EVAPRO Uye

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian nutrisi atau makanan pada bayi
dengan hanya menggunakan ASI ibu sejak usia 0-6 bulan tanpa pemberian
makanan atau minuman lain, kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral
tetes (Depkes, 2005). Pemberian ASI eksklusif pada bayi merupakan cara
terbaik untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sejak
dini. Departemen Kesehatan Republik Indonesia menargetkan cakupan ASI
eksklusif selama 6 bulan sebesar 80%. Namun demikian, angka ini sangat
sulit untuk dicapai bahkan trend prevalensi ASI eksklusif dari tahun ke tahun
terus menurun.Hal tersebut sangat memprihatinkan mengingat ASI eksklusif
sangat penting bagi tumbuh kembang bayi.

Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa berbagai dampak buruk dapat


terjadi pada bayi bila tidak mendapat Air Susu Ibu (ASI). Berdasarkan
penelitian diketahui bahwa IQ kelompok bayi prematur yang diberi ASI
adalah 8.5 poin lebih tinggi dibandingkan kelompok bayi yang diberikan susu
formula (Lucas, 1992 dalam Masora, 2003). Selain itu kurangnya atau tidak
diberikannya ASI pada bayi dapat memberikan dampak lainnya, baik dampak
fisiologis, psikologis sampai kondisi terburuk pada bayi yaitu kematian pada
bayi (Bobak, 2000).

Tingkat pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif di Indonesia masih sangat
rendah yaitu 15,3% berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010.
Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi tumbuhkembang anak
yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan kualitas SDM
secara umum. 80% perkembangan otak anak dimulai sejak dalam kandungan

1
sampai usia 3 tahun yang dikenal dengan periode emas, sehingga sangat
penting untuk mendapatkan ASI yang mengandung protein, karbohidrat,
lemak dan mineral yang dibutuhkan bayi, oleh karena itu diperlukan
pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan dan dapat dilanjutkan hingga
dua tahun (Budiharja, 2011).

Beberapa faktor diduga menyebabkan bayi tidak mendapatkan ASI dengan


baik. Faktor tersebut adalah faktor karakteristik ibu, faktor bayi, lingkungan,
dukungan keluarga, pendidikan kesehatan, sosial ekonomi dan budaya. Selain
itu, berdasarkan beberapa laporan studi tentang permasalahan pemberian ASI
Eksklusif menemukan faktor-faktor tidak diberikannya ASI eksklusif pada
bayi adalah karena pengetahuan ibu yang kurang, sikap ibu terhadap
pemberian asi Eksklusif, ibu sibuk bekerja, pendidikan ibu yang rendah,
gencarnya periklanan tentang penggunaan susu formula, kurangnya sekresi
ASI, persepsi tentang bayi tanpa diberi makanan tambahan akan menjadi lapar
dan pengetahuan ibu tentang ASI kurang (Diharjo, 1998).

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007-2008 cakupan pemberian


ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Indonesia menunjukkan penurunan
dari 62,2% pada 2007 menjadi 56,2% pada 2008. Sementara jumlah bayi di
bawah enam bulan yang diberi susu formulameningkat dari 16,7% pada 2002
menjadi 27,9% pada 2003. (Zainal,2011). Pemberian ASI eksklusif di
Indonesia termasuk dalam kategori rendah (32.4%) untuk bayi dibawah umur
6 bulan, sedangkan bayi yang berumur 4-5 bulan hanya 17.8% (Demographic
and Health Surveys (DHS), 2007). Di Puskesmas Bernung wilayah Gedung
Tataan Lampung sendiri cakupan pemberian ASI hanya kurang dari 60%.
Angka tersebut menunjukkan kurangnya pengetahuan ibu terhadap
pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi. Berbagai cara telah dilakukan
untuk meningkatkan angka pemberian ASI, seperti penyuluhan di posyandu
tentang cara pemberian ASI eksklusif, pembuatan leaflet berisikan informasi
tentang pentingnya ASI eksklusif bagi bayi, dan edukasi ibu hamil tentang
inisiasi menyusui dini. Namun ternyata usaha-usaha tersebut belum juga dapat
meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif di desa sekitar puskesmas

2
Bernung. Hal ini menjadi evaluasi bagi program KIA Puskesmas Bernung dan
akan terus dilakukan upaya-upaya perbaikan program untuk dapat
meningkatkan angka pemberian ASI di wilayah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana capaian hasil program Pemberian ASI Eksklusif di


wilayah kerja Puskesmas Bernung pada tahun 2019?
2. Apa saja upaya yang telah dilakukan tenaga kesehatan dan kader
di wilayah Puskesmas Bernung dalam peningkatan pemberian ASI
eksklusif?
3. Apa saja hambatan yang dialami tenaga kesehatan dan kader di
wilayah Puskesmas Bernung dalam promosi pemberian ASI eksklusif?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui capaian hasil program Pemberian ASI Eksklusif di


wilayah kerja Puskesmas Bernung pada tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan tenaga kesehatan dan


kader di wilayah Puskesmas Bernung dalam peningkatan
pemberian ASI eksklusif.

