Dasar Teori Perkembangan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

Teori-Teori Perkembangan

1. Teori Nativisme ( Teori yang Berorientasi pada Biologi )


Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir); nativis (pembawaan) yang
ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa sesuatu
kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak dari leibnitzian
tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan,
termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak dalam
proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran nativisme berpandangan segala
sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir, jadi perkembangan
individu itu semata-mata dimungkinkan dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya ;
kalau ayahnya pintar, maka kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Para penganut aliran nativisme berpandangan bahwa bayi itu lahir sudah
dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir
pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan
pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri.
Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik menjadi baik”.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak  didik tidak akan
berguna untuk perkembangan anak sendiri dalam proses belajarnya.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak
akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini
menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia akan menjadi jahat,
sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia menjadi orang yang baik.
Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat dirubah dari kekuatan luar.
Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur (Jerman
1788-1860). Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari
Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri
manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang
tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya.
Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan
perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi pembentukan dan
perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
2. Teori Empirisme ( Teori Lingkungan )
Aliran empirisme, bertentangan dengan paham aliran nativisme. Empirisme
(empiri = pengalaman), tidak mengakui adanya pembawaan atau potensinya di bawah
lahir manusia. Dengan kata lain bahwa anak manusia itu lahir dalam keadaan suci
dalam pengertian anak bersih tidak membawa apa-apa. Karena itu, aliran ini
berpandangan bahwa hasil belajar peserta didik besar pengaruhnya pada faktor
lingkungan.
Dalam teori belajar mengajar, maka aliran empirisme bertolak dari Lockean
Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam per-kembangan peserta
didik. Pengalaman belajar yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat
dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam
bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan.
Tokoh perintis aliran empirisme adalah seorang filosof Inggris bernama John
Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di
dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari
lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Dengan
demikian, dipahami bahwa aliran empirisme ini, seorang pendidik memegang peranan
penting terhadap keberhasilan belajar peserta didiknya.
Menurut Redja Mudyahardjo bahwa aliran nativisme ini berpandangan
behavioral, karena menjadikan perilaku manusia yang tampak keluar sebagai sasaran
kajaiannya, dengan tetap menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil
belajar semata-mata. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keberhasilan belajar
peserta didik menurut aliran empirisme ini, adalah lingkungan sekitarnya.
Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya kemampuan dari pihak pendidik dalam
mengajar mereka.

3. Teori Konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu
titik pertemuan. Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar
(bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting.
Bakat sebagai kemungkinan atau disposisi telah ada pada masing-masing individu,
yang kemudian karena pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan untuk
perkembangannya, maka kemungkinan itu lalu menjadi kenyataan. Akan tetapi bakat
saka tanpa pengaruh lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan
tersebut, tidak cukup, misalnya tiap anak manusia yang normal mempunyai bakal
untuk berdiri di atas kedua kakinya, akan tetapi bakat sebagai kemungkinan ini tidak
akan menjadi menjadi kenyataan, jika anak tersebut tidak hidup dalam lingkungan
masyarakat manusia.
Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli
pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia 
disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak
kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang
sesuai untuk perkembangan bakat itu. Jadi seorang anak yang memiliki otak yang
cerdas, namun tidak didukung oleh pendidik yang mengarahkannya, maka
kecerdasakan anak tersebut tidak berkembang. Ini berarti bahwa dalam proses belajar
peserta didik tetap memerlukan bantuan seorang pendidik untuk mendapatkan
keberhasilan dalam pembelajaran.
Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan konvergensi,
dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa kedua aliran yang telah
disebutkan  (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan. Adapun kelemahan yang
dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya ekstrim berat sebelah.
Sedangkan aliran yang terakhir (konvergensi) pada umumunya diterima seara luas
sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang seorang peserta
didik dalam kegiatan belajarnya. Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat
tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang
itu.
Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam
pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan
aliran lainnya. Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat
dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justreru
lingkungan yang mempengaruhi peserta didik tersebut. Selanjutnya menurut aliran
konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik yang terbawa
sejak lahir saling memengaruhi.
Al-Qur’an dan hadist sendiri  sebagai acuan dasar pendidikan Islam dalam
menerangkan teori belajar mengajar telah memberikan konsep terhadap pemikiran
yang terdapat aliran nativisme, empirisme dan konvergensi. Dalam  hal ini, Al-Qur’an
menegaskan bahwa pembawaan seorang anak (peserta didik) sejak lahirnya disebut
fitrah, dan fitrah ini adalah dasar keagamaan yang dimiliki oleh setiap orang. Fitrah
menurut Al-Qur’an di samping dapat menerima pengaruh dari dalam (keturunan) juga
dapat menerima pengaruh dari luar (lingkungan). Untuk mengembankan fitrah ini,
maka sangat pendidikan kedudukan pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai