Elsi Soleka Fix Tugas

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 40

Studi Kasus Prediabetes

Kasus:
Ny. Y umur 55 tahun memeriksakan diri pada hari Senin, tanggal 30 Maret 2020, pukul
08.00 WIB di Puskesmas Pahandut Kota Palangka Raya. Ny. Y merasa kurang enak badan
dan mudah lelah. Ny. Y selalu sibuk berjualan ikan di pasar. Ny. Y mengatakan biasanya
setelah pulang dari bekerja dan jika merasa tidak enak badan, maka akan meminta anak
tertuanya untuk mengerok punggungnya. Ny. Y juga mengeluh mudah merasa lapar,
mudah haus, dan sering kencing. Ny. Y mengatakan ayahnya mempunyai riwayat Diabetes
Melitus Tipe 2 dan meninggal karena serangan jantung. Ny. Y juga mengeluh kurang tidur
karena sering kencing dan merasa lelah. Ny. Y tinggal serumah bersama suami dan ketiga
orang anaknya di dekat Pelabuhan Rambang. Ny. Y tampak bingung saat ditanya tentang
kondisi penyakitnya dan penanganannya. Ny. Y dilakukan pemeriksaan TTGO dan besok
harinya Selasa, tanggal 31 Maret 2020, hasil pemeriksaan TTGO-nya yaitu 180 mg/dl.
Berat badan Ny. Y saat ini 70 kg dan tinggi badan 150 cm, TD 140/80 mmHg, Nadi 88
x/mnt teratur, RR 12 x/mnt, dan Suhu 36,8C.

***Selamat Mengerjakan & Semoga Sukses***

Pertanyaan:
1. Identifikasi analisa data pada kasus di atas!
Data Fokus Masalah Kemungkinan Penyebab
(subjektif dan Objektif)
Ds: Ketidakstabilan kadar Pola hidup tidak sehat
- Ny. Y mengatakan glukosa darah
ayahnya Sel beta di pankreas
mempunyai riwayat terganggu
Diabetes Melitus
Tipe 2 Defisiensi insulin
- Ny. Y mengatakan
kurang enak badan
dan mudah lelah Retensi insulin
- Ny. Y mengatakan
mudah merasa
lapar, mudah haus, Hiperglikemia
dan sering kencing
Do :
- Ny. Y tampak Kadar glukosa darah tidak
bingung saat terkontrol
ditanya tentang
kondisi penyakitnya
dan penanganannya Ketidakstabilan kadar
- TTGO : 180 mg/dl glukosa darah
- BB : 70 kg
- TB : 150 cm
- TD : 140/80 mmHg
- N : 88 x/mnt teratur
- RR: 12 x/mnt
- Suhu : 36,8
Ds: Obesitas Pola makan tidak sehat
- Ny. Y mengatakan
ayahnya
mempunyai riwayat Kurangnya aktivitas fisik
Diabetes Melitus
Tipe 2
- Ny. Y mengatakan Peningkatan berat badan
kurang enak badan
dan mudah lelah
- Ny. Y mengatakan Obesitas
mudah merasa
lapar, mudah haus,
dan sering kencing
Do :
- BB : 70 kg
- TB : 150 cm
- IMT : 31
Ds : Intoleransi Aktifitas defisiensi insulin
- Ny. Y mengatakan
kurang enak badan
dan mudah lelah produksi energi menurun
- Ny. Y mengatakan
kurang tidur karena
sering kencing dan metabolisme fisik menurun
merasa lelah
Do :
- TTGO : 180 mg/dl kelemahan
- TD : 140/80 mmHg
- N : 88 x/mnt teratur
- RR: 12 x/mnt intoleransi aktivitas
- Suhu : 36,8
Ds: Defisit Pengetahuan Kurangnya tepapar
- Ny. Y mengatakan informasi
ayahnya
mempunyai riwayat
Diabetes Melitus Defisit pengetahuan
Tipe 2
- Ny. Y mengatakan
kurang enak badan
dan mudah lelah
- Ny. Y mengatakan
mudah merasa
lapar, mudah haus,
dan sering kencing
Do :
- Ny. Y tampak
bingung saat
ditanya tentang
kondisi penyakitnya
dan penanganannya

2. Buatlah daftar diagnosis keperawatan berdasarkan kasus tersebut!


a) Ketidakstabilan kadar glukosa darah bd gangguan toleransi glukosa darah dd nilai
ttgo 180mg/dl
b) Obesitas bd kurang aktivitas fisik harian dd IMT 31 kg/m²
c) Intoleransi aktivitas bd kelemahan dd px mengeluh lelah
d) Defisit pengetahuan bd kurang terpaar informasi dd px tampak bingung saat ditanya
tentang kondisi penyakitnya dan penanganannya

3. Susunlah rencana keperawatan pada kasus tersebut berdasarkan diagnosis keperawatan


yang sudah dibuat!

Nomor Diagnosis Tujuan? Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional


Keperawatan

DX : 1 Tujuan : 1. Monitor kadar 1. Mengetahui


Setelah dilakukan glukosa darah tindak lanjut
asuhan keperawatan 1 x 2. Monitor tanda perawatan yang
24 jam diharapkan kadar dan gejala diberikan
glukosa darah dalam hiperglikemia 2. Mengetahui
batas normal 3. Monitor keton tindak lanjut
dalam urine perawatan yang
Kriteria hasil : 4. Monitor status diberikan
1. Kadar glukosa cairan 3. Mencegah
darah dalam batas 5. Kolaborasi terjadinya
normal pemberian komplikasi
2. HbA1c dalam rehidrasi lebih lanjut
rentang normal cairan 4. Mengurangi
3. Tidak ada tanda dan 6. Kolaborasi faktor-faktor
gejala pemberian yang dapat
hiperglikemia insulin/OHO menyebabkan
gula darah tidak
stabil
5. Meningkatkan
kepatuhan
pasien
mengenai
intervensi yang
diberikan
6. Meningkatkan
kepatuhan
pasien
mengenai
intervensi yang
diberikan
DX : 2 Tujuan : 1. Kaji penyebab 1. Mengidentifikas
Setelah dilakukan kegemukan i dan
asuhan keperawatan dan buat mempengaruhi
1x24 jam diharapkan rencana makan penentuan
obesitas dapat dengan klien intervensi
berkurang/teratasi 2. Timbang BB 2. Memberikan
secara periodic informasi
Kriteria hasil : 3. Tentukan tentang
1. Menunjukkan tingkat keefketifan
penurunan berat aktivitas dan program
badan rencana 3. Mendorong
2. Perubahan pola program klien untuk
makan dan latihan diet menyusun
keterlibatan 4. Kolaborasi tujuan lebih
individu dalam dengan ahli nyata dan sesuai
proglam latihan gizi untuk rencana
dan diet menentukan 4. Kolaborasi dan
kebuthan nutrisi terpenuhi
kalori dan secara normal
nutrisi untuk 5. Terjadinya
penurunan penurunan berat
berat badan badan
5. Kolaborasi
dengan dokter
dalam
pemberian obat
penurun nafsu
makan