2. Mengetahui hambatan yang dialami tenaga kesehatan dan kader


di wilayah Puskesmas Bernung dalam promosi pemberian ASI
eksklusif.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat di bidang akademik

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa


tentang proses promosi pemberian ASI eksklusif di masyarakat serta
hasil yang didapatkan.

3
1.4.2 Manfaat bagi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini sebagai masukan dalam upaya meningkatkan upaya-


upaya puskesmas dan kader kesehatan di wilayah kerja Puskesmas
Bernung untuk lebih mempromosikan pentingnya pemberian ASI
eksklusif pada bayi.

1.4.3 Manfaat bagi masyarakat

Setelah mengetahui evaluasi program pemberian ASI eksklusif di


masyarakat wilayah Puskesmas Bernung, diharapkan dapat terjadi
peningkatan pengetahuan ibu dan keluarga tentang pentingnya
pemberian ASI eksklusif pada bayi sehingga angka pemberian ASI
eksklusif dapat meningkat.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya (Permenkes, 2014). Selain itu, Puskesmas adalah suatu unit
pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan,
pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya
secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan pada suatu masyarakat
yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Azwar, 1996).

2.2. Tugas Puskesmas

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk


mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat (Permenkes, 2014)

2.3. Proses Penyelenggaraan Puskesmas

Berdasarkan Permenkes No. 75 Tahun 2014, prinsip penyelenggaraan


Puskesmas meliputi:
a. Paradigma sehat Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan
untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
b. Pertanggungjawaban wilayah Puskesmas menggerakkan dan
bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
c. Kemandirian Masyarakat Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat
bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
d. Pemerataan Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang
dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya

5
secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan
kepercayaan.
e. Teknologi tepat guna Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan
dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi
lingkungan.
f. Keterpaduan dan kesinambungan Puskesmas mengintegrasikan dan
mengoordinasikan menyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan
lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan
manajemen Puskesmas.

2.4. Fungsi Puskesmas

Pertama, puskesmas merupakan Pusat Pembangunan Masyarakat di wilayah


kerjanya. Puskesmas berfungsi untuk mendorong masyarakat melaksanakan
kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan persoalan mereka sendiri. Puskesmas
memberi petunjuk kepada masyarakat tentang cara-cara menggali dan
menggunakan sarana yang ada secara tepat guna untuk pelayanan kesehatan
masyarakat. Kedua, puskesmas berfungsi untuk membina peran serta
masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan
untuk hidup sehat. Ketiga, puskesmas berfungsi untuk memberikan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya. Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas meliputi pelayanan
pengobatan, upaya pencegahan, peningkatan kesehatan, dan pemulihan
kesehatan (Ilyas, 2001).

2.5. ASI Eksklusif

ASI adalah makanan pertama, utama dan terbaik bagi bayi yang bersifat
alamiah,dan mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyo, 2008). ASI Eksklusif adalah
pemberian ASI pada bayi tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula,
madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat, misalnya pisang,
pepaya, bubur susu, biskuit, atau makanan lain selain ASI (Roesli,2008).

6
Pemberian ASI Eksklusif dianjurkan untuk jangka setidaknya selama 4 bulan,
tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus
mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan
sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli,
2008).

2.5.1. Kandungan ASI

ASI mengandung banyak nutrisi, antar lain albumin, lemak, karbohidrat,


vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel
darah putih, dengan porsi yang tepat dan seimbang. Komposisi ASI bersifat
spesifik pada tiap ibu, berubah dan berbeda dari waktu ke waktu yang
disesuaikan dengan kebutuhan bayi saat itu (Roesli, 2008).

