Taqlid
Taqlid
Taqlid
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ushul Fiqih
2 Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Hukum Islam
semester IV kelompok 1
Oleh:
Kelompok 5
RINI RAHMADANI
NIM : 01.18.1018
ASRIANA WAHYUNI
NIM : 01.18.1019
(IAIN) BONE
2020
KATA PENGANTAR
Kelompok 7
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
A. LATAR BELAKANG.............................................................................
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................
C. TUJUAN...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................
A. Pengertian taqlid........................................................................................
B. Hukum bertaqlid........................................................................................
C. Ketentuan-ketentuan bertaqlid...................................................................
BAB III PENUTUP.............................................................................................
A. KESIMPULAN.........................................................................................
B. SARAN......................................................................................................
DAFTAR RUJUKAN..........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehubungan dengan pelaksanaan hukum syara’, ummat islam dibagi
dalam tiga kelompok, yaitu orang yang memiliki ilmu dan mampu berijtihad
(mujtahid), orang yang mengikuti pendapat mujtahid tetapi mengetahui hujjah
mujtahid yang diikutinya (muttabi’), dan orang yang mengikuti pendapat mujtahid
tetapi tidak mengetahui hujjah mujtahid yang diikutinya (muqallid).
Dalam hal ini terdapat permasalahan, yaitu apakah boleh seorang muslim
mengikuti pendapat mujtahid atau tidak. Maka dari itu, makalah sederhana ini
mencoba untuk menguraikan tentang tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan taqlid?
2. Bagaimana hukum bertaqlid?
3. Apa ketentuan-ketentuan dalam bertaqlid?
C. Tujuan
Untuk mengetahui apa-apa saja yang berkaitan dengan taqlid.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Taqlid
Kata taqlid berasal dari kata qaladah (kalung), yaitu sesuatu yang lain
dikalungi olehnya. Sedangkan definisi taqlid menurut ulama adalah:
a. Al-Ghazali mendefinisikan taqlid adalah menerima ucapan tanpa hujjah.
b. Al-Asnawi mendefinisikan taqlid adalah mengambil perkaraan orang lain tanpa
dalil.
c. Ibn Subki mendefinisikan taqlid adalah mengambil suatu perkaraan tanpa
mengetahui dalil.
Dengan demikian essensi taqlid adalah :
1. Beramal dengan mengikuti ucapan atau pendapat orang lain.
2. Ucapan atau pendapat orang lain yang diikuti itu tidak bernilai hujjah.
3. Tidak mengetahui hujjah dari pendapat yang diikutinya itu.
B. Hukum ber-Taqlid
Taqlid itu ada yang haram dan haram kita memberikan fatwa berdasarkan
paham tersebut. Namun, ada yang wajib, dan ada pula yang boleh kita anut.
Taqlid yang haram, yang disepakati oleh seluruh ulama ada tiga jenis, yaitu:
a. Taqlid semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat nenek moyang
atau orang-orang dahulu kala yang bertentangan dengan Alquran dan hadis. Hal
ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 170, yang berarti “Dan apabila dikatakan
kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah swt.” Mereka
menjawab, “(tidak) kami hanya mengikuti apa yang kami dapati pada nenek
moyang kami (melakukannya), padahal nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui apapun dan mendapat petunjuk.”
b. Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang, sedang yang bertaqlid
mengetahui bahwa perkataan atau pendapat itu salah.
c. Taqlid kepada orang atau sesuatu yang tidak diketahui kemampuan dan
keahliannya, seperti menyembah berhala, tetapi ia tidak mengetahui kemampuan,
kekuasaan atau keahlian berhala tersebut.
Taqlid yang wajib. Wajib bertaqlid kepada orang yang perkataannya dijadikan
sebagai dasar hujjah, yaitu perkataan dan perbuatan Rasulullah saw.
Taqlid yang diperbolehkan, yaitu bertaqlid kepada seorang mujtahid atau
beberapa orang mujtahid dalam hal yang belum ia ketahui hukum yang
berhubungan dengan suatu peristiwa dengan syarat bahwa yang bersangkutan
harus selalu berusaha menyelidiki kebenaran masalah yang diikuti itu.
C. Ketentuan ber-Taqlid
Ibn al-humman menunjukan kesepakatan ulama tentang bolehnya
bertaqlid kepada seorang dari kalangan ahli ilmu yang di ketahuinya bahwa orang
itu mempunyai kemampuan untuk berijtihad dan memiliki sifat adil (pengertian
a’dil disini mengandung maksud khusus yaitu ‘adil dalam pengertian periwayatan
hadist, bukan dalam pengertian peradilan), yaitu seorang yang memiliki kriteria
(sifat) sebagai berikut:
1. Tidak pernah melakukan dosa besar.
2. Tidak sering melakukan dosa kecil.
3. Selalu menjaga muru’ah atau harga diri.
Pengetahuan terhadap kemampuan seseorang untuk berijtihad dan
memiliki sifat adil tersebut dapat diperoleh melalui kepopuleran orang itu. Juga
diperoleh dari berita tentang dirinya, atau diketahui melalui kedudukannya, dan
orang-orang sering meminta fatwa kepadanya serta menghormati kedudukanya.
Menurut kalangan ulama syafi’iyah bahwa pendapat yang ashah (paling
tepat) adalah memeriksa tentang keilmuannya dengan cara bertanya kepada orang-
orang dan untuk mengetahui keadilannya cukup dari keadilan menurut lahirnya
tanpa perlu memeriksa.
Bila dua persyaratan tersebut (berilmu dan ‘adil) tidak terdapat pada
3seseorang, maka tidak boleh bertaqlid kepadanya. Para ualama sepakat bahwa
bila diduga kuat ia tidak memiliki satu diantara keduanya, maka orang awam tidak
boleh bertanya atau bertaqlid kepadanya. Pendapat lainnya mengatakan bila yang
tidak diketahuinya dari orang itu adalah tentang keilmuannya, maka tidak boleh
minta fatwa dan bertaqlid kepadanya.
