Proposal Penelitian
Proposal Penelitian
Proposal Penelitian
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
PRODI S1-FARMASI
2019/2020
1
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik
dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusuna proposal penelitian dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana guna memenuhi tugas UTS mata kuliah Metode
Penelitian dan Statistika
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, bimbingan orang tua, dosen pembimbing sehingga kendala-kendala yang penulis
alami teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas tentang “EVALUASI PENGGUNAAN
ANTIBIOTIKA PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS
SOEDONO KOTA MADIUN TAHUN 2019” yang kami sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber informasi, referensi dan berita.
Semoga proposal penelitian ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi
kemahasiswaan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca khususnya mahasiswa Universitas PGRI Madiun. Saya sadar bahwa proposal
penelitian ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang.
Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca dan kepada dosen pembimbing untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan proposal
penelitian ini.
3
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
BAB 1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG 5
B. KAJIAN MASALAH 7
C. RUMUSAN MASALAH 9
D. TUJUAN PENELITIAN 10
E. MANFAAT PENELITIAN 10
A. JENIS PENELITIAN 31
E. VARIABEL PENELITIAN 33
DAFTAR PUSTAKA 37
4
BAB 1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari dan gangguan pada saluran cerna,
pada masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus. Demam tifoid
atau tifus abdominatis banyak ditemukan dalam masyarakat baik di perkotaan dan di
pedesaan. Penyakit ini sangat erat dengan kualitas hidup dari masyarakat itu sendiri
yaitu seperti pola makan, lingkungan tempat tinggal yang kumuh dan kurangnya
perhatiaan masyarakat untuk hidup sehat, sehingga menyebabkan timbulnya penyakit
menular seperti tifoid (Kepmenkes 2006).
Penyakit ini bersifat endemik dan merupakan penyakit masyarakat, dilihat dari
kasus yang ada pada rumah sakit besar di Indonesia kasus Tifoid memiliki
kencenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan
500 – 100.000 dan angka kematian sebesar 0,6 – 5 %. Penyakit demam tifoid
disebabkan karena adanya infeksi bakteri Salmonella typhi (Kepmenkes 2006).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit ini bersifat sporadis, terpencar-pencar disuatu daerah,
dan dapat ditemukan sepanjang tahun di Indonesia. Insidensi tertinggi pada daerah
endemik yaitu pada anak-anak, dimana transmisi melalui air tercemar atau pun
makanan/ minumam yang tercemar oleh karier penyakit ini dapat menimbulkan
komplikasi berat ataupun menyebabkan hostnya menjadi karier apabila tidak diterapi
adekuat dan tepat. Hal ini dapat terjadi bila seseorang dalam keadaan status gizi yang
kurang/buruk, imunitas jelek, dan hidup di lingkungan padat dan sumber air yang
tercemar. Oleh karena itu, selain deteksi dini dan terapi adekuat, penting untuk
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat demi memutus rantai kehidupan kuman
ini (Kemenkes 2006).
terutama yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain
(Refdanita et al. 2004).Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan
pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Penggunaan antibiotik yang tepat
5
dibutuhkan untuk mengatasi masalah resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik adalah
perubahan kemampuan bakteri hingga menjadi kebal terhadap antibiotik (WHO
2011).
Evaluasi penggunaan obat (EPO) adalah suatu proses jaminan mutu yang
terstruktur, dilaksanakan terus-menerus, dan diotorisasi rumah sakit, ditujukan untuk
memastikan bahwa obat-obatan digunakan dengan aman, tepat, dan efektif. Dalam
lingkungan pelayanan kesehatan, penggunaan obat yang ekonomis harus juga
diberikan prioritas tinggi dan karena itu, menjadi suatu komponen dari EPO. Definisi
program EPO tersebut di atas difokuskan pada penggunaan obat secara kualitatif dan
kuantitatif. (Permenkes 2016). Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat
menyebabkan resistensi, reaksi alergi, toksik dan perubahan biologi. Sehingga perlu
dilakukan evaluasi penggunaan antibiotik yang meliputi tepat
obat, tepat dosis, tepat pasien, tepat indikasi, tepat lama penggunaan, tepat
cara penggunaan. Penelitian terdahulu telah dilakukan oleh beberapa peneliti
mengenai „Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien dewasa di Rumah Sakit,
sebagai berikut :
6
Penelitian yang berjudul “Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien demam
tifoid anak di instalasi rawat inap RSAU Adi Sumarmo” menunjukkan hasil analisis
dari penelitian yang telah dilakukan di RSAU Adi Soemarmo tahun 2015 yaitu
parameter tepat indikasi adalah 100% tepat karena semua pasien menderita demam
tifoid dan menggunakan antibiotik, 88,9% adalah tepat pasien, 41,67% tepat obat, dan
parameter tepat dosis adalah tidak ada data yang menunjukan tepat dosis (Saputri
2016).
