Makalah Proyek Inovasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

POYEK INOVASI DAN ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK

DI RUANG HEMODIALISA RSD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

Diajukan Untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada stase KMB III

Disusun oleh :
1. Dudi
2. Nina Riskiyani
3. Pipik Taufik
4. Riza Nuralfiah
5. Rizkar Purnama Dwi S.

PROGRAM PROFESI NERS REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2019

KATA PENGANTAR
1
Alhamdulilah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
penelitian yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik

Di Ruang Hemodialisa RSD Gunung Jati Kota Cirebon”. Penelitian ini disusun
dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan stase KMB III
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan. Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan
yang ada sehingga dalam penyusunan penelitian ini penulis mendapat banyak dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak.

Penulis sampaikan terimakasih yang sebesar-sebesarnya kepada yang terhormat dosen


pembimbing. Peneliti menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan sarannya yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi semua pihak,
Aamiin.

Kuningan, Januari 2020

Penulis,

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 12


A. Pengertian ............................................................................... 6
B. Etiologi ................................................................................... 7
C. Manifestasi klinis ................................................................... 8
D. Patofisiologi ........................................................................... 10
E. Pemeriksaan penunjang ......................................................... 12
F. Penatalaksanaan medis .......................................................... 13
G. Asuhan keperawatan .............................................................. 14

BAB III STUDI KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN ............ 23


A. Studi kasus .............................................................................. 23
B. Asuhan keperawatan ............................................................... 25

BAB IV ANALISIS JURNAL .................................................................. 38


BAB V SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 73
A. Simpulan ................................................................................... 52
B. Saran ......................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 36

BAB I

3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien dengan penyakit ginjal stadium lanjut hampir semua memiliki minimal
satu gangguan dermatologis dan perubahan kulit serta kuku, yang dapat terjadi
sebelum atau setelah dialisa atau tranplantasi. Beberapa mengatakan bahwa
manifestasi kulit ini disebabkan oleh proses patologis mendasar yang disebabkan
penyakit ginjal, sementara yang lainnya percaya bahwa perubahan kulit ini
berhubungan dengan keparahan dan durasi gagal ginjal.
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi penyakit
gagal ginjal kronis di Indonesia berdasarkan wawancara yang didiagnosis dokter
meningkat seiring dengan bertambahnya umur, meningkat tajam pada kelompok umur
35-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%),
tertinggi pada kelompok umur ≥75 tahun (0,6%). (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2013).
Badan Kesehatan Dunia menyebutkan pertumbuhan penderita gagal ginjal pada
tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat,
kejadian dan prevelensi gagal ginjal meningkat di tahun 2014. Data menunjukan
setiap tahun 200.000 orang Amerika menjalani hemodialysis karena gangguan ginjal
kronis artinya 1140 dalam satu juta orang (Indonesian et al., 2015)
Di Amerika pasien dialysis lebih dari 500 juta orang harus menjalani hidup
dengan bergantung pada cuci.Indonesia merupakan negara dengan tingkat penderita
gagal ginjal yang cukup tinggi. Hasil survei yang dilakukan oleh perhimpunan
Nefrologi Indonesia (Pernefri) diperkirakan ada sekitar 12,5 % dari populasi atau
sebesar 25 juta penduduk Indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal (Indonesian
et al., 2015)
Manifestasi kulit yang paling umum timbul pada penyakit ginjal stadium lanjut
di antaranya pruritus. Tertundanya penyembuhan luka pada pasien penyakit ginjal
stadium lanjut ini meningkatkan risiko infeksi. Salah satu penatalaksanaan pasien
Gagal Ginjal Kronik (GGK) yaitu pengobatan segera terhadap infeksi untuk
mencegah infeksi sampai keginjal karena pada penderita GGK terjadi penurunan
imunitas.
Pruritus atau gatal-gatal adalah gejala yang paling umum dari penyakit ginjal
stadium lanjut. Dari penderita dengan gagal ginjal kronis, 15-49% mengalami
pruritus dan mereka yang menjalani dialisa 50-90%. Pada gagal ginjal akut pruritus

