Bisnis Syariah SGB Pekerjaan Mulia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

BISNIS SYARIAH SEBAGAI PEKERJAAN MULIA

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Pengantar Bisnis Syariah

Dosen Pengampu: M.Pudail,M.S.I

Disusun Oleh :

1. Abdul Rozak (
2. Muhammad Sofyan (19.02.0987)
3. Siti Khoiriyah (19.02.1001)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-HUSAIN


SYUBBANUL WATHON MAGELANG
2019/2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dunia usaha atau yang lebih dikenal dengan kata bisnis, merupakan dunia yang
paling ramai dibicarakan. Mengapa demikian? Beberapa orang terkaya yang kita sering
dengar seperti Bill Gates, Warren Buffet, Carlos Slim, dan lain sebagainya datang dari
kalangan pebisnis. Begitu juga di Indonesia, kekayaan dikuasai oleh para pebisnis seperti
Abu Rizal Bakry, Antoni Salim, Chairul Tandjung, dan lain-lain. Sesuai dengan hadits
Nabi SAW, fakta ini menunjukkan bahwa berbisnis merupakan pintu utama rezeki.
Selain itu, merujuk pada sejarah, profesi bisnis adalah profesi yang mulia, sebagian besar
Nabi Allah merupakan pebisnis, termasuk Nabi Muhammad SAW.
Dalam Islam, secara etimologi kata bisnis berarti identik dengan al-tijarah, al-bai’,
tadayantum, dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan dalam
bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang
bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan,
perniagaan. Menurut ar-Raghib al-Asfahan at-tijarah bermakna pengelolaan harta benda
untuk mencari keuntungan. Secara terminologi, menurut Yusanto & Wijaya Kusuma
bisnis Islami adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak
dibatasi jumlah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi
dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya disebabkan aturan halal dan
haram.
Pandangan lain adalah paradigma bisnis dalam Islam bahwa Allah SWT adalah
pemilik segala sumber daya yang ada di dunia, sedangkan manusia (sebagai pelaku
bisnis) berkedudukan sebagai pemegang amanah yang diberikan oleh Allah SWT untuk
mengelola sumber daya. Tugas pengembanan amanah ini termasuk tugas ibadah kepada
Allah dalam bentuk pelaksanaan kegiatan bisnis. Oleh karena itu, tujuan yang dikandung
di dalam menjalankan bisnis di dunia adalah dalam rangka mencapai tujuan jangka
panjang yaitu kehidupan yang abadi di akherat. Artinya, bahwa hal yang
melatarbelakangi berjalannya suatu bisnis adalah karena niat beribadah muamalah,
berlandaskan tauhid dan pengabdian kepada allah melalui usaha memberikan manfaat
positif bagi kemaslahatan manusia.
1. Rumusan Masalah
a) Berdagang
b) Perdagangan dalam Islam
c) Perilaku Terpuji dalam Perdagangan
d) Konsep Nabi-Nabi dalam Berdagang
2. Tujuan
a) Untuk tentang Berdagang
b) Untuk mengetahui Perdagangan Dalam Islam
c) Untuk mengetahui Perilaku Terpuji Dlam Perdagangan
d) Untuk mengetahui Konsep Nabi-Nabi dalam Berdagang
PEMBAHASAN

1. Berdagang

Islam pada prinsipnya tidak melarang perdagangan, kecuali ada unsur-unsur kezaliman,
penipuan, penindasan dan mengarah kepada sesuatu yang dilarang oleh Islam. Misalnya
memperdagangkan arak, babi, narkotik, berhala, patung dan sebagainya yang sudah jelas
oleh Islam diharamkan, baik memakannya, mengerjakannya atau memanfaatkannya.

Semua pekerjaan yang diperoleh dengan jalan haram adalah suatu dosa. Dan setiap daging
yang tumbuh dari dosa (haram), maka nerakalah tempatnya. Orang yang memperdagangkan
barang-barang haram ini tidak dapat diselamatkan karena kebenaran dan kejujurannya. Sebab
pokok perdagangannya itu sendiri sudah mungkar yang ditentang dan tidak dibenarkan oleh
Islam dengan jalan apapun. Ini tidak termasuk orang yang memperdagangkan emas dan
sutera, karena kedua bahan tersebut halal buat orang-orang perempuan. Justru itu mereka ini
kelak di hari kiamat tidak akan dibangkitkan dalam golongan pendurhaka yang ditempatkan
di neraka Jahim.

