Laporan Praktikum Sipat Datar

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR TEKNIK

PENGUKURAN BEDA TINGGI SIFAT PROFIT MEMANJANG

(PENYIPAT DATAR)

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH DASAR TEKNIK

DOSEN PENGAMPU :

BAMBANG ARYADI, S.Pd, M.PH

NIP. 196602121988031002

DISUSUN OLEH :

1. RENDY SAPUTRA (PO71330190033)


2. OZY DWI PUTRA (PO71330190031)
3. SALSABILA GOLDA FRIEDA (P071330190011)
4. AYU INDIRIAN MARCHELYNA.S (PO71330190032)
5. TAMARA YULISTIORINI (PO71330190024)
6. GRASELLA TIURMA TOHANG (PO71330190010)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PRODI SANITASI DIPLOMA III

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan laporan “ LAPORAN BEDA TINGGI PROFIT
MELINTANG (PENYIPAT DATAR) ” dengan tepat waktu. Laporan ini disusun berdasarkan
hasil kegiatan ilmu ukur tanah , pengukuran penyipat datar memenjang dilapangan.

Adapun kegiatan tersebut dilaksanakan pada hari selasa 05 oktober 2019. Tidak
mudah bagi kami untuk melaksanakan kegiatan praktikum ini. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada bapak Bambang Aryadi, S.Pd, M.PH selaku dosen
pembimbing praktikum dan teman-teman mahasiswa kela 1.A yang telah bekerja keras dan
bekerja sama dengan baik dalam melaksanakan praktikum.

Semoga laporan ini dapat diterima dan mendapat tanggapan positif dari dosen
pembimbing serta berguna bagi pembaca khusunya para anggota kelompok III

Jambi, 08 November 2019

Penyusun

LEMBAR PENGESAHAN

2
Mata Kuliah : Dasar Teknik

Jenis Praktek : Pengukuran sifat datar memanjang

Tanggal : 05 November 2019

Lokasi : lingkup Jurusan Kesehatan Lingkungan Prodi Sanitasi

Diploma III. Di mulai area pagar gedung perkuliahan

sampai ke tempat parkir

Laporan praktek ini telah di setujui dan di tanda tangani oleh :

Mengetahui

Dosen Pembimbing Mahasiswa

(BAMBANG ARYADI, S.Pd, M.PH) (GRESSELLA TIURMA TOHANG)

NIP. 196602121988031002 NIM PO71330190010

3
DAFTAR ISI

Kata pengantar .........................................................................................................1


Lembar Pengesahan .................................................................................................2
Daftar Isi ...................................................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................6

1.2 Tujuan Praktikum ..............................................................................................6

1.3 Manfaat Praktikum .............................................................................................6

1.4 Ruang Lingkup ..................................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sipat Datar ......................................................................................8

2.2 Tujuan Pengukuran Sipat Datar ........................................................................8

2.3 Data dan Jenis Pengukuran Sipat Datar ...........................................................8

2.4 Peralatan Pengukuran Sipat Datar ....................................................................9

2.5 Persiapan Alat .................................................................................................10

2.6 Langkah Kerja Pengukuran Sipat Datar ..........................................................11

2.7 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan lam Pengukuran Sipat Datar .......................12

2.8 Pengukuran Jarak.............................................................................................14

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1  Alat – alat yang di gunakan .............................................................................14

3.2 Lokasi dan Waktu ...........................................................................................19

3.3 Tim Pengukur ..................................................................................................19

3.3.1 Nama Anggota ..............................................................................................19

3.3.2 Pembagian Tugas .........................................................................................19

4
3.4 Prosedur Pelaksanaan Praktikum ....................................................................20

3.4.1 Penentuan Profil ...........................................................................................20

3.4.2 Cara Mengoperasikan Alat Ukur Waterpass .................................................21

3.4.3. Membaca Hasil Pembidikan ........................................................................21

3.4.4. Cara Penentuan Beda Tinggi..........................................................................22

BAB IV PEMBAHASAN DAN PERMASALAHAN

4.1 Hasil Praktikum ..............................................................................................24

4.2 Kesalahan yang Terjadi dalam Pengukuran ....................................................28

4.3 Hambatan ........................................................................................................29

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan.......................................................................................................30

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Data pengukuran tanah merupakan data yang sangat penting artinya dan dibutuhkan
sebagai salah satu dasar dalam pengambilan keputusan dalam usaha
merencanakan,membangun dan pemeliharaan hasil pembangunan,serta pengembangan pada
proyek-proyek teknik sipil, militer, dan teknik rancang bangun yang berhubugnan dengan
permukaan maupun bawah permukaan tanah, peranan pengukuran tanah sangat penting dan
mutlak diperlukan.
Dengan tersedianya data pengukuran dengan ketelitinan yang memadai akan
memperoleh hasi pembangunan sesuai dengan yang diharapkan dan dapat terhindar dari
pembiayaan yang boros. Untuk memperoleh data pengukuran yang tepat dan dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah membutuhkan tenaga yang trampil, cerdas siap pakai,
perlu pengetahuan tentang teori –teori ilmu ukur tanah yang berkualitas dan terpakai.
Melihat pentingnya hal-hal tersebut poltekes kemenkes jurusan kesehatan lingkungan
kepada mahasiwa jurusan kesehatan lingkungan diwajibkan mengambil mata kuliah ilmu
ukur tanah I dan II (dua semester) secara teori dan dipraktekan di lapangan selain mengerti
teori dalam pengukuran mahasiswa juga bisa melaksanakan pekerjaan pengukuran tanah pada
proyek perencanaan pelaksanaan pembangunan bangunan , pemasangan perpipaan ,secara
mandiri setelah meninggalkan bangku kuliah kelak apabila diperlukan

1.2 Tujuan Praktikum

Maksud dari kegiatan praktikum ilmu ukur tanah adalah agar mahasiswa dapat
memahami klasifikasi peralatan ukur tanah sehingga dalam pelaksaan pengukurannya dapat
cepat,tepat,akurat dan terp[akai data yang dihasilkan. Sehingga hal-hal yang tidak diperlukan
dapat dihindarkan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut.