Dx : 3 Tujuan : 1. Observasi 1. Menunjukkan


Setelah dilakukan adanya tanda dan gejala
asuhan keperawatan pembatasan keletihan
1x24 jam diharapkan klien dalam 2. Mengali
intoleransi aktivitas melakukan informasi
dapat berkurang/teratasi aktivitas tentang
2. Dorong klien keletihan
Kriteria hasil : untuk 3. Mengetahui
1. Memverbalisasikan mengungkapka faktor penyebab
peningkatan energi n perasaan keletihan
dan merasa lebih terhadap 4. Energi yang
baik keterbatasan adekuat
2. Kecemasan 3. Kaji faktor mencegah
menurun Istirahat yang terjadi keletihan
cukup menyebabkan 5. Mengurangi
keletihan kebutuhan
4. Monitor nutrisi energi yang
dan sumber dibutuhkan
energi yang
adekuat
5. Tingkatkan
tirah baring
dan
pembatasan
aktivitas
(tingkatkan
periode
istirahat)
Dx : 4 Tujuan : 1. Kaji tingkat 1. Untuk
Setelah dilakukan pengetahuan memberikan
tindakan keperawatan pasien tentang informasi yang
selama 3x7 jam, penyakit, tepat pada
diharapkan pengetahuan prognosa, dan pasien dan
klien bertambah dengan pengobatannya menghindari
2. Lakukan kejemuan
Kriteria hasil : pemberian informasi.
1. Klien menunjukkan pendidikan 2. Memberikan
peningkatan kesehatan informasi yang
pengetahuan secara akurat dan
mengenai penyakit bertahap dan bermakna bagi
2. Klien menunjukkan sesuai rencana pasien dan bagi
perubahan perilaku pada satuan perawat dapat
3. Adanya dukungan acara mengetahui
dari keluarga pembelajaran perkembangan
(SAP). pengetahuan
3. Diskusikan pasien dengan
bersama pasien pasti.
tentang 3. Memberikan
penyakitnya. pengetahuan
4. Tinjau ulang dasar dimana
program pasien cepat
pengobatan. membuat
pertimbangan
dalam memilih
gaya hidup
4. Pemahaman
tentang semua
aspek
penggunaan
obat
meningkatkan
penggunaan
yang tepat.

4. Dokumentasikan implementasi keperawatan pada kasus tersebut!

No. Tanggal No. Diagnosis Pelaksanaan/ Evaluasi Tindakan/ Nama


/jam Keperawatn Tindakan Respon Klien Mahasiswa
Keperawatan

1 02 Ketidakstabilan 1. Monitor kadar 1. Klien tampak Elsi


April kadar glukosa glukosa darah tenang, hasil Soleka
2020 darah bd 2. Monitor tanda TTGO : 180
gangguan dan gejala mg/dl
toleransi glukosa hiperglikemia 2. Klien mengatakan
darah dd nilai 3. Monitor keton sering haus, lapar,
ttgo 180mg/dl dalam urine sering kecing
4. Monitor status 3. Klien tampak
cairan sering berkencing
5. Kolaborasi 4. Klien tampak
pemberian terlihat lelah
rehidrasi cairan 5. Klien tampak
6. Kolaborasi mengerti
pemberian 6. Klien tampak
insulin/OHO mengerti
2 04 Obesitas bd 1. Kaji penyebab 1. Klien mengatakan Elsi
April kurang aktivitas kegemukan dan tampak sering Soleka
2020 fisik harian dd buat rencana lapar
IMT 31 kg/m² makan dengan 2. Hasil BB: 70 kg
klien 3. Klien beraktivitas
2. Timbang BB berjualan ikan di
secara periodic pasar
3. Tentukan 4. Klien tampak
tingkat aktivitas kooperatif
dan rencana 5. Klien tampak
program latihan kooperatif
diet
4. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
kebuthan kalori
dan nutrisi
untuk
penurunan berat
badan
5. Kolaborasi
dengan dokter
dalam
pemberian obat
penurun nafsu
makan
3 06 Intoleransi 1. Observasi 1. Klien tampak Elsi
April aktivitas bd adanya tenang Soleka
2020 kelemahan dd px pembatasan 2. Klien tampak
mengeluh lelah klien dalam bercerita
melakukan 3. Hasil TTGO: 180
aktivitas mg/dl
2. Dorong klien 4. Klien mengatakan
untuk tampak sering
mengungkapka mudah lapar
n perasaan 5. Klien tampak
terhadap kooperatif
keterbatasan
3. Kaji faktor
yang
menyebabkan
keletihan
4. Monitor nutrisi
dan sumber
energi yang
adekuat
5. Tingkatkan
tirah baring dan
pembatasan
aktivitas
(tingkatkan
periode
istirahat)
4 08 Defisit 1. Kaji tingkat 1. Klien tampak Elsi
April pengetahuan bd pengetahuan tenang soleka
2020 kurang terpaar pasien tentang 2. Klien tampak
informasi dd px penyakit, kooperatif dan
tampak bingung prognosa, dan mengerti
saat ditanya pengobatannya 3. Klien tampak
tentang kondisi 2. Lakukan kooperati
penyakitnya dan pemberian 4. Klien tampak
penanganannya pendidikan tenang
kesehatan
secara bertahap
dan sesuai
rencana pada
satuan acara
pembelajaran
(SAP).
3. Diskusikan
bersama pasien
tentang
penyakitnya.
4. Tinjau ulang
program
pengobatan.

5. Dokumentasikan catatan perkembangan (S.O.A.P./S.O.A.P.I.E.R.) pada kasus tersebut!

Tanggal/ Jam Nomor Diagnosis Catatan Perkembangan Nama


Keperawatan (S.O.A.P./S.O.A.P.I.E.R) Mahasiswa
03 april 2020 DX : 1 Subjective: Elsi Soleka
a. Pasien mengatakan tidak
merasakan tanda dan gejala
hiperglikemia (3P)
b. Pasien mengatakan dapat
mengontrol kadar gula
darahnya
c. Pasien mengatakan
mengetahui tanda dan gejala
hiperglikemia

Objective:
a. Kadar glukosa darah dalam
batas normal
b. HbA1c dalam batas normal
c. TTGO dalam batas normal
d. tidak tampak tanda
hiperglikemia

Assesment:
Masalah Teratasi

Plan:
Intervensi dihentikan
05 April DX : 2 Subjective: Elsi Soleka
2020 a. Klien mengatakan dapat
mematuhi ajuran diet yang
diberikan
b. Klien mengatakan mematuhi
anjuran aktivvitas fisik yang
berikan

Objective:
a. Berat badan berkurang
b. IMT berkurang

Assesment:
Masalah teratasi

Plan:
Intervensi dihentikan
07 Apri 2020 DX : 3 Subjective: Elsi Soleka
a. Pasien mengatakan
peningkatan energi dan merasa
lebih baik
b. Pasien dapat menjelaskan
penggunaan energi untuk
mengatasi kelelahan
c. Pasien mengatakan kecemasan
menurun dan kualitas hidup
meningkat
d. Pasien mengatakan istirahat
cukup