4
sangat jarang ditemui. Prevalensinya sedikit lebih besar pada pasien hemodialisa
yaitu 42 % dan pada pasien dialisis peritoneal 32%.
Pruritus pada pasien dengan gagal ginjal atau yang sedang menjalani dialisa
disebut dengan pruritus uremik.5-8 Penderita pruritus uremik mengeluh sangat gatal,
terlihat banyak ekskoriasi, mengalami gangguan tidur, depresi, sangat sensitif,
kualitas hidup yang rendah bahkan dapat bunuh diri.
Uremia adalah penyebab metabolik yang paling umum dari pruritus. Untuk
beberapa pasien pruritus bisa dikurangi dengan permulaan dialisa, namun pruritus
lebih sering dimulai sekitar 6 bulan setelah memulai dialisa dan biasanya meningkat
dengan lamanya waktu dialisis. Pruritus tidak memiliki hubungan yang konsisten
dengan usia, jenis kelamin, ras atau penyakit yang diderita. Pruritus mungkin muncul
beberapa waktu atau menetap, tempatnya bisa lokal atau menyeluruh, dan tingkat
pruritusnya bisa ringan atau berat. Jika pruritus ini digaruk dalam jangka lama dapat
menyebabkan berbagai lesi kulit.
Selama ini pengobatan pilihan untuk uremik pruritus yaitu emolien, topikal
capsaicin krim, ultraviolet B fototerapi, gabapentin, arang aktif oral dan nalfurafine,
antagonis opiat.12 Pengobatan ultraviolet B dikontraindikasikan penggunaan dalam
jangka lama serta efek radiasi yang harus diperhatikan. Pengobatan dengan
gabapentin jika diberikan dalam waktu lama dapat terakumulasi dan menyebabkan
neurotoksik.13 Penggunaan Talidomid juga harus dibatasi penggunaannya karena
berpengaruh pada kardiovaskuler dan neuropati periper sedangkan penggunaan
tacrolimus jangka panjang belum diketahui dan tidak direkomendasikan sampai
mendapat data yang mendukung. Pada terapi pasien dengan tranplantasi ginjal
penting untuk mempertimbangkan dampak dari obat imunosupresif yang dapat
menyebabkan masalah kulit seperti keganasan dan infeksi kulit.
Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh sehingga berperan sebagai pelindung
tubuh dari kerusakan atau pengaruh lingkungan yang buruk. Kulit akan melindungi
tubuh bagian dalam dari kerusakan akibat gesekan, tekanan, tarikan saat melakukan
aktivitas. Kulit juga menjaga dari berbagai gangguan mikrobiologi seperti jamur dan
kuman, kerusakan mekanik dan terhadap masuknya mikroorganisme. Dengan
perawatan yang tepat maka akan didapatkan kulit yang sehat.
Sekarang sudah berkembang perawatan kulit dari tanaman yang turun temurun
dipercaya dapat menjaga kulit tetap sehat. Salah satu obat tradisional yang dapat
digunakan untuk kulit yaitu dengan minyak kelapa murni. Bahan alami ini mudah

5
ditemukan disekitar kita, sehingga dapat mengurangi besarnya biaya yang harus
dikeluarkan serta mengurangi efek samping dari obat yang akan memperberat kerja
ginjal penderita GGK. Sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini terjadi perubahan
transisi epidemiologi dari penyakit menular ke penyakit kronis dan degeneratif yang
menyebabkan pola perawatan jangka panjang sangat dibutuhkan, terutama pada
penderita penyakit kronis seperti pasien gagal ginjal kronik, makin panjang waktu
yang dibutuhkan untuk perawatan tentunya makin besar biaya yang harus
dikeluarkan.
Pemberian perawatan pada pasien dilaksanakan dalam asuhan keperawatan
yang diberikan secara berkesinambungan. baik di rumah sakit maupun dilanjutkan
perawatan di rumah.91 Dalam asuhan keperawatan pada pada pasien gagal ginjal
kronik terdapat diagnosis keperawatan tentang gangguan rasa nyaman gatal dan
risiko infeksi. Gangguan rasa nyaman gatal ditangani dengan pemberian losion,
pemberian salicil talk, kolaborasi tentang pemberian antihistamin dan antipruritus
serta perawatan lainnya. Begitu juga pada diagnosis risiko infeksi sekunder selain
dilakukan perawatan menjaga kebersihan kulit juga berkolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian antibiotik.
Dari beberapa intervensi keperawatan diatas untuk menangani gangguan rasa
nyaman digunakan bermacam bahan diantaranya untuk menangani kekeringan pada
kulit digunakan pelembab, untuk memberi efek dingin diberikan salicil talk, untuk
menangani rasa gatal digunakan antihistamin dan anti pruritus serta untuk pencegah
infeksi diberikan antibiotik. Begitu banyak bahan yang harus digunakan oleh pasien
untuk mengatasi bermacam keluhan tersebut. Alangkah baiknya jika kita mencoba
salah satu bahan alami yaitu dengan minyak kelapa murni atau.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang di angkat pada makalah ini adalah “Bagaimana proyek
inovasi dan asuhan keperawatan pada kasus Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau Chronic
Kidney Disease (CKD)?”

C. Tujuan Penulisan

6
1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa mampu menganalisa serta mengaplikasikan materi-materi


yang berhubungan dengan penyakit Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau Chronic
Kidney Disease (CKD).
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mampu mengetahui definisi Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau Chronic Kidney
Disease (CKD).
b. Mampu mengetahui etiologi Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau Chronic
Kidney Disease (CKD).
c. Mampu mengetahui manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau
Chronic Kidney Disease (CKD).
d. Mampu mengetahui patofisiologi Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau Chronic
Kidney Disease (CKD).
e. Mampu mengetahui pemeriksaan penunjang tentang Gagal Ginjal Kronis
(GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD).
f. Mampu mengetahui penatalaksanaan medis tentang Gagal Ginjal Kronis
(GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD).
g. Mampu mengetahui asuhan keperawatan secara teoritis
h. Mampu melakukan asuhan keperawatan dengan kasus Gagal Ginjal Kronis
(GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD).
i. Mampu melakukan analisis jurnal keperawatan dengan kasus Gagal Ginjal
Kronis (GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD).