1.3 Manfaat Praktikum

Manfaat dari praktikum ini adalah:

a. Mahasiswa dapat mempraktekan centering pada alat ukur waterpas

6
b. Mahasiswa dapat mempraktekan metode yang digunakan untuk penentuan beda
tinggi antar dua titik sesuai dengan kondisi di lapangan
c. Mahasiswa dapat mempraktekan pembacaan benang silang diafragma pada rambu
ukur dengan alat ukur waterpas
d. Mahasiswa dapat mempraktekan mengukur beda tinggi pada alat ukur waterpas
e. Mahasiswa dapat mempraktekan pengukuran jarak langsung dan tidak langsung
f. Mahasiswa dapat mempraktekan cara penulisan data lapangan ke formulir data ukur
waterpas

1.4 Ruang Lingkup


            Ruang lingkup praktikum meliputi beberapa macam metode pengukuran levelling,
yaitu :
1. pengertian kontur tanah
2. prinsip dan fungsi
3. Pengukuran tinggi dan luas tanah cara polar
4. Sipat datar teliti (Reciprocal Levelling)
5. Sipat datar memanjang sempurna
6. Sipat datar tertutup / kring (double stand)
7. Sipat datar profil memanjang
8. Sipat datar luas (system grid)

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN SIPAT DATAR


Sipat datar adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan beda tinggi
antara dua tempat atau lebih di lapangan dengan cara membaca skala pada rambu vertikal
yang tepat berhimpit pada posisi garis bidik horizontal. Metode sipat datar prinsipnya adalah
mengukur tinggi bidik alat sipat datar secara optis di lapangan menggunakan rambu ukur,
pengukuran beda tinggi dengan menggunakan metode sipat datar optis merupakan cara
pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian Kerangka Dasar Vertikal
(KDV) dinyatakan sebagai batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat datar
pergi dan pulang.
Pengukuran sipat datar atau waterpassing bertujuan untuk menentukan beda tinggi
titik-titik dipermukaan bumi. Tinggi suatu objek di atas permukaan bumi ditentukan dari
suatu bidang referensi, yaitu bidang yang dianggap ketinggiannya nol. Bidang ini dalam
geodesi disebut bidang geoid, yaitu bidang equipotential yang berimpit dengan permukaan air
laut rata-rata (mean sea level). Bidang equipotential juga disebut bidang nivo, dimana bidang
ini selalu tegak lurus dengan arah gaya barat di mana saja di permukaan bumi.
Melakukan pengukuran sipat datar dikenal adanya tingkat ketelitian sesuai dengan
tujuan proyek yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan pada setiap pengukuran akan selalu
terdapat kesalahan-kesalahan. Fungsi tingkat ketelitian tersebut adalah batas toleransi
kesalahan pengukuran yang diperbolehkan, untuk itu perlu diantisipasi kesalahan tersebut
agar mendapatkan suatu hasil pengukuran untuk memenuhi batasan toleransi yang telah
ditetapkan.

2.2 TUJUAN PENGUKURAN SIPAT DATA


Sipat datar bertujuan untuk menentukan selisih beda tinggi antara tempat tempat yang
sudah ditentukan di muka bumi, di mana tempat tersebut dinyatakan di atas atau di bawah
bidang referensi.

2.3 DATA DAN JENIS PENGUKURAN SIPAT DATAR


Data yang dimaksud pada pengukuran sipat datar adalah unsur-unsur yang diperlukan
untuk dapat menghitung beda ketinggian serta kemiringan suatu bidang ukur. Praktikum Ilmu
Ukur Tanah ini akan ada dua jenis pengukuran sipat datar, yaitu:
8
1. Sipat datar profil memanjang, yaitu pengukuran yang dilakukan searah dengan sumbu

utama (as) bidang ukur. Pengukuran ini bertujuan mengetahui beda tinggi dari titik-titik yang
searah dengan atau berada pada as bidang ukur. Salah satu contoh jenis pengukuran sipat
datar memanjang adalah sipat datar memanjang pergi pulang, yaitu digunakan apabila jarak
antara dua stasiun yang akan ditentukan beda tingginya sangat berjauhan (berada di luar
jangkauan jarak pandang). Pengukuran sipat datar memanjang dilakukan untuk mendapatkan
hasil yang lebih teliti, karena melakukan dua kali pengukuran. Pengukuran ini biasa
digunakan dalam pembuatan trase jalan dan kereta. Beda tinggi dapat ditentukan dengan
menggunakan garis mendatar yang sembarang dengan kedua rambu yang terpasang pada dua
titik yang akan diamati. Hal ini sesuai dengan literatur Sastrodarsono (2005) yang
menyatakan bahwa beda tinggi antara dua bidang nivo yang melaui titik tersebut sedangkan
untuk beda tinggi dapat ditentukan dengan menggunakan garis yang mendatar sembarang dan
dua rambu dipasang pada dua titik sehingga beda tinggi dapat ditentukan.

