Modul Praktikum Farmakologi Dasar PDF
Modul Praktikum Farmakologi Dasar PDF
Modul Praktikum Farmakologi Dasar PDF
FARMAKOLOGI DASAR
Disusun Oleh:
Prof. Dr. Anas Subarnas, M.Sc., Apt.
Prof. Dr. Ahmad Muhtadi, M.S., Apt.
Dr. Sri Adi Sumiwi, MS., Apt.
Dr. Eli Halimah, M.Si., Apt.
Dr. Rini Hendriani, M.Si., Apt.
Ellin Febrina, M.Si., Apt.
Imam Adi Wicaksono, M.Si., Apt.
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2018
Praktikum Farmakologi Dasar
2
Praktikum Farmakologi Dasar
3
Praktikum Farmakologi Dasar
4
Praktikum Farmakologi Dasar
5
Praktikum Farmakologi Dasar
6
Praktikum Farmakologi Dasar
7
Praktikum Farmakologi Dasar
8
Praktikum Farmakologi Dasar
9
Praktikum Farmakologi Dasar
10
Praktikum Farmakologi Dasar
11
Praktikum Farmakologi Dasar
12
Praktikum Farmakologi Dasar
PERCOBAAN
CARA PENANGANAN DAN PEMBERIAN OBAT
PADA HEWAN PERCOBAAN
I. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini mahasiswa diharapkan:
1. Mengetahui dan mampu menangani hewan untuk percobaan farmakologi
secara baik.
2. Mengetahui sifat-sifat hewan percobaan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi responnya.
3. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian
serta pengaruhnya terhadap efek yang ditimbulkan.
II. Teori
Dalam praktikum farmakologi percobaan umumnya dilakukan terhadap
hewan hidup. Setiap hewan harus diperlakukan dengan baik karena perlakuan yang
tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat menimbulkan penyimpangan-
penyimpangan dalam hasil pengamatan.
Hewan percobaan memiliki karakteristik yang bermacam-macam. Berikut
ini adalah karakteristik beberapa hewan percobaan yang sering digunakan di
laboratorium farmakologi.
1. Mencit
Mencit merupakan hewan yang relatif lebih mudah ditangani, bersifat
penakut dan fotofobik, cenderung bersembunyi dan berkumpul dengan
sesamanya, lebih aktif pada malam hari, aktivitasnya terganggu dengan
adanya manusia, suhu normal badan 37,40C, laju respirasi normal 163
kali/menit.
2. Tikus
Tikus merupakan hewan yang sangat cerdas, relatif lebih mudah
ditangani, tidak terlalu bersifat fotofobik, lebih tahan terhadap infeksi,
kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak tinggi, dapat
13
Praktikum Farmakologi Dasar
menjadi liar, galak, dan menyerang si pemegang jika makanannya kurang
atau diperlakukan kasar, suhu normal badan 37,50C, laju respirasi 210
kali/menit.
3. Kelinci
Kelinci jarang bersuara kecuali bila merasa nyeri, dan jika merasa tidak
aman akan memberontak, suhu rektal umumnya 38-39,50C, suhu berubah
jika mengalami gangguan lingkungan, laju respirasi 38-65 kali/menit,
umumnya 50 kali/menit pada kelinci dewasa normal.
4. Marmot
Marmot sangat jinak, mudah ditangani, jarang menggigit, kulitnya
halus dan berkilat, bulunya tebal dan kuat tapi tidak kasar, tidak
mengeluarkan cairan di hidung dan telinga. Laju denyut jantung 150-160
kali/menit, laju respirasi 50-110 kali/menit, suhu rektal 39-400C.
5. Katak
Kulit katak bersifat lembab dan licin.
14
Praktikum Farmakologi Dasar
Bila diinginkan dosis absolut pada manusia 70 kg dari data dosis pada anjing
20 mg/kg (untuk anjing dengan bobot badan 12 kg) maka dihitung terlebih dahulu
dosis absolut pada anjing tersebut yaitu 20 mg/kg x 12 kg = 240 mg. Dengan
menggunakan faktor konversi pada Tabel 2 maka diperoleh dosis absolut untuk
manusia (70 kg) yaitu 240 mg x 3,1 = 744 mg. Dengan demikian dapat diramalkan
efek farmakologis suatu obat yang timbul pada manusia dengan dosis 744 mg/70
kg BB adalah sama dengan yang timbul pada anjing dengan dosis 240 mg/12 kg
BB.