Roesli (2008) mengemukakan perbedaan komposisi ASI dari hari ke hari


(stadium laktasi) sebagai berikut:
1. Kolostrum (colostrum/susu jolong)

Kolostrum adalah cairan encer dan sering berwarna kuning atau dapat
pula jernih yang kaya zat anti-infeksi (10-17 kali lebih banyak dari susu
matang) dan protein, dan keluar pada hari pertama sampai hari ke-4/ke-7.
Kolostrum membersihkan zat sisa dari saluran pencernaan bayi dan
mempersiapkannya untuk makanan yang akan datang. Jika dibandingkan
dengan susu matang, kolostrum mengandung karbohidrat dan lemak
lebih rendah, dan total energi lebih rendah. Volume kolostrum 150-300
ml/24 jam.

2. ASI transisi/peralihan

ASI peralihan keluar setelah kolostrum sampai sebelum menjadi ASI yang
matang. Kadar protein makin merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan
lemak makin tinggi dan volume akan makin meningkat. ASI ini keluar
sejak hari ke-4/ke-7 sampai hari ke-10/ke-14.

7
3. ASI matang (mature)

Merupakan ASI yang dikeluarkan pada sekitar hari ke-14 dan seterusnya,
komposisi relatif konstan.

4. Perbedaan komposisi ASI dari menit ke menit

ASI yang pertama disebut foremilk dan mempunyai komposisi berbeda


dengan ASI yang keluar kemudian (hindmilk). Foremilk dihasilkan sangat
banyak sehingga cocok untuk menghilangkan rasa haus bayi. Hindmilk
keluar saat menyusui hampir selesai dan mengandung lemak 4-5 kali lebih
banyak dibanding foremilk, diduga hindmilk yang mengenyangkan bayi.

5. Lemak ASI makanan terbaik otak bayi

Lemak ASI mudah dicerna dan diserap bayi karena mengandung enzim
lipase yang mencerna lemak. Susu formula tidak mengandung enzim,
sehingga bayi kesulitan menyerap lemak susu formula. Lemak utama ASI
adalah lemak ikatan panjang (omega-3, omega-6, DHA, dan asam
arakhidonat) suatu asam lemak esensial untuk myelinisasi saraf yang
penting untuk pertumbuhan otak. Lemak ini sedikit pada susu sapi.
Kolesterol ASI tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan
otak. Kolesterol juga berfungsi dalam pembentukan enzim metabolisme.

8
BAB III
BAHAN DAN METODE EVALUASI

3.1 Kerangka Konsep Evaluasi

Untuk mempermudah identifikasi faktor penyebab masalah pelaksanaan


program ASI Eksklusif diperlukan kerangka konsep dengan menggunakan
pendekatan sistem.

Tabel 1. Kerangka Konsep Evaluasi


Input Proses Output
- SDM : 1 tenaga gizi, 10 Pelaksanaan program Target yang igin
bidan desa, 3 perawat ASI Eksklusif dicapai 40 %

- Sarana : 1 puskesmas, 48
posyandu di 8 desa

- Lingkungan : Ibu menyusui


di 8 desa di Bernung

3.2 Bahan
Bahan evaluasi didapatkan dari laporan program ASI Eksklusif di Wilayah
Kerja Puskesmas Bernung pada bulan Januari s.d Juni tahun 2019 dan dari
hasil wawancara dengan petugas Puskesmas yang terkait dengan program
tersebut di Puskesmas Bernung.

3.3 Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang dilakukan berupa:

a. Sumber data primer


Pengamatan dan wawancara dengan petugas Puskesmas Bernung yang
bertanggung jawab pada pelaksanaan Program ASI Eksklusif.
b. Sumber data sekunder

9
Laporan bulan Januari-Juli Tahun 2019 Program ASI Eksklusif di wilayah
kerja Puskesmas Bernung.

3.4 Cara Analisis


Evaluasi program ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Bernung
Januri-Juli 2019 dilakukan dengan cara berikut:

a. Menetapkan tolak ukur dari pencapaian kebutuhan program.


Langkah awal untuk dapat menentukan adanya masalah dari pencapaian
hasil output adalah dengan menetapkan tolak ukur atau standar yang ingin
dicapat. Nilai standar atau tolak ukur ini dapat diperoleh dari Standar
Pelayanan Minimal Puskesmas Kabupaten Pesawaran 2017.

b. Membandingkan pencapaian keluaran program dengan tolak ukur


keluaran.
Bila terdapat kesenjangan, ditetapkan sebagai masalah. Setelah diketahui
tolak ukur, selanjutnya adalah membandingkan hasil pencapaian keluaran
Puskesmas (output) dengan tolak ukur tersebut. Bila pencapaian keluaran
Puskesmas tidak sesuai dengan tolak ukur, maka ditetapkan sebagai
masalah.

