Perencanaan Geometrik Jalan PDF
Perencanaan Geometrik Jalan PDF
Perencanaan Geometrik Jalan PDF
Dimana :
Jh : Jarak pandang henti (m)
VR : Kecepatan rencana (km/jam)
T : Waktu tanggap/reflex,ditetapkan 2,5
detik
fp : Koefisien gesek,ditetapkan 0,28-0,45
(AASHTO)
Besarnya jarak pandang henti berdasarkan
beberapa kecepatan rencana ditunjukkan pada
tabel 2.1.
d2 : Jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap 30 146 150 109 100
selama berada pada lajur sebelah kanan. 40 207 200 151 150
d3 : Jarak bebas yang harus disediakan antara 50 274 275 196 200
kendaraan yang menyiap dengan kendaraan 60
70
353
437
350
450
250
307
250
300
yang berlawanan arah setelah gerakan menyiap 80 527 550 368 400
dilakukan. 100 720 750 496 500
d4 : Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang 120 937 950 638 650
4
ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh 3. Spiral-Spiral (S-S)
lebar, kedalaman dan tinggi tertentu.
Ruang milik jalan paling sedikit 2.4.1.1.Panjang Bagian Lurus
memiliki lebar sebagai berikut: Panjang bagian lurus yang dipertimbangkan untuk
keselamatan pengemudi akibat kelelahan adalah ≤ 2,5
Jalan bebas hambatan 30 (tiga
menit (sesuai VR).Ketentuan mengenai panjang bagian
puluh) meter lurus dapat dilihat pada Tabel 2.7
Jalan raya 25 (dua puluh lima) Tabel 2.7 Panjang Bagian Lurus Maksimum
meter
Panjang Bagian Lurus Maksimum (m)
Jalan sedang 15 (lima belas) Fungsi
meter Datar Perbukitan Pegunungan
Jalan kecil 11 (sebelas) meter Arteri 3000 2500 2000
2.3.6.3 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA) Kolektor 2000 1750 1500
Ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
di luar milik jalan yang penggunaannya ada di bawah Antar Kota, No. 038/TBM/1997
pengawasan penyelenggara jalan.
Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar 2.4.1.2.Gaya Sentrifugal
pengawasan jalan ditentukan dari tepi badan jalan paling Gaya sentrifugal ialah gaya yang bekerja menjauhi
sedikit dengan ukuran adalah sebagai berikut: titik pusat lingkaran, atau dengan kata lain terlempar
Jalan arteri primer 15 (lima belas) keluar. Gaya sentrifugal dirumuskan sebagai berikut :
meter F =m.a
Jalan lokal primer 7 (tujuh) meter = G/g . a
= G/g . V2/R
Jalan lingkungan primer 5 (lima)
dimana :
meter m = massa benda (kendaraan)
Jalan arteri sekunder 15 (lima belas) G = berat kendaraan, kg
meter g = gaya grafitasi, m/dt2
Jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter a = percepatan sentrifugal, m/dt2
Jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter = V2/R
Jalan lingkungan sekunder 2 (dua)
meter, dan ;
Jembatan 100 (seratus) meter ke arah V = kecepatan kendaraan, km/jam
hilir dan hulu R = jari-jari lengkung lintasan, m
Gambar bagian- bagian jalan dapat dilihat dibawah
ini sebagai berikut:
V2
Rmin
127 emaks f maks
1432.39
Karena D
R
maka : Tabel 2.8. Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan)
181913,53 emaks f maks untuk emak = 10%
Dmaks
V2 VR (km/jm) 120 100 90 80 60 50 40 30 20
Rmin (m) 600 370 280 210 115 80 50 30 15
Metode ke 5 (AASHTO 2004) ini merupakan
gabungan antara Metode ke 1 dan 4 yang disajikan
sebagai garis lengkung parabola yang tidak simetris. 2.4.1.4.Perhitungan Panjang Lengkung Peralihan, Ls
Dimana curva tersebut menunjukkan distribusi koefisien (Length of Spiral)
Lengkung peralihan dimaksudkan untuk
gesek f dan super-elevasi e yang bekerja sepanjang
menghindari terjadinya perubahan alinemen yang tiba-tiba
lintasan alinemen horisontal. Berdasarkan kondisi
dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran (R = ∞ → R =
tersebut, metode ini paling umum digunakan termasuk di
Rc),jadi lengkung peralihan ini
Indonesia.Berdasarkan metode ke 5 (AASHTO 2004),
diletakkan antara bagian lurus bagian lingkaran
