Bundel Laporan Ekofisiologi Hewan Ali Zainal Abidin Shahab
Bundel Laporan Ekofisiologi Hewan Ali Zainal Abidin Shahab
Bundel Laporan Ekofisiologi Hewan Ali Zainal Abidin Shahab
OLEH :
OLEH :
Universitas Sriwijaya
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN TETAP PRAKTIKUM
EKOFISIOLOGI HEWAN
OLEH :
Telah Disetujui Dan Disahkan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian
Akhir Semester Praktikum Fisiologi Hewan
Mengetahui,
Asisten
Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
anugerah yang dilimpahkan, sehingga dapat menyelesaikan laporan tetap
praktikum Ekofisiologi Hewan ini dengan baik dan sesuai dengan jadwal.
Shalawat dan salam tidak lupa dicurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW
yang telah membawa kita semua dari zaman kegelapan ke zaman yang penuh
dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Penulis menyadari bahwa laporan tetap ini masih jauh dari sempurna
karena kemampuan ilmu serta pengalaman penulis yang dimiliki masih rendah,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk
menyempurnakan laporan tetap praktikum Ekofisiologi Hewan ini.
Penyusun
Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………....
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………....
KATA PENGANTAR…………………………………………………………....
DAFTAR ISI...........................................................................................................
PENDAHULUAN…………………………………………………………….......
MATERI PRAKTIKUM
1. Osmoregulasi……………......………………………………………….....
2. Termoregulasi…………………………………………………………......
DAFTAR PUSTAKA GABUNGAN …………………………………………..
LAMPIRAN GAMBAR…………………………………………………………..
COVER GABUNGAN…………………………………………………………....
Universitas Sriwijaya
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
Pengaruh termoregulasi sangatlah banyak bagi hewan, suhu sangat penting
bagi kehidupan makhluk hidup. Suhu tubuh yang konstan (tidak banyak berubah)
sangat dibutuhkan oleh hewan, karena reaksi enzimatis, Peningkatan suhu dapat
meningkatkan laju reaksi metabolisme (perubahan suhu berpengaruh terhadap
energi kinetik molekul zat), Aktivitas metabolisme bergantung pada kemampuan
untuk mempertahankan suhu yang sesuai pada tubuhnya. Suhu sel yang
mengalami metabolisme akan lebih tinggi dari pada suhu mediumnya, karena
oksidasi dan glikolisis membebaskan panas. Suhu tubuh hewan tergantung pada
keseimbangan antara cara yang cenderung menambah panas dan cara yang
cenderung mengurangi panas (Campbell et al., 2008).
Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
laju pertumbuhan dan konsumsi pakan. Berdasarkan informasi tersebut, maka
dilakukan penelitian pemeliharaan ikan nila pada berbagai media bersalinitas
dengan memberikan pakan secara adlibitum, untuk mengetahui pemanfaatan
energi pakannya sehingga dapat memberikan laju pertumbuhan dan efisiensi
pakan tertinggi. Dibandingkan dengan jenis – jenis ikan air tawar lain, ikan ini
memiliki beberapa keunggulan, yaitu pertumbuhannya cepat, mudah dikembang
biakkan, dan efisien terhadap pemberian makanan tambahan. Di samping itu, ikan
nila merah juga tahan (resisten) terhadap gangguan hama dan penyakit serta
mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan (Rahim et al., 2015).
Salinitas di perairan menimbulkan tekanan-tekanan osmotik yang bisa
berbeda dari tekanan osmotik di dalam tubuh organisme perairan, sehingga
organisme tersebut harus melakukan mekanisme osmoregulasi di dalam tubuhnya
sebagai upaya menyeimbangkan tekanan osmotik tubuh dengan tekanan osmotik
lingkungan di luar tubuh. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kisaran salinitas yang
efektif untuk reproduksi dan pertumbuhan tergantung dari spesies dan bervariasi
untuk tiap tingkatan umur serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan lainnya seperti
suhu. Ikan yang berada pada kondisi lingkungan yang mempunyai tekanan
osmosis berbeda dengan tekanan osmosis dalam tubuhnya akan mengatur tekanan
osmosis dalam tubuh agar seimbang dengan lingkungannya (Pamungkas, 2012).