Penelitian yang berjudul “pola pengobatan anak dan remaja dengan diagnosis
demam tifoid di ruang rawat inap BLUD RS Ulin Banjarmasin” menunjukkan hasil
bahwa Terapi antibiotika yang digunakan adalah seftriakson (56,25%), kloramfenikol
(39,58%), sefiksim (6,25%), sefotaksim dan kotrimoksasol masing-masing 2,08%
(Intania et al. 2015). Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin melakukan
penelitian untuk mengetahui dan mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibiotik
pada pasien pasien demam tifoid dengan menggunakan parameter tepat dosis, tepat
indikasi, tepat obat dan tepat lama pemberian obat di Rumah Sakit Soedono Kota
Madiun tahun 2019
B. KAJIAN MASALAH
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan
khususnya di negara berkembang. Manusia merupakan satu-satunya host bagi
bakteri Salmonella typhi. Infeksi demam tifoid bersumber dari konsumsi makanan
ataupun minuman yang terkontaminasi (WHO, 2011).
7
ke-3 dari 10 besar penyakit terbanyak pada pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia
(Anggraini et al., 2014).
Studi kasus yang dilakukan pada beberapa rumah sakit besar yang ada di
Indonesia menunjukan bahwa angka kejadian demam tifoid meningkat dari tahun ke
tahun dengan rata-rata morbidity 500/100.000 populasi dan mortalitas 0,6% sampai
5% (KEPMENKES, 2006). Pemberian terapi antibiotik yang kurang tepat dapat
menimbulkan masalah resistensi dan potensi terjadinya kejadian efek samping
sehingga diperlukan peran apoteker untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan
antibiotik (CDC, 2015). Meningkatnya kejadian resistensi antibiotik menjadi
penyebab dalam perkembangan infeksi menjadi lebih parah, terjadinya komplikasi,
waktu tinggal di rumah sakit yang menjadi lebih lama dan meningkatnya risiko
kematian (Llor and Bjerrum, 2014).
Menurut PCNE drug related problems adalah suatu keadaan yang tidak
diinginkan, yang melibatkan terapi obat yang berpotesi menggangu pencapaian
outcome terapi. Pembagian kategori DRPs menurut PCNE adalah kejadian efek
samping, masalah pemilihan obat, masalah dosis, masalah penggunaan obat, interaksi
obat dan lainnya (PCNE, 2006).
8
kekebalan pada kuman-kuman tertentu yang sebelumnya peka, dapat terjadi
perubahan ekologi flora kuman, yaitu bertambahnya kuman gram negatif yang
resisten dan stafilokokus penghasil penisilinase, terutama di rumah-rumah sakit,
terjadi super infeksi, terjadi berbagai reaksi yang diinginkan seperti reaksi anafilaktik,
dan biaya pengobatan jadi mahal (Junaidi I., 2009).
Insiden demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan
sanitasi lingkungan. Perbedaan insiden di perkotaan dengan di pedesesaan
berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi
lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan
lingkungan (Widodo, 2006).
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah adalah :
1. Apakah obat antibiotik yang paling banyak digunakan pada pasien demam tifoid
di instalasi rawat inap RS Soedono Kota Madiun 2019 ?
9
2. Berapa persentase kesesuaian penggunaan antibiotik berdasarkan Formularium
Rumah Sakit Soedono dan evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien demam
tifoid berdasarkan tepat dosis, tepat indikasi, tepat obat, tepat lama pemberian,
tepat pasien, dan tepat cara pemberian di instalasi rawat inap Rumah Sakit
Soedono Kota Madiun pada tahun 2019 dengan panduan praktik klinik dari
Kepmenkes 2014 ?
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien Demam Tifoid
rawat inap di Rumah Sakit Soedono Kota Madiun 2019 adalah untuk mengetahui :
1. Obat antibiotik apakah yang paling banyak digunakan pada pasien demam tifoid
di instalasi rawat inap Rumah Sakit Islam Klaten tahun 2017.
E. MANFAAT PENELITIAN
2. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Soedono Kota Madiun tentang evaluasi
penggunaan obat antibiotik pada pasien pasien demam tifoid rawat inap tahun
2019.
3. Sebagai bahan masukan dan bahan perbandingan bagi peneliti lain untuk
penelitian selanjutnya.
