Masa Pertumbuhan Dan Perkembangan Pendidikan Islam
Masa Pertumbuhan Dan Perkembangan Pendidikan Islam
Masa Pertumbuhan Dan Perkembangan Pendidikan Islam
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam
Di susun Oleh :
Rahmat Hidayat
NIM : 19.1.12.040
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul ”MASA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN ISLAM” dengan lancar. Dalam penulisan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 2
A. Pusat-pusat Pendidikan Islam ........................................................ 2
a. Madrasah Mekkah.......................................................................... 2
b. Madrasah Madinah......................................................................... 3
c. Madrasah Basrah........................................................................... 3
d. Madrasah Kufah............................................................................. 3
e. Madrasah Damsyik ....................................................................... 3
f. Madrasah Fistat.............................................................................. 4
B. Pengajaran Al-Qur’an .................................................................... 4
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Kebudayaan Islam.................... 7
BAB III PENUTUP ............................................................................. 11
A. Kesimpulan..................................................................................... 11
B. Kritik dan Saran.............................................................................. 11
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
4. Islam mendatangkan ajaran baru yang belum ada sebelumnya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan
perkembangan budayanya.
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Supaya kita dapat mengetahui proses pertumbuhan dan pendidikan
islam
2. Supaya kita mengetahui pusat-pusat pendidikan islam
1
BAB II
PEMBAHASAN
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
Bersamaan dengan perluasan daerah kekuasaan islam maka
berkembang pula pusat-pusat kegiatan pendidikan islam, baik bagi
mereka yang baru masuk islam, bagi para generasi muda, maupun bagi
mereka yang akan memperdalam dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dalam islam.
A. Pusat-pusat Pendidikan Islam
Seiring dengan perkembangan penyampaian ajaran islam di luar
madinah, maka dipusat-pusat wilayah yang baru dikuasai oleh islam,
berdirilah pusat-pusat pendidikan [1] yang memberikan pengajaran
agama islam pada para penduduk setempat maupun para penduduk
yang datang dari daerah lain. Para sahabat menyampaikan pendidikan
islam dalam bentuk kholaqoh di masjid atau tempat pertemuan lainnya
yang berupa khuttab ataupun madrasah.
2
Fiqih, dan Sastar. Diantara murid-murid Ibnu Abbas yang
menggatikannnya sebagai guru di Madrasah Makkah ini adalah : Mujahid
bin Jabbar, Atak bin Abu Rabah, dan Tawus bin Kaisan yang kemudian
diteruskan oleh murid-murid berikutnya, yang terkenal yaitu : Sufyan bin
Uyainah dan Muslim bin Khalid Al Zanji. Imam Syafi’i sebelum berguru ke
Madinah pernah belajar di Madrasah Mekkah kepada kedua ulama
tersebut.
3
melawat kian kemari dan seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu
pengetahuan islam tersebar keseluruh kota-kota di negeri Islam [2]
d. Madrasah Kufah
Ulma sahabat yang terkenal adalah Ali bin Abi Tahlib yang
mengusrui masalah politik dan pemerintahan, dan Abdullah bin Mas’ud
sebagai guru agama yang diutus langsung oleh khalifah Umar,
disamping itu beliau adalah seorang ahli fiqih, tafsir dan banyak
meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah SAW
4
Setelah Nabi Muhammad SAW wafat dan islam berkembang
secara luas dan diterima oleh bangsa-bangsa di luar bangsa Arab. Maka
situasipun berubah. Sumber pengajaran Al-Qur’an dan Hadist pada masa
ini adalah para sahabat. Mereka pula yang bertanggung jawab untuk
mengajarkan Al-Qur’an memberikan pengertian dan penjelasan agar isi
kandungan Al-Qur’an dapat dipahami oleh orang-orang yang baru masuk
islam, mereka bertanggung jawab untuk memberikan contoh tentang
cara mempraktekan ajaran agama islam dalam kehidupan sehari-hari.
Fungsi yang sama berlaku pula untuk anak-anak dan generasi muda,
agar mereka nantinya mampu mengemban tugas sebagai pewaris
ajaran agama islam supaya mampu mengembangkan dan
mengajarkannya keseluruh umat manusia.