16
Praktikum Farmakologi Dasar
Rute pemberian obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek
obat karena karakteristik lingkungan, fisiologis, anatomis dan biokimiawi yang
berbeda pada daerah kontak mula obat dengan tubuh. Karakteristik ini berbeda
karena ada hal-hal yang berbeda seperti:
1. Suplai darah
2. Struktur anatomi dari lingkungan kontak antara tubuh dan obat.
3. Enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan
tersebut.
17
Praktikum Farmakologi Dasar
18
Praktikum Farmakologi Dasar
1.3. Anestesi
Senyawa-senyawa anestesi dan cara penggunaannya adalah:
- Eter dan karbondioksida (anestesi singkat)
Letakkan obat pada dasar desikator kemudian hewan dimasukkan dan
wadah ditutup. Bila hewan sudah kehilangan kesadaran maka hewan
dikeluarkan dan siap dibedah. Penambahan selanjutnya bisa diberikan
dengan bantuan kapas sebagai masker.
- Halotan
Digunakan untuk anestesi yang lebih lama.
- Pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium
Dosis pentobarbital natrium adalah 45–60 mg/kg untuk pemberian
intraperitoneal, dan 35 mg/kg untuk cara pemberian intravena. Dosis
heksobarbital natrium adalah 75 mg/kg untuk intraperitoneal dan 47mg/kg
untuk pemberian intravena.
- Uretan (etil karbamat)
Bentuk larutan 25% dalam air diberikan dengan dosis 1000–1250 mg/kg
secara intraperitoneal.
19
Praktikum Farmakologi Dasar
2. Tikus
2.1. Cara Perlakuan
Tikus dapat diperlakukan seperti mencit, tetapi sebaiknya bagian ekor yang
dipegang adalah bagian pangkalnya. Tikus dapat juga diangkat dengan
memegang perutnya dan leher dijepit diantara jari tengah dan telunjuk,
seperti terlihat pada Gambar 1.5 dan Gambar 1.6.
20
Praktikum Farmakologi Dasar
Gambar 1.5 Cara memegang tikus Gambar 1.6 Cara memegang tikus
untuk pemberian obat secara oral. untuk pemberian obat secara ip,
im.
2.3. Anestesi
Senyawa dan caranya sama dengan anestesi pada mencit.
3. Kelinci
3.1. Cara Perlakuan
Harus diperlakukan halus tetapi sigap, karena ia cenderung berontak. Untuk
menangkap atau memperlakukan kelinci jangan dengan mengangkat pada
21
Praktikum Farmakologi Dasar
telinganya, tetapi dengan cara memegang kulit lehernya dengan tangan kiri,
kemudian pantatnya diangkat dengan tangan kanan dan didekapkan ke dekat tubuh
seperti pada Gambar 1.7 dan 1.8
Gambar 1.7 Cara menggendong kelinci. Gambar 1.8 Cara mendekap kelinci.
22
Praktikum Farmakologi Dasar
23
Praktikum Farmakologi Dasar
4. Marmot
4.1. Cara Perlakuan
Marmot dapat diangkat dengan jalan memegang badan bagian atas dengan tangan
yang satu dan memegang bagian belakangnya dengan tangan yang lain seperti pada
Gambar 1.11.
24
Praktikum Farmakologi Dasar
- Intramuskular : jarum ditusukkan melalui kulit dan diarahkan pada
jaringan otot, jangan terlalu dalam sampai menyentuh
tulang paha. Daerah penyuntikan adalah otot paha bagian
posterior–lateral.
- Intravena : jarang digunakan.
4.3. Anestesi
Bahan yang digunakan biasanya eter dan pentobarbital natrium. Eter digunakan
untuk anestesi singkat, setelah hewan dipuasakan selama 12 jam. Dosis
pentobarbital natrium adalah 28 mg/kg.
5. Katak
5.1. Cara Perlakuan
Katak dipegang pada leher/punggung dengan menggunakan lap kasar seperti pada
Gambar 1.12.
5.3. Anestesi
Katak direndam dalam 1% uretan sampai teranestesi sempurna, atau disuntikkan
larutan uretan 35% secara intraperitoneal.