c. Identifikasi penyebab masalah


Berbagai penyebab masalah yang terdapat pada kerangka konsep
selanjutnya akan diidentifikasi. Identifikasi penyebab masalah dilakukan
dengan membandingkan antara tolak ukur atau standar komponen-
komponen input, proses, lingkungan, dan umpan balik dengan pencapaian
di lapangan. Bila terdapat kesenjangan, maka ditetapkan sebagai
penyebab masalah yang diprioritaskan tadi.

d. Membuat alternatif pemecahan masalah


Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa
alternatif pemecahan masalah. Alternatif-alternatif pemecahan masalah
tersebut dibuat untuk mengatasi penyebab-penyebab masalah yang telah

10
ditentukan. Alternatif pemecahan masalah ini dibuat dengan
memperhatikan kemampuan serta situasi dan kondisi Puskesmas.

e. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah


Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat, maka
akan dipilih satu cara pemecahan maslaah (untuk masing-masing
penyebab masalah) yang diaggap paling baik dan memungkinkan. Untuk
menetapkan alternatif penyelesaian masalah digunakan teknik kriteria
matriks. Kriteria yang digunakan pada teknik ini adalah:
1. Efektivitas Jalan Keluar
Hal pertama yang dipertimbangkan dalam teknik kriteria matriks
untuk memilih prioritas penyelesaian masalah/jalan keluar adalah
efektivitas. Dalam kriteria ini, diberikan nilai 1 (paling tidak efektif)
hingga 5 (paling efektif). Terdapat beberapa hal yang dijadikan
patokan dalam hal efektivitas, yaitu:
a) Besarnya masalah yang dapat diselesaikan (Magnitude,M).
Makin besar masalah yang dapat diatasi oleh suatu jalan keluar,
semakin penting prioritas jalan keluar tersebut.
b) Pentingnya jalan keluar (Importance, I)
Makin langgeng suatu masalah dapat diselesaikan oleh suatu jalan
keluar, maka semakin penting prioritas jalan keluar tersebut.
c) Sensitivitas jalan keluar (Vulnerability, V)
Makin cepat suatu jalan keluar dapat mengatasi suatu masalah,
makin sensitive dan makin penting prioritas jalan keluar tersebut.

2. Efisiensi Jalan Keluar


Hal kedua yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan prioritas
penyelesaian masalah ialah efisiensi jalan keluar yang diajukan. Pada
kriteria ini diberikan nilai 1 (paling efisien) hingga nilai 5 (paling
tidak efisien). Nilai efisiensi dikaitkan dengan biaya (Cost, C) yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu jalan keluar. Makin besar biaya
yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan jalan keluar, makin tidak

11
efisienjalan keluar tersebut. Parameter-parameter tersebut diatasi
kemudian ditempatkan dalam table dan dihitung nilai prioritasnya
berdasarkan rumus berikut:
M × I ×V
P=
C
Keterangan:
 P : Priority
 M : Magnitude
 I : Importancy
 V : Vulnerability
 C : Cost

3.5 Diagram Fishbone

Disebut juga diagram Ishikawa, karena ditemukan oleh Kaoru Ishikawa.


Diagram sebab akibat adalah diagram sebab akibat adalah alat yang
membantu mengidentifikasi, memilah, dan menampilkan berbagai penyebab
yang mungkin dari suatu masalah atau karakteristik kualitas tertentu. Diagram
ini menggambarkan hubungan antara masalah dengan semua faktor penyebab
yang mempengaruhi masalah tersebut.

Diagram ini dapat digunakan antara lain untuk:

1. Mengenali akar penyebab masalah atau sebab mendasar dari akibat,


masalah, atau kondisi tertentu.
2. Memilah dan menguraikan pengaruh timbal balik antara berbagai faktor
yang mempengaruhi akibat atau proses tertentu.
3. Menganalisis masalah yang ada sehingga tindakan yang tepat dapat
diambil.