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari:
1. Bab I, membahas mengenai Pendahuluan
2. Bab II, membahas mengenai Tinjauan Teori
3. Bab III, membahas mengenai Pembahasan Asuhan Keperawatan
4. Bab IV, membahas mengenai Analisis Jurnal
5. Bab V, membahas mengenai Penutup

BAB II

7
TINJUAN PUSTAKA

A. Konsep Gagal Ginjal Kronik


1. Pengertian
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah hasil dari perkembangan dan ketidakmampuan
kembalinya fungsi nefron.Gejala klinis yang serius sering tidak terjadi sampai jumlah
nefron yang berfungsi menjadi rusak setidaknya 70-75% di bawah normal.Bahkan,
konsentrasi elektrolit darah relatif normal dan volume cairan tubuh yang normal
masih bisa di kembaikan sampai jumlah nefron yang berfungsi menurun di bawah
20-25 persen.(Guyton and Hall, 2014).
Menurut Syamsir (2007) Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kasus penurunan
fungsi ginjal yang terjadi secara akut (kambuhan) maupun kronis
(menahun).Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease) terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam keadaaan yang cocok
untuk kelangsungan hidup.Kerusakan pada kedua ginjal bersifat ireversibel.CKD
disebabkan oleh berbagai penyakit.Brunner and Suddarth (2014) menjelaskan bahwa
ketika pasien telah mengalami kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan
terapi pengganti ginjal secara terus menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk ke
stadium akhir penyakit ginjal kronis, yang dikenal juga dengan gagal ginjal kronis.
Ahli lain menyatakan bahwa Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal
yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal
ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap,
berupa dialisi atau transplantasi ginjal (Cynthia Lee Terry,2011). Dari beberapa
pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa gagal ginjal kronis adalah kerusakan
ginjal yang ireversibel sehingga fungsi ginjal tidak optimal dan diperkukan terapi
yang membantu kinerja ginjal serta dalam beberapa kondisi diperlukan transplantasi
ginjal.

2. Klasifikasi

8
Klasifikasi GGK dibagi atas 5 tingkatan derajat yang didasarkan pada LFG
dengan ada atau tidaknya kerusakan ginjal. Pada derajat 1-3 biasanya belum terdapat
gejala apapun (asimptomatik). Manifestasi klinis muncul pada fungsi ginjal yang rendah
yaitu terlihat pada derajat 4 dan 5 (Arora, 2015).

Tabel 1. Klasifikasi GGK (KDIGO, 2013).


Derajat LFG (ml/mnt/1.732 Penjelasan
1 ≥ 90 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
meningkat
2 60-89 Kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan
3A 45-59 Kerusakan ginjal dengan LFG turun dari
ringan sampai sedang
3B 30-44 Kerusakan ginjal dengan LFG turun dari
sedang sampai berat
4 15-29 Kerusakan ginjal dengan LFG turun berat
5 5< 15 Gagal ginjal

3. Etiologi
Penyebab penyakit GGK bermacam-macam, menurut Perhimpunan Nefrogi
Indonesia (PERNEFRI) tahun 2012 dua penyebab utama paling sering adalah penyakit
ginjal hipertensi (35%) dan nefropati diabetika (26%). Penyakit ginjal hipertensif
menduduki peringkat paling atas penyebab GGK. Penyebab lain dari GGK yang sering
ditemukan yaitu glomerulopati primer (12%), nefropati obstruksi (8%), pielonefritis
kronik (7%), nefropati asam urat (2%), nefropati lupus (1%), ginjal polikistik (1%),
tidak diketahui (2%) dan lain-lain (6%).
Di bawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006)
diantaranya adalah penyakit infeksi tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit
vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter,
penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan
penyakit tersebut adalah
a. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronis dan refluks nefropati.
b. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
dan stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
dan seklerosis sistemik progresif.

9
e. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis
tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta
amiloidosis.
g. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
h. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri dari
hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan
uretra.

4. Manifestasi Klinis
Menurut Suyono (2001) menjelaskan bahwa manifestasi klinis pada gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut :
a. Gangguan pada sistem gastrointestinal
1) Anoreksia, nausea, vomitus yag berhubungan dengan ganguan metabolisme
protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksin akibat metabolisme bakteri
usus seperti ammonia danmelil guanidine serta sembabnya muosa usus.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri dimulut menjadi amoni sehinnga nafas berbau amonia.
3) Gastritis erosife, ulkus peptic dan colitis uremik.
b. Kulit
1) Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan akibat penmbunan
urokrom. Gatal-gatal akibat toksin uremin dan pengendapan kalsium di pori-
pori kulit.
2) Ekimosis akibat gangguan hematologi.
3) Ure frost : akibat kristalsasi yang ada pada keringat.
4) Bekas-bekas garukan karena gatal
c. Sistem Hematologi
1) Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : Berkurangnya
produksi eritropoitin, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit
dalam suasana uremia toksin, defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain akibat
nafsu makan yang berkurang, perdarhan, dan fibrosis sumsum tulang akibat
hipertiroidism sekunder.
2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.

