Naegleria Fowleri Dan Acanthamoeba Culbertsoni

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Naeleria fowleri dan Accanthamoeba spp adalah ameba yang hidup

bebas dalam tanah dan air yang biasa di kenal Free-living amoeba (FLA)

yang menjadi parasit fakultatif pada manusia. Naegleria fowleri adalah

penyebab primary amebic meningoencephalitis (PAM), dan

Acanthamoeba spp. Berhubungan dengan kelainan yang lebih kronis di

system saraf, yakni amebic keratitis, sertaulkus di kulit.

B. RumusanMasalah
1. Bagaimana morfologi Naegleria fowleri dan Acanthamoeba
culbertsoni?
2. Bagaimana klasifikasi Naegleria fowleri dan Acanthamoeba
culbertsoni?
3. Bagaimana siklus hidup Naegleria fowleri dan Acanthamoeba
culbertsoni?
4. Bagaimana distribusi geografis Naegleria fowleri dan Acanthamoeba
culbertsoni?
5. Bagaimana epidemiologi Naegleria fowleri dan Acanthamoeba
culbertsoni?
6. Bagaimana patofisiologi dan patologi Naegleria fowleri dan
Acanthamoeba culbertsoni?
7. Bagaimana diagnosa laboratorium Naegleria fowleri dan Acanthamoeba
culbertsoni?
8. Bagaimana pengobatan dan pencegahan Naegleria fowleri dan
Acanthamoeba culbertsoni?

1
C. Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk mempelajari dan

mengetahui tentang morfologi, klasifikasi, siklus hidup, distribusi geografis,

epidemiologi, patofisiologi, patologi, diagnosa laboratorium, pengobatan

dan pencegahan dari Naegleria powleri dan Acanthamoeba culbertsoni.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfologi
1. Naegleria fowleri
Naegleria fowleri sebenarnya dikenal dengan karakteristik yang

dinamakan ameba flagellata, yaitu memiliki bentuk ameboid sekaligus

flagellate dalam siklus hidupnya. Siklus hidupnya terdiri dari stadium

trophozoit (amoeboid dan flagellata) yang motile dan bentuk kista yang

non-motile dan resisten. Bentuk yang dijumpai pada manusia hanya

trofozoit ameboid. Trofozoit bentuk amoeboid ketika bergerak berbentuk

memanjang, lebih lebar pada bagian anterior yang dapat dengan jelas

dibedakan dari bagian posterior yang menyempit dan membentuk sebuah

pseudopodia yang lebar. Berukuran 7-20 μm, memiliki 1 inti dengan

karyosom sentral yang besar dan dikelilingi oleh sebuah halo tanpa

kromatin perifer. Terdapatnya vakuola yang biasanya terdiri dari bakteri

pada saat berada dalam bentuk free-living, atau berisi debris sel pada saat

2
menginfeksi manusia. Bentuk flagellatanya hidup di air, dan hal ini penting

dalam diagnosis. Bentuk trofozoit dari specimen diinkubasi di air 37ºC

untuk mendapatkan bentuk flagellata. Hal ini berguna untuk

membedakannya dengan trofozoit Acanthamoeba spp. yang tidak memiliki

stadium flagellata.

2. Acanthamoeba culbertsoni

Berbeda dengan spesies sebelumnya, Achantamoeba culbertsoni

memiliki bentuk trofozoit dan kista, tidak ada bentuk flagellatanya. Bentuk

trofozoit memilik cirri khas berupa pseudopodia yang lancip, disebut

acanthopodia. Ukuran trofozoit 10-45 μm, memiliki satu inti dengan

karyosom sentral yang besar, tanpa kromatin perifer. Kistanya bulat,

berukuran 10-20 μm, memiliki satu inti. Dindingnya dua lapis, lapisan

terluarnya bergerigi dan tidak teratur.

Penularan biasanya tidak berhubungan dengan kolam renang. Infeksi

SSP berlangsung secara hematogen setelah inhalasi/aspirasi bentuk trofozoit

maupun kista, atau melalui kulitat aumukosa yang luka secara invasi

vascular langsung.

B. KLASIFIKASI
1. Naegleria fowleri
Kingdom : Protista
Subkingdom : Protozoa
Phylum : Sarcomastigophora
Subphylum : Sarcodina

3
Superkelas : Rhizopodia
Kelas : Lobosea
Subkelas : Gymnamoebia
Ordo : Schitopyrenida
Family : Vhalkampfiidae
Genus : Naegleria
Spesies : Naegleria fowleri

2. Acanthamoeba culbertsoni

Kingdom :
Subkingdom :
Phylum :
Subphylum :
Superkelas :
Kelas :
Subkelas :
Ordo :
Family :
Genus :
Spesies :

C. Siklus Hidup
1. Naegleria fowleri

Pada genus Naegleria ditemukan tiga stadium yaitu stadium trofozoit

ameboid, flagellata, dan kista.