2. Sipat datar profil melintang, yaitu pengukuran yang dilakukan tegak lurus sumbu
utama (as) bidang ukur. Pengukuran ini bertujuan mengetahui bentukan lahan tegak lurus dari
as bidang ukur, menentukan tinggi rendahnya tanah, dan mendapatkan bentuk permukaan
titik sepanjang garis tertentu. Kegunaan dari pengukuran ini adalah sebagai dasar dalam
menentukan volume galian dan timbunan. Pengukuran ini biasanya digunakan pada
pembuatan cross section sungai, saluran drainase, irigasi, dan pembuatan trase

2.4         PERALATAN PENGUKURAN SIPAT DATAR


Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran sipat datar adalah sebagai berikut:
1. Waterpass
2. Kalkulator dan alat tulis
3. Unting unting
4. Rambu ukur
5. Payung
Keterangan dan fungsi bagian-bagian WATERPASS:
1. Pengarah kasar, berfungsi untuk membidik objek secara kasar.
2. Nivo, berfungsi untuk menentukan kedataran alat.
3. Cermin nivo, berfungsi untuk memudahkan melihat nivo.
4. Klem penggerak halus horizontal, berfungsi untuk mendapatkan posisi sudut secara
halus sesuai dengan keinginan.

9
5. Lensa okuler, berfungsi untuk membidik objek.
6. Klem pengatur fokus benang, berfungsi untuk mengatur fokus benang.
7. Busur derajat, berfungsi untuk memposisikan alat sesuai derajat yang diinginkan.
8. Sekrup pengatur nivo, berfungsi untuk mengatur waterpass dengan arah vertikal.

Syarat syarat yang harus dipenuhi sebelum menggunakan waterpass  adalah:

1. Syarat pertama adalah mengatur garis bidik sejajar dengan garis arah nivo, sebagai
koreksi diambil tiga buah penggaris dengan jarak sama (1 meter) dalam satu garis lurus di
lapangan . Setelah diukur, sipat datar diletakkan di tengah tengah antara A dan B, kemudian
mengatur agar sumbu ke vertikal dan gelembung nivo seimbang, lalu membidik rambu A dan
B. Selisih tingginya diperoleh dari pembacaan rambu depan (Pa) dan rambu belakang (Pb).
Instrument dipindahkan ke belakang kemudian membaca rambu A (Qa) dan rambu B (Qb),
seharusnya selisih tinggi tempat A dan B adalah sama atau tetap, yaitu:
h = Pa – Pb.
Adanya kesalahan tidak sejajarnya garis bidik dan garis arah nivo, maka:
h = Qa – Qb
2. Syarat kedua adalah garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu ke satu. Mengatur
sumbu menjadi vertikal pada setiap akan melakukan pengukuran adalah mutlak dilakukan.
Kedudukan miring sumbu akan berakibat fatal terhadap setiap hasil pengukuran. Membuat
sumbu vertikal cukup dengan menyeimbangkan nivo kotak untuk setiap kedudukan dengan
cara memutar sekrup pemutar A, B, dan C.
3. Syarat ketiga adalah garis mendatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu.

2.5 PERSIAPAN ALAT (SIPAT DATAR)


Waterpass yang digunakan dalam pengukuran perlu dilakukan persiapan terlebih
dahulu. Proses persiapan dalam penggunaan waterpass antara lain:
1. Mendirikan tripod pada titik yang telah ditentukan.
2. Memastikan tripod berdiri tepat di atas titik yang ditentukan dengan
menggunakan unting-unting.
3. Memasang unit waterpass pada tripod, kemudian menguncinya.
4. Mengatur waterpass agar benar-benar dalam keadaan datar.

10
Pengaturan ini sangat penting diperhatikan karena apabila alat ukur waterpass dalam
keadaan tidak datar maka semua hasil pengukuran baik itu beda tinggi maupun jarak optis
yang diukur akan mengalami kesalahan. Tahap untuk mengatur waterpass adalah sebagai
berikut:
1. Mengatur nivo
Langkah-langkah dalam mengatur nivo antara lain:
a. Mula-mula memposisikan nivo alat pada posisi seperti gambar 2.4 sebelah kiri dengan
memutar alat secara horizontal.
b. Memutar sekrup A dan B secara bersamaan dan berlawanan arah, hingga
gelembung nivo
c. Memutar sekrup C, sehingga gelembung bergeser ke tengah lingkaran.

2.6 LANGKAH KERJA PENGUKURAN SIPAT DATAR


Langkah kerja pada pengukuran ini meliputi langkah kerja pengukuran profil
memanjang dan pengukuran profil melintang. Langkah kerja masing-masing pengukuran
dijelaskan pada sub bab di bawah ini.

A. Pengukuran Profil Memanjang


Profil memanjang digunakan untuk membuat jalan kereta api, jalan raya, saluran air,
dan pipa air minum. Jarak dan beda tinggi titik-titik di permukaan bumi diperoleh irisan tegak
yang dinamakan profil memanjang pada sumbu proyek. Melakukan pengukuran di lapangan
dengan memasang pancang-pancang dari kayu yang menyatakan sumbu proyek.Pancang-
pancang digunakan pada pengukuran penyipat datar yang memanjang untuk mendapatkan
profil memanjang.
Salah satu contoh jenis pengukuran sipat datar memanjang adalah sipat datar
memanjang pergi pulang. Sipat datar biasanya digunakan apabila jarak antara dua stasiun
yang akan ditentukan beda tingginya sangat berjauhan (berada di luar jangkauan jarak
pandang). Pengukuran sipat datar memanjang pergi pulang merupakan salah satu jenis dari
sekian banyak macam pengukuran sipat datar memanjang.
Pengukuran sipat datar memanjang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih
teliti, karena dengan mengadakan dua kali pengukuran penggambaran profil memanjang
dengan menggunakan hasil.