10
d. Sistem saraf dan otot
1) Restless Leg Syndrome, pasien merasa pegal pada kakinya sehinnga selalu
digerakkan.
2) Burning Feet Syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar terutama di telapak
kaki.
e. Sistem kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
sistem renin angiotensin aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal jantung akibat
penimbunan cairan hipertensif.
3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan
klasifikasi metastasik.
4) Edema akibat penimbuna cairan.
f. Sistem Endokrin
1) Gangguan seksual, libido, fertilitas, dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
testosteron dan spermatogenesis menurun.
2) Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi, sampai amenore.
3) Gangguan metabolisme glokusa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
4) Gangguan metabolisme lemak Gangguan metabolisme vitamin D.
g. Gangguan Sistem Lain
1) Tulang osteodistropi ginjal, yaitu osteomalasia, osteoslerosis, osteitis fibrosia
dan klasifikasi metastasik.
2) Asidosis metabolik akibat penimbuna asam organik sebagai hasil metabolisme.
3) Elektrolit : hiperfosfotemia, hiperkalemia, hipokalsemia

5. Patofisiologi
Perjalanan klinis gagal ginjal progresif dibagi menjadi 3 stadium yaitu:
a. Stadium I
Stadium pertama disebut dengan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium
ini kreatinin serum dan kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) normal dan asimptomatik.
Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban kerja yang
berat pada ginjal melalui tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes
LFG.

11
b. Stadium II
Stadium kedua disebut insufisiensi ginjal. Pada stadium ini lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan kadar BUN mulai meningkat diatas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda tergantung dari protein dalam
makanan. Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga meningkat melebihi kadar
normalnya. Azotemia biasanya ringan kecuali pada pasien yang mengalami stress
akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini mulai timbul gejala-
gejala nokturia dan poliuria. Nokturia disebabkan oleh hilangnya pola pemekatan
urine diurnal normal sampai tingkatan tertentu pada malam hari. Penderita biasanya
sering berkemih pada malam hari. Poliuria yaitu peningkatan volume urine yang
terus-menerus. Poliuria akibat insufisiensi ginjal biasanya lebih besar pada penyakit
yang menyerang tubulus.

c. Stadium III
Stadium akhir gagal ginjal progresif atau disebut penyakit ginjal stadium akhir
atau uremia. Pada stadium ini sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai LFG
hanya 10% dari keadaan normal dan bersihan kreatinin sebesar 5-10 ml per menit
atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat
sebagai respon terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Penderita mulai
merasakan gejala gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak lagi mampu
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh (Wilson, 2006).

12
6. Pathway

13
1. Pemeriksaaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboraturium
1) Laboraturium Darah : BUN, Kreatinin, Elektrolit, (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, leukosit), Protein antibody (kehilangan
protein dan imunoglobulin)
2) Pemeriksaan Urine : Warna, PH, BJ, Kekeruhan, Volume, Glukosa, Protein,
Sedimen, SDM, Keton, SDP, TKK/CCT.
b. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia,
dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
c. Pemeriksaan USG
Menilai berat dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, serta
prostat.
d. Pemeriksan Radiologi
Renogram, Intravenosus, Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Arteriografi, dan Venografi, CT scan, MRI, Renal Biopsi, Pemeriksaan Rontgen
Dada, Pemeriksaan Rotgen Tulang, Foto Polos Abdomen.

2. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a. Konservatif
1) Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urin.
2) Observasi balance cairan.
3) Observasi adanya odema.
4) Batasi cairan yang masuk.
b. Dialisis
1) Peritoneal diálisis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
2) Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis).
3) Hemodialisis

14
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
4) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri.
5) Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke jantung).
c. Operasi
1) Pengambilan batu.
2) Transplantasi ginjal.
3. Asuhan keperawatan secara teoritis
a. Pengkajian Fokus
1) Kaji adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan (edema, kulit tegang dan
mengilat, asupan lebih besar daripada keluaran dan berat badan bertambah)
2) Kaji adanya tanda dan gejala penurunan curah jantung, kekurangan olume cairan
dan pola nafas tak efektif
3) Kaji adanya tanda dan gejala masalah masalah kolaboratif potensial berikut ini :
syok,infeksi, kelebihn cairan, hipertensi, gagal jantung, edema pulmonal,
ketidakseimbangan elektrolit, koma, kejang
4) Kaji adanya tanda dan gejala infeksi
5) Kaji pertumbuhan dan perkembangan biopsikososial dan spiritual anak
6) Kaji tingkat aktivitas dan respon koping anak
7) Kaji kemampuan keluarga untuk penatalaksanaan dan melakukan koping
terhadap perawatan jangka panjang dan kebutuhan anak mereka.
b. Diagnosa Keperawatan
Merupakan keputusan klinis menenai seseorang, keluarga, atau masyarakat
sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau
potensial. Masalah aktual adalah masalah yang di temukan pada saat pengkajian,
sedangkan masalah potensial adalah masalah yang kemudian hari akan
terjadi(Herdman, 2011).
Diagnosa keperawatan teoritis yang muncul pada gagal ginjal kronis adalah :
1) Kelebihan volume cairan berhubangan dengan retensi Na dan H2O

2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus.


3) Ketidakseimbangan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah.

15
4) Nyeri berhubungan dengan fatigue dan nyeri sendi.
5) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru.
2. Perencanaan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi Na dan H2O. Kriteria
hasil yang di inginkan :
a) Terbebas dari edema, efusi, anasarka
b) Bunyi napas bersih, tidak ada dispneu atau ortopneu.
c) Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+)
d) Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung
dan vital sign.
e) Menjelaskan indikator kelebihan cairan

Intervensi yang harus di lakukan :


a) Timbang popok/pembalut jika di perlukan.
b) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
c) Pasang urine kateter jika diperlukan.
d) Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan ( BUN, Hmt,
osmolalitas urine) Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP,
PAP, dan PCWP.
e) Monitor vital sign.
f) Monitor indikasi retensi atau kelebihan cairan ( cracles, CVP, edema,
distensi vena leher, asites )
g) Kaji lokasi dan luas edema.
h) Monitor asupan makanan / cairan dan hitung intake kalori.
i) Monitor status nutrisi.
j) Kolaborasi pemberian diuretik sesuai interuksi.
k) Monitor berat badan.
l) Monitor serum dan osmolalitas urine.
m) Monitor vital sign.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus. Kriteria hasil yang
di ingankan:
a) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi elastisitas,
temperatur, hidrasi, pigmentasi)
b) Tidak ada luka/lesii pada kulit.

16
c) Perfusi jaringan baik.
d) Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
e) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan
perawatan alami.
Intervensi yang harus dilakukan :
a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
b) Hindari kerutan pada tempat tidur.
c) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
d) Mobilisasi pasien setiap 2 jam sekali.
e) Monitor kulit akan adanya kemerahan.
f) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan.
3) Ketidakseimbangan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah Kriteria hasil :
a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

b) Berat badan dan ideal sesuai dengan tinggi badan mempu


mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
c) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
d) Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
e) Tidak terjadi penurunan berat badan

Intervensi yang dilakukan :


a) Kaji adanya alergi makanan.
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
c) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.
d) Berikan makanan yang sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi.
e) Monitor berat badan pasien dalam keadaaan normal.
f) Monitor adanya penurunan berat badan.
4) Nyeri berhubungan dengan fatigue dan nyeri sendi.
Kriteria hasil :

a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebabnya, mampu menggunakan


tekhnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

17
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi yang dilakukan :
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteistik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
b) Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan.
c) Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien.
d) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
e) Kontrol ligkungan yang mempengaruhi nyeri (suhu ruangan, cahaya,
dan kebisingan)
f) Kurangi faktor presipitasi nyeri.
g) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi, dan
interpersonal)
h) Tentunkan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
i) Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu.
5) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru Kriteria hasil

a) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.


b) Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda tanda distres
pernapasan.
c) TTV dalam rentan normal
Intervensi yang dilakukan :
a) Posisikan pasien unuk memaksimalkan ventilasi.
b) Lakukan fisioterpi dada bila perlu.
c) Auskultasi bunyi paru, catat bila ada suara tambahan paru.
d) Perhatikan intake cairan.
e) Monitor respirasi dan status O2.
f) Monitor suara napas.

18
g) Monitor pola napas (badipneu, takipneu, kusmaul, hiperventilasi, cheyne
stokes, biot)
h) Auskulatasi suara napas, catat area penurunan/tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan.
B. Konsep Kecemasan
C. Konsep musik

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gagal Ginjal Kronik Di ruang


Hemodialisa Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama : Ny M
b. Umur : 68 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pendidikan : SMP
e. Pekerjaan : IRT
f. Status marital : Menikah
g. Tanggal masuk : 22 Januari 2020
h. Tanggal pengkajian : 22 Januari 2020
i. Diagnosa medis : CKD (Gagal ginjal kronik)
j. No. Medrek : 906936
2. Identitas Penanggung Jawab
a. Nama : Tn. D
b. Umur : 36 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Swasta
f. Hub. Dengan klien : Anak
g. Alamat : Dusun Pahing