BAB 3
PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari uraian tersebut, dapat di simpulkan bahwa taqlid beramal dengan
pendapat orang lain, pendapat orang lain itu bukan hujjah, orang yang mengikuti
pendapat orang lain itu tidak mengetahui hujjah atau dalil dari pendapat yang
diikutinya.
Hukum bertaqlid para ulama berbeda-beda pendapat dalam
menetapkannya, ada yang wajib dan ada yang haram. Ketentuan bertaqlid adalah
kita benar-benar mengetahui bahwa mujtahid yang kita ikuti adalah orang alim
dan ‘adalah serta selalu menjaga muru’ahnya.
B. SARAN
DAFTAR RUJUKAN
Pertanyaan 1
jawaban:
a. Pengertian
Taklid atau Taqlid (Arab: )تقليدadalah mengikuti pendapat orang lain tanpa
mengetahui sumber atau alasannya.
Kata “taqlid” adalah pecahan dari kata “qiladah” yang artinya kalung, dan arti dari
taklid secara bahasa yaitu “meletakan kalung di leher”. Sedangkan menurut istilah
dalam dunia fikih arti taqlid yaitu Mengikuti perkataan seseoarang tanpa
mengetahui hujjah atau dalil yang digunakan olehnya.
b. Contoh taqlid
seperti seseorang yang melakukan gerakan ruku dan sujud ketika dia hanya
mengikuti pandangan guru ngajinya, tanpa pernah tau dari mana dalil yang
melandasinya.
1. Taqlid yang haram, yang disepakati oleh seluruh ulama ada tiga jenis, yaitu:
atau orang-orang dahulu kala yang bertentangan dengan Alquran dan hadis. Hal
ini terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 170, yang berarti “Dan apabila dikatakan
kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah swt.” Mereka
menjawab, “(tidak) kami hanya mengikuti apa yang kami dapati pada nenek
c. Taqlid kepada orang atau sesuatu yang tidak diketahui kemampuan dan
2. Taqlid yang wajib. Wajib bertaqlid kepada orang yang perkataannya dijadikan
beberapa orang mujtahid dalam hal yang belum ia ketahui hukum yang
Pertanyaan 2
Taqlid yang bisa diikuti selain dari Rasulullah SAW, itu taqlid dari para mujtahid
juga sedangan mujthid yang murni ada pada zaman tabi'tabiin apakah kemudian
kitaa bisa mengikuti mujtahid diera sekarang?
Sedangkan kita ketahui bahwa taqlid itu mengikuti sesuatu yang tidak/belum
diketahui hukumnya
Jawaban:
Terlebih dahulu kita harus mengetahui apa sebenarnya syarat untuk menjadi
seorang mujtahid.
Syaratnya yaitu harus Islam, baligh, berakal dan adil, Menguasai pengetahuan
tentang al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam mashadirus syariah
tentu saja memegang peranan penting sebagai sumber hukum Islam. Maka,
seorang Mujtahid, ketika hendak menggali hukum dari ayat-ayat al-Qur’an harus
menguasai ilmu-ilmu terkait dengan al-Qur’an itu sendiri. Yakni ilmu seputar
makna teks al-Qur’an, illat dan tujuan yang terdapat di dalamya, asbabun nuzul,
nasikh-mansukh dan mampu mengidentifikasi ayat-ayat hukum.
Menghadapi arus globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi dewasa ini,
tampaknya ijtihad tidak sebatas menuntut persyaratan keahlian seperti yang
tertulis di buku-buku Fiqh klasik. Era Globalisasi telah memunculkan berbagai
problem yang membutuhkan jawaban secara Syar’i. KH M. Tholchah Hasan,
mantan Menteri Agama era Gus Dur itu mengutip pendapat M Daud Ali, bahwa
untuk menjadi mujtahid di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks
dibutuhkan lagi persyaratan disiplin ilmu dan teknologi sesuai dengan
permasalahan yang berkembang.
Dari segi subjek orang yang berijtihad pada era sekarang yang cocok ialah dengan
ijtihad jama’i. Para ulama di era globalisasi ini sangat terbantu dengan metode
ijtihad jama’i dengan beragam pakar ilmu di dalamnya, karena masalah yang
dihadapi sudah sangat beragam misalnya, fiqh kedokteran, fiqh lingkungan hidup,
fiqh Jurnalistik, fiqh bisnis, fiqh anti korupsi dan ilmu-ilmu sosial yang
berhubungan dengan persoalan yang akan di bahas.
Adapun untuk mempraktikkan ijtihad jama’i di era sekarang, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan:
Taqlid yaitu Mengikuti perkataan seseoarang tanpa mengetahui hujjah atau dalil
yang digunakan olehnya..taqlid ada 3 macam ada yang hukumnya haram,
wajib,dan di perbolehkan. Taqlid yang hukumnya haram yaitu taqlid yang semata
mata mengikuti adat istiadat yg beetentangan dengan al quran dan sunnah
sedangkan taqlid yang hikumnya wajib yaitu peekataan dan perbuatan Rasulullah
saw. adapun taqlid yang hukumnya di perbolehkan yaitu seperti seseorang yang
melakukan gerakan ruku dan sujud ketika dia hanya mengikuti pandangan guru
ngajinya, tanpa pernah tau dari mana dalil yang melandasinya. Taqlid pada masa
sekarang ini boleh mengikuti mujtahid tapi perlu di garis bawahi bahwa taqlid
tersubut tidak bertentangan dengan al quran dan sunnah.