Prosedur pelaksanaan pekerjaan dari pengukuran sipat datar profil memanjang antara lain:

11
1. Menancapkan patok pada titik yang telah ditentukan (misal P3).
2. Menentukan jarak menggunakan meteran dengan panjang 20 meter (1 slag) dari patok
P1 – P5.
3. Mengukur dan menentukan titik tengah dari segmen P1 – P5 dan memberi patok (P3),
sehingga jarak dari patok P3 ke P2 sebesar 5 meter dan dari P3 ke P1 sebesar 10
meter.
4. Mengatur alat hingga siap digunakan pada titik P3.
5. Mendirikan rambu di titik P1 dan P5 (rambu harus benar-benar vertikal).
6. Mengarahkan waterpass ke arah rambu titik P1 (bacaan belakang), kemudian
melakukan pembacaan terhadap benang atas (Ba), benang tengah (Bt), benang bawah
(Bb), dan mencatat dalam formulir yang telah disediakan.
7. Memutar waterpass secara horizontal dan arahkan ke rambu di titik P5 (bacaan
muka), melakukan pembacaan terhadap benang atas (Ba), benang tengah (Bt), dan
benang bawah (Bb), dan mencatat dalam formulir yang telah disediakan.
8. Menghitung beda tinggi masing-masing titik tengah dengan menggunakan benang
tengah (Bt) bacaan belakang dan benang tengah (Bt) bacaan muka.
9. Melakukan langkah-langkah di atas dengan memulai pengukuran yang sebaliknya
yaitu pengukuran dari titik P5 ke arah titik P1 (pengukuran pulang).
10. Membandingkan hasil pengukuran pergi dan pulang, usahakan selisihnya kurang dari
batas maksimum yang telah ditetapkan.
11. Selisih pengukuran jauh lebih besar dari batas maksimum, maka harus dilakukan
pengukuran ulang dengan mengulangi langkah-langkah di atas.
12. Menggambarkan daerah yang diukur.

2.7 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran sipat datar adalah sebagai berikut:
1. Perlu mempersiapkan sketsa situasi daerah yang akan diukur.
2. Hasil perhitungan harus di bawah toleransi yang ditetapkan.
3. Pada setiap kedudukan alat, kedudukan nivo harus selalu seimbang (syarat
mutlak).
4. Pembacaan tinggi, harus ada kontrol dimana harga batas tengah yaitu .
5. Cara memegang rambu harus benar-benar vertikal.
6. Pada waktu tengah hari sekitar jam 11.00 – 13.00 WIB, pekerjaan harus dihentikan

12
mengingat adanya refraksi atmosfir dan undulasi kemudian setelah istirahat
dilanjutkan kembali.

Selain hal-hal mengenai penggunaan alat ukur di atas, ada juga hal-hal lain yang perlu
diperhatikan dalam proses pengukuran sipat datar tersebut, yaitu posisi penempatan alat ukur.
Berikut adalah cara penempatan alat ukur yang biasa digunakan dalam pengukuran sipat
datar:
1. Cara pertama adalah dengan menempatkan alat ukur penyipat datar di atas salah satu
titik, misalnya pada gambar di bawah ini (di atas titik B). Tinggi a garis bidik (titik tengah
teropong) di atas titik B diukur dengan mistar. Gelembung di tengah-tengah garis bidik
diarahkan ke rambu ukur yang diletakkan di atas titik yang lain, yaitu titik A. Pembacaan
pada rambu ukur misal b, maka angka b ini menyatakan jarak angka b itu dengan alas rambu.
Sehingga dapat diukur beda tinggi antara titik A dan B adalah t = b – m. Seperti terlihat
pada gambar 2.6 tinggi a adalah tinggi garis bidik yang diukur dengan rambu dari atas patok
B terhadap titik tengah teropong. Pengukuran yang dilakukan untuk memperoleh beda tinggi
antara titik A dan B maka arahkan teropong ke rambu lainnya yaitu rambu A dengan angka
bacaan rambu sebesar b.
2. Cara kedua adalah alat penyipat datar diletakkan antara titik A dan titik B, sedangkan
di titik-titik A dan B ditempatkan dua rambu ukur. Jarak dari alat ukur penyipat datar dengan
kedua rambu ambilah kira-kira sama, sedangkan alat ukur penyipat datar tidak perlu teretak
pada garis lurus yang menghubungkan dua titik A dan B. Mengarahkan garis bidik dengan
gelembung di tengah-tengah ke rambu ukur A (belakang) dan rambu ukur B (muka). Angka-
angka pada rambu selalu menyatakan jarak antara angka dengan alas rambu, maka cukup
mudah dimengerti bahwa beda tinggi antara titik A dan B adalah t = b – m.

3. Cara ketiga adalah alat ukur penyipat datar tidak diletakkan antara titik A dan titik B,
tidak pula di atas salah satu titik A atau titik B, tetapi di sebelah titik A atau di sebelah titik B,
di luar garis AB. Pada gambar 2.8 alat ukur penyipat datar diletakkan di sebelah kanan titik
B. Pembacaan yang dilakukan pada rambu ukur yang diletakkan di atas titik A dan titik B
berturut-turut dinyatakan dengan b dan m lagi, sehingga dari gambar diperoleh dengan
mudah bahwa beda tinggi :

t = b – m.