Manfaat menggunakan diagram Fishbone atau Ishikawa ini antara lain:

1. Membantu menentukan akar penyebab masalah dengan pendekatan


yang terstruktur

12
2. Mendorong kelompok untuk berpartisipasi dan memanfaatkan
pengetahuan kelompok tentang proses yang dianalisis
3. Menunjukkan penyebab yang mungkin dari variasi atau perbedaan yang
terjadi dalam suatu proses
4. Meningkatkan pengetahuan tentang proses yang dianalisis dengan
membantu setiap orang untuk mempelajari lebih lanjut berbagai faktor
kerja dan bagaimana faktor tersebut saling berhubungan.
5. Mengenali area di mana data seharusnya dikumpulkan untuk pengkajian
lebih lanjut

Langkah-langkah untuk menyusun dan menganalisa diagram Ishikawa atau


Fishbone adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi dan definisikan dengan jelas hasil atau akibat yang akan
dianalisis
a. Hasil atau akibat di sini adalah karakteristik dari kualitas tertentu,
permasalahan yang terjadi pada kerja, tujuan perencaaan, dan
sebagainya
b. Gunakan definisi yang bersifat operasional untuk hasil atau akibat
agar mudah dipahami
c. Hasil merupakan akibat berupa positif (suatu tujuan, hasil) atau
negative (suatu masalah, akibat). Hasil atau akibat negative yaitu
berupa masalah biasanya lebih mudah untuk dikerjakan. Lebih
mudah bagi kita untuk memahami sesuatu yang telah terjadi
(kesalahan) daripada menentukan sesuatu yang belum terjadi (hasil
yang diharapkan)
d. Kita bisa menggunakan diagram pareto untuk membantu
menentukan hasil atau akibat yang akan dianalisis

2. Gambar garis panah horizontal ke kanan yang akan menjadi tulang


belakang
a. Di sebelah kanan garis panah, tulis deskripsi singkat hasil atau
akibat yang dihasillkan oleh pasien yang akan dianalisis

13
b. Buat kotak yang mengelilingi hasil atau akibat tersebut

3. Identifikasi penyebab/penyebab utama yang memepengaruhi hasil atau


akibat
a. Penyebab ini akan menjadi table cabang utama dengan dan menjadi
kategori yang akan berisi berbagai penyebab yang menyebabkan
penyebab utama
b. Untuk menentukan penyebab utama sering kali merupakan
pekerjaan yang tidak mudah. Untuk itu kita dapat mencoba
memulai dengan menulis daftar seluruh penyebab yang mungkin.
Kemudian penyebab-penyebab tersebut dikelompokkan
berdasarkan hubungannya satu sama lain. Tentukan penyebab
berdasarkan urutan proses yag digunakan. Jadi, pada garis
horizontal fishbone, tuliskan semua proses utama dari kiri ke kanan
c. Tulis penyebab utama tersebut di sebelah kiri kotak hasil atau
akibat, beberapa tulis di atas garis horizontal, selebihnya di bawah
garis
d. Buat kotak untuk masing-masing penyebab utama tersebut

4. Untuk setiap penyebab utama, identifikasi faktor-faktor yang menjadi


penyebab dan penyebab utama
a. Identifikasi sebanyak mungkin faktor penyebab dan tulis sebagai
sub-cabang utama
b. Jika penyebab-penyebab minor menjadi penyebab dari lebih dari
satu penyebab utama, tuliskan pada semua penyebab utama
tersebut.

5. Identifikasi lebih detail lagi secara bertingkat berbagai penyebab dan


lanjutkan mengorganisasikannya di bawah kategori atau penyebab yang
berhubungan

14
6. Menganalisis diagram analisis membantu kita mengidentifikasi
penyebab yang menjamin pemeriksaan lebih lanjut. Diagram fishbone
ini hanya mengidentifikasi kemungkinan penyebab, seperti:
a. Lihat kesinambungan deiagram: Jika ada kelompok yang banyak
item pada suatu area dapat mengindikasikan perlunya pengkajian
lebih lanjut. Jika ada kategori utama dengan sedikit penyebab
minor dapat mengindikasikan perlunya identifikasi lagi penyebab
minornya. Jika ada beberapa cabang kategori utama hanya
memiliki sedikit sub cabang, mungkin kita perlu
mengombinasikannya dalam satu kategori.
b. Cari penyebab yang muncul berulang, mungkin penyebab ini
adalah penyebab akar
c. Cari apa yang biasa diukur dari setiap penyebab sehingga kita dapat
menguantitaskan hasil atau akibat dari setiap perubahan yang
kitalakukan dan yang terpenting, identifikasi penyebab-penyebab
yang dapat diambil tindakan.