Universitas Sriwijaya
BAB 1
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
Ikan yang hidup di air tawar meregulasi cairan osmotik internal untuk selalu
dipertahankan lebih tinggi dari pada konsentrasi osmotik lingkungannya atau
bersifat hiper-osmoregulator, sedangkan ikan laut, terutama ikan teleostei,
umumnya bersifat hipo-osmoregulator yaitu meregulasi cairan internalnya lebih
rendah dari pada lingkungannya. Untuk mengatasi problem osmotiknya, pada
umumnya ikan air tawar sedikit minum, menghasilkan urine encer dan aktif
mengabsorpsi garam dari lingkungannya melalui insang. Sebaliknya ikan laut
mengatasi problem osmotiknya dengan cara minum air laut, mengekskresikan ion
lewat insang dan urine, serta menghasilkan sedikit urine (Yulan et al., 2013).
Pada umumnya ikan air tawar dan air laut memiliki kemampuan terbatas
untuk mentoleransi perubahan salinitas medium atau bersifat stenohaline, namun
di antara ikan ada yang memiliki kemampuan besar untuk mentoleransi perubahan
salinitas medium dengan rentang yang luas atau disebut bersifat eurihaline.
Ikan nila adalah jenis ikan yang termasuk bersifat eurihaline, namun demikian
bagaimana dan sampai seberapa jauh ikan nila mampu merespons terhadap
perubahan faktor lingkungan masih perlu untuk dikaji (Susilo et al., 2012).
Salinitas di perairan menimbulkan tekanan-tekanan osmotik yang bisa
berbeda dari tekanan osmotik di dalam tubuh organisme perairan, sehingga
organisme tersebut harus melakukan mekanisme osmoregulasi di dalam tubuhnya
sebagai upaya menyeimbangkan tekanan osmotik tubuh dengan tekanan osmotik
lingkungan di luar tubuh. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kisaran salinitas yang
efektif untuk reproduksi dan pertumbuhan tergantung dari spesies dan bervariasi
untuk tiap tingkatan umur serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan lainnya seperti
suhu. Ikan yang berada pada kondisi lingkungan yang mempunyai tekanan
osmosis berbeda dengan tekanan osmosis dalam tubuhnya akan mengatur tekanan
osmosis dalam tubuh agar seimbang dengan lingkungannya (Pamungkas, 2012).
Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
Ikan air tawar harus selalu menjaga dirinya agar garam tidak melarut dan
lolos ke dalam air. Garam-garam dari lingkungan akan diserap oleh ikan
menggunakan energi metaboliknya. Ikan mempertahankan keseimbangannya
dengan tidak banyak minum air, kulitnya diliputi mucus, melakukan osmosis
lewat insang, produksi urinnya encer, dan memompa garam melalui sel-sel khusus
pada insang. Secara umum kulit ikan merupakan lapisan kedap, sehingga garam di
dalam tubuhnya tidak mudah bocor ke dalam air. Satu-satunya bagian ikan yang
berinteraksi dengan air adalah insang (Susilo et al., 2012).
Cairan tubuh ikan air tawar mempunyai tekanan yang lebih besar dari
lingkungan sehingga garam-garam cenderung keluar dari tubuh. Sedangkan ikan
yang hidup di air laut memiliki tekanan osmotik lebih kecil dari lingkungan
sehingga garam-garam cenderung masuk ke dalam tubuh dan air akan keluar.
Agar proses fisiologis di dalam tubuh berjalan normal, maka diperlukan suatu
tekanan osmotik yang konstan. Pada ikan air laut terjadi kehilangan air dari dalam
tubuh melalui kulit dan kemudian ikan akan mendapatkan garam-garam dari air
laut yang masuk lewat mulutnya (Rahim et al., 2015).
Organ dalam tubuh ikan menyerap ion-ion garam seperti Na+, K+, dan Cl-,
serta air masuk ke dalam darah dan selanjutnya disirkulasi. Selanjutnya, insang
ikan akan mengeluarkan kembali ion-ion tersebut dari darah ke lingkungan luar
Sifat osmotik air berasal dari seluruh elektrolit yang larut dalam air tersebut di
mana semakin tinggi salinitas maka konsentrasi elektrolit makin besar sehingga
tekanan osmotiknya makin tinggi. Air laut mengandung 6 elemen terbesar, yaitu
Cl-, Na+, Mg2+, Ca2+, K+, dan SO42- (lebih dari 90% dari garam terlarut) ditambah
elemen yang jumlahnya kecil (unsur mikro) seperti Br -, Sr2+, dan B+ (Yulan et al.,
2013).