perhitungan nilai super-elevasi adalah sebagai berikut :
(circle),yaitu pada sebelum dan sesudah tikungan
e e f f D berbentuk busur lingkaran.Perubahan tersebut dapat
D dilihat pada Gambar 2.6
e f emaks f maks
Dmaks
f maks 0.00065 VD 0.192 untuk VD < 80
km/jam
dimana :
Ls = panjang lengkung peralihan, m
e = superelevasi, % Parameter lengkung full circle :
en = kemiringan melintang normal, %
B = lebar jalur per arah, m 1
Tc R tg
mmaks = landai relatif maksimum 2
R
E R
besarnya mmaks dapat dilihat pada Tabel 2.9 1
cos
Tabel 2.9. Kelandaian relatif maksimum (untuk 2/2 2
TB)
Lc R
180
dimana :
Tc = Panjang tangen dari PI (Point of Intersection),
Sumber: Spesifikasi Standard untuk Perencanaan Geometrik, m = titik awal peralihan dari posisi lurus ke lengkung
Bina Marga R = jari-jari alinemen horisontal, m
= sudut alinemen horisontal, o
3. Berdasarkan rumus Modifikasi Shortt. E = jarak dari PI ke sumbu jalan arah pusat
V3 Ve lingkaran, m
Ls 0.022 2.727 Lc = panjang busur lingkaran, m
RC C
dimana : BINA MARGA
Ls = panjang lengkung peralihan, m
V = kecepatan rencana, km/jam
e
R = jari-jari tikungan, m
C = perubahan percepatan, m/dt3 (0.3 – 0.9 m/dt3) en = 2% en = 2%
e = superelevasi, % e
emaks en Vd
3/4 Ls 1/4 Ls 1/4 Ls 3/4 Ls
Lc
Ls Gambar 2.8. Diagram superelevasi lengkung full
3.6 re
circle menurut Bina Marga
dimana :
Ls = panjang lengkung peralihan, m 2. Lengkung busur lingkaran dengan lengkung peralihan
Emaks = superelevasi maksimum, % (spiral – circle – spiral)
en = kemiringan melintang normal, % Lengkung spiral – circle – spiral pada umumnya
Vd = kecepatan rencana, km/jam digunakan jika nilai superelevasi e ≥ 3% dan panjang
Re = tingkat pencapaian perubahan kemiringan Ls > 20 meter. Bentuk lengkung dapat dilihat pada
melintang jalan, Gambar 2.9 sebagai berikut:
= 0.035 m/m/detik untuk Vd ≤ 70 km/jam
7
BINA MARGA
2% 2%
e
TS SC CS ST
Ls Lc Ls
8
R = jari-jari alinemen horisontal, m 2. Jika jarak pandangan, Jh lebih besar daripada panjang
= sudut alinemen horisontal, o total lengkung, L
Ts = jarak titik Ts dari PI,
m = titik awal mulai masuk ke daerah lengkung
e
Gambar 2.14. Daerah bebas samping di tikungan,
en = 2%
e
en = 2% untuk Jh > Lt
28.65 Jh Jh Lt 28.65 Jh
TS SC=CS ST E R' 1 cos sin
R' 2 R'
Ls Ls
Gambar 2.12. Diagram superelevasi lengkung spiral – 2.4.1.7.Pelebaran Pada Tikungan
spiral Pengguna jalan yang melalui sebuah tikungan
akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan
2.4.1.6.Jarak Kebebasan samping lintasannya. Hal ini dikarenakan :
Kebebasan samping ini dibutuhkan jika pada arah 1. Pada saat kendaraan membelok seringkali lintasan
dalam lengkung horisontal terdapat rintangan yang roda belakang keluar lajur yang disediakan (off
menghalangi pandangan pengemudi kendaraan. Besarnya tracking)
jarak kebebasan samping seperti yang terlihat pada 2. Lintasan roda depan dengan belakang tidak sama.
persamaan berikut. Besarnya pelebaran untuk sebuah tikungan dapat dicari
1. Jika jarak pandangan,Jh lebih kecil daripada panjang dengan persamaan matematis berikut.
total lengkung, Lt Wc Wn
Wc N U C N 1 Fa Z
28.65 Jh
E R' 1 cos
R'
dimana :
E = kebebasan samping, m
R = jari-jari tikungan, m
R’ = jari-jari sumbu lajur dalam, m
Jh = jarak pandangan, m
Lt = panjang total lengkung, m
9
U R R 2 L2
X R 2 L2
U R R 2
L2
U R R 2 L2
Fa R 2 A 2 L A R
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota,
Fa X R No. 038/TBM/1997
Keterangan :
X L A 2
2
R L 2
2
Kolom 1, untuk (B) = 3,00 m
Kolom 2, untuk (B) = 3,50 m
X L2 2LA A2 R 2 L2
2.4.1.8.Gabungan Alinemen Horizontal
Terdapat 2 jenis gabungan alinemen horinsontal
X R 2 A 2 L A (Gambar 2.15) antara lain :
1. Tikungan gabungan searah, adalah gabungan dua
Fa R 2 A 2L A R atau lebih tikungan dengan arah putaran yang
sama, tetapi dengan jari-jari yang berbeda.