Di samping itu si pedagang harus menjauhi penipuan, sebab orang yang menipu itu dapat
keluar dari lingkungan umat Islam.

Hindari pula pengurangan timbangan dan takaran, sebab mengurangi timbangan dan takaran
itu membawa celaka, seperti firman Allah: Wailul lil muthaffifin (celakalah orang-orang
yang mengurangi takaran).

Dan hindari pulalah dari penimbunan, sehingga Allah dan RasulNya tidak akan membiarkan
dia begitu saja.

Terakhir, hindarilah perbuatan riba. Karena sesungguhnya Allah akan menghancurkannya.

Seperti tersebut dalam hadis yang mengatakan:


"Satu dirham uang riba dimakan oleh seseorang, sedangkan dia tahu (bahwa uang tersebut
adalah uang riba), akan lebih berat (siksaannya) daripada tigapuluh enam kali berzina."37 (R
iwayat Ahmad)

2. Perdagangan dalam Islam


a. Dagang dalam Islam
Agama Islam memang menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan dan atau jual beli.
Namun tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara Islam,
dituntut menggunakan tata cara khusus, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana
seharusnya seorang Muslim berusaha di bidang perdagangan agar mendapatkan berkah
dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat
b. Etika perdagangan Islam
Perdagangan menurut aturan Islam, menjelaskan berbagai etika yang harus dilakukan
oleh para pedagang Muslim dalam melaksanakan jual beli. Dan diharapkan dengan
menggunakan dan mematuhi etika perdagangan Islam tersebut, suatu usaha perdagangan
dan seorang Muslim akan maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah
Allah SWT di dunia dan di akhirat. Etika perdagangan Islam menjamin, baik pedagang
maupun pembeli, masing-masing akan saling mendapat keuntungan.Adapun tersebut
antara lain:
1. Shidiq (Jujur)
Seorang pedagang wajib berlaku jujur dalam melakukan usaha jual beli.Jujur dalam arti
luas.Tidak berbohong, tidak menipu, tidak mcngada-ngada fakta, tidak bekhianat, serta
tidak pernah ingkar janji dan lain sebagainya.Mengapa harus jujur? Karena berbagai
tindakan tidak jujur selain merupakan perbuatan yang jelas-jelas berdosa, –jika biasa
dilakukan dalam berdagang– juga akan mewarnal dan berpengaruh negatif kepada
kehidupan pribadi dan keluarga pedagang itu sendiri. Bahkan lebih jauh lagi, sikap dan
tindakan yang seperti itu akan mewarnai dan mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.
Dalam Al Qur’an, keharusan bersikap jujur dalam berdagang, berniaga dan atau jual beli,
sudah diterangkan dengan sangat jelas dan tegas yang antara lain kejujuran tersebu –di
beberapa ayat– dihuhungkan dengan pelaksanaan timbangan, sebagaimana firman Allah
SWT: ”Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”. (Q.S Al An’aam(6):
152).
Dengan menyimak ayat tersebut di atas, maka kita sudah dapat mengambil kesimpulan
bahwa; sesungguhnya Allah SWT telah menganjurkan kepada seluruh ummat manusia
pada umumnya, dan kepada para pedagang khususnya untuk berlaku jujur dalam
menimbang, menakar dan mengukur barang dagangan. Penyimpangan dalam
menimbang, menakar dan mengukur yang merupakan wujud kecurangan dalam
perdagangan, sekalipun tidak begitu nampak kerugian dan kerusakan yang
diakibatkannya pada manusia ketimbang tindak kejahatan yang lehih besar lagi seperti;
perampokan, perampasan, pencu rian, korupsi, manipulasi, pemalsuan dan yang lainnya
2. Amanah (Tanggungjawab)
Setiap pedagang harus bertanggung jawab atas usaha dan pekerjaan dan atau jabatan
sebagai pedagang yang telah dipilihnya tersebut.Tanggung jawab di sini artinya, mau dan
mampu menjaga amanah (kepercayaan) masyarakat yang memang secara otomatis
terbeban di pundaknya.
Sudah kita singgung sebelumnya bahwa –dalam pandangan Islam– setiap pekerjaan
manusia adalah mulia. Berdagang, berniaga dan ataujual beli juga merupakan suatu
pekerjaan mulia, lantaran tugasnya antara lain memenuhi kebutuhan seluruh anggota
masyarakat akan barang dan atau jasa untuk kepentingan hidup dan kehidupannya.
Dengan demikian, kewajiban dan tanggungjawab para pedagang antara lain:
menyediakan barang dan atau jasa kebutuhan masyarakat dengan harga yang wajar,
jumlah yang cukup serta kegunaan dan manfaat yang memadai. Dan oleh sebab itu,
tindakan yang sangat dilarang oleh Islam –sehubungan dengan adanya tugas, kewajiban