Pada saat ikan sakit, luka atau stres, proses osmosis akan terganggu
sehingga air akan lebih banyak masuk ke dalam tubuh ikan dan garam lebih
banyak keluar dari tubuh. Akibatnya beban kerja ginjal ikan untuk memompa air
keluar dari dalam tubuhnya meningkat. Apabila hal tersebut terus berlangsung
dapat menyebabkan ginjal menjadi rusak sehingga ikan mati. Pada keadaan
normal ikan mampu memompa air kurang lebih 1/3 dari bobot total tubuhnya
setiap hari (Pamungkas, 2012).
Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODE PENELITIAN
Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil sebagai
berikut:
4.1.1. Perhitungan Tekanan Osmotik (Po) Ikan Nila Pada Berbagai Salinitas
Salinitas 5,85 g 11,70 g 17,55 g 23,40 g 29,25 g 35,1 g
Po 0,24682 0,49364 0,74046 0,98728 1,2341 1,48092
Perhitungan :
Diketahui suhu (T) tetap 28oC (310 K)
Mr NaCl 58,5 dan Vair 10 l
Po =
Po =
Po =
Universitas Sriwijaya
4.1.2. Grafik Hasil Perhitungan
(Salinitas)
35,1
29,25
23,4
17,55
11,7
5,85 (Po)
0,2436 0,4936 0,7405 0,9873 1,2341 1,4809
Waktu Perilaku
10 menit Tubuh ikan tidak seimbang
Tubuh ikan cenderung miring
Operculum kurang terbuka
20 menit Pergerakan ikan melambat
Mengeluarkan lendir
Pingsan
30 menit Pingsan
Mata buram atau abu-abu
Universitas Sriwijaya
10
= 0,24682 atm
Po =
Po =
Waktu Perilaku
10 menit Keadaan tubuh masih normal
20 menit Terdapat selaput putih pada sebelah mata
30 menit Keluar lendir dari mulut
Keadaan tubuh masih normal
36
34
32
30
28 Po
0,24682 0,24846 0,2501 0,25174 0,25338 0,25502
Universitas Sriwijaya
4.3. Hasil Ikan Nila Pada Berbagai Suhu
4.3.1. Hasil Perhitungan Tekanan Osmotik (Po) Ikan Nila Pada Berbagai Suhu
Suhu 28oC 25oC 20oC 15oC 10oC 5oC
Po 0,24682 0,24846 0,2501 0,25174 0,25338 0,25502
Perhitungan :
Diketahui salinitas tetap 5,85 (n = 0,1 M)
Mr NaCl 58,5 dan Vair 10 l
Po =
Po =
Po =
Waktu Perilaku
10 menit Keadaan tubuh masih normal
20 menit Terdapat selaput putih pada sebelah mata
30 menit Keadaan tubuh masih normal
Universitas Sriwijaya
30
25
20
15
10
5
0,24682 0,24436 0,24026 0,23616 0,23206 0,22796
Po
4.2. Pembahasan
Universitas Sriwijaya
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil tentang
perilaku ikan nila pada salinitas yang tinggi, massa natrium klorida atau garam
dapur yang digunakan sebanyak 22,5 gram. Perilaku ikan nila pada salinitas yang
tinggi ini, pergerakan mulut ikan nila cepat, gerakan operkulumnya banyak dan
banyak mengeluarkan lendir. Menurut Rahim et al., (2015), Salinitas yang terlalu
tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan berat ikan menjadi tidak optimal,
sedangkan untuk salinitas yang sesuai dengan kondisi kemampuan dalam sistem
osmoregulasi pada ikan air tawar maupun ikan laut dan perilaku ikan nila banyak
mengeluarkan lendir dan pergerakan mulutnya menjadi cepat.