Objective:
a. TTV dalam batas normal
b. Gula darah dalam batas normal
c. Pasien mampu
mempertahankan konsentrasi
d. Pasien tampak tenang dan
bertenaga

Assesment:
Masalah Teratasi
Plan :
Intervensi dihentikan
08 April DX : 4 Subjective: Elsi Soleka
2020 Klien mengatakan mengerti apa yang
disampaikan

Objective:
1. Tampak klien tenang
2. Tampak klien termotivasi
setelah diberikan pendidikan
kesehatan
3. TTV dalam batas normal

Assesment:
Masalah Teratasi
Plan:
Intervensi dihentikan

6. Buatlah Satuan Acara Penyuluhan (SAP) pada Ny. Y tersebut!


7. Buatlah Laporan Pendahuluan tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Prediabetes yang meliputi Konsep Dasar Prediabetes dan Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan pada Prediabetes!

1. Satuan Acara Penyuluhan

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Prediabetes
Sub Topk : Pencegahan Dini Prediabetes
Sasaran : Ny. Y
Tempat : Puskesmas Pahandut Palangka Raya
Hari/Tanggal : Kamis, 01 April 2020
Waktu : 1 x 30 menit
Penyuluh : Mahasiswa Sarjana Terapan Keperawatan Reguler III Poltekkes Kemenkes
Palangka Raya

A. LATAR BELAKANG
Prevalensi prediabetes di Indonesia cukup tinggi, yakni ± 10,2 %, sehingga
diperkirakan 24 juta penduduk Indonesia telah menyandang prediabetes.
Penyandang prediabetes dalam perkembangannya mempunyai 3 kemungkinan:
sekitar 1/3 nya akan tetap sebagai prediabetes, 1/3 kasus akan menjadi diabetes
mellitus tipe 2 (DMT2), dan 1/3 sisanya dapat kembali menjadi normoglikemi.
Prediabetes meningkatkan risiko absolut menjadi DM sebesar 2-10 kali lipat,
bahkan pada beberapa populasi peningkatan resiko tersebut dapat lebih tinggi lagi.
Resiko terjadinya penyakit kardiovaskular pada prediabetes sama besarnya dengan
DM. Berbagai keadaan tersebut semakin meyakinkan bahwa tindakan dan program
pencegahan dini DM sangat diperlukan, antara lain melalui penanganan
prediabetes. Identifikasi dan penatalaksanaan awal bagi para pasien prediabetes
yang dapat menurunkan insiden DM serta komplikasinya akan sangat bermanfaat
tidak hanya bagi pasien, namun juga bagi keluarga dan pemerintah.
Prediabetes adalah suatu kondisi yang serius. Siapapun yang mempunyai
kondisi prediabetes beresiko besar untuk didiagnosis menjadi diabetes mellitus.
Dalam hal antisipasi umtuk pencegahan prediabetes ini yang sangat perlu
diperhatikan adalah dengan memberikan penyuluhan kesehatan pada penderita
prediabetes maupun yang beresiko terkena prediabetes. Penyuluhan kesehatan pada
penderita prediabetes merupakan suatu hal yang sangat penting dalam regulasi gula
darah penderita prediabetes dan mencegah atau setidaknya menghambat
munculnya/ terjadinya penyakit diabetes melitus. Dalam hal ini diperlukan kerja
sama yang baik antara penderita dan keluarganya dengan para pengelola atau
penyuluh.
Penyuluhan diperlukan karena penyakit pradiabetes adalah penyakit yang
berhubungan dengan gaya hidup. Pengobatan pradiabetes memerlukan
keseimbangan antara beberapa kegiatan yang merupakan bagian integral dari
kegiatan rutin sehari-hari seperti makan, tidur, bekerja dll. Pengaturan jumlah serta
jenis makanan serta olahraga oleh penderita serta keluarganya. Berhasilnya
pengobatan pradiabetes tergantung pada kerjasama antara petugas kesehatan
dengan penderita dan keluarganya. Pasien yang mempunyai pengetahuan cukup
tentang prediabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat
mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga ia dapat sembuh.
Jadi penyuluhan pradiabetes mellitus disamping sebagai upaya promotif
dilakukan juga upaya preventif serta upaya kuratif dan rehabilitative untuk
meningkatkan peningkatan pwnyakit kronik (Diabetes Melitus).

B. TUJUAN

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)

Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 20 menit, Ny. Y diharapkan


mampu memahami mengenai prediabetes terutama pencegahannya.

2. Tujuan Intruksional Khusus (TIK)

Setelah proses penyuluhan kesehatan tentang Prediabetes, diharapkan Ny. Y


mampu :

a. Menjelaskan pengertian Prediabetes


b. Menyebutkan penyebab terjadinya Prediabetes

c. Menyebutkan faktor-faktor risiko tejadinya Prediabetes

d. Menyebutkan tanda dan gejala Prediabetes

e. Menyebutkan penanganan Prediabetes

f. Menyebutkan pencegahan Prediabetes

g. Menyebutkan komplikasi yang dapat terjadi akibat dari Prediabetes

C. SASARAN
Ny. Y usia 55 Tahun.

D. METODE

Metode yang digunakan dalam Penyuluhan Kesehatan Prediabetesini adalah:

1. Ceramah
2. Tanya Jawab

E. ALAT &MEDIA

1. Alat

Alat yang digunakan dalam Penyuluhan Kesehatan Prediabetesini adalah:


a. LCD
b. Laptop
c. Proyektor
d. Mikrofon
e. Meja
f. Kursi
g. Speaker
2. Media
Media yang digunakan dalam Penyuluhan Kesehatan Diabetes Melitusini
adalah:

a. Slide

F. WAKTU

Hari/ tanggal : Kamis, 01 April 2019


Jam : 10.00-10.30 WIB
G. KEGIATAN PENYULUHAN

No. Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta WAKTU


1. Pembukaan : 3 Menit
1. Membuka kegiatan dengan 1. Menjawab salam
mengucapkan salam.
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
3. Menjelaskan tujuan dari 3. Memperhatikan
penyuluhan
4. Menyebutkan materi yang 4. Memperhatikan
akan diberikan
2. Pelaksanaan : 15 menit
1. Menggali pengetahuan  1. Memperhatikan
tentang Prediabetes
2. Menjelaskan pengertian 2. Bertanya dan
Prediabetes menjawab
3. Menyebutkan penyebab pertanyaan yang
terjadinya Prediabetes diajukan
4. Menjelaskan faktor-faktor 3. Memperhatikan
risiko tejadinya Prediabetes 4. Bertanyadan
5. Menyebutkan tanda dan menjawab
gejala Prediabetes pertanyaanyang
6. Menjelaskan penanganan diajukan
Prediabetes
7. Menjelaskan upaya
pencegahan Prediabetes
8. Menyebutkan komplikasi
yang dapat terjadi akibat
dari Prediabetes
3. Evaluasi : 10 Menit
1. Menanyakan kepada 1. Menjawab
peserta tentang materi yang pertanyaan
telah diberikan, dan
reinforcement kepada
peserta yang dapat
menjawab pertanyaan.
4. Terminasi : 2 Menit
1. Mengucapkan terimakasih 1. Mendengarkan
atas peran serta peserta. 2. Menjawab salam
2. Mengucapkan salam
penutup