13
Berdasarkan ketiga cara pengukuran penyipat datar tersebut, cara dengan alat ukur
penyipat datar yang diletakkan antara dua rambu ukurlah yang memberikan hasil paling teliti,
hal ini dikarenakan kesalahan yang mungkin masih ada pada pengukuran dapat saling
memperkecil, apalagi jika jarak antara alat ukur penyipat datar dibuat sama, akan hilanglah
pengaruh tidak sejajarnya garis bidik dan garis arah nivo. Beda antara pembacaan rambu
belakang dengan rambu muka akan menjadi beda tinggi. Jarak ini dinamakan penyipat datar
dari tengah-tengah dan digunakan pada pengukuran penyipat datar memanjang.

Mengetahui tinggi titik-titik yang terletak di sekitar titik yang ditempati oleh alat ukur
penyipat datar, digunakan penyipat datar di dalam bidang garis bidik.Jika b – m > 0, maka
titik muka lebih rendah dari titik belakang.

2.8 PENGUKURAN JARAK


Pengukuran jarak dimaksudkan untuk membandingkan dan mengetahui kekurangan
serta kelebihan dari pengukuran jarak secara langsung dan tak langsung (optis).

1. Secara langsung
Pengukuran jarak langsung adalah pengukuran dengan langsung mendapatkan nilai
pengukuran dengan mengukur garis yang menghubungkan 2 titik.Cara yang paling sederhana
adalah dengan menggunakan meteran.

2. Secara tidak langsung (Optis)


Pengukuran jarak tak langsung adalah pengukuran yang tidak langsung didapat hasilnya
tetapi harus melalui proses perhitungan terlebih dahulu. Pengukuran jarak tak langsung
dilakukan dengan cara menghitung jarak menggunakan sipat datar cukup dengan membaca
interval rambu horizontal (Ba – Bb) dikali dengan konstanta pengali teropong sebesar 100.

14
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat – alat yang di gunakan

A.    Pesawat Penyipat Datar (PPD)

Alat ukur waterpass secara umum memiliki bagian-bagian sebagai berikut :   

1. Lingkaran horizontal berskala,


2. Skala pada lingkaran horizontal,
3. Okuler teropong,
4. Alat bidik dengan celah penjara,
5. Cermin nivo,
6. Sekrup penyetel fokus,
7. Sekrup penggerak horizontal,
8. Sekrup pengungkit,
9. Sekrup pendatar,
10. Obyektif teropong,
11. Nivo tabung,
12. Nivo kotak.

B. Statif  (Kaki Tiga)


Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga kakinya dapat
menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya runcing, agar masuk ke

15
dalam tanah.Ketiga kaki statif ini dapat diatur tinggi rendahnya sesuai dengan keadaan tanah
tempat alat itu berdiri. Seperti tampak pada gambar dibawah ini :

c. Unting – Unting
Unting-unting ini melekat dibawah penyetel kaki statif, unting-unting ini berfungsi
sebagai tolak ukur apakah waterpass tersebut sudah berada tepat di atas patok.

D. Rambu Ukur
Rambu ukur mempunyai bentuk penampang segi empat panjang yang berukuran  ± 3–
4 cm, lebar ± 10 cm, panjang ± 300 cm, bahkan ada yang panjangnya mencapai 500 cm.
Ujung atas dan bawahnya diberi sepatu besi. Bidang lebar dari bak ukur dilengkapi dengan 
ukuran milimeter dan diberi tanda pada bagian-bagiannya dengan cat yang mencolok. Bak
ukur diberi cat hitam dan merah dengan dasar putih, maksudnya bila dilihat dari jauh tidak
menjadi silau.Bak ukur ini berfungsi untuk pembacaan pengukuran tinggi tiap patok utama
secara detail.

16
E. Payung
Payung digunakan untuk melindungi pesawat dari sinar matahari langsung maupun
hujan karena lensa teropong pada pesawat sangat peka terhadap sinar matahari.

F. Kompas
Kompas digunakan untuk menentukan arah utara dalam pengukuran sehingga
dijadikan patokan utama dalam pengukuran yang biasa di sebut sudut azimuth.

17
G. Nivo
Di dalam nivo terdapat sumbu tabung berupa garis khayal memanjang menyinggung
permukaan atas tepat ditengah.Selain itu, dalam tabung nivo terdapat gelembung yang
berfungsi sebagai medium penunjuk bila nivo sudah tepat berada ditengah.

                                                                         


H.    Rol Meter
Rol meter terbuat dari fiberglass dengan panjang 30-50 m dan dilengkapi tangkai
untuk mengukur jarak antara patok yang satu dengan patok yang lain.

                     
I.      Patok
Patok ini terbuat dari kayu dan mempunyai penampang berbentuk lingkaran atau segi
empat dengan panjang kurang lebih 30-50 cm dan ujung bawahnya dibuat runcing, berfungsi
sebagai suatu tanda di lapangan untuk titik utama dalam pengukuran.

18
J. Alat penunjang lain
Alat penunjang lainnya seperti blangko data, kalkulator, alat tulis lainnya, yang
dipakai untuk memperlancar jalannya praktikum.

3.2 Lokasi dan waktu


Lokasi pengukuran di lingkup Jurusan Kesehatan Lingkungan Prodi Sanitasi Diploma
III tepatnya gedung perkuliahan. Di mulai dari area pagar gedung perkuliahan sampai ke
tempat parkir . Waktu praktikum tanggal 05 November2019 di mulai  dari 09.30 s/d 17.00
WIB.