Ukuran tubuh ikan nila juga sangat mempengaruhi tekanan osmotik ikan
nila. Semakin besar tubuh ikan nila maka kemampuan pengaturan
osmoregulasinya juga semakin baik. Menurut Taufik dan Kusrini (2016),
Kemungkinan ikan yang berukuran lebih besar mempunyai kemampuan mengatur
cairan tubuh yang lebih baik. Kesempurnaan organ dari ikan uji merupakan salah
satu faktor utama yang mendukung keberhasilan dari adaptasi ikan-ikan uji yang
digunakan terhadap perlakuan yang diberikan.
Suhu juga sangat mempengaruhi tekanan osmotik ikan nila. Berdasarkan
hasil praktikum yang diperolah yang diujikan pada suhu tinggi 280C dan 360C dan
suhu rendah 50C. Saat diujikan pada suhu 280C dan 360C, ikan agresif, gerakan
mulut agak cepat dan pergerakannya mulai tidak seimbang. Sedangkan pada suhu
50C, ikan agak lemas, tidak banyak melakukan pergerakan dan pada waktu 30
menit ikan sudah pingsan dan tergeletak lemas di akuarium. Hal ini membuktikan
bahwa suhu tubuh ikan berubah tergantung suhu lingkungan atau poikiloterm.
Menurut Moro et al., (2017), Semua proses fisiologis ikan sangat dipengaruhi
oleh suhu lingkungannya karena ikan termasuk hewan poikiloterm.
Ikan nila termasuk ikan air tawar, dimanba di dalam tubuh ikan nila bersifat
hiperosmotik sedangkan di lingkungannya bersifat hipoosmotik. Ketika ikan nila
dimasukkan ke air asin atau air laut. Maka tekanan osmotik ikan nila akan tinggi
atau sulit untuk homeostasis. Menurut Rahim et al., (2015), ikan nila akan mati
saat dimasukkan ke air laut karena di dalam tubuh ikan nila bersifat hiperosmotik
yang menyebabkan selnya mengalami lisis ketika di air laut.
BAB 5
Universitas Sriwijaya
KESIMPULAN
BAB 1
Universitas Sriwijaya
PENDAHULUAN
Universitas Sriwijaya
Pengaruh termoregulasi sangatlah banyak bagi hewan, suhu sangat penting
bagi kehidupan makhluk hidup. Suhu tubuh yang konstan (tidak banyak berubah)
sangat dibutuhkan oleh hewan, karena reaksi enzimatis, Peningkatan suhu dapat
meningkatkan laju reaksi metabolisme (perubahan suhu berpengaruh terhadap
energi kinetik molekul zat), Aktivitas metabolisme bergantung pada kemampuan
untuk mempertahankan suhu yang sesuai pada tubuhnya. Suhu sel yang
mengalami metabolisme akan lebih tinggi dari pada suhu mediumnya, karena
oksidasi dan glikolisis membebaskan panas. Suhu tubuh hewan tergantung pada
keseimbangan antara cara yang cenderung menambah panas dan cara yang
cenderung mengurangi panas (Campbell et al., 2008).
Tingginya suhu lingkungan di daerah tropis pada siang hari dapat mencapai
34ºC dapat mengakibatkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh,
sehingga ternak mengalami cekaman panas. Ayam broiler termasuk hewan
homeothermis dengan suhu nyaman 24ºC, akan berusaha mempertahankan suhu
tubuhnya dalam keadaan relative konstan antara lain melalui peningkatan
frekuensi pernafasan dan jumlah konsumsi air minum serta penurunan konsumsi
ransum. Akibatnya, pertumbuhan ternak menjadi lambat dan produksi menjadi
rendah.Tingginya suhu lingkungan dapat juga menyebabkan terjadinya cekaman
oksidatif dalam tubuh, sehingga menimbulkan munculnya radikal bebas yang
berlebihan.
Tingginya suhu lingkungan di daerah tropis pada siang hari dapat mencapai
34ºC dapat mengakibatkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh, sehingga
ternak mengalami cekaman panas. Ayam broiler termasuk hewan homeothermis
dengan suhu nyaman 24ºC, akan berusaha mempertahankan suhu tubuhnya dalam
keadaan relatif konstan (Amir et al., 2017).
Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Sriwijaya
hilang panas dan pusat peningkatan panas, dimana ketika distimulasi oleh area
preoptic, mengatur kedalam serangkaian respon operasional yang meningkatkan
dan menurunkan suhu tubuh secara berturut-turut (Campbell et al., 2008).