10
BAB 2. TINJAUN PUSTAKA
A. DEMAM TIFOID
Demam tifiod adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat akut yang
disebabkan oleh kuman berbentuk basil yaitu Salmonella typhi yang ditularkan
melalui makanan atau minuman yang tercemar feses manusia. Demam tifoid
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebab penyakit
tifoid berkaitan dengan kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air
yang buruk serta pengelolaan makanan yang masih rendah dari kebersihan,
penyakit ini mudah dikenali dengan gejala awal seperti demam dengan suhu
tinggi, nyeri perut, sakit kepala dan kadang sembelit pada orang dewasa dan diare
pada anak – anak (Kepmenkes 2006).
2. EPIDEMIOLOGI
Penyakit demam tifoid terdapat diseluruh dunia, terutama pada negara- negara
yang berkembang dan di daerah tropis. Demam tifoid di Indonesia jarang dijumpai
secara epidemi tetapi bersifat endemis dan banyak di jumpai di kota – kota besar.
Insiden penyakit tifoid masih sangat tinggi kisaran 350-810 per 100.000
penduduk, kasus di rumah sakit cenderung meningkat setiap tahunnya 500 per
100.000 penduduk serta angka kematian diperkirakan sekitar 0,6 – 5% akibat dari
keterlambatan mendapatkan pengobatan (Kepmenkes 2006).
3. ETIOLOGI
11
4. PATOFISIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau Salmonella para
typhi. Penularan penyakit ini adalah dari makanan dan minuman yang sudah
tercemar bakteri kemudian bakteri tersebut masuk ke dalam lambung dan
mencapai usus halus dan menuju jaringan limfoid yang merupakan tempat
berkembang biak dari bakteri tersebut. Kuman Salmonella menghasilkan
endotoksin yang merupakan kompleks lipopolisakarida dan dianggap berperan
penting pada patogenesis demam tifoid. Endotoksin bersifat pirogenik serta
memperbesar reaksi peradangan yang disebabkan oleh kuman Salmonella. Bakteri
Salmonella bersifat intraseluler maka semua bagian tubuh dapat terinfeksi oleh
bakteri Salmonella (Kepmenkes 2006).
5.1.1. Demam
12
5.1.3. Gangguan kesadaran
5.1.4. Hepatosplenomegali
13
6. DIAGNOSA DEMAM TIFOID
14
6.4. Pemeriksaan serologi terhadap spesimen darah
15
7.2. Diet
7.3. Antimikroba
7.5. Kortikosteroid
16
B. ANTIBIOTIK
1. DEFINISI ANTIBIOTIK
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama jamur/fungi
yang dapat menghambat atau membasmi mikroba khususnya pada infeksi
manusia. Harus memiliki sifat selektif yang setinggi mungkin untuk mencapai
toksik pada mikroba tetapi relatif tidak toksik pada inang/hospes (Katzung 2008).
1. Lini pertama
1.1. Kloramfenikol
17
sehingga pemberian kloramfenikol memerlukan perhatian khusus pada kasus
demam tifoid dengan leukopenia (tidak dianjurkan pada leukosit < 2000/ μl).
10,3 Salah satu kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka relaps dan
karier (Kusumaningtyas 2009).
1.3. Kotrimoksasol.
2. Lini kedua
2.1. Seftriakson.
Pada anak besar (> 9 tahun) sering dijumpai demam tifoid berat yang
menyerupai manifestasi pada orang dewasa. Pada keadaan ini, antibiotik
sefalosporin generasi ketiga yang diberikan secara parenteral menjadi pilihan
(Kusumaningtyas 2009).
2.2. Sefiksim.
2.3. Kuinolon.
18
kesembuhan klinis dan bakteriologis disamping kemudahan pemberian secara
oral. Hanya saja, pemberian obat ini tidak dianjurkan untuk anak. Hal ini
disebabkan adanya pengaruh buruk penggunaan kuinolon terhadap
pertumbuhan kartilago (Kusumaningtyas 2009).
2.4. Azitromisin.
Evaluasi penggunaan obat (EPO) adalah suatu proses jaminan mutu yang
terstruktur, dilaksanakan terus-menerus, dan diotorisasi rumah sakit, ditujukan untuk
memastikan bahwa obat-obatan digunakan dengan aman, tepat, dan efektif.