Prosedur:
Penyuntikan biasanya dilakukan di bawah kulit tengkuk atau abdomen. Seluruh
jarum ditusukkan langsung ke bawah kulit dan larutan obat didesak keluar dari alat
suntik.
IX. Pengamatan
1. Untuk masing-masing rute pemberian obat catat waktu pemberian, saat timbul
dan hilangnya masing- masing efek.
2. Efek yang diamati yaitu berbagai tingkat depresi diantaranya:
- Aktivitas spontan dari respon terhadap stimulus pada keadaan normal
- Perubahan aktivitas, spontan atau dengan stimulusi (gerakan tidak
terkoordinasi)
- Tidak ada respon lokomotorik jika distimulasi, tetapi righting reflex masih
ada.
- Usaha untuk menegakkan diri tidak berhasil.
- Diam tidak bergerak, usaha untuk menegakkan diri tidak lagi dicoba.
28
Praktikum Farmakologi Dasar
3. Buatlah tabel yang memuat hasil-hasil pengamatan saudara. Dari tabel itu
dapat dilihat secara lengkap, apa yang saudara kerjakan dan hasil percobaan
yang diamati.
4. Bahaslah hasil percobaan ini dan buatlah kesimpulan.
X. Pertanyaan Pendahuluan
1. Sebutkan keuntungan serta kerugian pemakaian masing-masing hewan
tersebut di atas.
2. Mencit adalah hewan yang paling banyak digunakan dalam percobaan di
laboratorium. Mengapa ?
3. Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam memilih spesies hewan
percobaan yang berifat skrining ataupun pengujian suatu efek khusus.
4. Jelaskan secara spesifik dengan contoh-contoh, mengenai karakteristik
lingkungan fisiologis, anatomis, dan biokimiawi yang berada pada daerah
kontak mula antara obat dan tubuh.
a. Jumlah suplai darah yang berbeda:
Contoh Akibatnya
b. Struktur anatomi yang berbeda:
Contoh Akibatnya
c. Enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang berbeda
Contoh Akibatnya
5. Uraikan secara terperinci kondisi-kondisi penerimaan obat yang menentukan
rute pemberian obat yang dipilih.
6. Sebutkan implikasi-implikasi praktis dari rute pemberian obat (umpamanya
persyaratan sediaan farmasi yang diberikan dengan rute tertentu, dosis obat jika
dipilih rute pemberian tertentu dsb).
29
Praktikum Farmakologi Dasar
PERCOBAAN
HUBUNGAN DOSIS OBAT DAN RESPONS,
PENENTUAN INDEKS TERAPI, DAN PENENTUAN LD 50
I. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa:
1. Memahami hubungan dosis obat dan respons serta konsep indeks terapi dan
implikasi-implikasinya.
2. Memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk memperoleh
ED50 , LD50 dan menentukan indeks terapi.
II. Teori
Intensitas efek obat pada makhluk hidup lazimnya meningkat jika dosis obat
yang diberikan kepadanya juga ditingkatkan. Prinsip ini memungkinkan untuk
menggambarkan kurva efek obat sebagai fungsi dari dosis yang diberikan, atau
menggambarkan kurva dosis-respons.
Dari kurva tersebut dapat diturunkan ED50 (effective dose 50%) artinya dosis
yang memberikan efek yang diteliti pada 50% dari hewan percobaan yang
digunakan. Prinsip yang sama dapat digunakan untuk menurunkan LD50 (lethal
dose 50%) atau dosis yang menimbulkan kematian pada 50% dari hewan percobaan
yang digunakan.
Untuk dapat menentukan secara teliti ED50 ataupun LD50 lazimnya dilakukan
berbagai transformasi untuk memperoleh garis lurus. Salah satunya dengan
menggunakan transfomasi log–probit. Dalam hal ini dosis yang digunakan
ditransformasi menjadi logaritma dan persentase hewan yang memberikan respons
ditransformasikan menjadi nilai probit.
30
Praktikum Farmakologi Dasar
IV. Prosedur
1. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok dan masing- masing terdiri dari 5 ekor.