4
1) Stadium trofozoit ameboid : Mempunyai bentuk tidak teratur, lonjong

atau membulat dengan ukuran rata-rata 29 mikron. Pseudopodium

tunggal yang dikeluarkan meluas ke satu arah.

2) Stadium flagellata : Mempunyai bentuk lonjong seperti buah per,

mempunyai 1 inti vesikular, 1 vakuol kobtraktil ynag terletak pada

bagian posterior dan dua flagel yang sama panjang. Fase ini hanya

ditemukan beberapa jam saja, kemudian berubah menjadi fase

ameboid lagi.

3) Stadium kista : Bentuk bulat atau lonjong, mempunyai 1 inti.

Berukuran 10 – 14 mikron. Pada dindingnya terdapat beberapa lubang

yang digunakan untuk eksistasi. Daur hidup ameba ini belum

diketahui dengan jelas.  

Tropozoit dapat berubah bentuk menjadi bentuk flagellata ketika berada

dalam air namun biasanya kembali lagi ke bentuk tropozoit. Tropozoit ini

akan bereplikasi secara promitosis. Bentuk kista hanya ditemukan pada

lingkungan luar dan tidak pernah ditemukan pada jaringan tubuh manusia.

Naegleria fowleri terdapat dalam air, tanah, kolam renang air hangat,

pemandian air hangat, akuarium dan sampah. Infeksi pada manusia atau

hewan terjadi apabila tropozoit ikut terisap. Cara infeksi Naegleria fowleri

pada manusia diperkirakan melalui hidung waktu berenang pada air yang

mengandung parasit atau waktu berwudhu dengan air yang tercemar dengan

parasit ini.

5
2. Acanthamoeba curlbertsoni
Dalam siklus hidupnya, Acanthamoeba culbertsoni memiliki dua tahap,

yaitu kista dan tropozoit. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai yaitu

makanan cukup, suhu 30°, osmolaritas 0-80 mOsmol Acanthamoeba

culbertsoni akan tetap dalam tahap tropozoit dan kemudian memperbanyak

diri secara aseksual melalui mitosis. Sebaliknya dalam lingkungan yang

tidak sesuai, Acanthamoeba culbertsoni akan bertransformasi menjadi kista.

Kedua tahap tersebut merupakan tahap infektif yang dapat menginfeksi

manusia melalui mata, kulit dan saluran pernapasan

6
D. Distribusi Geografis
1. Naegleria fowleri

Kasus-kasus dengan primary amebic meningoencephalitistelah di


laporkan dari AS, Belgia, Cekoslowakia, Australia, Selandia
Baru, India, Nigeria, Irlandia, Venezuela, Panama, dan Papua
Nugini. Naegleria fowleria di isolasi dari kasus kematian
tersebut. Amoeba ini membunuh hewan percobaan pada
beberapa laboratorium pada waktu diinjeksikan intra nasal, intra
vena dan intracerebral. Organisme ini tidak membentuk cyste
atau flagella dalam tubuh hospes dan vakuolanya berisi sel debris
(serpihan sel) dari hospes.
2. Acanthamoeba curlbertsoni
Acanthamoeba spp umumnya ditemukan di danau, kolam renang, air ledeng,
dan unit pemanas atau pendingin udara.

E. Epidemiologi

7
Naegleria fowleri
Karena amoeba ini hidup di air tawar yang tergenang seperti di danau

dan kolam, dan dapat juga di tanah dan tinja, maka penyebarannya dapat di

seluruh dunia sesuai dengan keadaan tersebut di atas. Biasanya penderita

ditemukan pada musim panas di beberapa tempat, maka kemungkinan

penyakit timbul pada musim panas karena amoeba ini bersifat termofilik.

Acanthamoeba culbertsoni
Acanthamoeba culbertsoni merupakan organisme yang hidup diseluruh
dunia di tanah dan air segar dan garam. Mereka mungkin mencemari lensa
kontak, fisioterapi renang, di udara, dll.

F. Patogenesis
Naegleria fowleri

Naegleria fowleri menimbulkan primary amebic meningoencephalitis

(PAM). Penyakit ini biasanya timbul pada musim panas. Korbannya adalah

anak-anak dan dewasa muda yang berenang di air yang terkotaminasi.