Problema pertama yang dihadapi oleh para sahabat dalam
pengajara Al-Qur’an adalah menyangkut Al-Qur’an itu sendiri karena
pada zaman ini belum dikumpulkan dalam satu mushaf sebagaimana
yang kita lihat seperti saat ini, pada zaman ini Al-Qur’an masih dalam
bentuk hafalan-hafalan para sahabat, tetapi tidak semua sahabat itu
hafal Al-Qur’an, dan banyak para sahabat yang hafal Al-Qur’an mati
syahid3 [3] dalam peperangan sehingga semakin berkurangnya nara
sumber pengajar Al-Qur’an. Karena khawatir akan hal tersebut Umar bin
Khatab kemudian membicarakannnya dengan Khalifah Abu Bakar
kemudian Khaifah Abu Bakar menetujui usulan dari Umar bin Khatab
yang dilanjutkan dengan menyuruh Zaid bin Tsabit mengumpulkan ayat-
ayat Al-Qur’an. Kemudiah beliau mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an
dari daun, pelepah kurma, tanah keras, tulang unta, tulang kambing,
dan dari para sahabat yang hafal Al-Qur’an4 [4].
5
Problema yang muncul selanjutnya adalah masalah pembacaan
(qira’at). Al-Qur’an adalah bacaan dalam bahasa Arab. Jadi, mereka yang
tidak berbahasa Arab harus menyesuaikan lidahnya dengan lidah orang
Arab. Hal ini memerlukan proses dan waktu, menuntut ketekunan dan
kesabaran para sahabat yang mengajarkan Al-Qur’an, oleh karena itu
setiap pengajaran Al-Qur’an selalu dibarengi dengan pengajaran bahasa
Arab secara sederhana.
Problema qira’at tersebut semakin nampak setelah terjadi
komunikasi antara kaum muslimin dari satu daerah dengan daerah yang
lain, yang mendapatkan pengajaran dari sahabat-sahabat yang berbeda.
Para sahabat mengajarkan qira’at menurut bacaan (qira’at) dengan
dialek (lahjah) masing-masing. Penggunaan latjah yang berbeda-beda
tidaklah menjadi masalah selama masih dalam lingkungan kaum
muslimin yang berbahasa Arab. Dan Rasulullah SAW pun
memperkenankan hal yang demikian. Tetapi setelah Al-Qur’an di terima
dan dihafal oleh kaum muslimin yang tidak berbahasa Arab, maka kaum
muslimin dari satu daerah yang diajarkan dengan satu dialek, akan
merasa asing dengan bacaan Al-Qur’an kaum muslimin yang berasal
dari daerah yang lainnya karena menggunakan dialek yang berbeda.
Kemudian timbul perselisihan dalam pembacaan qira’at karena masing-
masing daerah menganggap bahwa bacaan mereka yang paling benar
dan yang lainnya salah.
Hal ini disadari pada masa Khalifah Usman bin Affan dan sahabat
yang mula-mula memperhatikan adanya pertikaiyan umat Islam dalam
hal pembacaan Al-Qur’an tersebut adalah Huzaifah bin Yaman, sewaktu
beliau ikut dalam pertempuran di Armenia dan Azerbeijan. Selama
dalam perjalanan beliau mendengar pertikaian antara kaum muslimin
tentang bacaan Al-Qur’an dan saling mempertahankan kebenaran
bacaan masing-masing. Setelah kembali ke Madinah, Huzaifah segera
menemui khalifah Usman bin Affan dan mengusulkan agar Khalifah
6
segera mengatasi perselisihan antar umat islam dalam hal pembacaan
Al-Qur’an tersebut.