V 2. Tikungan gabungan terbalik, adalah gabungan
Z
R dua tikungan dengan arah putaran yang berbeda.
Persyaratan untuk gabungan alinemen horinsontal
dimana : antara lain (Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan
N = jumlah lajur Antar Kota, DPU, Ditjen Bina Marga 1997) :
C = clearance 1. Penggunaan tikungan gabungan tergantung
= 2 untuk lebar jalan 20 ft perbandingan R1 dan R2 :
= 2.5 untuk lebar jalan 22 ft R1 2
= 3 untuk lebar jalan 24 ft , tikungan gabungan searah harus
R2 3
Fa = lebar front overhang
Z = tambahan lebar karena kesulitan mengemudi dihindari
U = lebar lintasan roda pada tikungan R1 2
, tikungan gabungan harus
(dari lintasan roda terluar ke roda terluar) R2 3
= lebar lintasan roda pada jalan lurus dilengkapi bagian lurus
(dari lintasan roda terluar ke roda terluar) sepanjang minimum 20 meter
R = jari-jari tikungan jalan 2. Setiap likungan gabungan balik harus dilengkapi
L = jarak roda depan dengan belakang dengan bagian lurus diantara kedua tikungan tersebut
A = front overhang sepanjang minimum 20 meter.
Z = lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di
tikungan
Besarnya lebar tikungan berdasarkan kecepatan rencana
dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.10: Pelebaran Pada Tikungan
Tikungan Gabungan Tikungan Gabungan
Searah Searah dengan sisipan
bagian lurus
minimum sepanjang 20
meer
10
Tabel 2.11. Kelandaian Jalan
Jalan Luar Kota (Bina Marga)
Kecepatan
Rencana (km/jam) Kelandaian Maks Kelandaian Maks
Standar (%) Mutlak (%)
40 7 11
11
3.Vd
b. Syarat waktu perjaalanan 3 detik, L
3,6
c. Syarat penyerapan guncangan, L = V2 +
d. Ketentuan drainase, L = 50 . A
A.Vd 2
e. Syarat kenyamanan mengemudi, L
380
Dimana :
A = perbedaan aljabar landai (%)
Gambar 2.18. Jarak antara dua lajur pendakian
Sumber: Perencanaan Teknik Jalan Raya, Hendarsin g = kelandaian
Kelandaian menaik (pendakian), diberi tanda (+),
sedangkan kelandaian menurun (penurun), diberi tanda (-
2.4.2.2. Lengkung Vertikal Cembung ). Ketentuan pendakian di tinjau dari kiri.
a. Jarak pandangan berada di dalam daerah
lengkung (S < L) S = jarak pandangan (m)
Jika memakai Jh; h1 = 120 cm, h2 = 10 cm, maka; L = panjang lengkung (m)
AS2 Vd = kecepatan rencana (km/jam)
L
399
2.4.2.3. Lengkung Vertikal Cekung
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar a. Berdasarkan jarak penyinaran lampu kendaraan
2.19. dibawah ini sebagai berikut: Jarak pandangan akibat penyinaran lampu (S < L)
AS2
PVI L
g2
120 3,50.S
g1 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
Ev
h2 2.20. sebagai berikut:
h1
Jh = S
Jh1 Jh2
Gambar 2.19.Lengkung
Jh = S vertical cembung
untuk S (Jh) < L L
Sumber: Perencanaan Teknik Jalan Raya, Hendarsin 60 cm
Jika memakai JPM; h1 = 120 cm, h2 = 120 cm,
maka;
AS2 L
L Gambar 2.21. Lengkung vertical cekung
960
untuk Jh(S) < L
b. Lengkung berada di dalam jarak pandangan (S > Sumber: Perencanaan Teknik Jalan Raya, Hendarsin
L)
Jika memakai JPH; h1 = 120 cm, h2 = 10 cm, Jarak pandangan akibat penyinaran lampu (S > L)
maka; 120 3,5.S
PVI L 2S
g2 A
a b c d Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.21.
h1
g1 1/2 L
h2
seperti dibawah ini:
L
Jh = S
60 cm
Jika memakai JPM; h1 = 120 cm, h2 = 120 cm, maka;
960 L
L 2S
A Gambar 2.22. Lengkung vertical cekung untuk
a. Keluwesan Bentuk, L = 0,6.Vd Jh (S) > L
Sumber: Perencanaan Teknik Jalan Raya, Hendarsin
12
vertical cekung harus dihindarkan ,karena akan
b. Berdasarkan jarak pandangan bebas di bawah menghalangi pandangan
jembatan, (asumsi titik PPV berada tepat
dibawah jembatan) mata pengemudi saat memasuki tikungan pertama
A.S2 dan terkesan putus.Lebih jelasnya dapat
(S < L) L
3480 dilihaat pada Gambar 2.23 sebagai berikut.