2. Setiap mencit pada setiap kelompok diberi tanda supaya mudah dikenali.
3. Obat diberikan secara per oral kepada setiap mencit dan setiap kelompok
diberikan dosis yang meningkat. Dosis yang diberikan adalah sbb:
4. Amati dan catat jumlah mencit yang kehilangan “righting reflex” pada setiap
kelompok dan nyatakan angka ini dalam persentase serta catat pula jumlah
mencit yang mati pada setiap kelompok tersebut.
5. Gambarkan kurva dosis-respons:
Pada kertas grafik cantumkan pada absis dosis yang digunakan dan pada
ordinat persentase hewan yang memberikan efek (hilangnya “righting reflex”
atau kematian) pada dosis yang digunakan. Dengan memperhatikan sebaran
titik-titik pengamatan, gambarkan grafik dosis-respons yang menurut
pemikiran saudara paling representatif untuk fenomena yang diamati.
Turunkan dari grafik yang diperoleh ED50 phenobarbital untuk menghilangkan
“righting reflex” pada mencit yang lazimnya dinilai sebagai saat mulai tidur
dan bila ada juga LD50 nya.
31
Praktikum Farmakologi Dasar
Pertanyaan
1. Bagaimana cara menghitung indeks terapi suatu obat.
2. Diskusikan konsep indeks terapi dari segi efektivitas dan keamanan
pemakaian obat.
3. Diskusikan implikasi terapi suatu obat dengan kurva dosis respons yang terjal
dan yang datar.
4. Sebutkan bebearpa pendekatan untuk memperbesar ketelitian eksperimen ini
khususnya untuk mendapatkan ED50.
32
Praktikum Farmakologi Dasar
PERCOBAAN
I. Tujuan Percobaan
1. Menghayati secara lebih baik pengaruh berbagai obat sistem saraf otonom
dalam pengendalian fungsi- fungsi vegetatif tubuh.
2. Mengenal suatu teknik untuk mengevaluasi aktivitas obat antikolinergik pada
neUroefektor parasimpatikus.
II. Teori
Sistem saraf otonom yang dikenal juga dengan nama sitem saraf vegetatif,
sistem saraf viseral atau sistem saraf tidak sadar, mengendalikan dan mengatur
keseimbangan fungsi-fungsi internal tubuh yang berada di luar pengaruh kesadaran
dan kemauan. Sistem saraf ini terdiri atas serabut saraf-saraf, ganglion-ganglion dan
jaringan saraf yang mensarafi jantung, pembuluh darah, kelenjar-kelenjar, alat-alat
dalaman dan otot-otot polos.
33
Praktikum Farmakologi Dasar
Prinsip pada percobaan ini adalah bahwa pemberian zat kolinergik pada
hewan percobaan menyebabkan salivasi dan hipersalivasi yang dapat diinhibisi oleh
zat antikolinergik.
Bahan Obat : - Uretan (1,8 g/kg BB) atau obat hipnotik lain seperti
Diazepam
- Gom arab 3%
IV. Prosedur
V. Pertanyaan
1. Jelaskan aktivitas golongan obat berikut dan tuliskan paling sedikit lima
contoh obat dan indikasi penggunaannya.
a. Simpatomimetika
b. Simpatolitika
c. Parasimpatomimetika
d. Parasimpatolitika
35
Praktikum Farmakologi Dasar
PERCOBAAN
SKRINING FARMAKOLOGI
I. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini diharapkan mahasiswa:
1. Dapat menerapkan metode skrining farmakologi dalam penentuan potensi
aktivitas suatu senyawa obat baru.
2. Dapat mengaitkan gejala-gejala yang diamati dengan sifat farmakologi suatu
obat.
3. Memahami faktor-faktor yang berperan dalam skrining farmakologi suatu
senyawa obat baru.
II. Teori
Skrining farmakologi terhadap suatu obat atau senyawa obat baru ditujukan
untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai aktivitas farmakologi dari obat
atau senyawa tersebut. Turner (1965) menyebutkan terdapat tiga macam prosedur
skrining aktivitas biologi yaitu skrining sederhana (simple screening) atau skrining
umum (general screening), skrining buta (blind screening), dan skrining
terprogram (programmed screening) atau skrining spesifik (spesific screening).
Pemilihannya berdasarkan kepada tujuan yang ingin dicapai.