3.3.  Tim pengukur

3.3.1.     Nama Anggota
1.    Grassela Tiurma Tohang (PO71330190010)
2.    Ayu Indrian Marchelyna. S (PO71330190032)
3.    Tamara Yulistiorini (PO71330190024)
4.    Salsabila Golda Frieda (PO71330190011)
5.    Ozy Dwiputra (TIDAK BEKERJA) (PO71330190031)
6.   Rendy Saputra (TIDAK BEKERJA) (PO71330190033)

19
3.3.2.      Pembagian tugas
1.      Pembaca rambu          1 orang
2.      Penulis hasil bidik      1 orang
3.      Pemegang rambu        2 orang

3.4.  Prosedur Pelaksanaan Praktikum

3.4.1.      Penentuan profil

A. Profil Memanjang
·    Pemasangan patok dilakukan pada jarak tertentu. Dalam hal ini sesuai dengan
keinginan anda.Namun demikian, terlebih dahulu tentukan arah utara dengan menggunakan
kompas.Kemudian menolkan nilai dari waterpass, dimana arah utara merupakan patokan
utama. Waterpass diletakkan di tengah-tengah antara kedua patok.
   Waterpass diseimbangkan dengan melihat kedudukan nivo sambil memutar sekrup
penyetel hingga gelembung yang berada di dalamnya dalam kedudukan yang seimbang (di
tengah-tengah).
Pada pengukuran profil memanjang ini digunakan metode “Double Standing”, yaitu
suatu metode dimana pengukuran pergi dan pengukuran pulang dilakukan serempak hanya
dengan menggunakan kedudukan pesawat, misalnya pada pengukuran pergi, P0 sebagai
pembacaan belakang dan P1 sebagai pembacaan muka, begitu pula sebaliknya.
a. Bak ukur diletakkan di atas patok dengan kedudukan vertikal dari segala arah.
b. Waterpass diarahkan ke patok pertama (P0) selanjutnya disebut pembacaan belakang.
c. Pada teropong terlihat pembacaan benang atas, benang tengah dan bawah.Setelah
itu waterpass diarahkan ke patok kedua (P1).
d. Selanjutnya dengan mengubah letak pesawat (waterpass) kita mengadakan
pengukuran pulang dengan mengarahkan ke P1 (pembacaan belakang). Pada teropong
terlihat pembacaan benang atas, tengah dan bawah.
e. Pengamatan selanjutnya dilakukan secara teratur dengan cara seperti di atas sampai
pada patok terakhir.
f. Pembacaan hasil pengukuran dicatat pada tabel yang tersedia.

20
3.4.2.      Cara Mengoperasikan Alat Ukur Waterpass
Ada 4 jenis kegiatan yang harus dikuasai dalam mengoperasikan alat ini, yaitu :
a.       Memasang alat di atas kaki tiga Alat ukur waterpass tergolong kedalam Tripod Levels,
yaitu dalam penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga. Oleh karena itu kegiatan
pertama yang harus dikuasai adalah memasang alt ini pada kaki tiga atau statif. Pekerjaan ini
jangan dianggap sepele, jangan hanya dianggap sekedar menyambungkan skrup yang ada di
kaki tiga ke lubang yang ada di alat ukur, tetapi dalam pemasangan ini harus diperhatikan
juga antara lain :
1. Kedudukan dasar alat waterpass dengan dasar kepala kaki tiga harus pas,
sehingga waterpass terpasang di tengah kepala kaki tiga.
2. Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh karena itu
sebaikny tiga skrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk segi tiga tersebut.
3. Pemasangan skrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat agar tidak
mudah bergeser apalagi sampai lepas Skrup penghubung kaki tiga dan alat terlepas.
b.      Mendirikan Alat ( Set up ) Mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang sudah
terpasang pada kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk dibidikan, yaitu sudah
memenuhi persyaratan berikut:
1. Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh kedudukan
gelembung nivo kotak ada di tengah.
2.  Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan gelembung
nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf U.
c.   Membidikan Alat Membidikan alat adalah kegiatan yang dimulai dengan mengarahkan
teropong ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan diafragma agar terlihat dengan jelas,
memfokuskan bidikan agar objek yang dibidik terlihat jelas dan terakhir menepatkan benang
diafragma tegak dan diafragma mendatar tepat pada sasaran yang diinginkan.

3.4.3.      Membaca Hasil Pembidikan


a.       Pembacaan Benang atau pembacaan rambu.
Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka pada rambu ukur
yang dibidik yang tepat dengan benang diafragma mendatar dan benang stadia atas dan
bawah. Bacaan yang tepat dengan benang diafragma mendatar biasa disebut dengan Bacaan
Tengah (BT), sedangkan yang tepat dengan benang stadia atas disebut Bacaan Atas (BA) dan
yang tepat dengan benang stadia bawah disebut Bacaan Bawah (BB). Karena jarak antara
benang diafragma mendatar ke benang stadia atas dan bawah sama, maka :
21
BA – BT = BT – BB atau BT = ½ ( BA – BB)
Persamaan ini biasa digunakan untuk mengecek benar atau salahnya pembacaan.
Kegunaan pembacaan benang ini adalah :
1. Bacaan benang tengah digunakan dalam penentuan beda tinggi antara tempat berdiri alat
dengan tempat rambu ukur yang dibidik atau diantara rambu-rambu ukur yang dibidik.
2. Bacaan benang atas dan bawah digunakan dalam penentuan jarak antara tempat berdiri
alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik.
Pembacaan rambu ukur oleh alat ini ada yang terlihat dalam keadaan tegak dan ada yang
terbalik, sementara pembacaannya dapat dinyatakan dalam satuan meter (m) atau
centimeter (cm).