I. PENGORGANISASIAN
Pamateri : Elsi Soleka

J. RENCANA EVALUASI
1. Struktur
a. Persiapan Media
Media yang digunakan dalam penyuluhan semua lengkap dan bisa
digunakan dengan baik dalam penyuluhan yaitu :
1) Slide
b. Persiapan Alat
Alat yang digunakan dalam penyuluhan semua lengkap dan dapat digunakan
dengan baik antara lain :
1) LCD
2) Laptop
3) Proyektor
4) Mikrofon
5) Meja
6) Kursi
7) Speaker

c. Persiapan Materi

Materi disiapkan dalam bentuk makalah dan di buatkan power point (PPT)
agar lebih mudah saat penyampaian informasi kepada (peserta penyuluhan).

2. Proses Penyuluhan

a. Penyuluhan Kesehatan tentang Prediabetes berlangsung lancar dan terjadi


proses interaksi antara penyuluh dengan masyarakat yang menerima
penyuluhan.
b. Kehadiran undangan diharapkan sekitar 90 % dan tidak ada yang
meninggalkan tempat saat penyuluhan berlangsung.

3. Hasil Penyuluhan

a. Jangka pendek

Setelah diberikan penyuluhan masyarakat mampu :

1) Memahami materi penyuluhan sebanyak 70% dari apa yang telah


disampaikan dengan kriteria mampu menjawab pertanyaan yang akan
diberikan oleh penyuluh.
2) Menjelaskan kembali pengertian Prediabetes

3) Menyebutkan penyebab terjadinya Prediabetes

4) Menyebutkan faktor-faktor risiko tejadinya Prediabetes

5) Menyebutkan tanda dan gejala Prediabetes

6) Menyebutkan penanganan Prediabetes

7) Menyebutkan pencegahan Prediabetes

8) Menyebutkan komplikasi yang dapat terjadi akibat dari Prediabetes

b. Jangka panjang

Meningkatkan pengetahuan sejak dini tentang upaya pencegahan terjadinya


Prediabetes Melitus serta mampu menerapkan penanganan prediabetes jika
sudah terdiagnosis dalam kehidupan sehari-hari.
Lampiran

MATERI PENYULUHAN

A. PENGERTIAN

Menurut definisi dari the American Diabetes Association and US Department


of Health and Human Services, prediabetes adalah suatu tahapan dimana kadar
glukosa diatas normal tetapi masih di bawah kadar glukosa darah untuk diagnosis
diabetes. Kondisi ini mencakup toleransi glukosa terganggu (TGT) dan / ataupun
glukosa puasa terganggu (GPT). American Diabetes Association (ADA)
mendefinisikan prediabetes sebagai GPT yaitu kadar glukosa puasa 100 mg/dl (5,6
mmol/L) – 125 mg/dl (7,0 mmol/L) atau bila kadar glukosa darah 2 jam setelah
beban glukosa 75 gram 140-199 mg/dl (7,8 – 11 mmol/L) yang sering disebut
dengan TGT.
Menurut consensus of Management and Prevention of Diabetes Mellitus
Type- 2 di Indonesia,yang dilakukan oleh Indonesian Society for Endocrinologist,
Penegakan TGT dan GPTditegakkan sesuai dengan algoritma diagnostik standar.
Untuk pasien dengan keluhan diabetes klasik, jika setelah dua kali uji dari satu kali
glukosa darah dan glukosa darah puasa, kita mendapatkan hasil yang meragukan (di
atas normal, tetapi tidak sampai pada kriteria diabetes), pasien akan diminta untuk
melakukan tes beban OGTT (Uji Glukosa Toleransi Oral). Bila hasil darah dua jam
beban glukosa pasca glukosa 140 - 199 mg / dL , pasien akan dimasukkan dalam
kriteria toleransi glukosa terganggu Definisi diabetes dan prediabetes berdasarkan
penilaian resiko penyakit serta distribusi populasi plasma glukosa. Data
menunjukkan bahwa level glukosa plasma di atas nilai ambang batas memiliki
insidensi retinopati meningkat secara signifikan dan telah digunakan untuk
membantu mendefinisikan diabetes.
Diagnosis prediabetes ditegakkan berdasarkan hasil pengecekkan kadar gula
dalam darah.

1. Kadar gula darah puasa: 100 – 125 mg/dL


2. Toleransi glukosa oral: 140 - 199 mg/dL.

3. Tes HbA1C: 5.7 - 6.4 persen.

B. PENYEBAB

Penyebab pasti pradiabetes tidak diketahui, meskipun para peneliti telah


menemukan beberapa gen yang terkait dengan resistensi insulin. Kelebihan lemak
terutama lemak perut dan tidak beraktivitas juga tampaknya menjadi faktor penting
dalam perkembangan pradiabetes. Yang jelas adalah bahwa orang yang memiliki
pradiabetes, tubuhnya tidak bisa megelolah gula (glukosa) dengan baik lagi. Hal ini
menyebabkan gula dalam aliran darah lebih banyak dari pada gula yang melakukan
fungsi yang normal yaitu memicu sel yang membentuk otot-otot dan jaringan lain.
Sebagian besar glukosa dalam tubuh berasal dari makanan yang kita makan,
khususnya makanan yang mengandung karbohidrat. Setiap makanan yang
mengandung karbohidrat dapat mempengaruhi kadar gula darah, tidak hanya
makanan manis.