Skrining sederhana adalah suatu prosedur pengujian obat dasar yang
meliputi satu atau dua pengujian yang sama untuk mendeteksi apakah suatu
senyawa memiliki aktivitas farmakologi. Prosedurnya sederhana dan tidak
memerlukan sederetan pengujian yang interpretasi hasil suatu pengujiannya
tergantung kepada pengujian lain. Misalkan, jika injeksi suatu senyawa uji
menyebabkan hewan percobaan kehilangan kesadaran, kemungkingan senyawa
tersebut bersifat depresan sistem saraf pusat. Kadang-kadang pendekatan ini
disebut juga skrining awal (preliminary or initial screening).
Skrining buta adalah sederetan pengujian sederhana terhadap senyawa yang
tidak diketahui aktivitas farmakologinya yang bertujuan untuk mendapatkan
36
Praktikum Farmakologi Dasar
petunjuk aktivitas potensial senyawa tersebut. Skrining buta biasanya diterapkan
untuk senyawa yang tidak memiliki kriteria spesifik untuk aktivitas farmakologi
yang telah diterapkan. Beberapa prosedur dapat membandingkan potensi suatu
senyawa dengan senyawa lain yang telah diketahui aktivitas farmakologinya.
Terdapat banyak kegunaan skrining ini. Peneliti dapat menentukan aktivitas
farmakologi primer atau sekunder melalui penggunaan beberapa metode pengujian
yang spesifik. Irwin (1962) menguraikan suatu skema multidimensional yang
komprehensif yaitu suatu pengembangan prosedur skrining Hippokratik.
Prosedurnya membutuhkan beberapa pengamatan perilaku sederhana yang
dilakukan setelah injeksi (biasanya intraperitoneal) senyawa uji sehingga peneliti
dapat menentukan profil aktivitas suatu senyawa. Jika efek positif teramati,
pengujian harus diulang pada kelompok hewan yang baru untuk tujuan konfirmasi
dan reproduksibilitas.
Pada skrining terprogram, tujuan metode pengujian konvensional adalah
untuk mendapatkan informasi tipe aktivitas farmakologi yang spesifik. Suatu
senyawa dapat diteliti secara spesifik untuk aktivitas potensialnya misalnya
aktivitas antihipertensi (berdasarkan kemampuan untuk menurunkan tekanan
darah). Tujuan skrining ini lebih terbatas daripada skrining buta yaitu untuk
menemukan aktivitas yang spesifik dan dapat mencakup metode pengujian
kuantitatif untuk senyawa yang potensial. Desain penelitian harus meliputi
beberapa indikasi efek samping yang potensial yang dapat diperoleh dengan
menentukan profil dosis-respons suatu senyawa uji. Jadi, skrining terprogram harus
menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana potensi suatu senyawa
berdasarkan pada aktivitas farmakologinya.
Jadi, berdasarkan latar belakang dan tujuan yang ingin dicapai skrining
dapat bersifat skrining buta, skrining terprogram, dan skrining sederhana. Skrining
buta adalah program skrining terhadap senyawa baru tanpa informasi apapun
mengenai aktivitas farmakologinya. Hasil yang diharapkan adalah paling sedikit
dapat diketahui ada atau tidaknya aktivitas farmakologi obat dan lebih jauh lagi
dapat memberikan arah untuk indikasi aktivitas farmakologi tersebut pada manusia.
Skrining terprogram yang terbatas dilakukan terhadap senyawa yang telah
37
Praktikum Farmakologi Dasar
diperkirakan khasiatnya. Misalnya, senyawa yang dikembangkan atau dimodifikasi
dari senyawa obat lain yang telah diketahui khasiat dan potensinya. Hasil skrining
ini diharapkan lebih teliti daripada skrining buta.
Apabila pengujian dilakukan untuk mengetahui potensi farmakologi suatu
obat dengan khasiat tertentu, skrining menjadi sederhana dan terarah. Misalnya,
pada penentuan aktivitas hipoglikemik suatu senyawa dengan mengukur kadar gula
darah.
