Laporan Pendahuluan Ibu Nifas Atau Post Partum

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN IBU NIFAS

PRAKTIK KEPERAWATAN MATERNITAS I

Disusun Oleh :
Ainur Rizqi
18.1414.S

PROGAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
Ibu Nifas atau Post Partum

A. Pengertian
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum
hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Walyani & Purwoastuti, 2015).
Masa nifas mulai setelah partus selesai dan berakhir kira –kira 6 minggu, akan
tetapi seluruh alat genetalia baru akan pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan
dalam waktu 3 bulan (Sarwono, 2000).
Nifas adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat
kandungan kembali seperti sebelum hamil 6 – 8 minggu (Rustam, 1998).
Masa nifas mulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat – alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira – kira 6
minggu (Saifuddin, 2004)
Masa nifas adalah jangka waktu 6 minggu yang dimulai setelah melahirkan bayi
sampai pemulihan kembali organ – organ reproduksi seperti sebelum kehamilan (bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2005).
Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8
minggu (Mochtar, 1998). Akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3
bulan (Hanifa, 2002). Selain itu masa nifas / purperium adalah masa partus selesai dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Mansjoer et.All. 1993).
Post portum / masa nifas dibagi dalam 3 periode (Mochtar, 1998) :
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-
jalan.
2. Purperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya
mencapainya 6 – 8 minggu.
3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil / waktu persalinan mempunyai komplikasi.
B. Etiologi
Dalam masa nifas, alat-alat genitalia internal maupun eksterna akan berangsur-
angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahanperubahan alat genital
ini dalam keseluruhannya disebut involusi (winknjosastro,2006:237).mSetelah bayi lahir,
uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi danmretraksi akan menjadi keras,
sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas implantasi
plasenta. Otot rahim terdiri dari tiga lapis otot membentuk anyaman sehingga pembuluh
darah dapat tertutup sempurna, dengan demikian terhindari dari perdarahan post partum
(Manuaba, 1998 : 190).
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan
atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan.
Partus dibagi menjadi 4 kala, di antara nya :
a. kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan
lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga
parturien masih dapat berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung
12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.
b. Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval 2 sampai 3
menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang
ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada
pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan. Kedua kekuatan, His dan
mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka pintu. Kepala lahir
seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar. Setelah putar paksi luar berlangsung
kepala dipegang di bawah dagu di tarik ke bawah untuk melahirkan bahu belakang.
Setelah kedua bahu lahir ketiak di ikat untuk melahirkan sisa badan bayi yang diikuti
dengan sisa air ketuban.
c. Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya
bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. Lepasnya plasenta dapat ditandai dengan
uterus menjadi bundar, uterus terdorong ke atas, tali pusat bertambah panjang dan
terjadi perdarahan.
d. Kla IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan
post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama, observasi yang dilakukan yaitu
tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi uterus,
terjadinya perdarahan. Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi
400 sampai 500 cc (Manuaba, 1989).
Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin, dan
faktor persalinan pervaginam.
1. Faktor Ibu
a. Paritas
Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah kehamilan yang mampu
menghasilkan janin hidup di luar rahim (lebih dari 28 minggu). Paritas
menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan
telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya ( Oxorn, 2003).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan kelahiran atau
partus. Pada primipara robekan perineum hampir selalu terjadi dan tidak jarang
berulang pada persalinan berikutnya (Sarwono, 2005).
b. Meneran
Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila pembukaan
sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus didukung untuk meneran
dengan benar pada saat ia merasakan dorongan dan memang ingin mengejang
(Jhonson, 2004). Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih efektif pada
posisi tertentu (JHPIEGO, 2005).
2. Faktor Janin
a. Berat Badan Bayi Baru lahir
Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000 gram (Rayburn,
2001). Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma persalinan melalui
vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah tulang klavikula,
dan kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada
perineum (Rayburn, 2001).
b. Presentasi
Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan sumbu memanjang
janin dengan sumbu memanjang panggul ibu ( Dorland, 1998).
a) Presentasi Muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap extensi
sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul atau diameter
submentobregmatika sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian antara
glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian terendahnya antara
glabella dan bregma (Oxorn, 2003).
b) Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini berlawanan
dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah
daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan penunjukknya adalah
dahi. Diameter bagian terendah adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5
cm, merupakan diameter antero posterior kepala janin yang terpanjang (Oxorn,
2003).
c) Presentasi Bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam polaritas.
Panggul janin merupakan kutub bawah dengan penunjuknya adalah sacrum.
Berdasarkan posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi empat
macam yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi bokong murni, presentasi
bokong kaki, dan presentasi bokong lutut (Oxorn, 2003).
3. Faktor Persalinan Pervaginam
1. Vakum ekstrasi
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan dengan
ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang dipasang di
kepalanya ( Mansjoer, 2002).
2. Ekstrasi Cunam/Forsep
Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan
cunam yang dipasang di kepala janin (Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat
terjadi pada ibu karena tindakan ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri, robekan
portio, vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan post partum, pecahnya varices
vagina (Oxorn, 2003).
3. Embriotomi
adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan melakukan pengurangan
volume atau merubah struktur organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk
memberi peluang yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi
tersebut (Syaifudin, 2002).
4. Persalinan Presipitatus
Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat cepat,
berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi
uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai,
tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses
persalinan yang sangat kuat (Cunningham, 2005).
C. Fisiologi
1. Involusi
Proses involusi mengurangi berat uterus dari 1000 gram seminggu kemudian
500 gram, 2 minggu post partum 300 gram dan setelah 6 minggu post partum berat
uterus menjadi 40 – 60 gram (berat uterus normal : 30 gram). Involusi disebabkan