C. FAKTOR RISIKO
Faktor resiko terjadinya prediabetes sama dengan faktor resiko terjadinya DM
tipe 2. Faktor resiko tersebut dapat dibagi menjadi faktor resiko yang dapat dirubah
( obesitas, aktivitas fisik, nutrisi) dan yang tidak dapat dirubah ( genetik, usia,
diabetes gestasional). Faktor yang dapat dirubah yang penting adalah obesitas
( terutama perut) dan kurangnya aktivitas fisik.
1. Faktor genetic
Gen yang berhubungan dengan resiko terjadinya DM, sampai saat ini belum
bias diidentifikasikan secara pasti. Adanya perbedaan yang nyata kejadian DM
antara grup etnik yang berbeda meskipun hidup di lingkungan yang sama
menunjukkan adanya kontribusi gen yang bermakna terjadinya DM. Meskipun
tidak jelas sebabnya, orang-orang dari ras tertentu termasuk Afrika-Amerika,
Hispanik, Indian Amerika, Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik lebih mungkin
untuk menjad prediabetes.2
2. Usia
Prevalensi DM meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Dalam dekade
terakhir ini, usia terjadinya DM semakin muda. Resiko pradiabetes meningkat
seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia 45 tahun. Ini mungkin karena
orang cenderung kurang berolahraga, kehilangan massa otot dan menambah
berat badan dengan bertambahnya usia mereka. Namun, orang tua bukanlah
satu-satunya beresiko prediabetes dan diabetes tipe 2. Insiden gangguan ini juga
meningkat di kelompok usia yang lebih muda.
3. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini
meliputi 2-5% dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena
dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.Pada
diabetes gestasional toleransi glukosa biasanya kembali normal setelah
melahirkan akan tetapi wanita tersebut memiliki resiko menderita DM di
kemudian hari.Bila pernah menderita diabetes gestasional saat kehamilan, maka
resiko menderita diabetes akan meningkat. Apabila pernah melahirkan bayi
dengan berat bada lebih dari 9 pound (4,1 Kg), maka ririko DM juga meningkat.
4. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko yang paling penting. Jaringan lemak lebih
banyak yang dimiliki terutama di dalam dan di antara otot dan kulit di sekitar
perut menyebabkan sel menjadi lebih tahan terhadap insulin. Beberapa studi
jangka panjang menunjukkan bahwa obesitas merupakan prediktor yang kuat
untuk timbulnya DM tipe 2. Lebih lanjut, intevensi yang bertujuan mengurangi
obesitas juga mengurangi insidensi DM tipe 2. Beberapa studi jangka panjang
juga menunjukkan bahwa lingkar pinggang atau rasio pinggang pinggul yang
menunjukkan keadaan lemak visceral ( abdominal), merupakan indikator yang
lebih baik dibandingkan indeks masa tubuh, sebagai faktor resiko prediabetes.
Data tersebut memastikan bahwa distribusi lemak lebih penting dibanding
dengan jumlah total lemak obesitas.
5. Aktivitas Fisik
Berkurangnya intensitas aktivitas fisik memberikan kontribusi yang besar
terhadap peningkatan obesitas. Berbagai studi menunjukan bahwa kurangnya
aktifitas fisik merupakan prediktor bebas terjadinya DM Tipe 2 pada pria
maupun wanita. Semakin sedikit beraktivitas, semakin besar resiko pradiabetes.
Aktivitas fisik membantu mengontrol berat badan, dengan beraktivitas maka
glukosa digunakan sebagai energi dan membuat sel-sel lebih sensitif terhadap
insulin.
6. Nutrisi
Kalori total yang tinggi, diit rendah serat, beban glikemik yang tinggi dan rasio
poly unsaturated fatty acid ( PUFA) dibanding lemak jenuh yang rendah,
merupakan faktor resiko terjadinya DM.

D. TANDA DAN GEJALA

Seringkali, pradiabetes tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Adanya suatu


area kulit yang gelap, suatu kondisi yang disebuta canthosis nigricans, adalah salah
satu dari beberapa tanda-tanda yang menunjukkan risiko untuk diabetes. Daerah
umum yang mungkin akan terkena meliputi leher, ketiak, siku, lutut, dan buku-
buku jari. Gejala klasik diabetes tipe 2 yang harus dipantau meliputi:

1. Selalu kehausan.
2. Selalu lapar.

3. Peningkatan frekuensi berkemih.

4. Mudah merasa lelah.


5. Gangguan penglihatan berupa pandangan kabur.

E. PENANGANAN

Penanganan dari prediabetes bertujuan untuk mencegah progresivitas kondisi ini


menjadi diabetes mellitus tipe 2. Cara yang digunakan adalah dengan:

1. Konsumsima kanan yang sehat.


2. Berolahraga secara teratur dengan aktivitas fisik sedang minum 30 menit
sehari.

3. Menurunkan berat badan berlebih.

4. Berhenti merokok.

5. Konsumsi obat diabetes jika dianjurkan oleh dokter

F. PENCEGAHAN

Berbagai studi menunjukan hubungan yang linier status glikemia denga resiko
penyakit kardiovaskuler. Kelompok prediabetes memiliki resiko terjadinya
komplikasi seperti diabetes. Dalam kaitan terjadinya resiko diabetes dan PKV pada
kelompok prediabetes, ternyata TGT lebih terkait dengan kedua resiko tersebut
disbanding dengan GPT. Diperlukan langkah pencegahan yang segera untuk
menurunkan jumlah penderita prediabetes, DMT2 dan PKV yang terkait diabetes.
Langkah-langkah pencegahan meliputi:

1. Intervensi gaya hidup

Modifikasi gaya hidup merupakan bagian utama terapi dan diberikan pada
semua pasien dan harus diingat pada setiap kunjungan pasien. Gaya hidup
merupakan pendekatan pengelolaan fundamental yang dapat mencegah atau
menunda berkembangnya prediabetes menjadi diabetes, serta menurunkan
resiko penyakit mikrovaskular dan makrovaskular. Intervensi gaya hidup
memperbaiki semua faktor resiko diabetes dan komponen sindrom metabolik,
obesitas, hipertensi, dislipidemia dan hiperglikemia. Pasien diabetes seharusnya
menurunkan berat badan 5-10% dan mempertahankannya secara berkelanjutan.
Penurunan BB yang moderat tersebut mengahasilkan penurunan masa lemak,
tekanan darah, glukosa, kolesterol (LDL) dan trigliserida. Aktifitas jasmani
yang direkomendasikan adalah aktifitas jasmani intensitas sedang yang teratur
30-60 menit perhari, paling sedikit 4 hari dalam satu minggu.
Diit yang dianjurkan adalah pembatasan kalori, peningkatan asupan serat,
dan pembatasan karbohidrat. Khusus untuk penderita hipertensi diit yang
disarankan adalah asupan garam yang dikurangi dan pembatasan alkohol. Dan
juga rajin mengontrol tekanan darah.

2. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis untuk pencegahan DM biasanya direkomendasikan


sebagai intervensi sekunder yang diberikan setelah atau bersama-sama dengan
intervensi modifikasi gaya hidup. Jika dengan intervensi gaya hidup belum
terjadi penurunan BB maka harus dipertimbangkan dimulainya penggunaan
obat.

