
tf + r e
A 2t f b f ho t w Af b f t f Aw bw t w b bf / 2
h d 2t f 2r h1 d t f ho d 2t f
Z x A f h1 Aw ho / 4 Z y (t f b 2f ) / 2 (ho t w2 ) / 4
J 2b f t 3f ho t w3 / 3
2
C w I y h1 / 4
Penampang C
xo
h
ho h eo x
xp
tf + r
tf + r e
44
A 2t f b f ho t w Af b f t f Aw bw t w b b f 0,5t w
h d 2t f 2r h1 d t f ho d 2t f
I x b f t 3f / 6 t w ho3 / 12 b f t f h12 / 2 I y I yo Aw x 2 2 A f (b f / 2 e) 2
Z x A f h1 Aw ho / 4 Z y 0,5d x 2p t f (b f x p ) 2 0,5ho (t w x p ) 2
J 2b f t 3f ho t w3 / 3 xo e eo 0,5t w yo 0
45