B. Keluhan Utama
Pasien mengatakan bahwa dirinya mengeluh lemas

C. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pasien datang ke ruang hemodialisa pada 22 januari 2020 dengan keluhan lemas
Disertai gatal-gatal. Pasien juga mengatakan sering mengeluh pusing ketika
dilakukan hemodialisa. Hasil observasi TTV didapatkan tekanan darah 157/72
mmHg, RR : 21 kali/menit, nadi 85 kali/menit, suhu : 36,7 0C, BB kemarin 64 kg, BB

20
sebelum HD : 66 kg. Program HD dilakukan 2 kali dalam seminggu yaitu hari Rabu
dan sabtu.
D. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan yang sama dari
keluarga.
F. Kebutuhan Dasar
1. Oksigenasi
Pola nafas reguler dengan frekuensi 20 kali/menit, tidak terpasang oksigen
2. Cairan dan elektrolit
Pasien minum tidak dibatasi lebih dari 600 ml/hari
3. Nutrisi
Nafsu makan pasien baik tidak ada keluhan
4. Eliminasi
Pasien mengatakn BAB normal, BAK 4 kali sehari tetapi dalam jumlah sedikit.
5. Rasa nyaman dan kebersihan
Klien bisa melakukan perawatan diri seperti biasa dengan frekuensi mandi 2
kai/hari.
6. Aktivitas dan istirahat
Pasien mengatakan tidur per hari 7-8 jam
7. Keselamatan dan keamanan
Pasien selalu terjaga dan di temani oleh keluarganya
8. Peran seksual

9. Psikoseksual
Klien selalu bersosialisasi dengan keluarga, teman dan masyarakat di sekitarnya.
G. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : klien tampak lemas
2. Kesadaran : composmentis , GCS 15.
3. Tanda-tanda vital : tekanan darah 159/80 mmHg, RR : 20 kali/menit, suhu
36,50c, nadi 84 kali/menit.
H. Pemeriksaan Penunjang
No Jenis Pemeriksaan hasil Nilai normal interpretasi

21
1. Hb 8,3 g/dL 12-16 g/dL Turun
2. Ureum 167 mg/dl 10-50 mg/dl Naik
3. Kreatinin 14 mg/dl 0.6-12mg/dl Naik

I. Terapi Penatalaksanaan Medis


1. Klien mendapatkan terapi heparin sebanyak 1x1 ml .
2. Dilakukan hemodialisis rutin 2 kali dalam seminggu pada hari selasa dan Jumat.
J. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1. Ds: pasien mengatakan Penyakit metabolik Kelebihan volume
bahwa dirinya ↓ cairan
mengeluh lemas GFR menurun
Do : adanya pembengkakan ↓
di kaki GGK
BB kemarin 54 kg ↓
BB pre HD 55 kg Retensi natrium

CGS meningkat

Tekanan kapiler meningkat

Volume interstisial
meningkat

Edema

Kelebihan volume
cairan

2. Ds : Pasien mengatakan Penyakit metabolik Ganguan perfusi


bahwa dirinya ↓ jaringan perifer
mengeluh pusing GFR menurun
Do : Hb 7.0 ↓
GGK

22

Hb menurun

Suplai oksigen ke jaringan
menurun

Gangguan perfusi
jaringan perifer
3. Ds : Kerusakan
Do : Integritas Kulit

K. Rencana Asuhan Keperawatan


Tanggal/jam Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
12-11-19 Kelebihan volume
Setelah dilakukan a. monitor tanda-tanda vital
13.00 cairan tindakan b. Monitor indikasi retensi
berhubungan keperawatan atau kelebihan cairan
dengan masalah c. Kaji lokasi dan luas edema
retensi cairan kelebihan d. Monitor masukan makan
volume cairan dan cairan
dapat teratasi e. Monitor status nutrisi
denagn kriteria f. Monitor hasil lab
hasil adanya g. Lakukan program
penurunan hemodialisa sesuai
berat badan prosedur.

11 12 KetidakefektifanSetelah a. Mengonservasi kulit jika


november perfusi dilakukantinda ada lesi atau laserasi
2019/ jaringan kan b. Memonitor adanya daerah
14.00 perifer keperawatan tertentu yang hanya peka
berhubungan masalah terhadap panas
dengan ketidakefektifa c. Monitor adanya paretese
adanya n perfusi
penurunan jaringanperifer
Hb dapat teratasi

23
dengan kriteria
hasil pasien
tidak mengeluh
pusing lagi, hb
dlam batas
normal

L. Implementasi Keperawatan
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi
12 november 2019/
Kelebihan volume cairan a. Memonitor
13.00 berhubungan dengan retensi tanda-tanda
cairan vital
b. Mengkaji
lokasi dan luas
edema
c. Memonitor
masukan
makanan dan
cairan
d. Memonitor
hasil lab
e. Melakukan
program
hemodialisa
sesuai dengan
prosedur
(observasi
pemasangan
alat)
12-11-19/ 14.00 Ketidakefektifan perfusi jaringan a. Memonitor
perifer berhubungan dengan adanya daerah
adanya penurunan Hb tertentu yang
hanya peka
terhadap panas