1. Metformin

Alasan penggunaan metformin sebagian besar berdasar pada catatan


keamanan obat iniyang telah dipergunakan40 tahun, namun demikian,
metformin tidak direkomendasikan untuk semua orang dengan TGT.
Metformin dapat menyebabkan asidosis laktat (gangguan iskemia pada
ginjal dan hepar). Metformin juga kurang berperan dalam pencegahan DM
pada orang usia tua > 60 tahun. Keterbatasan metformin juga disebakan
adanya efek samping saluran pencernaan yang bisa diatasi dengan
peningkatan dosis secara bertahap.2
2. Acarbose
Acarbose bekerja dengan cara menghalangi enzim yang mencerna
karbohidrat. Pada studi STP NIDDM, dalam follow up 3,3 tahun, acarbose
menurunkan resiko DM sebesar 25% dan resiko penyakit kardiovaskular
sebesar 31% ( dibandingkan 19% placebo) sehingga membatasi
penggunaannya untuk pencegahan DM. Studi STP NIDDM
merekomendasikan penggunaan acarbose pada orang yang toleran dengan
efek samping saluran pencernaan untuk pencegahan DM dan resiko
kardiovaskular. Acarbose juga menurunkan kadar lipid terutama kadar
lipid dan trigliserida saat puasa sebesar 15%. Acarbose juga menurunkan
aterogenisitas dari LDL pada pasien dengan TGT.
3. Orlistat
Orlistat adalah sebuah obat yang bekerja dengan mekanisme
menghalangi enzim yang memecah trigliserida didalam saluran cerna.
Hasil dari sebuah studi menunjukan orlistat dapat menurunkan BB sebesar
3-5 kg dalam 6 bulan, yang dapat dipertahankan dalam waktu 4 tahun.
Pengobatan pada subjek TGT yang obesitas denga orlistat sebagai gaya
hidup dapat menurunkan resiko terjadinya DMT2.

G. Komplikasi Prediabetes
Jika tidak segera ditangani, prediabetes bisa berkembang menjadi diabetes tipe 2
dan penyakit lain, seperti:
a. Stroke.
b. Luka pada kaki yang berisiko amputasi.
c. Infeksi.
d. Penyakit jantung koroner dan penyakit arteri perifer.
e. Gagal ginjal kronis.
f. Kerusakan mata dan kebutaan.
g. Kolesterol tinggi.
h. Tekanan darah tinggi.
i. Masalah pendengaran.
j. Alzheimer.
2. Laporan Pendahuluan

PREDIABETES MELLITUS

A. Definisi
Menurut definisi dari the American Diabetes Association and US Department
of Health and Human Services, prediabetes adalah suatu tahapan dimana kadar
glukosa diatas normal tetapi masih di bawah kadar glukosa darah untuk diagnosis
diabetes. Kondisi ini mencakup toleransi glukosa terganggu (TGT) dan / ataupun
glukosa puasa terganggu (GPT). American Diabetes Association (ADA)
mendefinisikan prediabetes sebagai GPT yaitu kadar glukosa puasa 100 mg/dl (5,6
mmol/L) – 125 mg/dl (7,0 mmol/L) atau bila kadar glukosa darah 2 jam setelah
beban glukosa 75 gram 140-199 mg/dl (7,8 – 11 mmol/L) yang sering disebut
dengan TGT.
Menurut consensus of Management and Prevention of Diabetes Mellitus Type-
2 di Indonesia,yang dilakukan oleh Indonesian Society for Endocrinologist,
Penegakan TGT dan GPTditegakkan sesuai dengan algoritma diagnostik standar.
Untuk pasien dengan keluhan diabetes klasik, jika setelah dua kali uji dari satu kali
glukosa darah dan glukosa darah puasa, kita mendapatkan hasil yang meragukan (di
atas normal, tetapi tidak sampai pada kriteria diabetes), pasien akan diminta untuk
melakukan tes beban OGTT (Uji Glukosa Toleransi Oral). Bila hasil darah dua jam
beban glukosa pasca glukosa 140 - 199 mg / dL , pasien akan dimasukkan dalam
kriteria toleransi glukosa terganggu.
Definisi diabetes dan prediabetes berdasarkan penilaian resiko penyakit serta
distribusi populasi plasma glukosa. Data menunjukkan bahwa level glukosa plasma
di atas nilai ambang batas memiliki insidensi retinopati meningkat secara signifikan
dan telah digunakan untuk membantu mendefinisikan diabetes.
No Normal Prediabetes Diabetes
Fasting blood sugar 80-99 100-125 >126
Random blood sugar 80-139 140-199 >200
Two hour glucose 80-139 140-199 >200
tolerance test
B. Etiologi
Penyebab pasti pradiabetes tidak diketahui, meskipun para peneliti telah
menemukan beberapa gen yang terkait dengan resistensi insulin. Kelebihan lemak
terutama lemak perut dan tidak beraktivitas juga tampaknya menjadi faktor penting
dalam perkembangan pradiabetes. Yang jelas adalah bahwa orang yang memiliki
pradiabetes, tubuhnya tidak bisa megelolah gula (glukosa) dengan baik lagi. Hal ini
menyebabkan gula dalam aliran darah lebih banyak dari pada gula yang melakukan
fungsi yang normal yaitu memicu sel yang membentuk otot-otot dan jaringan lain.
Sebagian besar glukosa dalam tubuh berasal dari makanan yang kita makan,
khususnya makanan yang mengandung karbohidrat. Setiap makanan yang
mengandung karbohidrat dapat mempengaruhi kadar gula darah, tidak hanya
makanan manis.
Selama pencernaan, gula memasuki aliran darah dan dengan bantuan insulin
kemudian diserap ke dalam sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi. Insulin adalah
hormon yang berasal dari pankreas. Ketika kita makan, pankreas mengeluarkan
insulin ke dalam aliran darah. Insulin beredar merupakan seperti sebuah kunci yang
membuka pintu mikroskopis yang memungkinkan gula memasuki sel. Insulin
menurunkan jumlah gula dalam aliran darah. Apabila tingkat gula darah turun,
maka sekresi insulin dari pankreas juga akan berkurang. Bila menderita
pradiabetes, proses ini mulai bekerja tidak normal. Gula darah akan meningkat dari
pada melaksanakan fungsinya untuk membuka sel-sel. Hal ini terjadi ketika
pankreas tidak membuat cukup insulin atau sel-sel menjadi resisten terhadap
tindakan insulin atau keduanya.
Patofisiologi prediabetes umumnya didasari atas perubahan sensitivitas insulin
dan fungsi β-pancreas, biasanya karena peningkatan adiposit. Sensitivitas insulin
berbanding terbalik dengan kadar glikemik, bahkan dalam rentang glukosa puasa
normal. Peningkatan konsentrasi glukosa plasma puasa dari 70 – 125 mg/dL (3,9 –
6,9 mmol/L) berkaitan dengan suatu penurunan sensitivitas insulin > 3 kali.
Individu dengan isolated GPT menunjukkan penurunan sensitivitas insulin sekitar
25 %, dan individu yang mengalami kombinasi GPT dan TGT menunjukkan
penurunan sensitivitas insulin sekitar 80 % dibandingan dengan individu yang
kadar glukosa puasanya berada dalam interval referensi.
C. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya prediabetes sama dengan faktor resiko terjadinya DM
tipe 2. Faktor resiko tersebut dapat dibagi menjadi faktor resiko yang dapat
dirubah ( obesitas, aktivitas fisik, nutrisi) dan yang tidak dapat dirubah ( genetik,
usia, diabetes gestasional). Faktor yang dapat dirubah yang penting adalah
obesitas ( terutama perut) dan kurangnya aktivitas fisik.2
a. Faktor genetic
Gen yang berhubungan dengan resiko terjadinya DM, sampai saat ini belum
bias diidentifikasikan secara pasti. Adanya perbedaan yang nyata kejadian
DM antara grup etnik yang berbeda meskipun hidup di lingkungan yang sama
menunjukkan adanya kontribusi gen yang bermakna terjadinya DM.
Meskipun tidak jelas sebabnya, orang-orang dari ras tertentu termasuk
Afrika-Amerika, Hispanik, Indian Amerika, Asia-Amerika dan Kepulauan
Pasifik lebih mungkin untuk menjad prediabetes.2
b. Usia
Prevalensi DM meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Dalam dekade
terakhir ini, usia terjadinya DM semakin muda. Resiko pradiabetes meningkat
seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia 45 tahun. Ini mungkin
karena orang cenderung kurang berolahraga, kehilangan massa otot dan
menambah berat badan dengan bertambahnya usia mereka. Namun, orang tua
bukanlah satu-satunya beresiko prediabetes dan diabetes tipe 2. Insiden
gangguan ini juga meningkat di kelompok usia yang lebih muda.2
c. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini
meliputi 2-5% dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena
dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.Pada
diabetes gestasional toleransi glukosa biasanya kembali normal setelah
melahirkan akan tetapi wanita tersebut memiliki resiko menderita DM di
kemudian hari. Bila pernah menderita diabetes gestasional saat kehamilan,
maka resiko menderita diabetes akan meningkat. Apabila pernah melahirkan
bayi dengan berat bada lebih dari 9 pound (4,1 Kg), maka ririko DM juga
meningkat
d. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko yang paling penting. Jaringan lemak lebih
banyak yang dimiliki terutama di dalam dan di antara otot dan kulit di sekitar
perut menyebabkan sel menjadi lebih tahan terhadap insulin. Beberapa studi
jangka panjang menunjukkan bahwa obesitas merupakan prediktor yang kuat
untuk timbulnya DM tipe 2. Lebih lanjut, intevensi yang bertujuan
mengurangi obesitas juga mengurangi insidensi DM tipe 2. Beberapa studi
jangka panjang juga menunjukkan bahwa lingkar pinggang atau rasio
pinggang pinggul yang menunjukkan keadaan lemak visceral ( abdominal),
merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan indeks masa tubuh,
sebagai faktor resiko prediabetes. Data tersebut memastikan bahwa distribusi
lemak lebih penting dibanding dengan jumlah total lemak obesitas.
e. Aktivitas Fisik
Berkurangnya intensitas aktivitas fisik memberikan kontribusi yang besar
terhadap peningkatan obesitas. Berbagai studi menunjukan bahwa kurangnya
aktifitas fisik merupakan prediktor bebas terjadinya DM Tipe 2 pada pria
maupun wanita. Semakin sedikit beraktivitas, semakin besar resiko
pradiabetes. Aktivitas fisik membantu mengontrol berat badan, dengan
beraktivitas maka glukosa digunakan sebagai energi dan membuat sel-sel
lebih sensitif terhadap insulin.
f. Nutrisi
Kalori total yang tinggi, diit rendah serat, beban glikemik yang tinggi dan
rasio poly unsaturated fatty acid ( PUFA) dibanding lemak jenuh yang
rendah, merupakan faktor resiko terjadinya DM.2.