3.4.4.      Cara Penentuan Beda Tinggi

Penentuan beda tinggi dengan menggunakan alat ukur waterpass dapat dilakukan


dengan tiga cara tergantung keadaan di lapangan :
a.       Menempatkan alat ukur penyipat datar pada salah satu titik. Misalnya pesawat di
letakkan di titik B.  Tinggi A (garis bidik) atau titik tengah teropong di atas titik B di ukur
dengan mistar. Dengan gelembung di tengah–tengah lingkaran, garis bidik diarahkan ke
mistar (bak) ukur yang diletakkan di titik A.Besarnya pembacaan benang tengah pada bak
ukur dinamakan J, maka beda tinggi antara titik A dan B adalah :

22
b.   Alat ukur penyipat datar ditempatkan diantara titik A dan B. Jarak alat ukur penyipat
datar antara kedua bak ukur diambil kira-kira sama. Diusahakan agar pesawat tetap berada
ditengah – tengah.Pada kedua titik tersebut diletakkan bak ukur. Arahkan pesawat ke bak
ukur A (pembacaan belakang) dan hasil pembacaannya dinamakan R. Lalu pesawat diputar
searah jarum jam untuk melakukan pembacaan benang tengah pada bak ukur B (pembacaan
muka) dan hasil pembacaannya dinamakan V. Maka beda tinggi antara titik A dan B:

c.   Menempatkan alat ukur di luar titik A dan titik B, hal ini dilakukan dilakukan bila keadaan
terpaksa, mungkin karena adanya penghalang seperti sungai, selokan atau saluran-saluran air
lainnya antara kedua titik tersebut. Pada gambar dibawah ini, pesawat ditempatkan di sebelah
kanan titik B selanjutnya dilakukan pembacaan benang tengah dan hasil pembacaan bak ukur
B disebut V, maka beda tinggi antara titik A dan B adalah :

Dari ketiga cara tersebut, yang paling teliti adalah dengan cara menempatkan alat ukur
tersebut di antara dua titik yang akan diukur beda tingginya karena dengan mengubah

23
arahnya sesuai dengan arah jarum jam maka kesalahannya negatif, juga kesalahan
atmopsferiknya saling berbagi.

BAB IV

PEMBAHASAN DAN PERMASALAHAN

4.1 Hasil Praktikum

Titik 1 : diukur oleh kelompok I


A. Benang tengah muka :
BT = 3,141
BA = 3,273
BB = 3,009
BT X 2 = 3,141 X 2
= 6,282
BB + BA = 3,009 + 3,273
= 6,282
JARAK = BA-BB X 100
= 3,273-3,009 X 100
= 26,4 M
B. Benang tengah belakang :
BT = 2,262
BA = 2,401
BB = 2,123
BT X 2 = 2,262 X 2
= 4,524
BB + BA = 2,401 + 2,123
= 4,52
JARAK = BA-BB X100
=2,401-2,123 X 100
= 27, 8 M
24
Titik 2 : diukur oleh kelompok II
A. Benang tengah muka :
BT = 3,209
BA = 3,344
BB = 3,074
BT X 2 = 3.209 X 2
= 6.418
BB + BA = 3.074 + 3.344
= 6.418
JARAK = BA-BB X 100
= 3,322-3,074 X 100
= 24,8 M
B. Benang tengah belakng :
BT = 1.865
BA = 1.998
BB = 1.732
BT X 2 = 1.865 X2
= 3.730
BB + BA = 1.732 + 1.998
= 3.730
JARAK = BA-BB X 100
= 1,998-1,732 X 100
= 26,6 M
Titik 3 : diukur oleh kelompok III
A. Benang tengah muka :
BT = 2,100
BB = 1980
BA = 2.220
BT X 2 = 2.100 X 2
= 4.200
BB + BA = 1.980 + 2.220
= 4.200
JARAK = BA-BB X 100
= 2.220-1980 X 100
25
= 24 M

B. Benang tengah belakang :


BT = 3.603
BB = 3.472
BA = 3.734
BT X 2 = 3.603 X2
= 7,206
BB + BA = 3,472 + 3,734
= 7,206
JARAK = BA-BB X 100
= 3,734-3,472 X 100
= 26,2 M
Titik 4 : dilakukan oleh kelompok IV
A. Benang tengah muka :
BT = 3,109
BB = 2,960
BA = 3,258
BT X 2 = 3,109 X 2
= 6,218
BB + BA = 2,960 + 3.258
= 6,218
JARAK = BA-BB X 100
= 3,258-2,960
= 29, 8 M
B. Benang tengah belakang :
BT = 2,325
BB = 2,204
BA = 2,446
BT X 2 = 2,325 X 2
= 4,650
BB + BA = 2,204 + 2,446
26
= 4,650
JARAK = BA-BB X 100
= 2,446-2,204 X 100
= 24, 2 M

Titik 5 : dilakukan dengan kelompok V


A. Benang tengah muka :

BT = 3,170
BB = 3,060
BA = 3,280
BT X 2 = 3,170 X 2
= 6,340
BB + BA = 3,060 + 3,280
= 6,340
JARAK = BA-BB X 100
= 3,280-3,060
= 22 M
B. Benang tengah belakang :
BT = 1,918
BB = 1,786
BA = 2,050
BT X 2 = 1,918 X 2
= 3,836
BB + BA = 1,786 + 2,050
= 3,836
JARAK = BA-BB X 100
=2,050-1,786 X 100
= 26,4 M
Titik 6 : dilakukan oleh kelompok VI
A. Benang tengah muka:
BT = 3,718
BB = 3,576
BA = 3,860
27
BT X 2 = 3,718 X2
= 7,436
BB + BA = 3,576 + 3,860
= 7,436
JARAK = BA-BB X 100
= 3,860-3,576 X 100
= 28, 4 M
B. Benang tengah belakng :
BT = 2,208
BB = 2,080
BA = 2,336
BT X 2 = 2,208 X 2
= 4,416
BB + BA = 2,080 + 2,336
= 4.416
JARAK = BA-BB X 100
= 2,336-2,080 X 100
= 25,6