Hypotalamus mengontrol suhu tubuh sebagaimana kerja termos.
Hypotalamus mengandung sekelompok sel- sel saraf yang berfungsi sebagai
thermostat, merespon suhu tubuh di luar kisaran normal dengan mengaktivasi
mekanisme-mekanisme yang mendorong pelepasan atau perolehan panas. Suhu
tubuh dikisaran normal, thermostat menghambat mekanisme kehilangan panas
dan mengaktivasi penghematan panas dengan menyempitkan pembuluh darah,
penegakan bulu rambut dan merangsang mekanisme- mekanisme penghasil panas.
Mekanisme pengaturan suhu tubuh manusia erat kaitannya antara kerja sama
system syaraf baik otonom, somatic dan endokrin (Junaidi et al., 2018).
Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODE PENELITIAN
Universitas Sriwijaya
botol respirometer dimasukkan ke dalam kaleng dan diletakkan kantong plastic berisi
es di sekitar botol. Diturunkan suhu hingga 10˚C, buatlah kembali dua grafik seperti
percobaan sebelumnya terakhir data di tulis dalam tabel.
Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil sebagai
berikut:
4.1.1. Konsumsi O2 oleh organisme pada suhu panas (T0H0)
O2 yang dikonsumsi
Waktu (Menit)
Katak Hangat Mencit Hangat
0 0 0
1 0 0
2 0 0
3 0 0
Universitas Sriwijaya
(ml/g.BB)
Mencit 21,24 0 0 0 290C Pergerakan
Hangat aktif
Mencit 21,05 0 0 0 140C Pergerakan
Dingin Pasif dan
banyak
Menjilat
rambut
Katak 12,56 0 0 0 320C Pergerakan
Hangat Aktif
Katak 11,08 0 0 0 160C Pergerakan
Dingin Pasif
4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka didapatkan hasil bahwa
pada percobaan laju metabolisme pada katak dilakukan pada suhu hangat dan
dingin. Perilaku katak mengalami perubahan, pada suhu 320C katak bergerak aktif
dan pada suhu 160C katak menjadi pasif. Menurut Junaidi et al. (2018), katak
Universitas Sriwijaya
merupakan hewan poikiloterm dimana suhu tubuhnya selalu berubah sesuai
dengan suhu lingkungannya. Cara adaptasi katak terhadap suhu sangat panas
dengan meningkatkan laju penguapan melalui kulitnya. Sedangkan cara adaptasi
katak terhadap suhu sangat dingin dengan menambah zat terlarut kedalam cairan
tubuhnya untuk meningkatkan konsentrasi osmotik. Laju konsumsi oksigen katak,
baik pada suhu panas maupun suhu dingin, tidak menunjukkan hasil.
Percobaan laju metabolisme pada mencit dilakukan pada suhu hangat dan
dingin. Perilaku mencit mengalami perubahan, pada suhu 29 0C mencit bergerak
aktif dan pada suhu 140C mencit menjadi pasif. Menurut Tamzil (2014), pada
hewan homoiterm suhunya lebih stabil. Hal ini dikarenakan adanya reseptor
dalam otak sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm dapat
melakukan aktifitas pada suhu lingkungan yang berbeda akibat dari kemampuan
mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm mempunyai variasi temperatur normal
yang dipengaruhi oleh faktor umur, faktor kelamin, dan faktor lingkungan. Laju
konsumsi oksigen mencit, baik pada suhu panas maupun suhu dingin, tidak
menunjukkan hasil.
Berdasarkan pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu hewan, maka
hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu poikioterm dan homoioterm.
Menurut Campbell et al., (2008), hewan poikiloterm adalah hewan yang sangat
bergantung pada suhu di lingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya
karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan sistem metabolismenya hanya
sedikit. Suhu tubuh hewan ini berubah sesuai dengan suhu lingkungannya.
Sedangkan Hewan homoiterm adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari
produksi panas di dalam tubuh, yang merupakan hasil samping dari metabolisme
jaringan. Suhu tubuh hewan ini relatif konstan, tidak terpengaruh oleh suhu
lingkungan disekitarnya.
BAB 5
KESIMPULAN
Universitas Sriwijaya
1. Berdasarkan pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu hewan, maka hewan
dibagi menjadi dua golongan, yaitu poikioterm dan homoioterm.