24
b. Mengobservasi
kulit jika ada
lesi atau
laserasi
c. Memonitor
adanya
paretese

M. Evaluasi Keperawatan

Tanggal Diagnosa Evaluasi


12-11-19 Kelebihan volume cairan S: pasien mengatakan lemas
berhubungan dengan berkurang
retensi cairan O: pembengkakan di kaki
masih ada, bb Post HD
54 kg
A: maslah belum teratasi
P: Intervensi di lanjutkan

12-11-19 Ketidakefektifan perfusi S: pasien mengatakan masih


jaringan perifer pusing
berhubungan dengan O: hb 7.0
adanya penurunan HbA : Masalah belum teratasi
P: Intervensi di lanjutkan

25
BAB IV
ANALISIS JURNAL
1. Judul
Pengaruh Menghisap Slimber Ice Terhadap Intensitas Rasa Haus Pasien Gagal Ginjal
Kronik Yang Menjalani Hemodialisa
2. Nama Peneliti
Dasuki, Buhari Basok
3. Tahun Terbit
2018
4. Nama Jurnal
Indonesian Journal for Health Sciences
5. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara meta-bolisme
,keseimbangan cairan, dan elektrolit yang berakibat pada peningkat-an ureum. Pada
pasien gagal ginjal kronik mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa
disembuhkan, dan memerlukan pengobatan berupa trans-plantasi ginjal, dialisis
peritoneal, hemodialisis, dan rawat jalan dalam jangka waktu yang lama (B & Hawk,
2014).
Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami penyakit gagal ginjal kronik pada
stadium tertentu. Hasil sistematik review dan meta-analisis yang dilakukan oleh Hill
et al, 2016, mendapatkan prevalensi global penyakit gagal ginjal kronik sebesar
13,4%. Sedangkan, di Indonesia sendiri prevalensi penyakit gagal ginjal kronik
berdasarkan diagno-sis dokter sebesar 0,2% (Kemenkes, 2017).
Penderita dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa (HD) harus
mematuhi diet, minum obat, pembatasan aktivitas, proses hemodia-lisis, dan
pembatasan cairan. Apabila cairan tidak dijaga atau terjadi kelebihan cairan antara
sesi dialisis, maka akan menimbulkan dampak berupa pe-nambahan berat badan,
edema, dan pe-ningkatan tekanan darah. Namun, membatasi cairan selama

26
hemodialisa juga dapat menimbulkan beberapa efek pada tubuh, salah satunya
timbulnya keluhan rasa haus dan mulut kering (xerostomia) akibat produksi kelenjar
6. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Desain penelitian menggunakan
metode quasy experimen-tal pre post test with control group design. Penelitian
dilaksanakan di 2 (dua) Rumah Sakit Kota Jambi yaitu RSUD Raden Mattaher untuk
kelompok intervensi dan RSUD Abdul Manaf untuk kelompok kontrol. Penelitian
dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2018.
Teknik pengambilan sampel mengguna-kan purposive sampling dengan kriteria
inklusi adalah pasien yang menderita gagal ginjal kronik yang sedang menjalani
hemodialisa secara rutin 2 (dua) kali perminggu dan bersedia menandatangani
informend consent sebagai responden.

7. Hasil Penelitian
Hasil penelitian didapatkan bahwa intensitas rasa haus pada kelompok
intervensi terjadi penurunan intensitas rasa haus rerata 3.03 dengan nilai signifikan p-
value 0.000 yang artinya terdapat pengaruh menghisap slimber ice terhadap intensitas
rasa haus, sedangkan kelompok kontrol pada temuan dalam penelitian ini juga
mengalami penurunan rerata 0.35 dengan p-value =0.005

8. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan penurunan intensitas rasa haus baik pada
kelompok intervensi maupun kelompok kontrol, hal ini dikarenakan kelompok kontrol
telah diberikan pendidikan kesehatan terkait pengontrolan rasa haus selama proses
hemodialisis sehingga terjadi penurunan rasa haus. Namun hasil penelitian pada
kelompok intervensi dengan menghisap slimber ice memiliki signifikansi lebih tinggi
karena menurunkan intensitas rasa haus menjadi haus ringan bahkan tidak merasa
haus serta meminimalkan resiko kelebihan cairan dengan jumlah slimber ice yang
telah terukur volumenya.
Temuan hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian yang telah
dilakukan di beberapa Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta, penelitian N.W.
Arfany (2014) di RSUD Tugurejo Semarang ditemukan bahwa terdapat pengaruh