Dalam skrining buta pada mulanya dilakukan pengujian neurofarmakologi,
toksisitas (LD50 ), kemudian pengujian terhadap organ yang diisolasi serta pengujian
lain yang dianggap penting. Uji neurofarmakologi meliputi pengamatan terhadap
sikap, profil neurologis, dan fungsi otonomik
38
Praktikum Farmakologi Dasar
Tabel 11.1 Gejala-gejala Neurofarmakologi (lanjutan)
Gejala Neurofarmakologi Skor Keterangan
Normal
B. PROFIL NEUROLOGIS
1. Eksitasi SSP
Respons yang diberikan bila hewan diberi kejutan
Startle response 0 dengan suara yang keras
Straub response 0 Kenaikan dari ekor mencit (dalam derajat)
Tremor 0
Konvulsi 0
2. Inkoordinasi motorik
Posisi tubuh 4 Dinilai terhadap mencit normal
Posisi anggota badan 4 Dinilai terhadap mencit normal
Staggering gait 0 Hewan berjalan dengan terhuyung
Abnormal gait 0 Hewan berjalan dengan cara yang tidak normal
Righting reflex mencit bila dipegang pada ekornya
kemudian diputar dua kali di udara dan dijatuhkan
pada suatu bantalan. Dinilai posisi mencit pada waktu
jatuh. Cara penilaian diambil rata-rata dari 8 kali
Somersault-test 0 percobaan.
3. Tonus otot
Otot anggota tubuh 4 Diukur dengan menilai resistensi kaki bila digenggam
Mencit dibiarkan menggenggam pensil dalam posis
horizontal dan dinilai mudahnya atau cepatnya kedua
Grip strength kaki depannya jatuh pada meja kembali.
Body tone 4 Bandingkan tonus otot dengan mencit kontrol
Abdominal tone 4 Bandingkan tonus otot dengan mencit kontrol
4. Reflex
Refleks bila pusat pinna (daun telinga) disentuh
Pinna 4 dengan rambut atau benda yang halus
Corneal 4 Refleks bila kornea disentuh dengan rambut yang kaku
Ipsilaterial flexor 0 Refleks menarik kaki, bila tapak dijepit dengan pinset
C. PROFIL OTONOMIK
1. Optik
Ukuran pupil 4 Pupil mata diukur
39
Praktikum Farmakologi Dasar
Pembukaan palpebral 4 Pembukaan kelopak mata
(ptosis)
Exophtalmus 0 Bola mata menonjol keluar
2. Sekresi
Urinasi 0 Dibandingkan terhadap hewan kontrol
Salivasi 0 Dibandingkan terhadap hewan kontrol
3. Umum
Writhing 0 Menggeliat
Piloereksi 0 Bulu tubuh berdiri
Hypothermis 0 Penurunan suhu tubuh dari suhu normal
Warna kulit 4 Terutama warna telinga
Kecepatan denyut jantung 4 Jumlah/satuan waktu
Kecepatan respirasi 4 Jumlah/satuan waktu
IV. Prosedur
1. Tiap kelompok bekerja dengan 3 ekor mencit. Mencit ditimbang dan ditandai.
2. Amati keadaan mencit sebelum diberi obat meliputi semua hal yang akan
diamati setelah pemberian obat.
3. Berikan kepada masing-masing mencit secara peroral obat A, obat B, atau
blanko.
4. Tempatkan mencit pada tempat pengamatan.
5. Amati keadaan mencit sesudah diberi obat. Tentukan waktu mulai munculnya
efek obat, lamanya efek berlangsung, dan intensitas obat tersebut.
40
Praktikum Farmakologi Dasar
6. Bahas selengkap mungkin semua hasil pengamatan sehingga dapat disimpulkan
kerja farmakologi obat yang diuji.
V. Pertanyaan
1. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang tahap-tahap pengembangan obat baru
sejak skrining sampai dapat digunakan dalam terapi.
2. Rumuskan secara garis besar rancangan suatu skrining yang mencakup
pemilihan hewan, percobaan, dan jenis skrining sampai diperoleh suatu
kepastian akan khasiat farmakolgis untuk suatu senyawa yang baru berhasil
diisolasi dari suatu tanaman dan belum ada informasi baik mengenai sifat kimia
maupun sifat farmakologinya.
3. Apa yang dimaksud dengan reliabilitas, validitas, dan objektivitas dalam suatu
percobaan.
4. Jelaskan hubungan antara gejala-gejala neurofarmakologis yang tercantum
dalam tabel dengan jenis aktivitas obatnya.
41