D. Patogenesis
Regulasi glukosa post prandial tergantung pada stimulasi sekresi insulin pada
sel beta pancreas yang akan mensupresi glukoneogenesis hepar dan menekan
glikogenolisis. Insulin dilepaskan untuk meningkatkan ambilan glukosa di otot
dan jaringan perifer. Kadar glukosa puasa tergantung pada produksi glukosa hepar
(glikogenolisis dan glukoneogenesis), kadar insulin puasa dan sensitivitas insulin.
Dalam keadaan normal insulin bekerja mempertahankan kadar glukosa plasma
supaya selalu dalam batas normal (normoglikemia) saat puasa ataupun post
prandial. Hipoglikemia tidak terjadi saat puasa karena hati memproduksi glukosa
melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis, sebaliknya sesudah makan glukosa
plasma tidak terlalu meningkat karena sel beta pankreas menghasilkan insulin
yang meningkatkan asupan glukosa pada otot dan jaringan adiposa. Perjalanan
menjadi diabetes melitus (pra diabetes) awalnya masih terjadi normoglikemia,
pada tahap lanjut akan terjadi kenaikan kadar glukosa plasma puasa dan post
prandial. Insulin yang disekresikan tidak efektif menghambat glukoneogenesis
hati dan kemampuannya meningkatkan ambilan glukosa di otot dan adiposa
berkurang. Selain itu juga ditandai dengan gangguan respons terhadap fisiologi
insulin terhadap metabolisme glukosa, lipid dan protein serta pengaruh terhadap
fungsi endotel. Glucose transporter 2/GLUT-2 merupakan transporter glukosa
yang terdapat terutama di hepar dan sel beta pancreas yang berespons cepat dalam
menjaga kadar glukosa dalam plasma. Glucose transporter 4/GLUT 4 terdapat
pada otot dan jaringan adiposa yang berperan dalam ambilan glukosa. Gangguan
transpor glukosa inilah yang tejadi pada pasien dengan resistensi
insulin.Peningkatan insulin plasma (hiperinsulinemia) yang terjadi untuk
mengompensasi resistensi insulin yang terjadi akan berefek pada sel beta pankreas
dan akhirnya kelelahan sehingga tidak mampu menormalkan kadar glukosa
menjadi normoglikemia lagi. Beberapa kepustakaan menyebutkan pada tahap pra
diabetes sebenarnya sudah mulai terjadi defek sel beta pankreas hingga 70%. Pada
saat itu kadar glukosa plasma berkisar 100-125 mg/dL disebut sebagai glukosa
darah puasa terganggu (GDPT) dan kadar glukosa plasma setelah pembebanan 75
gram glukosa 140-199 mg/dL disebut sebagat toleransi glukosa terganggu(TGT).4
Peningkatan kadar glukosa plasma pada GDPT dan TGT menduga terdapat
mekanisme yang berbeda dalam patogenesisnya. Glukosa darah puasa terganggu
dan TGT berbeda pada tingkat dan lokasi dominan terjadinya resistensi insulin.
Individu dengan GDPT predominan mempunyai resistensi insulin di hepar tetapi
normal sensitivitas insulin di otot.Sedangkan individu dengan TGT memiliki
sensitivitas insulin hepar yang normal atau sedikit menurun dan resistensi insulin
sedang sampai berat di otot. Pada subjek yang sekaligus mengalami GDPT dan
TGT sudah terjadi resistensi insulin baik pada otot maupun hepar
Setelah puasa 8-10 jam di hati akan terjadi glikogenolisis untuk mencegah
hipoglikemia. Setelah itu insulin fase awal (3-5 menit) pertama akan berespons
mensupresi glikogenolisis supaya mempertahankan darah dalam keadaan
normoglikemia. Proses ini terganggu pada individu yang mengalami GDPT. Hal
ini dapat menjelaskan bagaimana terjadinya peningkatan glukosa darah puasa
pada GDPT. Respons insulin fase lambat (50- 120 menit) setelah post prandial
normal pada GDPT, sehingga glukosa darah 2 jam setelah pembebanan 75 Gram
glukosa oral normal. Respons sekresi insulin fase awal pada TGT juga terganggu
dan setelah 2 jam pemberian glukosa oral sudah terjadi defek berat pada sekresi
insulin fase lambat. Hal ini dapat menerangkan peningkatan glukosa plasma
setelah 2 jam pembebanan glukosa oral tetapi peningkatannya belum bisa
dikategorikan sebagai DM.