Populasinya menigkat di air pada suhu panas, seiring dengan meningkatnya

jumlah bakteri sebagai bahan makanannya. Infeksi dapat juga berlangsung

melalui inhalasi debu yang terkontaminasi. Organisme yang terhirup akan

menginvasi membran nasal dan masuk ke sinus-sinus paranasal. Trofozoit

ini kemudian menembus cribriform plate di tulang ethmoidalis, masuk ke

otak mengikutin ervusolfaktorius. Selanjutnya trofozoit akan bermultiplikasi

di SSP. PAM merupakan infeksi SSP yang progresif cepat, gejalanya akut

dan biasanya fatal. Masa inkubasi 3-7 hari, didahului dengan gejala

8
prodromal berupa sakit kepala dan demam. Gejalanya cepat berkambang

menjadi meningitis yang ditandai dengan mual, sakit kepala, kaku kuduk,

delirium hingga koma.Kematian terjadi dalam 3-6 hari.

Acanthamoeba culbertsoni
Faktor-faktor risiko penyebab amebic keratitis adalah berenang sambil

menggunakan lensa kontak, mencuci mata selama atau setelah penggunaan

lensa kontak, mengucek mata selama berkebun, aktivitas di air selama atau

setelah menggunakanlensa kontak, menyentuh lensa kontak tanpa mencuci

tangan dengan benar.

Tahap awal yang sangat penting dalam patogenesis infeksi adalah

adhesi atau perlekatan Acanthamoeba culbertsoni pada jaringan inang.

Acanthamoeba culbertsoni mengekspresikan protein virulensi yaitu

mannose-binding protein (MBP) yang memediasi adhesi Acanthamoeba

culbertsoni pada lapisan permukaan kornea. MBP adalah protein

transmembran yang memiliki sifat sebagai reseptor pada permukaan sel.

Acanthamoeba culbertsoni juga mengekskresi contact-dependent

metalloproteinase dan contact-independent serine proteinases. Proteinase-

proteinase ini menghasilkan efek sitopatik potent cytopathic effect (CPE)

yang berfungsi untuk menghancurkan sel inang, mendegradasi membran

basal epitel dan penetrasi Acanthamoeba culbertsoni ke dalam lapisan

kornea yang lebih dalam.

MBP adalah protein yang berukuran 400-kDa. Banyak penelitian

menunjukan bahwa memediasi perlekatan atau adhesi Acanthamoeba

culbertsoni pada permukaan kornea. MBP berikatan dengan mannose-

containing glycoproteinyang ada pada sel epitel kornea. Selain itu, MBP

9
juga dapat berikatan dengan neoglikoprotein dan mannosylated-bovin serum

albumin (Man-BSA). Strain patogenik Acanthamoeba culbertsoni yang

dapat memproduksi MBP dalam jumlah besar mampu berikatan dengan sel

inang dan menghasilkan efek sitopatik, sedangkan nonpatogenik

Acanthamoeba culbertsoni yang hanya menghasilkan sejumlah kecil MBP

tidak mampu berikatan dengan sel inang dan tidak dapat menghasilkan efek

sitopatik. Dapat disimpulkan bahwa penemuan ini menunjukan salah satu

mekanisme perlekatan Acanthamoeba culbertsoni pada permukaan kornea

melibatkan interaksi antara MBP dan mannose-containing glycoproteins

(mannose-GPs) yang terdapat pada permukaan jaringan kornea.

Pada penelitian in vitro CPE assays, ketika jaringan epitel kornea

monolayer diinkubasi bersama dengan Acanthamoeba culbertsoni, dalam

beberapa jam dapat dilihat sejumlah kecil area plak bebas sel pada jaringan

monolayer tersebut. Ketika inkubasi dilanjutkan, area bebas sel tersebut

membesar bahkan hampir tidak ditemukan lagi sel-sel yang menyusun

jaringan monolayer tersebut. Hal ini menunjukan lisisnya sebagian besar sel

epitel kornea tersebut.

G. Diagnosa Laboratorium
1. Naegleria fowleri

10
Perkembangan infeksi biasanya sangat cepat, sehingga seringkali

penderita sudah meninggal sebelum diagnosis sempat ditegakkan. Selain

dengan melihat gejala dan tanda klinis, pemeriksaan laboratorium yang

dapat dilakukan adalah dengan cara:

1. Inkubasi trofozoit di air 37ºC untuk memperoleh bentuk flagellate.

2. Teknik kultivasi, yakni menanam specimen pada agar yang berisi bakteri

Escherichia coli, dilakukan pada suhu kamar.