3480
(S > L) L 2S
A
c. Keluwesan Bentuk, L = 0,6.Vd
3.Vd
d. Syarat waktu perjaalanan 3 detik, L
3,6
e. Syarat penyerapan guncangan, L = V2 +
f. Ketentuan drainase, L = 50 . A Gambar 2.24 : Tikungan terletak di
bagian atas lengkung vertical cekung
A.Vd 2 Sumber: Perencanaan Teknik Jalan Raya,
g. Syarat kenyamanan mengemudi, L
380 Hendarsin
Dimana :
A = perbedaan aljabar landai (%) 2.6. PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN
13
2.6.3. Lalu Lintas Rencana Untuk Perkerasan Lentur Jumlah Kendaraan Kendaraan Berat
2.6.3.1. Umur Rencana lajur Ringan (Berat total > 5
Umur Rencana adalah jangka waktu dalam tahun (Berat total < 5 ton)
yang dihitung dari sejak jalan tersebut dibuka untuk lalu ton)
lintas sampai diperlukan perbaikan besar atau perlu diberi 1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah
lapis ulang. Umur rencana untuk jenis perkerasan lentur 1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00
(flexible pavement) berdasarkan Metode Analisa 2 lajur 0,60 0,50 0,75 0,50
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
Komponen dari Bina Marga adalah 5 sampai 10 tahun. 0,450
4 lajur - 0,30 -
0,425
5 lajur - 0,25 -
2.6.3.2. Lalu lintas Harian Rata-Rata (LHR) 0,400
6 lajur - 0,20 -
LHR dihitung pada awal umur rencana dan pada
akhir umur rencana dengan menggunakan rumus : Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode
LHR awal umur rencana = Vol kendaraan . (1+i)n Analisa Komponen Bina Marga
LHR akhir umur rencana = LHR awal umur rencana . (1+i)n
Keterangan : 2.6.3.5. Lintas Ekivalen Akhir (LEA)
LHR : Lalu lintas harian rata-rata Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas
i : Pertumbuhan penduduk (%) ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16
n : umur rencana (tahun) ton (18000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada
akhir umur rencana. LEA dihitung dengan rumus :
n
2.6.3.3. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Untuk menghitung Angka Ekivalen (E) pada
LEA = LHR
j 1
j (1+i)Umur rencana x Cj x Ej
masing masing golongan beban sumbu untuk setiap jenis
kendaraan ditentukan menurut rumus berikut ini:
4 2.6.3.6. Lintas Ekivalen Tengah (LET)
beban sumbu (ton ) Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah
Angka Ekivalen STRT = lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat
5,40
4 8,16 ton (18000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi
beban sumbu (ton )
Angka Ekivalen STRG = pada pertengahan umur rencana. Untuk menghitung LET
8,16 digunakan rumus :
4 LEP LEA
beban sumbu (ton ) LET =
Angka Ekivalen SDRG = 2
13,76
4 2.6.3.7. Lintas Ekivalen Rencana (LER)
beban sumbu (ton ) Lintas Ekivalen Rencana (LER) ialah suatu
Angka Ekivalen STrRG =
Sumber : SNI 07-2416-1991 18,45 besaran yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal
perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen
Keterangan : sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lb) pada jalur
STRT = Sumbu Tunggal Roda Tunggal rencana. Perumusan menghitung LER ialah :
STRG = Sumbu Tunggal Roda Ganda LER = LET x FP
SDRG = Sumbu Dual Roda Ganda dimana :
STrRG = Sumbu Tripel Roda Ganda Umur Re ncana
FP( Faktor Penyesuaian) =
10
2.6.3.4. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah 2.6.4. Perhitungan Tebal Perkerasan
lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat
8,16 ton (18000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi 2.6.4.1. Indeks Permukaan Awal (IPO)
pada permulaan umur rencana. Dalam menentukan IP pada awal umur
Dihitung dengan menggunakan rumus : rencana perlu diperhatikan jenis lapis permukaan
n
jalan (kerataan/ kehalusan serta kekokohan) pada
LEP = LHR
j 1
j x Cj x Ej
awal umur rencana seperti yang dicantumkan pada
Dimana: Tabel 2.14.