Gambar 1. Diagram fishbone dari program ASI Eksklusif

3.6 Waktu dan Tempat


Evaluasi program ASI Eksklusif ini dilakukan pada hari Rabu, 20 November
2019 pukul 10.00-12.00 WIB di Puskesmas Bernung

15
BAB IV
GAMBARAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS BERNUNG

4.1 Profil Puskesmas Bernung


Wilayah kerja Puskesmas Bernung terdiri dari tanah perladangan (sebagian
berupa kebun coklat) dan sawah tadah hujan, dengan keadaan tanah berpasir.
Pada umumnya seluruh wilayah kerja Puskesmas Bernung dapat dijangkau
oleh kendaraan roda dua atau roda empat, kecuali daerah agak terpencil
adalah daerah bukit ( ± 2 km dari desa Suka Banjar ) dan markasi (daerah
ujung dari desa Sungai Langka) .

4.1.1 Lingkungan Sosial Ekonomi


Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Bernung
adalah di sektor pertanian (44%) sebagai petani, pedagang (4%)
sedangkan sisanya bekerja di sektor jasa (PNS, buruh). Jumlah KK di
tahun 2015 ada sebanyak 15.437 KK, dengan KK miskin sekitar 4.039
KK. Ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Distribusi Keluarga Miskin Wilayah Puskesmas Bernung

No Desa Jml. KK Miskin


1 Kebagusan 612
2 Wiyono 650
3 Taman Sari 488
4 Bernung 447
5 Sungai Langka 504
6 Negeri Sakti 486
7 Suka Banjar 362

16
8 Kurungan Nyawa 490
Jumlah 4039
Sumber : Bendahara Jamkesmas Puskesmas Bernung

Dari data diatas, desa dengan angka KK miskin tertinggi adalah Desa
Wiyono, dengan jumlah 650 KK.

4.1.2 Ligkungan Biologis

Beberapa desa di wilayah kerja Puskesmas Bernung dilalui oleh sungai-


sungai, sehingga sebagian penduduk (desa Bernung dan Sungai
Langka) ada yang masih memanfaatkan air sungai dan sumber mata air
sebagai sarana MCK. Jumlah sarana air bersih (sumur gali) sekitar
51,7%.

Populasi binatang ternak yang dapatmenyebabkan penularan penyakit


seperti sapi, kerbau, kambing, babi dan anjing hampir didapati di semua
desa di wilayah kerja Puskesmas Bernung. Berdasarkan data dari Dinas
Peternakan Kecamatan Gedong Tataan jumlah populasi binatang ternak
dikelompokkan menjadi ternak besar seperti kerbau dan sapi 3567 ekor,
ternak kecil seperti kambing, domba 8.654 ekor sedangkan unggas
seperti burung, ayam, bebek sekitar 456.000 ekor, sementara hewan
pembawa rabies seperti anjing sekitar 506 ekor, kucing 713 ekor dan
kera sekitar 42 ekor .

Berdasarkan survey kepadatan jentik, rata-rata rumah yang bebas jentik


(Angka Bebas Jentik/ ABJ) adalah 88,8 %. Dan dari jumlah 74 TUPM,
yang diperiksa 74 dan yang memenuhi syarat sehat sebanyak 48
(65,8)% . Sedangkan target TPM yang memenuhi syarat kesehatan
adalah 75%.

4.2 Demografi Puskesmas Bernung

17
Wilayah kerja Puskesmas Bernung terletak di Kecamatan Gedong Tataan
Kabupaten Pesawaran, dengan luas wilayah 73,44 km2, meliputi 8 desa
binaan, yaitu desa Kabagusan, desa Wiyono, desa Taman sari, desa Bernung,
desa Sungai Langka, desa Negeri Sakti, desa Suka Banjar dan desa Kurungan
Nyawa.

Gambar 2. Wilayah Kerja Puskesmas Bernung

Adapun batas-batas wilayah kerja UPT Puskesmas Bernung, yaitu: Timur


berbatasan dengan Kecamatan Kemiling, Kotamadya Bandar Lampung, Barat
berbatasan dengan Desa Sukaraja (Kec. Gedong Tataan), Utara berbatasan
dengan Kecamatan Natar, (Lampung Selatan), dan Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Padang Cermin (Pesawaran).