2. Hewan poikiloterm adalah hewan yang sangat bergantung pada suhu di
lingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang
dihasilkan dari keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit.
3. Hewan homoiterm adalah hewan yang suhu tubuhnya berasal dari produksi
panas di dalam tubuh, yang merupakan hasil samping dari metabolisme
jaringan.
4. Katak merupakan hewan poikiloterm dimana suhu tubuhnya selalu berubah
sesuai dengan suhu lingkungannya.
5. Mencit merupakan hewan homoiterm yang suhu tubuhnya lebih stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, A., Purwanto. B. P., Dan Idat, G. 2017. Respon Termoregulasi Sapi Perah
Pada Energi Ransum Yang Berbeda. JITP. 5(2): 72-79.
Universitas Sriwijaya
Campbell, N. A., Dan J. B. Reece. 2008. Biologi Edisi Ke 8 Jilid 1.
(Diterjemahkan Dari : Biology Eighth Edition, Penerjemah : D.T.
Wulandari). Jakarta: Erlangga.
Hernawati. 2014. Peranan Jaringan Adiposa Coklat (Brown Adipose Tissue)
Pada Hewan Yang Mengalami Hibernasi. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Junaidi, N. S., Daruwati, I., Febriani, Y., Rindi G. H. 2018. Keterkaitan Fisika
Dalam Pembelajaran Sistem Adaptasi Tubuh Manusia Terhadap Perubahan
Suhu The Relation Of Physics Learning In Human Body System Of
Adaptation To Changes In Temperature. Collaborative Medical Journal
(Cmj). 1(3): 10-23.
Lantu, S. 2010. Osmoregulasi pada Hewan Akuatik. Jurnal Perikanan Dan
Kelautan. 6(1): 46-50.
Pamungkas, W. 2012. Aktivitas Osmoregulasi, Respons Pertumbuhan, dan
Energetic Cost pada Ikan yang Dipelihara dalam Lingkungan Bersalinitas.
Jurnal Media Akuakultur. 7(1): 44-51.
Rahim, T., Tuiyo, R., Dan Hasim. 2015. Pengaruh Salinitas Berbeda Terhadap
Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah
(Oreochromis niloticus) di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo. Jurnal Ilmiah
Perikanan Dan Kelautan. 3(1): 39-43.
Susilo, U., Meilina, W., Dan Sorta, B. I. S. 2012. Regulasi Osmotik dan Nilai
Hematokrit Ikan Nila (Oreochromis sp.) pada Medium dengan Salinitas dan
Temperatur Air Berbeda. Jurnal Berk. Penel. Hayati. 1(8): 51–55.
Tamzil, M. H. 2014. Stres Panas Pada Unggas: Metabolisme, Akibat Dan Upaya
Penanggulangannya. Jurnal WARTAZOA. 24(2): 57-66.
Yulan, A., Ida, A., Anrosana, P., Ariesia, A. G. 2013. Tingkat Kelangsungan
Hidup Benih Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) pada Salinitas yang
Berbeda. Jurnal Perikanan. 15(2): 78-82.
LAMPIRAN
Universitas Sriwijaya
Ikan Nila pada salinitas 5,85 g
(Dokumentasi Pribadi, 2020)
Ikan Nila Pada Suhu 28oC Waktu 10 menit Ikan Nila Pada Suhu 28oC Waktu 20 menit
(Dokumentasi Pribadi, 2020) (Dokumentasi Pribadi, 2020)
LAMPIRAN
Universitas Sriwijaya
Mencit Suhu Dingin Katak Suhu Dingin
(Dokumentasi Pribadi, 2020) (Dokumentasi Pribadi, 2020)
LAPORAN PRAKTIKUM
EKOFISIOLOGI HEWAN
Universitas Sriwijaya
PENGAMATAN TEKANAN OSMOSIS PADA LINGKUNGAN
EKSTERNAL IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
OLEH :
Universitas Sriwijaya
TERMOREGULASI PADA HEWAN ENDOTERM DAN
EKSOTERM
OLEH :
NAMA : ALI ZAINAL ABIDIN SHAHAB
NIM : 08041381722104
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN : MUHAMMAD RIZKI PRATAMA
Universitas Sriwijaya