J = Jenis kendaraan
E = Angka Ekivalen tiap jenis kendaraan
C = Koefisien Distribusi Kendaraan (lihat tabel)
Tabel 2.13. Koefisien Distribusi Kendaraan Pada
Lajur Rencana
14
Tabel 2.14. Indeks Permukaan pada Awal Umur Kelandaian Kelandaian Kelandaian
Rencana (IPo) I II III
(< 6%) (6-10%) (> 10%)
Curah % Berat % Berat % Berat
Jenis Lapis IPo Roughness Hujan kendaraan kendaraan Kendaraan
Perkerasan (mm/km) ≤ >30 <30 >30 ≤30 >30
30 % % % % %
LASTON ≥4 ≤ 1000 %
3,9 – 3,5 > 1000 Iklim
I 0,5 1,0 - 1,0 1,5 - 1,5 2,0 -
LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2000 <900 1,5 2,0 2,5
3,4 – 3,0 > 2000 mm/th
Iklim
HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000 II 1,5 2,0 - 2,0 2,5 - 2,5 3,0 –
3,4 – 3,0 > 2000 >900 2,5 3,0 3,5
mm/th
BURDA 3,9 – 3,4 < 2000
BURTU 3,4 – 3,0 < 2000 Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa
LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000 Komponen Bina Marga
Keterangan : Iklim I < 900 mm/th maksudnya curah
2,9 – 2,5 > 3000 hujan yang terjadi selama 1 tahun di bawah 900mm.
LATASBUM 2,9 – 2,5 Pada bagian jalan tertentu, seperti persimpangan,
BURAS 2,9 – 2,5 pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR
LATASIR 2,9 – 2,5 ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawa-rawa FR
ditambah dengan 1,0.
JALAN ≤ 2,4
TANAH ≤ 2,4 2.6.4.4. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)
JALAN Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ialah suatu
skala yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal
KERIKIL perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar. Daya
Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa
Komponen Bina Marga
dukung tanah dasar (subgrade) pada perkerasan lentur
dinyatakan dengan nilai CBR. Bina Marga merumuskan
2.6.4.2. Indeks Permukaan Akhir (IPt) besarnya DDT sebagai berikut:
Untuk menentukan nilai IP pada akhir umur DDT = 4,30 log (CBR%) + 1,70
rencana perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi Selain itu nilai DDT dapat dicari dengan menggunakan
fungsional jalan dan jumlah Lalu Lintas Rencana (LER) gambar korelasi DDT dan CBR pada Gambar 2.25.
seperti dicantumkan pada Tabel 2.15
Gambar 2.26. Korelasi DDT dan CBR
Tabel 2.15. Indeks Permukaan pada Akhir Umur
Sumber: Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode
Rencana (IPt) Analisa Komponen Bina Marga
LER Klasifikasi Jalan
Local kolektor arteri Tol 2.6.4.5. Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
< 10 1,0 1,5 1,5 – - Indeks Tebal Perkerasan (ITP) ialah suatu angka
10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 - yang berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan
100 – 1,5 – 2,0 2,0 -
jalan yang nilainya didapat dengan rumus dibawah ini :
1000 2,0 2,0 – 2,5 2,0 – 2,5
> 1000 - 2,5
2,5
Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa
Komponen Bina Marga
Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT
(Jalan Padat Tahan Cuaca)/ Jalan Murah, atau jalan
darurat maka IP dapat diambil 1,0.
15
Koefisien
ITP DDT Kekuatan Kekuatan Bahan Jenis Bahan
LogWt18=9,36Log 1 -0,2+ 3 Relatif
2,54 1,2 A1 A2 A3
MS Kt CBR
(kg) (Kg/cm) (%)
Gt 1 0.40 - - 744 - - Laston
+ Log +0,372 0.35 - - 590 - -
1094 FR 0.32 - - 454 - -
0,40 5,19 0.30 - - 340 - -
ITP
1 0.35 - - 744 - - Lasbutag
2,54 0.31
0.28
-
-
-
-
590
454
-
-
-
-
0.26 - - 340 - -
dasar sumbu tunggal 18000 pon yang telah - 0.23 - - - - Lapen (mekanis)
- 0.19 - - - - Lapen(manual)
diperhitungkan terhadap faktor regional.