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Bernung tahun 2015 sebanyak


42.247 jiwa, dengan jumlah KK sebanyak 15.437 kepala keluarga (KK), dan
rata-rata jiwa dalam rumah tangga adalah sekitar 4 orang. Jumlah penduduk
terdiri dari 21.180 jiwa laki-laki dan 21.067 jiwa perempuan, hal ini
menunjukkan bahwa laju penduduk laki-laki lebih tinggi dari perempuan.
Jumlah penduduk di wilayah UPT Puskesmas Bernung dalam kurun waktu 5
tahun terakhir, dapat dilihat dari gambar berikut:

18
Gambar 3. Jumlah penduduk wilayah UPT Puskesmas Bernung Tahun
2011-2015

Gambar 4. Jumlah Penduduk Wilayah Kerja UPT Puskesmas Bernung Tahun


2005

Dari 8 desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Bernung tercatat desa yang
paling banyak penduduknya adalah Desa Kebagusan dengan jumlah penduduk
sasaran 7.050 jiwa, sedangkan jumlah penduduk sasaran yang paling sedikit
adalah Desa Suka Banjar yaitu 2.338 jiwa. Kepadatan penduduk tidak merata
atau bervariasi antara 386,9 jiwa per km2 sampai dengan 1230,5 jiwa per km 2.
Tercatat desa yang kepadatan penduduknya paling tinggi adalah Desa Negeri

19
Sakti dan yang kepadatan penduduknya paling rendah adalah Desa Taman Sari.
Penduduk di wilayah Puskesmas Bernung secara garis besar digolongkan
menjadi 2 yaitu penduduk asli (Suku Lampung) dan penduduk pendatang
(Suku Jawa dan Sunda).

20
BAB V
HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN

5.1 Menetapkan Tolak Ukur dari Pencapaian Kebutuhan Program

Masalah ditetapkan dengan menemukan adanya kesenjangan antara capaian


dan tolak ukurnya (target). Apabila ditemukan kesenjangan antara tolak ukur
dengan capaian suatu program maka harus dicari kemungkinan penyebab
masalah pada unsur masukan (input, proses, dan lingkungan). Pada program
pemberian ASI Eklusif bagi wanita menyusui di wilayah kerja Puskesmas
Bernung, tolak ukur telah ditentukan oleh pelaksana program pada awal masa
kerja agar program dapat berjalan dengan baik dan benar. Adapun sumber
rujukan tolak ukur penilaian yang digunakan adalah Panduan Program
Nasional Pemberian ASI Eklusif Departemen Kesehatan RI dan Standar
Pelayanan Minimal Puskesmas Bernung tahun 2019 untuk program pemberia
ASI Eklusif pada wanita menyusui di wilayah kerja Puskesmas Bernung.
Target capaian program tersebut adalah 40% berdasar target Pemerintah
Pesawaran dari jumlah seluruh wanita menyusui di wilayah kerja Puskesmas
Bernung.

5.2 Membandingkan Pencapaian Keluaran Program dengan Tolak Ukur


Keluaran

Tolak ukur program pemberian ASI Eklusif bagi wanita menyusui di wilayah
kerja Puskesmas Bernung ditetapkan sebesar 40%. Pada program Pemberian
ASI Eklusif bagi wanita menyusui di wilayah kerja Puskesmas Bernung
didapatkan hasil pencapaian pada periode Januari – Juli 2019 sebesar 27,14%.
Analisis antara tolak ukur program dan pencapaian program dijelaskan pada
tabel 2.

21
Tabel 2. Data laporan pencapaian program pemberian ASI Eksklulsif bagi

wanita menyusui di wilayah kerja Puskesmas Bernung

(TABEL)

Tabel Berdasarkan analisis pada tabel diatas didapatkan kesenjangan antara


target program dengan pencapaian program Pemberian ASI Eklusif di
wilayah kerja Puskesmas Bernung sebesar 12,86% dengan jumlah wanita
menyusui yang tidak memberikan ASI Eklusif sebanyak ????

5.3 Identifikasi Faktor Penyebab Masalah

Terdapat beberapa faktor penyebab masalah yang membuat pencapaian


program di wilayah kerja Puskesmas Bernung tidak mencapai tolak ukur yang
sudah ditetapkan oleh Pemerintah Pesawaran, sebagai berikut :

1) Ketidak tahuan orangtua tentang manfaat pemberian ASI Eklusif bagi


anak nya
2) Ibu tidak dapat mengeluarkan air susu nya di hari-hari awal,
3) Orang tua yang masih salah persepsi dan merasa kasihan bila melihat
bayi menangis dan menganggap bahwa bayi sedaang lapar, menyebabkan
orang tua memberikan makanan tambahan
4) Tempat pelayanan kesehatan yang menyediakan langsung susu formula
dengan tidak memprioritaskan si ibu untuk menyusui bayinya dengan
ASI Eklusif

22
BAB VI
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

6.1 Membuat Alternatif Pemecahan Masalah


Program ASI Eksklusif merupakan program promoski pemberian ASI saja
pada bayi tanpa memberikan makanan atau minuman lain. Kegiatan
pelaksanaan peningkatan cakupan program ASI eksklusif di Puskesmas
Bernung berupa kegiatan penyuluhan atau sosialisasi yang dilakukan oleh
bidan desa pada saat kegiatan Kelas Ibu dan program ASASI.