dan tanggung jawab dan para pedagang tersebut– adalah menimbun barang dagangan.
Menimbun barang dagangan dengan tujuan meningkatkan pemintaan dengan harga
selangit sesuai keinginan penimbun barang, merupakan salah satu bentuk kecurangan dari
para pedagang dalam rangka memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.
Menimbun barang dagangan –terutama barangbarang kehutuhan pokok– dilarang keras
oleh Islam! Lantaran perbuatan tersebut hanya akan menimbulkan keresahan dalam
masyarakat. Dan dalam prakteknya, penimbunan barang kebutuhan pokok masyarakat
oleh sementara pedagang akan menimbulkan atau akan diikuti oleh berhagai hal yang
negatifseperti; harga-harga barang di pasar melonjak tak terkendali, barang-barang
tertentu sulit didapat, keseimbangan permintaan dan penawaran terganggu, munculnya
para spekulan yang memanfaatkan kesempatan dengan mencari keuntungan di atas
kesengsaraan masyarakat dan lain sebagainya.
Ada banyak hadits Rasulullah yang menyinggung tentang penimbunan barang dagangan,
baik dalam bentuk peringatan, larangan maupun ancaman, yang .ntara lain sebagai
berikut:
Sabda Rasulullah (yang artinya):
“Allah tidak akan berbelas kasihan terhadap orang-orang yang tidak mempunyai belas
kasihan terhadap orang lain.” (HR. Bukhari)
“Barangsiapa yang melakukan penimbunan terhadap makanan kaum Muslimin, Allah
akan menimpanya dengan kerugian atau akan terkena penyakit lepra.” (HR. Ahmad)
“Orang yang mendatangkan barang dagangan untuk dijual, selalu akan memperoleh
rejeki, dan orang yang menimbun barang dagangannya akan dilaknat Allah.” (HR. lbnu
Majjah)
“Barangsiapa yang menimbun makanan, maka ia adalah orang yang berdosa.” (HR.
Muslim dan Abu Daud)
“Barangsiapa yang menimbun makanan selama 40 hari, maka ia akan lepas dari tanggung
jawab Allah dan Allah pun akan cuci tangan dari perbuatannya.” (HR. Ahmad)
3. Tidak Menipu
Dalam suatu hadits dinyatakan, seburuk-buruk tempat adalah pasar.Hal ii lantaran pasar
atau termpat di mana orang jual beli itu dianggap sebagal sebuah tempat yang di
dalamnya penuh dengan penipuan, sumpah palsu, janji palsu, keserakahan, perselisihan
dan keburukan tingkah polah manusia lainnya.
Sabda Rasulullah SAW:
“Sebaik-baik tempat adalah masjid, dan seburk-buruk tempat adalah pasar”. (HR.
Thabrani).“Siapa saja menipu, maka ia tidak termasuk golonganku”. (HR. Bukhari)
Setiap sumpah yang keluar dan mulut manusia harus dengan nama Allah. Dan jika sudah
dengan nama Allah, maka harus benar dan jujur. Jika tidak henar, maka akibatnya
sangatlah fatal.
Oleh sehab itu, Rasulululah SAW selalu memperingatkan kepada para pedagang untuk
tidak mengobral janji atau berpromosi secara berlebihan yang cenderung mengada-ngada,
semata-mata agar barang dagangannya laris terjual, lantaran jika seorang pedagang berani
bersumpah palsu, akibat yang akan menimpa dirinya hanyalah kerugian.
Sabda Rasulullah SAW:
“Jangan bersumpah kecuali dengan nama Allah. Barangsiapa bersumpah dengan nama
Allah, dia harus jujur (benar). Barangsiapa disumpah dengan nama Allah ia harus rela
(setuju). Jika tidak rela (tidak setuju), niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah.” (HR.
lbnu Majaah dan Aththusi)
“Ada tiga kelompok orang yang kelak pada hari kiamat Allah tidak akan berkata-kata,
tidak akan melihat, tidak akanpula mensucikan mereka.Bagi mereka azab yang
pedih.Abu Dzarr berkata, “Rasulullah mengulang-ulangi ucapannya itu, dan aku
hertanya,” Siapakah mereka itu, ya Rasulullah?”Beliau menjawab, “Orang yang
pakaiannya menyentuh tanah karena kesombongannya, orang yang menyiarkan
pemberiannya (mempublikasikan kebaikannya), dan orang yang menjual dagangannya
dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim)
“Sumpah dengan maksud melariskan barang dagangan adalah penghapus barokah.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
“Sumpah (janji) palsu menjadikan barang dagangan laris, (tetapi) menghapus
keberkahan”. (HR. Tirmidzi, Nasal dan Abu Dawud)
“Berhati-hatilah, jangan kamu bersumpah dalam penjualan.Itu memang melariskan jualan
tapi menghilangkan barokah (memusnahkan perdagangan).” (HR. Muslim)
Sementara itu, apa yang kita alami selama ini, jual beli, perdagangan dan atau perniagaan
di zaman sekarang –terutama di pasar-pasar bcbas– tidak banyak lagi diketemukan orang