ITP = Indeks Tebal Perkerasan - 0.15 - - 22 - Stab. Tanah dengan
- 0.13 - - 18 - semen
DDT = Daya Dukung Tanah
FR = Faktor Regional - 0.15 - - 22 - Stab. Tanah dengan
- 0.13 - - 18 - kapur
Dalam menentukan tebal perkerasan digunakan
perumusan sebagai berikut: -
-
0.14
0.13
-
-
-
-
-
-
100
80
Batu Pecah (kelas A)
Batu Pecah (kelas B)
ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3
Dimana: 2.6.4.6. Tebal Minimum Lapisan Perkerasan
a1,2,3 = Koefisien kekuatan relatif permukaan, lapis Lapis Permukaan; tebal minimum dari lapis
pondasi dan pondasi bawah.
permukaan jalan tergantung dari nilai Indeks Tebal
D1,2,3 = Tebal tiap-tiap lapisan
Perkerasan (ITP). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 2.18
D1 ITP = a1 x D1 (Lapisan permukaan)
Tabel 2.18. Tebal Minimum Lapis Permukaan
D2 ITP Tebal Bahan
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 (Lapisan pondasi atas)
Minimu
m (cm)
D3
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 (Lapisan pondasi bawah) < 3,00 5 Lapis pelindung:
3,00 – 6,70 5 (Buras,
Lapisan dasar 6,71 – 7,49 7,5 Burtu,Burda)
7,50 – 9,99 7,5 Lapen/ aspal
≥ 10 10 Macadam, HRA,
Lasbutag, Laston
Gambar 2.27. Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Lapen/ aspal
Jalan Macadam, HRA,
Lasbutag, Laston
Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa Lasbutag, Laston
Komponen Bina Marga Laston
16
Rumus mencari Hujan Rata-rata
R
Ri
ITP Tebal Bahan
Minimum n
(cm) dimana : n = Jumlah tahun pengamatan
<3.00 15 Batu pecah, stabilisasi Ri = Curah hujan harian (24 jam)
tanah dengan semen, maksimum, (mm)
3.00 – 20*) stabilisasi tanah
7.49 dengan kapur
10 Batu pecah, stabilisasi Rumus untuk mencari Standar deviasi:
7.50 –
9.99
20 tanah dengan semen,
stabilisasi tanah
Sn =
( Ri 2 ) R Ri
15 dengan kapur n 1
20 Laston atas
10 – Batu pecah, stabilisasi
12.14 tanah dengan semen, Dimana: R = Hujan Rata-rata, (mm)
25 stabilisasi tanah
dengan kapur, pondasi n = Jumlah tahun pengamatan
macadam
≥ Laston atas Adapun cara menghitung frekwensi hujan rencana dengan
12.25 Batu pecah, stabilisasi Yt Yn
tanah dengan semen, periode ulang T (Rt) adalah : Rt R ^ n 1
stabilisasi tanah Sn
dengan kapur , dimana : = tinggi hujan rata –
pondasi macadam, rata, (mm)
lapen, laston atas. Yt = Reduced variete
Batu pecah, stabilisasi
tanah dengan semen,
Yn = Reduced mean
stabilisasi tanah Sn = Reduced standar
dengan kapur, pondasi deviasi
macadam, lapen, δn – 1 = standar deviasi dari
laston atas. data
Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa T
Rumus untuk mencari Yt = ln . ln
Komponen Bina Marga
T 1
Dimana: T = Tahun pengamatan, (tahun)
*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm
bila untuk pondasi digunakan material berbutir kasar.
Ri R
2
Lapis Pondasi Bawah; untuk setiap nilai Rumus untuk mencari δn – 1 =
Indeks Tebal Perkerasan (ITP) bila digunakan untuk n 1
pondasi bawah, tebal minimum 10 cm.
2.7.2. Intensitas Hujan Rencana
Perhitungan intensitas hujan rencana
2.7. PERENCANAAN SALURAN TEPI menggunakan rumus Mononobe :
Tujuan perencanaan saluran tepi dibuat untuk R 24 24
2/3
17
Dipengaruhi oleh banyak factor seperti 2.7.4. Luas Daerah Pengaliran (A)
kondisi dan kelandaian permukaan, luas dan Luas daerah tangkapan hujan (catchment area)
bentuk daerah tangkapan dan lainnya. Untuk pada perencanaan saluran samping jalan adalah daerah
menghitung inlet time dapat digunakan rumus pengaliran (drainage area) yang menerima curah hujan
sebagai berikut: selama waktu tertentu (intensitas hujan). Penentuan luasan
0,167 pengaliran dapat diperoleh dari;
A = L × Lt
A = L × (L1+ L2+ L3)
Dimana: t1 = inlet time, dalam (menit) Dimana:
L = panjang saluran, (m)
Lt = panjang dari titik terjauh sampai
sarana drainase, dalam (m)
k = kelandaian permukaan
nd = koefisien hambatan
18
dengan :
v = kecepatan aliran (m/dt) dari rumus
Manning
K = koefisien strickler ( ) 2.9. Perhitungan Biaya Perencanaan
n = koefesien manning Perkiraan biaya adalah estimasi besarnya biaya
R = jari-jari hidraulis (m) yang diperlukan untuk membangun suatu ruas jalan sesuai
S = kemiringan dasar saluran dengan hasil perencanaan teknik dengan ketentuan
spesifikasi yang
2.8 Pekerjaan Galian dan Timbunan telah disusun.Dalam estimasi biaya, pada
Pekerjaan galian dan timbunan adalah proses umumnya tidak termasuk biaya pengadaan/pembebasan
pekerjaan pemindahaan volume tanah dari lokasi yang lahan.