Walaupun program ASI Eksklusif gencar disosialisasikan, namun belum


semua bidan di wilayah kerja Puskesmas Bernung dapat melaksanakan IMD
(Inisiasi Menyusui Dini) dan ASI Eksklusif pada setiap pertolongan
persalinan yang dibuktikan dari masih terdapat ibu-ibu yang belum/tidak bisa
memberikan ASI Eksklusif. Dari pemaparan para petinggi puskesmas, alasan
yang menjadi penyebab kegagalan praktik ASI Eksklusif bermacam-macam.
Khususnya pada Puskesmas Bernung adalah karena kurangnya pengetahuan
orang tua perihal pentingnya ASI Eksklusif, ibu yang tidak dapat
mengeluarkan air susunya pasca melahirkan, kesalahan persepsi melihat bayi
menangis menandakan kelaparan, dan tempat layanan kesehatan yang
menyediakan susu formula.

Puskesmas Bernung memiliki 10 bidan desa dan 3 perawat homecare. Dalam


melaksanakan program ASI Eksklusif, Puskesmas Bernung mengadakan
Kelas Ibu satu bulan sekali dan memiliki program ASASI (Anak Sehat Anak
ASI). Pada Kelas Ibu diadakan penyuluhan dan praktek perawatan payudara
ibu menyusui yang didemonstrasikan oleh bidan desa. Program ASASI
sendiri merupakan program baru yang dimiliki Puskesmas Bernung, sehingga
saat ini baru diterapkan di satu posyandu di setiap desa. Selain itu, pengadaan

23
leaflet dan brosur belum merata, media-media baru tersedia di puskesmas
saja, belum terdistribusi sampai ke posyandu.

6.2 Menentukan Prioritas Cara Pemecahan Masalah


Untuk prioritas cara pemecahan masalah di wilayah kerja Puskesmas Bernung
lebih untuk memaksimalkan program ASASI, sehingga program tersebut
tidak hanya dilaksanakan di satu posyandu dalam satu desa, namun dapat
diterapkan di 48 posyandu di 8 desa wilayah kerja Puskesmas Bernung.
Selain itu bersamaan dengan program ASASI, pengadaan leaflet dan brosur
dapat ditingkatkan agar dapat terdistribusi secara luas sampai ke 48 posyandu
tersebut. Dengan adanya media-media tersebut dapat mendukung berjalannya
program ASASI.

24
BAB VII

KESIMPULAN

4.3 Kesimpulan

 Asi Eksklusif merupakan hal terpenting bagi status gizi bayi usia 0-6
bulan karena dapat mempengaruhi tumbuh kembang bayi tersebut
 Standard yang ditetapkan oleh pemerintah untuk cakupan asi Eksklusif di
Indonesia adalah 80% dari bayi lahir hidup
 Cakupan ASI Eksklusif wilayah kerja Puskesmas Berenung pada tahun
2019 sebesar 40% dari pemerintah kabupaten Pesawaran, namun untuk
pencapaiannya hanya sebesar 27,14%
 Masalah yang paling sering muncul sebagai hambatan untuk mencapai
cakupan ASI Eksklusif yang tinggi adalah adanya stigma masyarkat yang
salah terhadap bayi yang baru lahir dimana terdapat pengaruh orang tua
atau anggota keluarga lain yang masih memiliki stigma bahwa bayi baru
lahir harus mendapatkan makanan lain selain ASI Eksklusif agar
nutrisinya tercukupi, selain itu karena ibu kembali bekerja setelah
melahirkan serta ASI sulit untuk keluar

2. Saran
 Melakukan promosi kesadaran berupa penyuluhan tentang ASI
Eksklusif
 Memberikan edukasi, konseling serta pelatihan breast care payudara
pada ibu agar ASI dapat keluar.
 Melakukan pembagian poster dan leaflet ASI Eksklusif yang
menarik di tempat umum maupun setiap pusat kesehata

25
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pus Kesehatan


Masyarakat.2014

Azwar, Azrul.1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan

Ilyas. 2001. Kinerja Penilaian & Penelitian. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatatan
FKM UI

Prasetyo D. 2008. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta: DIVA Press

Roesli, Utami. 2008. Mengenal AS Eksklusif. Jakarta: PT Alex Komputindo

26

Anda mungkin juga menyukai