yang mau memperhatikan etiket perdagangan Islam. Bahkan nyaris, setiap orang –penjual
maupun pembeli– tidak mampu lagi membedakan barang yang halal dan yang haram,
dimnana keadaan ini sesungguhnya sudah disinyalir akan terjadi oleh Rasulullah SAW,
sebagaimana dinyatakan dalam haditsnya.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda: “Akan datang pada manusia suatu zaman
yang seseorang tidak memperhatikan apakah yang diambilnya itu dan barang yang halal
atau haram.” (HR. Bukhari)
Memang sangat disayangkan, mengapa hal seperti ini harus terjadi? Sementara tidak
hanya sekali saja Rasulullah SAW memberi peringatan kepada para pedagang untuk
berbuat jujur, tidak menipu dalam berjual beli agar tidak merugikan orang lain.
Sehagaimana pernyataan beberapa hadits di bawah ini:
Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah seseorang menjual
akan suatu barang yang telah dibeli oleh orang lain”. (HR. Bukhari)
Dari lbnu Umar: Bahwa seorang laki-laki menyatakan pada Nabi SAW bahwa ia tertipu
ketika berjual heli. Maka Nabi menyatakan: “Jika engkau berjualbeli maka katakanlah:
Tidak boleh menipu”. (HR. Bukhari)
4. Menepati Janji
Seorang pedagang juga dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada para pembeli
maupun di antara sesama pedagang, terlebih lagi tentu saja, harus dapat menepati janjinya
kepada Allah SWT.
Janji yang harus ditepati oleh para pedagang kepada para pembeli misalnya; tepat waktu
pengiriman, menyerahkan barang yang kwalitasnya, kwantitasnya, warna, ukuran dan
atau spesifikasinya sesuai dengan perjanjian semula, memberi layanan puma jual, garansi
dan lain sebagainya.Sedangkan janji yang harus ditepati kepada sesama para pedagang
misalnya; pembayaran dengan jumlah dan waktu yang tepat.
Sementara janji kepada Allah yang harus ditepati oleh para pedagang Muslim misalnya
adalah shalatnya. Sebagaimana Firman Allah dalam Al Qur’an:
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung.Dan apabila
mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadaNya dan
mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah: ”Apa yang di sisi
Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah sebaik-baik
pemberi rezki” (Q.S Al Jumu’ah (62):10-11)
Dengan demikian, sesibuk-sibuknya urusan dagang, urusan bisnis dan atau urusan jual
beli yang sedang ditangani –sebagai pedagang Muslim– janganlah pernah sekali-kali
meninggalkan shalat.Lantaran Allah SWT masih memberi kesempatan yang sangat luas
kepada kita untuk mencari dan mendapatkan rejeki setelah shalat, yakni yang tercermin
melalui perintah-Nya; bertebaran di muka bumi dengan mengingat Allah SWT banyak-
banyak supaya beruntung.
5. Murah Hati
Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW menganjurkan agar para pedagang selalu bermurah
hati dalam melaksanakan jual beli.Murah hati dalam pengertian; ramah tamah, sopan
santun, murah senyum, suka mengalah, namun tetap penuh tanggungjawab.
Sabda Rasulullah SAW: “Allah berbelas kasih kepada orang yang murah hati ketika ia
menjual, bila membeli dan atau ketika menuntut hak”. (HR. Bukhari)“Allah memberkahi
penjualan yang mudah, pembelian yang mudah, pembayaran yang mudah dan penagihan
yang mudah”. (HR. Aththahawi)
6. Tidak Melupakan Akhirat
Jual beli adalah perdagangan dunia, sedangkan melaksanakan kewajiban Syariat Islam
adalah perdagangan akhirat.Keuntungan akhirat pasti lebih utama ketimbang keuntungan
dunia.Maka para pedagang Muslim sekali-kali tidak boleh terlalu menyibukkan dirinya
semata-mata untuk mencari keuntungan materi dengan meninggalkan keuntungan
akhirat.Sehingga jika datang waktu shalat, mereka wajib melaksanakannya sebelum habis
waktunya.Alangkah baiknya, jika mereka bergegas bersama-sama melaksanakan shalat
berjamaah, ketika adzan telah dikumandangkan. Begitu pula dengan pelaksanaan
kewajiban memenuhi rukun Islam yang lain. Sekali-kali seorang pedagang Muslim
hendaknya tidak melalaikan kewajiban agamanya dengan alasan kesibukan perdagangan.
Sejarah telah mencatat, bahwa dengan berpedoman kepada etika perdagangan Islam
sebagaimana tersebut di atas, maka para pedagang Arab Islam tempo dulu mampu
mengalami masa kejayaannya, sehinga mereka dapat terkenal di hampir seluruh penjuru
dunia
3. Perilaku Terpuji dalam Perdagangan

Menurut Imam Al-Ghozali ada enam sifat perilaku yang terpuji dalam perdagangan, yaitu:

1. Tidak mengambil laba lebih banyak, seperti yang lazim dalam dunia dagang. Jika
dipikirkan perilaku demikian ini, maka dapat dipetik hikmahnya, yaitu menjual barang
lebih murah dari saingan atau sama dengan pedagang lain yang sejenis, membuat
konsumen akan lebih senang dengan pedagang seperti ini, apalagi diimbangi dengan
pelayanan yang memuaskan.
2. Membayar harga agak lebih mahal kepada pedagang miskin, ini adalah amal yang
lebih baik daripada sedekah biasa.
3. Memurahkan harga atau memberi potongan kepada pembeli yang miskin, hal ini
dapat mendapatkan pahala yang berlipat ganda.1
4. Bila membayar hutang, pembayaran dipercepat dari waktu yang telah ditentukan.
Jika yang dihutang berupa barang, maka usahakan dibayar dengan barang yang lebih
baik, dan yang berhutang datang sendiri kepada yang berpiutang pada waku
pembayaranya. Bila hutang berupa uang, maka lebihkanlah pembayarannya sebagai tanda
terimakasih, walaupun tidak diminta oleh orang yang berpiutang. Demikian yang
dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
5. Membatalkan jual beli, jika pihak pembeli menginginkannya. Ini sejalan dengan
“Customer is King” dalam ilmu marketing. Pembeli itu adalah raja, jadi apa kemauanya
perlu diikuti sebab penjual harus tetap menjaga hati langganan, sampai langganan merasa
puas. Kepuasan konsumen adalah merupakan target yang harus mendapatkan prioritas
dari penjual. Dengan adanya kepuasan, maka langganan akan tetap terpelihara, bahkan
akan meningkat karena langganan lama menarik langganan baru. Ingatlah promosi dari
suatu produk yang berbunyi: “Kepuasan Anda dambaan kami”, Kami Ingin Memberi
Kepuasan yang Istimewa”, “Jika Anda Merasa Puas Beritahu Teman-teman Anda, Jika
Anda Tidak Puas Beritahu Kami”.
6. Bila menjual bahan pangan kepada orang miskin secara cicilan, maka jangan
ditagih bila orang miskin itu tidak mampu untuk membayarnya, dan membebaskan
mereka dari utang jika meninggal dunia.2
4. Konsep Nabi-Nabi dalam Berdagang
a) Prinsip esensial, dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam ajaran islam kejujuran
merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan jual-beli Rasulullah SAW
sangat menganjurkan kejujuran dalam segala bentuk aktivitas jual --
beli. Rasulullah SAW melarang segala bentuk aktivitas jual -- beli yang di

1
Alma, Buchari. 2008. Kewirausahaan. Alfabeta: Bandung

2
Alma, Buchari. 2008. Kewirausahaan. Alfabeta: Bandung
lakukan dengan penipuan, karena penipuan dapat merugikan orang lain dan
melanggar hak asasi manusia dalam berdagang yaitu suka sama suka. Rasulullah
SAW sendiri selalu bersikap jujur dalam berdagang.3
b) Amanah dan profesional dalam berdagang, dalam berdagang kita harus bersikap
amanah, agar selalu dipercaya oleh orang yang akan membeli barang dagangan
kita. Kejujuran dan amanah mempunyai hubungan yang sangat erat karena orang
yang selalu jujur pastilah amanah (terpercaya). Allah SWT memerintahkan agar
umat Islam menunaikan amanat kepada orang yang berhak menerimanya dan jika
memutuskan perkara agar dilakukan secara adil.
c) Kesadaran tentang signifikansi sosial, dalam berdagang kita tidak hanya mengejar
keuntungan sebanyak-banyaknya sebagaimana yang diajarkan
dalam ekonomi kapitalis, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi
orang lain dalam membeli barang yang kita jual. Disamping itu, sebagian harta
yang diperoleh dari berdagang hendaklah beberapa diberikan kepada orang lain
terutama orang - orang yang lemah secara ekonomi.
d) Tidak melakukan sumpah palsu, jika memang barang yang kita jual ada
kekurangan, kita harus menjelaskan yang sebenarnya pada pembeli. Tidak
bersumpah bahwa barang yang kita jual semuanya bagus.  Orang yang melakukan
sumpah palsu pada dasarnya telah berbuat dosa besar seperti menyekutukan Allah
SWT,durhaka kepada kedua orang tua.
e) Bersikap ramah tamah, dalam melakukan aktivitas jual-beli sebaiknya bersikap
ramah tamah, agar pembeli terkesan dan merasa nyaman saat membeli pada kita.
f) Tidak menjelek-jelekkan dagangan orang lain, agar orang membeli barang hanya
kepadanya. Seorang pedagang tidak diperbolehkan mencari-cari kejelekan barang
dagangan orang lain, tidak boleh buruk sangka, memata-matai dan mendengki, iri
hati, dan bermusuhan dengan pedagang yang lain.4

3
Pusat Pengkajian Dan pengembangan Ekonomi Islam (UII). 2008. EKONOMI ISLAM.
Depok. PT RajaGrafindoPersada.
g) Tidak melakukan ihtikar, ihtikar adalah menumpuk dan menyimpan barang dalam
masa tertentu dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan
mendapata keuntungan yang lebih besar. Rasulullah SAW melarang umat Islam
menimbun barang dan tidak mendistribusikannya ke pasar. Penimbunan termasuk
aktivitas dagang yang mengandung kezhaliman.
h) Melakukan takaran, ukuran, dan timbangan secara benar dan tidak
menguranginya. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar
-benar diutamakan . Allah SWT mengancam kecelakaan (neraka wail) bagi orang
yang curang dalam takaran dan timbangannya.
i) Kegiatan berdagang tidak mengganggu kegiatan ibadah. Jadi kita harus bisa
membagi waktu antara ibadah dan berdagang. Seorang pedagang harus menyadari
bahwa tujuan manusia diciptakan di muka bumi untuk beribadah kepada Allah
SWT.
j) Barang yang dijual adalah barang yang baik dan halal. Allah SWT dan Rasulullah
SAW mealarang jual -beli barang - barang yang haram.
k) Aktivitas jual beli yang dilakukan harus bersih dari unsur riba, karena Rasulullah
SAW mengutuk orang - orang yang terlibat dalam riba. Riba dalam jual - beli
adalah barang yang diperjual belikan diberi harga atau nilai yang tidak sesuai
dengan seharusnya, biasanya dengan harga atau nilai yang lebih besar sehingga
ada nilai tambahan yang tidak halal.
l) Membayar upah kepada pekerja atau karyawan sesegera mungkin dan harus
sesuai jumlahnya dengan kontrak kerja. Rasulullah SAW mengharuskan agar
upah segera dibayar setelah pekerjaan selesai. Penundaan pembayaran termasuk
kategori kezhaliman yang sangat dilarang dalam Islam.
m) Tidak melakukan monopoli contohnya tidak melakukan eksploitasi (penguasaan)
individu tertentu atas hak milik sosial seperti air, udara, tanah dan kandungannya

4
Pusat Pengkajian Dan pengembangan Ekonomi Islam (UII). 2008. EKONOMI ISLAM.
Depok. PT RajaGrafindoPersada.
seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan
secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain.5
n) Tidak boleh ada unsur paksaan dalam aktivitas berdagang. Seperti penjual
memaksa pembeli agar membeli barang dagangannya. Pada dasarnya segala
aktivitas berdagang harus dilakukan dengan kerelaan pihak - pihak yang terlibat
didalamnya. Tidak boleh ada pihak tertentu yang memaksa pihak lain untuk
melakuka aktivitas bisnis. Orang yang melakukan aktivitas berdagang dengan
memaksa orang lain termasuk kategori kebatilan yang sangat dilarang Islam.
o) Tidak bersikap tamak terhadap harta. Dalam ekonomi Islam, mencari keuntungan
sebanyak - banyaknya tidak dilarang, tetapi bersikap tamak terhadap harta
sehingga menghalalkan segala cara dalam memperoleh harta tersebut itu dilarang
oleh Islam.
p) Menggunakan harta yang dimilikinya untuk sesuatu yang benar bukan untuk
maksiat. Harta dikelola dengan baik dan benar sehingga dapat memberikan
manfaat merupakan hal yang penting dan perlu terus - menerus diupayakan.
Itulah beberapa prinsip - prinsip Rasulullah SAW tentang etika berjual - beli. Sudah seharusnya
kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW mengikuti perilaku --perilaku beliau, karena
Rasulullah SAW diutus untuk menyempurnakan akhlaq manusia.6

5
Pusat Pengkajian Dan pengembangan Ekonomi Islam (UII). 2008. EKONOMI ISLAM.
Depok. PT RajaGrafindoPersada.

6
Pusat Pengkajian Dan pengembangan Ekonomi Islam (UII). 2008. EKONOMI ISLAM.
Depok. PT RajaGrafindoPersada.
PENUTUP

Kesimpulan

Bisnis Syariah merupakan “ Serangkaian aktivitas bisnis  dalam berbagai bentuknya(yang


tidak di batasi),Namun di batasi dalam cara perolehan dan pendayaan hartanya (ada aturan halal
dan haram). Dalam arti,Pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang pada ketentuan syariat (aturan-
aturan dalam Al-Quran Dan Al-Hadits ). Dengan demikian syariat merupakan nilai utama yang
menjadi paling strategis maupun taktis bagi pelaku kegaiatan ekonomi (bisnis)

Jika kita dapat menjalankan bisnis yang denagn cara yang dijelaskan pada bisnis syariah maka
insyaAllah akan menjadi bibit yang besar untuk bisnis yang dijalankannya dan dapat menjadi
brand yang besar dan pembisnis yang berkarisma karena pekerjaan bisnis syariah ini merupakan
pekerjaan yang mulia.
Daftar Pustaka

1. Zluvistazluvi. Bisnis Syariah sebagai Pekerjaan Mulia.Oktoberr 22 2016.


https://zluvistazluvi.blogspot.com/2016/10/bisnis-syariah-sebagai-pekerjaan-
mulia.html. Senin 24 Februari 2020 pukul 20.32.
2. Muhammad Dwi Mulia.Senin,13 Mei 2013.
https://muhammaddwimulia.blogspot.com/2013/05/bisnis-syariah-sebagai-pekerjaan-
mulia.html. Senin 24 Februari 2020 pukul 20.45
3. Alma, Buchari. 2008. Kewirausahaan. Alfabeta: Bandung
4. Pusat Pengkajian Dan pengembangan Ekonomi Islam (UII). 2008. EKONOMI
ISLAM. Depok. PT RajaGrafindoPersada.

Anda mungkin juga menyukai