satu dengan yang lain akibat adanya perbedaan 2.9.1 Kelengkapan
ketinggian. Pekerjaan galian dan timbunan merupakan Kelengkapan merupakan hal yang mendasar
pekerjaan yang sifatnya permanen sebagai contoh, dalam memperkirakan besarnya biaya yang
pekerjaan galian untuk badan jalan dan untuk saluran atau diperlukan.Kelengkapan tersebut antara lain sebagai
pekerjaan timbunan untuk badan jalan. berikut:
Sebelum pekerjaan dimulai, harus dihitung dulu berapa 1. Peta Lokasi Ruas Jalan
volume galian dan berapa volume timbunan.yang 2. Peta Lokasi Quarry (sumber material)
diperlukan. Serta dimana lokasi timbunan dan galian yang 3. Ringkasan Volume
dimaksud. 4. List Volume
Untuk menghitung galian dan timbuan yang perlu 5. Tipikal Potongan Melintang
diperhatikan adalah gambar potongan melintang jalan dan 6. Gambar Potongan Melintang (Cross Section)
stasioning. 2.9.2 Spesifikasi Teknis
Spesifikasi teknis adalah uraian mengenai
Stasioning yang dimaksud adalah stasioning awal (STA ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan pada
awal) dan stasioning akhir (STA akhir). pelaksanaan pembangunan jalan, yang meliputi:
Langkah-langkah perhitungan galian dan 1. Persyaratan Umum
timbunan sebagai beriku : 2. Pekerjaan Umum
1. Membagi panjang jalan menjadi beberapa 3. Pekerjaan Utama
segmen. Semakin pendek segmen yang dibuat 4. Pekerjaan Diluar Pekerjaan Utama
maka semakin teliti perhitungannya.
2. Perhitungan volume adalah panjang luas tiap 2.9.3 Perhitungan Kwantitas
Perhitungan kwantitas pekerjaan, dirinci untuk
potongan dikalikan jarak dari tiap segmen.
setiap item pekerjaan sesuai dengan yang dicantumkan
dalam spesifikasi teknis untuk memudahkan pengukuran
Adapun bentuk potongan tanah dapat dilihat pada gambar pada pelaksanaan,kemudian dirangkum berupa daftar
2.27 dan potongan galian dan timbunan pada gambar 2.28 “Ringkasan Volume”,sedangkan daftar perincian
sebagai berikut : perhitungan kwantitas untuk masing-masing kelompok
akan ditampilkan sebagai “List”.
2.9.4 Analisa Harga Satuan
Analisa harga satuan terdiri dari tiga
kelompok,yaitu:
1. Harga Satuan Upah
2. Harga Satuan Bahan
3. Harga Satuan Peralatan
20
Papua Barat
2 Bus Penumpang 8,0 ton 8 8.701 18.785 13.74 3 0,40 5,15 28 5,40 4,83 53 10,40 4,71
4 0,60 5,05 29 5,60 4,81 54 10,60 4,69
3 Truk 2 As 13,0 ton 13 27.499 49.246 38.37
5 0,80 5,13 30 5,80 4,74 55 10,80 4,75
Total 52.36 6 1,00 5,01 31 6,00 4,73 56 11,00 4,87
7 1,20 4,89 32 6,20 4,79 57 11,20 4,87
5. Perhitungan Lintas Ekivalen Rencana 8 1,40 4,70 33 6,40 4,79 58 11,40 4,87
Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung 9 1,60 4,83 34 6,60 4,69 59 11,60 4,75
dengan rumus : 10 1,80 4,69 35 6,80 4,74 60 11,80 5,02
Mobil Penumpang 2,0 ton 23 4,40 4,77 48 9,40 4,69 73 14,40 4,84
26
Tabel 4.12. Perhitungan Alinyemen Horizontal
Parameter Satuan Start PI 1 PI 2
e max % 10.00% 10.00%
4.2.3 Perencanaan Alinyemen Vertikal
Data Awal
m/dt 3
C (diambil) 0.35 0.35 1000 1000
Ls (modif shortt) m 33.808 33.808 Lv 3 Vd = 3 80 =66,67 m
3600 3600
Re m/m/dt 0.025 0.025
d. Berdasarkan syarat penyerapan guncangan
Ls (perub kelandaian) m 71.111 71.111
A 4,00
Ls terpilih m 71.11 71.11 Lv V 2 = 802 = 71,11 m
360 360
o
e. Berdasarkan keluwesan bentuk
Өs 4.981 4.981
Lv 0,6V = 0,6 80 = 48 m
Lc m 120.778 228.661
f. Berdasarkan ketentuan drainase
Parameter Lengkung
p m 0.516 0.516
k m 35.547 35.547
Lv 50A = 50 4,00 = 200 m
Ts m 133.414 192.722
g. Berdasarkan kenyamanan mengemudi
A V 2 4,00 802
E m 12.048 29.643
Lv = = 67,37 m
Xs m 71.057 71.057 380 380
Ys m 2.061 2.061 Dari hasil perhitungan, dipilih panjang lengkung
L Total m 263.00 370.88 vertikal terpanjang sehingga nilai Lv yang tepilih
adalah Lv = 128,52 m.
TS - 2 + 706.42 5 + 498.98 Perhitungan EV
SC - 2 + 777.53 5 + 570.09
STA
CS - 2 + 898.31 5 + 798.75
27
ST - 2 + 969.42 5 + 869.86
A Lv f. JPM max = d1 + d2 + d3 + d4
Ev = 4,00 128,52 = 0,643 m
800 800 = 70,16 + 231,296 + 30 +
Stationing titik parameter lengkung vertikal 154,197
cekung = 485,65 m
STA PPV = 0+200 Dipakai nilai yang terbesar yaitu S = 486 m.
STA PLV = STA PPV – L/2 Perhitungan perbedaan aljabar :
= 0+200 - (128,52/2) g1 = 4,00% dan g2 = 0%
= 0+200 – 64,26 = 0+135,74 A g1 g 2 =(4,00-0) = +4,00…(LV
STA PTV = STA PPV + (S – L/2) Cembung)
= 0+200 + (140 - (128,52/2)) Perhitungan Panjang Lengkung (L)
= 0+200 + 75,74 = 0+275,74 g. Untuk S < L
Perhitungan elevasi titik parameter lengkung
vertikal cekung AS2 4,00 486 2
L = = 984,15 m
Elevasi PPV = +200 960 960
Elevasi PPV’ = Elevasi PPV + Ev S = 486 m < Lv = 984,15 m …(memenuhi)
= +200 + 0,643
= +200,643 h. Untuk S > L
Elevasi PLV = Elevasi PPV + (g1% x L/2) 960 960
= +200 + (0% x (128,52/2)) L 2S = 2 486 = 732,00 m
= +200
A 4,00
Elevasi PTV = Elevasi PPV + (g2% x (S - S = 299 m >Lv =732,00 m…(tidak memenuhi)
L/2))
= +200 + (4,00% x (140- i. Berdasarkan syarat perjalanan 3 detik
(128,52/2)) 1000 1000
Lv 3 Vd = 3 80 = 66,67 m
= +203,029 3600 3600
PTV 4%
PLV
j. Berdasarkan syarat penyerapan guncangan
PPV'
0% A 4,00
Lv V 2 = 80 2
STA 0+200
PPV = 71,11 m
360 360
128,25 m
28
Perhitungan elevasi titik parameter lengkung
vertikal cekung
Elevasi PPV = +272
Elevasi PPV’ = Elevasi PPV - Ev
= +272 – 0,356
= +271,64
Elevasi PLV = Elevasi PPV - (g1% x L/2)
= +272 - (4% x (71,11/2))
= +270,58
Elevasi PTV = Elevasi PPV - (g2% x L/2)
= +272 - (0% x (71,11/2)
= +272,000
PPV
PTV 0%
PLV STA 2+000
4%
PPV'
71,11 m
g2 % 4 0 -3 -4 0
Data
A - -4 4 3 1 -4
Tipe - Cekung CembungCembung Cembung Cekung
Perhitungan Lengkung
S m 140 486 486 486 140
C - - 960 960 960 -
L (S < L) m 128,52 984,15 738,11 246,04 128,52
Perhitungan Lengkung Cekung
29