PEMBACAAN BEDA TINGGI JARAK


NO TINGGI TK
BTM BTB + -  
1 3,141 2,262  0.879 25 M 1000
2 3,209 1,865 1,344   25 M 1000,879
3 2,100 3,603 -1,503  25 M 1002,223
4 3,109 2,325 0.784   25 M 1000,72
5 3,170 1,918 1,252   25 M 1001,504
6 3,718 2,208 1.51   25 M 1002,756
1004,266 –
∑18,447 ∑14,181 ∑5,769 ∑-1,503  
1000
∑4,266 ∑4,266   ∑4,266

4.2 Kesalahan Yang Terjadi Dalam Pengukuran


Dalam melakukan pengukuran kita tidak luput dari kesalahan-kesalahan. Kesalahan
itu dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu :

28
a.    Kesalahan Besar ( Mistakes Blunder )
Kesalahan ini dapat terjadi karena kurang hati-hati dalam melakukan pengukuran atau kurang
pengalaman dan pengetahuan dari praktikan.Apabila terjadi kesalahan ini, maka pengukuran
harus di ulang atau hasil yang mengalami kesalahan tersebut dicoret saja.
b.    Kesalahan Sistimatis ( Sistematic Error )
Umumnya kesalahan ini terjadi karena alat ukur itu sendiri. Misalnya panjang meter yang
tidak tepat atau mungkin peralatan ukurnya sudah tidak sempurna. Kesalahan ini dapat
dihilangkan dengan perhitungan koreksi atau mengkaligrasi alat/memperbaiki alat.
c.    Kesalahan Yang Tidak Terduga/Acak ( Accidental Error )
Kesalahan ini dapat terjadi karena hal–hal yang tidak diketahui dengan pasti dan tidak
diperiksa.Misalnya ada getaran pada alat ukur ataupun pada tanah.Kesalahan dapat diperkecil
dengan melakukan observasi dan mengambil nilai rata– rata sebagai hasil.

4.3 Hambatan
Hambatan yang dapat terjadi di lapangan ada beberapa faktor yang mempengaruhi jalannya /
proses pengukuran yaitu :
1. Faktor Kurangnya pemahaman tentang teori pengukuran,
2.  Faktor bahan dan alat,
3. Terlebih lagi faktor cuaca juga memperlambat proses pengukuran karena
apabila cuaca hujan otomatis tim pengukur berhenti sejenak untuk berteduh dari
hujan.

29
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Beda tinggi dapat ditentukan dengan menggunakan garis mendatar yang sembarang
dengan kedua mistar yang terpasang pada dua titik yang akan diamati. Hal ini sesuai dengan
literatur Sastrodarsono (2005) yang menyatakan bahwa beda tinggi antara dua titik adalah
jarak antara dua bidang nivo yang melalui titik itu sedangkan untuk beda tinggi dapat
ditentukan dengan menggunakan garis yang mendatar sembarang dan dua mistar dipasang
pada dua titik itu sedangkan beda tinggi dapat ditentukan. Untuk melakukan dan mendapat
pembacaan pada mistar dinamakan back, diperlukan suatu garis lurus, selain itu pada
pengukuran ini diperlukan juga nivo tabung. Pada nivo tabung ini dijumpai suatu garis lurus
mendatar dengan ketelitian yang tinggi.
Pengukuran beda tinggi yang kami lakukan adalah salah satu dari tiga cara yang ada,
yakni dengan cara pengukuran menyipat datar. Hal ini sesuai dengan literatur Frick (1992)
yang menyatakan bahwa beda tinggi antara dua titik dapat dibentukkan dengan tiga cara:
dengan cara barometris, dengan cara trigonometris dan dengan cara pengukuran penyipatan
datar. Ketiga cara ini disusun sedemikian hingga ketelitian dari atas kebawah menjadi besar.
Cara yang memberi hasil ketelitian terbesar adalah cara pengukuran menyipat datar,
sedangkan cara trigonometris dengan cara pengukuran barometris menentukan beda tinggi
antara dua titik.
Untuk menggambarkan keadaan lokasi pada suatu lokasi dengan mudah, dapat
dilakukan dengan menbuat beberapa titik detail guna mengetahui secara langsung beda tinggi
di suatu arel kawasan yang ingin diamati. Hal ini sesuai dengan literatur Dugdale (1986) yang
menyatakan bahwa dengan adanya pengukuran sipat datar memanjang, kita dapat mengetahui
perbedaan tinggi dari suatu daerah, dengan mengetahui tinggi berbagai tempat maka kita
mengetahui tinggi areal tersebut dan kita menggambarkan secara detail dan tidak
menimbulkan kesulitan yang serius. Dan dengan ini juga mempermudah kita dalam
menggambarkan keadaan lokasi tersebut apakah curam atau landai dan sebagainya, dengan
kata lain hubungannya dengan kegiatan pembukaan wilayah hutan, dalam rangka pengelolaan
kawasan hutan secara lestari menimbulkan pula pengetahuan tentanpengukuran untuk
30
bangunan-bangunan kehutanan serta untuk pemetaannya dan masih banyak lagi fungsi yang
lainnya.

LAMPIRAN

31

Anda mungkin juga menyukai