E. Gejala
Seringkali, pradiabetes tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Adanya suatu
area kulit yang gelap, suatu kondisi yang disebuta canthosis nigricans, adalah salah
satu dari beberapa tanda-tanda yang menunjukkan risiko untuk diabetes. Daerah
umum yang mungkin akan terkena meliputi leher, ketiak, siku, lutut, dan buku-
buku jari. Gejala klasik diabetes tipe 2 yang harus dipantau meliputi: Peningkatan
rasa haus, sering buang air kecil, kelelahan dan penglihatan kabur.

F. Diagnosis
Sebuah komite internasional yang terdiri dari para ahli dari American
Diabetes Association, the European Association for the Study of Diabetes dan the
International Diabetes Federation merekomendasikan bahwa test untuk
menegakkan diagnosis pradiabetes meliputi:
1. Hemoglobin A1C atau hemoglobin glikosilasi. A1C adalah  tes yang mengukur
kadar glukosa darah rata-rata seseorang selama 2 sampai 3 bulan terakhir
2. Tes gula darah puasa. Contoh darah akan diambil setelah berpuasa selama
sedikitnya delapan jam atau semalam. Dengan tes ini, gula darah tingkat yang
lebih rendah dari 100 mg / dL - 5,6 mmol / L adalah normal. Sebuah tingkat
gula darah 100-125 mg / dL (5,6-6,9 mmol / L) dianggap pradiabetes. Hal ini
kadang-kadang disebut sebagai glukosa puasa terganggu (GPT). Apabila kadar
gula darah 126 mg / dL (7.0 mmol / L) atau lebih tinggi dapat mengindikasikan
diabetes mellitus.
3. Uji FPG adalah tes pilihan untuk mendiagnosis diabetes karena kenyamanan
dan biaya rendah.
4. Tes toleransi glukosa oral (TTGO).. Tingkat gula darah kurang dari 140 mg /
dL (7,8 mmol / L) adalah normal. Tingkat gula darah 140-199 mg / dL (7,8-
11,0 mmol / L) dianggap pradiabetes. Hal ini kadang-kadang disebut sebagai
toleransi glukosa terganggu (TGT). Apabila nilai gula darah 200 mg / dL
(11,1 mmol / L) atau lebih tinggi dapat mengindikasikan diabetes mellitus.
5. Gestational diabetes juga didiagnosis berdasarkan pada nilai-nilai glukosa
plasma diukur selama OGTT.
G. Pencegahan
Diperlukan langkah pencegahan yang segera untuk menurunkan jumlah
penderita prediabetes, DMT2 dan PKV yang terkait diabetes. 2 Langkah-langkah
pencegahan meliputi:
a. Intervensi gaya hidup
Gaya hidup merupakan pendekatan pengelolaan fundamental yang dapat
mencegah atau menunda berkembangnya prediabetes menjadi diabetes, serta
menurunkan resiko penyakit mikrovaskular dan makrovaskular. Intervensi gaya
hidup memperbaiki semua faktor resiko diabetes dan komponen sindrom
metabolik, obesitas, hipertensi, dislipidemia dan hiperglikemia.
b. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis untuk pencegahan DM biasanya direkomendasikan
sebagai intervensi sekunder yang diberikan setelah atau bersama-sama dengan
intervensi modifikasi gaya hidup.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATN


A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderit penyakit seperti klien?
2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya
3. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan
darah
5. Integritas Ego
Stress, ansietas
6. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
7. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
8. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
9. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
11. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit. (Marilyn E. 2002).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
2. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
4. Resiko terjadi gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya
gangren pada ekstrimitas.
5. Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.

C. Intervensi
a. Diagnosa No. 1
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan intake makanan yang
kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
intervensi:
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai
dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
b. Diagnosa no. 2
Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan dieresis osmotic.
Tujuan : kebutuhan cairan dapat terpenuhui.
kriteria hasil :
1. Nadi perifer dapat diraba
2. turgor kulit dan pengisian kapiler baik
3. kadar elektrolitdalam batas normal
Intervensi :
1. Pantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
Rasional : memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
2. Ukur berat badan setiap hari.
Rasional : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
3. Pertahankan untuk memberikan cairanpaling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral
sudah dapat diberikan.
Rasional : mempertahankan dehodrasi/volume sirkulasi.
c. Diagnosa 3
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
1. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
3. Kulit sekitar luka teraba hangat.
4. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
5. Sensorik dan motorik membaik
intevensi :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema.
3. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan
gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan
pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
d. Diagnosa 4
Resiko terjadi Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya
gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
1. Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Intervensi :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.Rasional : Pengkajian
yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam
menentukan tindakan selanjutnya
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi
luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul,
sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur
pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan
penyakit.
e. Diagnosa 5
Gangguan pemenuhan mobilitas berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di
kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk,
berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
intervensi:
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah
sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi
untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

D. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan
ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan
psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi
intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.

DAFTAR PUSTAKA
Nugroho H. Screening for IGT Clinical Practice. ( serial online ) 2011 (Diakses
2 Maret 2013); Diunduh dari URL: http://ipd. undip. ac.id/publikasi/pustaka/13-endokrin-
metabolik/108-screening-for-igt-clinical-practice

Meddy Setiawan.. Prediabetes dan Peran HBA1C dalam Skrining dan Diagnosis
Awal Diabetes Mellitus. Vol 17. Staf pengajar fakultas kedokteran universitas
Muhammadiyah Malang. 2011

Tjokroprawiro A. Diabetes Mellitus-Capita Selecta In Daily Clinical Practice.


(serial online) 2011 (Diakses 2 Maret 2013 ); Diunduh dari URL:
http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_diabetes%20mellitus-capita%20selecta%20in
%20daily%20clinical%20practice_39_1716

Nasrul E, Sofitri. Hiperurisemia pada Pra Diabetes. Jurnal Kesehatan Andalas.


2012. Bagian Patologi Klinik FK Unand

National Diabetes Information Clearinghouse (NDIC). Diagnosis of Diabetes and


Prediabetes. (serial online) 2012 (Diakses 2 Maret 2013); Diunduh dari URl:
http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/diagnosis/

Suyono Slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi ke IV. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Jakarta: FKUI:2006 .Hal 1854

Anda mungkin juga menyukai