Khalifah Usman bi Affan kemudian meminjam naskah atau
lembaran-lembaran Al-Qur’an yang telah ditulis pada zaman Khalifah
Abu Bakar yang disimpan oleh Hafsah binti Umar, untuk ditulis kembali
oleh panitia yang ditunjuk olehnya, panitia tersebut diketuai oleh Zaid
bin Tsabit (penulis ayat-ayat Al-Qur’an pada zaman Nabi Muhammad
SAW dan pada zaman Khalifah Abu Bakar) dengan anggota : Abdullah
bin Zubair bin Ash dan Abdurrahman bin Haris. Dalam tugas menuliskan
kembali Al-Qur’an tersebut, Khalifah Usman memerintahkan untuk
mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an dan
kalau ada pertikaian antara mereka tentang bacaan tersebut, maka
haruslah dituliskan berdasarkan dialek suku Quraisy, sebab Al-Qur’an itu
diturunkan menurut dialek merekan.
7
c. Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut seperti
pada mushaf-mushaf sekarang5[5].
Sejak itulah pengajaran Al-Qur’an secara berangsur-angsur
menjadi satu sebagaimana yang tertulis dalam mushaf usmani, dan
yang lainnya ditetapkan tidak sah dan akhirnya ditinggalkan.
8
budaya mereka, dan diharapkan mereka mampu mengembangkan dan
mewariskannya kepada generasi berikutnya
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Kebudayaan Islam.
Pendidikan islam pada dasarnya adalah mewariskan nilai
kebudayaan islam kepada generasi muda dan mengembangkannya
sehingga mencapai dan memberikan manfaat maksimal bagi hidup dan
kehidupan manusia sesuai dengan tingkat perkembangannya. Jika
perkembangan pendidikan islam pada masa Rasulullah adalah
merupakan masa penyemaian niali kebudayaan islam kedalam sistem
kebudayaan bangsa Arab, maka pendidikan islam yang telah
berkembang pada saat ini adalah merupakan pemupukan secara luas
nilai dan kebudayaan islam agar tumbuh dengan subur dalam
lingkukngan yang lebih luas.
9
Setelah Mu’awiyah berhasil merebut kekuasaan pada masa Ali,
maka sistem politik mengalami perubahan dengan banyak dipengaruhi
oleh kekuasaan raj-raja Romawi. Dengan berkembangnya sistem politik
ini, berkembang pulalah pola dan corak kehidupan masyarakatnya. Pola
kehidupan yang lama ingin dipertahankan oleh masyarakat, sehingga
menimbulkan banyak permasalahan yang membuat para sahabat
terpaksa untuk membuat ketentuan hukum.
10
dengan hadits-hadits Rasulullah, sehingga bagaimanapun mereka
berusaha mendapatkan hadits-hadits tersebut dari sahabat-sahabat
yang lain. Sehingga terjadilah usaha pengumpulan hadits-hadits pada
masa Khalifah Umar bin Abdul Azis.
11
kebenaran sedangkan wahyu hanya digunakan sebagai penunjang
untuk mencari kebenaran.
c. Pola berfikir yang bersifat batiniyah dan intuitif yang berasal dari
mereka yang mempunyai pola kehidupan sufitis. Menurut
pemikiran ini kebenaran yang tertinggi adalah diperoleh dari
pengalaman-pengalaman batin dalam kehidupan yang mistis dan
dengan jalan berkontemplasi. Dalam proses pemikiran ini, seorang
yang ingin mendapatkan kebenaran harus melalui beberapa
tahapan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
12
Dari uraian makalah kami, nampak bahwa keluasan wilayah
kekuasaan islam dan banyaknya wilayah-wilayah yang memeluk islam
sehingga menjadi semakin luas pula ruang perkembangan kebudayaan
yang islami. Bermacam-macam ilmu pengetahuan tumbuh yang pada
mulanya behubungan erat dengan mengajarkan Al-Qur’an, kemudian
meluas kebidang hukum fiqih dengan berbagai madzhab yang
ditimbulkannya. Dibidang pemikiran Islam berkembang berbagai pola
yang merupakan pengembangan yang lebih luas dari ajaran-ajaran
Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad SAW.
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam,2010. Jakarta: Rajawali
Pers
2. Fahidin, Fuad Muhammad, Perkembangan Kebudayaan Islam, 1985.
Jakarta: Bulan Bintang
3. Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, 1995, Jakarta: Bumi Aksara
14