27
yang signifikan tingkat rasa haus sebelum dan setelah intervensi mengulum es batu
selama lima menit (p-value 0.002) karena air es yang mencair dan rasa dingin dari es
dapat menyegar-kan mulut dan tenggorokan sehingga perasaan haus berkurang
(Arfany et al,2014).
Penelitian lain mengatakan bahwa untuk mengurangi rasa haus pada penderita
gagal ginjal kronik karena pembatasan cairan adalah dengan mengkonsumsi potongan
es karena dapat memberikan perasaan lebih segar dari pada meminum air sedikit-
sedikit (Phillips, et al.,2017).
Penelitian serupa yang dilakukan oleh Sacrias, dkk. yang juga menyebut-kan
bahwa mengulum es batu lebih efektif dari pada tidak diberikan perlakuan apapun
dengan nilai pre-test 1,95 dan nilai post-test 1,75 dengan p-value (0,004 < 0,05) yang
menunjukkan ada perbedaan tingkat rasa haus sebelum dan sesudah diberikan
intervensi mengulum es batu. Lebih segar dari pada meminum air sedikit-sedikit.
Penelitian yang meneliti efektifitas mengulum es batu dan mengunyah permen
karet rendah gula pada penurun-an rasa haus pasien hemodialisa me-nunjukkan bahwa
mengulum es batu lebih efektif dalam menurunkan rasa haus dari pada mengunyah
permen karet rendah gula karena air es yang mencair dan rasa dingin dari es dapat
menyegar-kan mulut dan tenggorokan sehingga perasaan haus berkurang (Arfany et
al,2014).
Penelitian lain mengatakan bahwa untuk mengurangi rasa haus pada penderita
gagal ginjal kronik karena pembatasan cairan adalah dengan mengkonsumsi potongan
es karena dapat memberikan perasaan lebih segar daripada meminum air sedikit-
sedikit (Phillips, et al.,2017).
Kelebihan cairan pada pasien HD dapat menimbulkan komplikasi lanjut
seperti hipertensi, aritmia, kardiomio-pati, uremik perikarditis, efusi perikardial, gagal
jantung, edema pulmonal, nyeri uremik lung, dan sesak nafas. Indikator keberhasilan
pasien HD mengelola cairan adalah dengan mengontrol kenaikan berat badan.
Peningkatan berat badan dalam waktu singkat dapat berarti peningkatan jumlah cairan
dalam tubuh (Bots, et al,2005).
Secara fisiologis, rasa haus dapat muncul 30-60 menit setelah minum air.
Apabila tidak ada asupan cairan yang masuk, maka akan terjadi peningkatan tekanan
osmotik plasma dan penurunan volume cairan ekstraseluler. Penurunan volume cairan
ekstraseluler mengakibat-kan penurunan perfusi darah ke ginjal yang akan
mengaktifkan renin angioten-sin dan aldosterone. Angiotensin II bekerja

28
meningkatkan volume intra-vaskuler dengan menstimulasi rasa haus di hipotalamus
sehingga penderita merasa ingin minum (Sherwood, 2012).

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronis (GGK) adalah hasil dari perkembangan dan ketidakmampuan
kembalinya fungsi nefron.Gejala klinis yang serius sering tidak terjadi sampai jumlah
nefron yang berfungsi menjadi rusak setidaknya 70-75% di bawah normal.Bahkan,
konsentrasi elektrolit darah relatif normal dan volume cairan tubuh yang normal masih
bisa di kembaikan sampai jumlah nefron yang berfungsi menurun di bawah 20-25
persen.(Guyton and Hall, 2014).
Brunner and Suddarth (2014) menjelaskan bahwa ketika pasien telah mengalami
kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal secara terus
menerus, kondisi penyakit pasien telah masuk ke stadium akhir penyakit ginjal kronis,
yang dikenal juga dengan gagal ginjal kronis.
5.2 Saran
Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa hambatan
dalam penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Demi kemajuan selanjutnya penulis menyarankan agar :
1. Sebagai tim kesehatan yang baik perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
agar mampu merawat pasien secara komprehensif dan optimal.
2. Mampu memberikan informasi untuk pengetahuan pasien mengenai masalah
kesehatan yang dialami pasien.
3. dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada pasien. Khususnya dalam
bidang keperawatan, untuk meningkatkan pelayanan atau asuhan keperawatan yang
lebih optimal dan lebih baik..

29
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC.


Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba Medika.
Internasional, NANDA, (2012). Diagnosis Keperawatan. Difinisi dan Klasifikasi (2012-
2014). Jakarta : EGC
Nurarif. A.H. & Kusuma. H. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Jilid 1, 2 dan 3.Yogyakarta.
Media Action.
Potter & Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. EGC, Jakarta.
Tarwoto&Wartonah, 2006, Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika
Alam, Syamsir, dkk. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Brunner & Suddarth.(2014). Textbook of Medical-Surgical Nursing. Edisi ke-13.America :
Woltes Kluwer Health.
Doengoes, M.E, Moorhouse, M.F & Geissler, A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan
(Terjemahan) Edisi 3. Jakarta : EGC.

30
Guyton and Hall. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.edisi 12. Jakarta : EGC.
Herdman, T, Heather.(2011). NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Diterjemahkan oleh Made Sumarwati, S.Kp, MN dan Nike
Budhi Subekti, S.Kp. Jakarta:EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai