Etika Bisnis Islam
Etika Bisnis Islam
Etika Bisnis Islam
Disusun Oleh:
Disusun oleh:
Evi Wulandari
1113081000009
Rifka Indi
1113081000014
Winda Sari
Maya Asmara
1113081000017
untuk memudahkan
dalam aktivitas berbisnis, dan ini juga merupakan sifat yang dikedepankan dalam
berbisnis yang islami.
D. Berbisnis Sebagai Sarana Toleransi, Ukhuwah, dan Shadaqah
1. Toleransi
Diantara nilai-nilai moral yang dituntut di sini adalah sikap tenggang rasa (toleransi),
memanfaatkan, dan menghindari tindakan sewenang-wenang, menyulitkan,ekspoitasi,
nilai-nilai yang mendominasi dunia perdagangan yang berkembang pada umumnya, dan
yang sangat menguasai pasar terutama di bawah penindasan kapitalisme yang rakus dan
kejam yang tidak mengenal tujuan kecuali keuntungan dan tidak mengenal cara kecuali
menjatuhkan (pesaing)
Dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi saw. Bersabda, Semoga Allah merahmati seorng
hamba yang toleran ketika menjual, toleran ketika membeli, dan toleran ketika menuntuk
hak. (HR Bukhari dan Ibnu Majah ( al-Muntaq: 976)
2. Menjaga Hak-Hak Persaudaraan
4
Diantara nilai-nilai yang di tuntut pula di sini adalah menjaga hak-hak ukhuwah. Jika
pasar kapitalkan harga tawaran dan tidak mengnal perasaan, tidak memasukkan
pertimbangan-pertimbangan moral ke dalam bidang ekonomi, hanya nagka-angka dan
keuntungan semata-mata yang menjadi factor penentu, maka islam memperhatikan hal
tersebut dan sekaligus tidak mengabaikannya. Oleh karena itu, jika sebagian orang telah
sepakat pada suatu transaksi, penjualan telah setujui untuk menjual dan pembeli pun telah
setuju untuk membeli, meskipun belum terjadi ijab Kabul (teken kontrak perjanjian) ,
maka disini islam melarang orang lain untukj dating berusaha merebut transaksi tersebut
dengan menambah harga tawaran dan membujukan penjualan untuk meninggalkan
kesepakatan yang pertama.
Dalam hal ini Rasulullah saw. Bersabda, Janganlah seseorang membeki atas
pembelian (barang yang sudah disepakati untuk dibeli) saudaranya dan janganlah
meminang pinangan saudaranya. (hr.Muttafaq Alaih dari Abu dari Abu Hurairah, Shahih
al-Jami ash-Saghir (7591)
Janganlah seseorang membeli atas pembelian saudaranya dan janganlah menawar
atas penawaran saudaranya. (Hr.Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, shaih aljamiash-shaghir (7601).
3. Shadaqoh yang Tidak Ditentukan
Dari Qois bin Abu Gharah, ia berkata, kami dulu di zaman Rasulullah saw dijuliki
para calon lalu Rasulullah saw melewati kami kemudian beliau menjuluki kami dengan
julukan yang lebih baik dari tiu, seraya mengatakan, wahai para pedagang, sesungguhnya
jual beli itu tercampuri perkataan yang sia-sia dan sumpah maka campurilah perdagangan
tersebut dengan shadaqoh. (HR Abu Daud (3326), at-Tirmidzi (1208), NasaI (3831), dan
Ibnu Majah (2145).
Shadaqoh ini tidak di tentukan jumlahnya melainkan diserahkan kepada hati nurani
seseorang mulim dalam menentukan jumlah dan waktunya. Imam Ibnu Hazm menjadikan
hadist ini sebagai alasan bagi tidak wajibnya zakat perniagaan. Seandainya wajib dizakati
sebagaimana di wajibkan dalam semua harta benda yang riil (tampak), kata Ibnu Hazm ,
niscaya Nabi saw memerintahkan kepada mereka dan tidak cukup dengan sabdanya,
campurilah perniagaan tersebut dengan sedekah.
Meluruskan Niat
Yakni kebaikan niat dan aqidah di awal perniagaan. Hendaklah seorang manusia
meniatkan untuk menjaga diri agar tidak meminta-minta, menjaga diri dari kerakusan
terhadap apa yang menjadi milik orang lain karena mencukupkan diri dengan yang
halal, menjadikannya sebagai dukungan terhadap agama , dan demi melaksanakan
kewajiban mencukupi kebutuhan keluarga agar termasuk kelompok orang-orang yang
berjihad dengannya. Hendaklah seorang manusia berniat amar maruf nahi munkar
dalam setiap apa yang dilihat di pasar. Jika telah mempersiapkan aqidah-aqidah ini
Kebebasan untuk membuat pilihan dan keinginan untuk melakukan hal yang benar
tanpa dicampuri oleh hal-hal yang bersifat paksaan senantiasa harus dijalankan oleh semua
pihak dalam semua aktivitas perdagangan. Paksaan secara langsung atau tidak dalam
bidang ekonomi dan politik merupakan hal yang biasa dalam perdagangan modern.
Terjalinnya persatuan maupun tidak dikalangan buruh biasanya merupakan sasaran dari
sistem paksaan ini. Monopoli dan monopsony biasanya membuat kontak yang
menggantungkan bagi perusahaan dan biasanya juga dibuat dalam bentuk paksaan, baik
secara implisit maupun eksplisit.
Pembelian yang dilakukan secara terpaksa yang dilakukan oleh sebuah Negara pada
masa-masa sulit, atau jika Negara tersebut berhak membeli dahulu sesuatu bahan
kebutuhan harus diberi perhatian juga. Beberapa tujuan masyarakat yang lebih penting,
atau kepentingan individu yang utama telah membenarkan pengecualian ini, dan ia dapat
dipahami jika diikuti oleh suatu kajian yang terinci mengenai hal-hal yang terkait
didalamnya.
6. Monopoli
Islam telah mengharamkan monopoli yang merupakan salah satu dari dua unsur
penopang kapitalisme yang rakus dan otoriter. Monopoli adalah menahan barang untuk
tidak berada di pasar supaya naik harganya. Semakin besar dosa orang yang melakukan
jika praktek monopoli tersebut dilakukan secara kolektif dimana para pedagang barangbarang jenis tertentu bersekongkol untuk memonopolinya. Demikian juga seorang
pedagang yang memonopoli satu jenis tertentu dari barang dagangan untuk keuntungan
dirinya sendiri dan menguasai padar sekehendaknya.
Rasulullah saw:
Barangsiapa memonopoli maka ia akan berdosa (HR Muslim, Abu Dawud, atTirmidzi, ia men-shahih-kannya, dan Ibnu Majah, al Muntaqa:999)
Kata inilah yang dipakai oleh Al-Quran untuk mengencam orang-orang yang
melampaui batas dan berbuat semena-mena.
Rasulullah saw: bersabda,
Barangsiapa memonopoli bahan makanan selama empat puluh hari, maka
sesungguhnya ia telah terlepas diri dari Allah dan Allah pun berlepas darinya. (HR
10
Ahmad dalam Musnad Ibnu Umar, di-shahih-kan Ahamd syakir (no 488), dan al-Iraqi
dalam Takhrij Ahadist al-Ihya (II/72) ).
Ali ra berkata, Barangsiapa memonopoli bahan makanan selama empat puluh hari
niscaya hatinya menjadi keras.
Sebabnya adalah karena ia hanya memperhatikan kepentingsn diri sendiri dan tidak
menghiraukan bahaya yang menimpa masyarakat. Setiap kali terjadi penurunan harga, dia
merasa sakit dan menderita. Tetapi setiap kali mendengan berita kenaikan harga, dia
merasa senang dan gembira.karena itu, tidak ayal lagi rasa kasih sayang pasti akan lenyap
dari hatinya dan terjangkiti oleh egoisme dan kekesatan hati.
tidak lupa dari hukum makruh karena ia menantikan prinsip-prinsip bahaya (kenaikan
harga) adalah terlarang seperti menantikan datangnya bahaya itu sendiri di bawah
tingkatan tindakan membahayakan secara langsung. Tingkat bahaya ini akan
menentukan tingkat keharaman dan kemakruhan tindakan monopoli yang di jakukan.
Diriwayatkan dari sebagian ulama salaf bahwa ia berada di kota Wasith dan
menyiapkan satu kapal bermuatan gandum menuju kota Bashrah. Ia menulis pesan
kepada perwakilannya (agennya): juallah bahan makanan ini pada hari memasuki kota
Bashrah dan jarang menundanya sampai esok harinya. Lalu tibalah kapal itu di
Bashrah dengan mendapatkan harta yang sangat bagus. Berkatalah para pedagang
kepaadanya: kalau kamu menangguhkan penjualannya dalam jangaka satu pecan (satu
jumat) niscaya kamu mengeruk keuntungan yang berlipat darinya. Lalu ia
menangguhkannya dan merauk keuntungan yang berlipat . kemudian ia menulis berita
kepada temannya (pemilik bahan makanan) memberitahukan hal itu. Lalu pemilik
bahan makanan mengirim surat kepadanya seraya mengatakan: apa-apaan ini,
sesungguhnya kami telah puas dengan keuntungan yang sedikit disertai dengan
keselamatan agama kami sedangkan kamu telah menyalahi hal itu.kami tidak suka
merauk keuntungan yang berlipat darinya dengan kehilangan moral agama.
Sesungguhnya kamu telah berbuat kejahatan pada kami!!. Jika telah sampai kepadamu
suratku ini maka ambillah semua harta (uang) lalu shadaqahkanlah kepada kaum faqir
miskin kota Bashrah, dan mudah-mudahan saya selamat dari dosa monopoli sebersihbersihnya, tidak ada tanggungan dosa atasku dan tidak ada keuntungan monopoli
bagiku.
13
DAFTAR PUSTAKA
14