oleh :
a. Kontraksi retraksi serabut otot uterus yang terjadi terus- menerus sehingga
mengakibatkan kompresi pembuluh darah darah dan anemia setempat : Ishcemia.
b. Autolisis : sitoplasma sel yang berlebih akan tercerna sendiri sehingga tertinggal
jaringan fibroelastik dan jumlah remik sebagai bukti kehamilan.
c. Atrofi : jaringan berfoliperasi dengan adanya estrogen kemudian atrofi sebagai
reaksi terhadap produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selama
involusi vagina mengeluarkan sekret yang dinamakan lochea, yang dibagi menjadi
4, yaitu :
 Hari ke 1 dan ke 2 Lochea Rubra, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa
selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa vernix caseosa lanugo dan
mekonium.
 Hari ke 3 dan 5 Lochea sanguilolenta, terdiri atas darah bercampur lendir.
 1 minggu masa persalinan, lochea serosa berwarna agak kuning.
 Setelah 2 minggu (10-15) berwarna hanya cairan putih atau kekuning-
kuningan, warna itu disebabkan karena banyak leukosit (Wiknjosastro, 2006 :
238).
2. Laktasi
Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar-
kelenjar mamae untuk menghadapi masa laktasi setelah partus pengaruh menekan
dari estrogen dan progesteron terhadap hypofisis hilang.
Laktasi mempunyai 2 pengertian, yaitu :
 Pembentukan / produksi air susu.
 Pengeluaran air susu.
Ada beberapa refleks yang berpengaruh terhadap kelancaran laktasi,
refleks yang terjadi pada ibu yaitu prolaktin dan let down. Kedua refleks ini
bersumber dan perangsang puting susu akibat isapan bayi meliputi :
a Refleks prolaktin
Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat pada puting susu
terangsang. rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke hipotalamus
didasar otak. Lalu dilanjutkan ke bagian depan kelenjar hipofise yang memacu
pengeluaran hormon prolaktin ke dalam darah melalui sirkulasi memacu sel
kelenjar memproduksi air susu.
b Reflek Let Down
Rangsangan yang ditimbulkan bayi saat menyusu diantar ke bagian belakang
kelenjar hipofisis yang akan dilepaskan hormon. Oksitosin masuk ke dalam darah
dan akan memacu otot-otot polos mengelilingi alveoli dan duktuli dan sinus
menuju puting susu (Huliana, 2003 : 33).
D. Manifestasi klinis
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang disebut
puerperium atau trimester keempat kehamilan (Bobak, 2004).
1. Sistem Reproduksi
a. Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, proses ini
dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi
menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr dua minggu
setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada
minggu keenam, beratnya menjadi 5060gr. Pada masa pasca partum penurunan
kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa
hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama
1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan
menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin
secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir.
c. Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan trombus
menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak
teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebapkan pelepasan jaringan
nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik
penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga
masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta.
d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah, kemudian
menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra terutama mengandung darah
dan debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah
setelah 2-4 hari. Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus
jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning atau putih.
Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri.
Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu setelah bayi lahir.
e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca partum, serviks
memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula.
Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama
beberapa hari setelah ibu melahirkan.
f. Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hami, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada
sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
2. Sistem Endokrin
a. Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol, serta
placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan. Sehingga
kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium. Kadar
esterogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,
penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis
cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
b. Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak
menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui
tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating
hormone terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan
ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat
(Bowes, 1991).
3. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomenya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan
sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil.
4. Sistem Urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil
(Cunningham, dkk ; 1993).
5. Sistem Pencernaan
a. Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan, ibu merasa
sangat lapar.
b. Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selam
waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga hari setelah
ibu melahirkan.
6. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu dara selama
wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin,
krotison, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
a. Ibu tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak menyusui.
Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dailakukan pada hari kedua
dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat pasca partum bisa terjadi pembengkakan.
Payudara teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.
b. Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni
kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba hangat dan keras ketika
disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan
dapat dikeluarkan dari puting susu.
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada Periode
pasca partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari
pertama pada partumuntuk mengkajikehilangan darah pada melahirkan.
b. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau dengan tehnik
pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke laboratorium untuk dilakukan
urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter indwelling di pakai
selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan
status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang mungkin (Bobak, 2004).
1. Kondisi uterus: palpasi fundus, kontraksi, TFU.
2. Jumlah perdarahan: inspeksi perineum, laserasi, hematoma.
3. Pengeluaran lochea.
4. Kandung kemih: distensi bladder.
5. Tanda-tanda vital: Suhu 1 jam pertama setelah partus, TD dan Nadi terhadap
penyimpangan cardiovaskuler.
F. Penatalaksanaan
Pada post partum normal dengan bayi normal tidak ada penatalaksanaan khusus.
Pemberian obat obatan hanya diberikan pada ibu yang melahirkan dengan penyulit,
terutama pada ibu anemia dan resiko infeksi dengan pemberian anti biotic dan obat-obat
roboransia seperti suplemen vitamin, demikian juga pada bayi obat-obatan biasanya
diberikan untuk tindakan profolatif, misalnya vit K untuk mencegah perdarahan,
antibiotik untuk mencegah infeksi.
G. Kompllikasi
1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama periode post
partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah
kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda sebagai
berikut :
a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc
b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
c. Hb turun sampai 3 gram % (novak, 1998).
Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya
perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam
setelah melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi kasus
lainnya, tiga penyebap utama perdarahan antara lain :
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik
dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post partum. Uterus yang sangat
teregang (hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan janin besar),
partus lama dan pemberian narkosis merupakan predisposisi untuk terjadinya
atoniauteri.
b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat menimbulkan
perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengansegera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebapkan
oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta adalah : tertahannya atau belum
lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi lahir.
d. Lain-lain
2. Infeksi puerperalis
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post partum. Insiden
infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari
selama 10 hari pertama post partum. Penyebap klasik adalah : streptococus dan
staphylococus aureus dan organisasi lainnya.
3. Endometritis
Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi puerperalis.
Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran memiliki resiko tinggi
terjadinya endometritis (Novak, 1999).
4. Mastitis
Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting susu
akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan, mastitis
umumnya di awali pada bulan pertamapost partum (Novak, 1999).
5. Infeksi saluran kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan
resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan
bakterigram negatif lainnya.
6. Tromboplebitis dan trombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan meningkatnya status
vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler, akibatnya terjadi tromboplebitis
(pembentukan trombus di pembuluh darah dihasilkan dari dinding pembuluh darah)
dan trombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1 kasus dari
500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.
7. Emboli
Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil menyebapkan
kematian terbanyak di Amerika (Novak. 1999).
8. Post partum depresi
Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai beberapa minggu,
terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya. Tandanya
antara lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan obsepsi cemas,
kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung, nyeri kepala,
ganguan makan, dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada sex, kehilanagan
semangat (Novak, 1999).
H. Pengkajian
Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai berikut :
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
b. Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?
2. Pola nutrisi dan metabolik
a. Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?
b. Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
c. Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
d. Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
3. Pola aktivitas setelah melahirkan
a. Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?
b. Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?
c. Apakah ibu tampak mengantuk ?
4. Pola eliminasi
a. Apakah ada diuresis setelah persalinan ?
b. Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
5. Neuro sensori
a. Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
b. Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
c. Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?
d. Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
e. Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?
6. Pola persepsi dan konsep diri
a. Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini
b. Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan penampilan
tubuhnya saat ini ?
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) Pemeriksaan TTV
2) Pengkajian tanda-tanda anemia
3) Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis
4) Pemeriksaan reflek
5) Kaji adanya varises
6) Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )
b. Payudara
1) Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )
2) Kaji adanya abses
3) Kaji adanya nyeri tekan
4) Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti
5) Kaji pengeluaran ASI
c. Abdomen atau uterus
1) Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri
2) Kaji adnanya kontraksi uterus
3) Observasi ukuran kandung kemih
d. Vulva atau perineum
1) Observasi pengeluaran lokhea
2) Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi
3) Kaji adanya pembengkakan
4) Kaji adnya luka
5) Kaji adanya hemoroid
I. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4
b. Klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur nyaman
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-370 C, N 60-100 x/menit, RR 16-24
x/menit, TD 120/80 mmHg
Intervensi :
a. Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah dan pengurang
nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau daerah yang mengalami nyeri, S :
skala nyeri, T : waktu dan frekuensi )
Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri Rasional :
sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan atau asuhan keperawatan
sesuai dengan respon klien. Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan
terang dan tenang
Rasional : membantu klien rilaks dan mengurangi nyeri
c. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan perhatian klien pada
hal lain.
d. Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien
dari rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan cara perawatan
Vulva
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi, pengetahuan
bertambah
Kriteria hasil :
a. Klien menyertakan perawatan bagi dirinya
b. Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri
c. Perawatan pervagina berkurang
d. Vulva bersih dan tidak inveksi
e. Tidak ada perawatan
f. Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
a. Pantau vital sign
Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adnya infeksi
b. Kaji daerah perineum dan vulva
Rasioal : menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva dan perineum
c. Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
d. Ajarkan perawatan vulva bagi pasien
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
e. Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah vulvanya
Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi
f. Lakukan perawatan vulva
Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa nyaman bagi pasien
3. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara
perawatan payudara bagi ibu menyusui.
Tujuan : pasien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
Kriteria hasil :
a.Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
b. Asi keluar
c.Payudara bersih
d. Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri
e. Bayi mau menetek
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan payudara
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
b. Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dan mencegah
terjadinya bengkak pada payudara
c. Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu menyusui
Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat ASI bagi bayi
d. Jelaskan cara menyusui yang benar
Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi
4. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi
Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan sudah BAB
b. Pasien mengatakan tidak konstipasi
c. Pasien mengatakan perasaan nyamannya
Intervensi :
a. Auskultasi bising usus, apakah peristaltik menurun
Rasional : penurunan peristaltik usus menyebapkan konstpasi
b. Observasi adanya nyeri abdomen
Rasional : nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB
c. Anjurkan pasien makan-makanan tinggi serat
Rasional : makanan tinggi serat melancarkan BAB
d. Anjurkan pasien banyak minum terutama air putih hangat
Rasional : mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB

e. Kolaborasi pemberian laksatif ( pelunak feses ) jika diperlukan


Rasional : penggunana laksatif mungkan perlu untuk merangsang peristaltik usus
dengan perlahan atau evakuasi feses
5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan darah dan intake ke oral
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan terpenuhi Kriteria
hasil :
a. Menyatakan pemahaman faktor penyebap dan perilaku yang perlu untuk memenuhi
kebutuhan cairan, seperti banyak minum air putih dan pemberian cairan lewat IV.
b. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine
adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik
Intervensi :
a. Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital
Rasional : menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari
keadaan normal
b. Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok
Rasional : agar segera dilakukan rehidrasi maksimal jika terdapat tanda- tanda syok
c. Memberikan cairan intravaskuler sesuai program
Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami difisit
volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan IV langsung
masuk ke pembuluh darah.
J. Pathway

Zat Asing Candida Nisseria gonorrhoca Perubahan


Albicans tricomonas vaginalis hormonal

Hygiene kurang
Hubungan
Resiko
seksual
tertular

Peningkatan konsentrasi Infeksi epitel vagina


flora normal

Vaginitis

Histamin SRCS-A Prostaglandin Bradikinin Leukotrienes

Efek vasodilatasi Sekret Peradangan Hipertermi


lokal perulen

Resiko tinggi Gatal Edema


kerusakan
integritas
kulit Lesi Eritrma

Perubahan pola Nyeri


eliminasi

Ansietas
Daftar Pustaka
Sukarni, Icemi K., dan Wahyu P. 2015. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta :
Nuha Medika
Purwaningsih, Wahyu., dan Siti Fatmawati. 2015. Asuhan Keperawatan Maternitas.
Yogyakarta : Nuha Medika
Padila. 2015. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Nuha Medika
Handayani, Sri. 2011. Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Solehati, Tetti., dan Cecep Eli Kosasih. 2015. Konsep dan Aplikasi Relaksasi Dalam
Keperawatan Maternitas. Bandung : Refika Aditama
Huliana, Mellyana. 2003. Perawatan Ibu Pasca Melahirkan. Jakarta : Puspa Swara

Anda mungkin juga menyukai