3. Pemeriksaan hematologi terhadap cairan spinal memperlihatkan banyak

neutrofil dan eritrosit

4. PCR (polymerase chain reaction).

Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan Naegleria dalam cairan

serebrospinal yang berupa eksudat yang purulen. Pada autopsi, amoeba

dapat ditemukan dalam jaringan nekrotik dan amoeba dapat ditemukan

dalam jumlah yang cukup banyak dalam jaringan otak. Dalam jaringan

hanya ditemukan stadium trofozoit dan tidak pernah ditemukan stadium

kista.

Penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan. Obat yang dapat

digunakan adalah Amphotericin B dikombinasi dengan miconazole atau

rifampin. Upaya pencegahan relative sukar oleh karena organism ini hidup

bebas dan banyak dijumpai di alam. Penting untuk menjaga kebersihan

kolam renang dan air mandi, terutama dengan penambahan klorin untuk

mencegah pertumbuhan organisme

2. Acanthamoeba culbertsoni

11
Walaupun berlangsung lambat, banyak di antara infeksi ini yang

terlambat didiagnosis. Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan

menemukan bentuk trofozoit pada specimen cairan spinal, lesikulit, atau

kornea. Kultur dapat dilakukan pada agar yang sudah ditanami bakteri E.

coli. Terapi yang digunakan belum ada yang memuaskan, namun

penggunaan Amphotericin B dengan sulfadiazine dapat memperlambat

perjalanan penyakit dan mengurangi mortalitas.

H. Gejala Klinis (pengobatan


Naegleria fowleri
Gejala klinik yang timbul adalah sakit kepala yang hebat di bagian

frontal, demam, sakit tenggorokan, dan hidung tersumbat yang diikuti

dengan gejala gangguan system susunan saraf pusat, seperti kaku kuduk dan

gangguan panca indra penciuman. Cairan serebrospinal menjadi purulen

dan banyak mengandung sel darah merah dan amoeba yang bergerak.

Biasanya penderita akan meninggal dalam waktu 4 sampai 5 hari sejak

timbulnya gejala. Interval waktu mulai dari penderita terinfeksi di kolam

renang sampai hari kematian tidak lebih dari 7 hari.

Acanthamoeba culbertsoni

Nyeri luar biasa merupakan gejala klinis yang umum. Gejala lainnya

berupa sensasi benda asing, fotofobia dan lakrimasi. Manifestasi klinis

bervariasi sesuai dengan tahap penyakit, dan perkembangan penyakit

seringkali lambat. Pada infeksi kornea yang sangat awal, hanya hipermia

konjungtiva dengan irregularitas epitel superfisial (mikroerosi,

pseudodendrit, opacification, edema mikrositik, atau granularitas difus)

12
yang dapat terlihat. Pada tahap selanjutnya, multifokal, infiltrasi stroma

anterior nummular terbentuk, dan dapat bergabung menjadi kekeruhan

annularatau crescentic

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Naegleria fowleri merupakan spesies yang dapat menimbulkan

penyakit yang disebut primary amebic meningoencephalitis. Dan

Acanthamoeba culbertsoni dapat menyebabkan penyakit amebic keratitis.

Amoeba yang menyebabkan infeksi ini hidup di air yang segar, seringkali

pada air yang menggenang di seluruh dunia Diagnosa dan penanganan dini

dipercaya dapat memperbaiki prognosis penyakit ini walaupun

kebanyakan penderita terdiagnosa setelah meninggal dan diautopsi.

Pencegahan dan pengendalian infeksi oleh amuba ini cukup sulit dilakukan

13
mengingat habitatnya yang tersebar luas di alam bebas sehingga yang

dapat dilakukan hanyalah mengurangi kontak dengan amuba ini seperti

berenang di air hangat dengan menggunakan penutup hidung.

B.     Saran
Karena ameba ini hidup di air tawar, tanah dan tinja, maka penyebaran

mungkin di seluruh dunia. Dengan ditemukannya penderita di beberapa

tempat pada musim panas, timbulnya penyakit mungkin berhubungan

dengan musim, karena ameba ini bersifat termofilik. Oleh Karena itu

sebaiknya pencegahan yang harus dilakukan adalah menghindari genangan

air  dan tanah yang telah terkontaminasi oleh limbah pabrik dan

meminimalisir kebiasaan berenang.

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3517/06001189.pdf?
sequence=1&isAllowed=y diakses 23 Agustus 2018

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196812012001122
-RITA_SHINTAWATI/RITA-1/HANDOUT-PRST-1.pdf diakses 23 Agustus
2018

http://www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-06/S-pdf-Ferdinand%20Wahyudi
diakses 23 Agustus 2018

http://www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-06/S-pdf-Anissa%20Feby
%20Canintika diakses 23 Agustus 2018

14

Anda mungkin juga menyukai