Lingkungan pelayanan kesehatan, penggunaan obat yang ekonomis harus juga
diberikan prioritas tinggi dan karena itu, menjadi suatu komponen dari EPO. Definisi
program EPO tersebut di atas difokuskan pada penggunaan obat secara kualitatif dan
kuantitatif (Permenkes 2016). Penggunaan obat yang dapat
1. Tepat pasien
Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas terapi dan
jenis obat yang sesuai dengan diagnosis. Selain itu, obat juga harus terbukti
manfaat dan keamanannya. Obat juga harus merupakan jenis yang sangat mudah
didapatkan. Jenis obat yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya
seminimal mungkin.
19
3. Tepat diagnosis
4. Tepat indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai dengan diagnosis dokter.
5. Tepat dosis
Dosis obat. Dosis obat harus disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia,
berat badan maupun kelainan tertentu. Dosis obat yang digunakan harus sesuai
range terapi obat tersebut. Obat harus mempunyai karakteristik farmakodinamik
maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan
efek terapi obat.
6. Tepat cara pemberian. Cara pemberian obat harus tepat dan sesuai.
Waktu pemberiaan obat harus dibuat sederhana agar mudah ditaati oleh
pasien, semakin sering frekuensi pemberian obat per hari sehingga semakin
rendah ketaatan minum obat, obat dengan aturan minum 3 x sehari harus
dijelaskan bahwa diminum dengan interval tiap 8 jam.
8. Tepat lama pemberian. Lama pemberian obat harus sesuai dengan penyakit
masing – masing, lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10 –
14 hari. Pemberian obat yang terlalu lama dari yang seharusnya akan
berpenggaruh terhadap hasil pengobatan.
20
E. RUMAH SAKIT
a. Pelayanan medis.
21
Sedangkan menurut undang-undang RI No 44 tahun 2010 tentang rumah sakit,
fungsi rumah sakit yaitu :
1. Pelayanan jasa yaitu : rawat jalan, rawat inap, rawat darurat, rawat intensip,
bedah sentral, forensif, penunjang medis
22
a. Eksternal : surat keterangan sehat, surat keterangan kematian, surat
keterangan sakit, surat visum et repertum, surat keterangan kelahiran,
resume medis untuk asuransi.
Formularium rumah sakit disusun oleh panitia farmasi dan terapi (PFT) atau
komite farmasi dan terapi (KFT). Formularium rumah sakit berisi daftar obat yang
telah disepakai oleh dokter, apoteker dan anggota PFT yang sudah ditunjuk oleh
rumah sakit untuk mempertimbangkan tentang obat apa saja yang memang
terbukti secara ilmiah dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
Penerapan formularium di rumah sakit harus selalu ditinjau kembali (Siregar &
Amalia 2003).
manusia sebagai tenaga kerja profesional sarana dan prasarana yang memadai
serta beberapa faktor yang lebih dikenal indikator kinerja rumah sakit, antara lain :
1. Kepuasaan Pasien
23
2. Kualitas pelayanan medis
6. REKAM MEDIK
Rekam medik adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain
identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan
merupakan tulisan yang dibuat oleh dokter mengenai tindakan yang dilakukan
kepada pasien dalam rangka pelayanan kesehatan. Catatan – catatan tersebut
sangat penting untuk pelayanan bagi pasien karena dengan data yang lengkap data
memberi informasi dalam menentukan keputusan baik pengobatan maupun
tindakan medis (Permenkes 2008).
Tujuan utama dari rekam medis ini adalah sebagai dokumen kehidupan
pasien yang memadai dan akurat sebagai sejarah kesehatannya, yang
mencakup penyakit-penyakit dan perawatan-perawatan yang diberikan pada
masa lampau dan pada saat ini (Huffman,1994).
1. Administration (Administrasi)
24
Data dan informasi yang dihasilkan dalam rekam medis dapat
digunakan menejemen untuk melaksanakan fungsinya guna pengelolaan
berbagai sumber daya.
2. Legal (Hukum)
Rekam medis dapat digunakan sebagai alat bukti hukum yang dapat
melindungi pasien, provider (dokter, perawat dan tenaga kesehatan
lainnya) serta pengelolaan dan pemilik sarana pelayanan kesehatan
terhadap hukum.
3. Financial (Keuangan)
Catatan yang ada dalam dokumen rekam medis dapat digunakan untuk
memprekdisikan pendapatan dan biaya sarana pelayanan kesehatan.
4. Research (Penelitian)
5. Education (Pendidikan)
6. Documentation (Dokumentasi)
25
9. RAWAT INAP
Pengertian rawat inap (opname) adalah istilah yang berarti proses perawatan
pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, dimana pasien
diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit. Ruangan rawat inap adalah ruang
pasien dirawat, ruangan ini dulunya sering hanya berupa bangsal yang dihuni oleh
banyak orang sekaligus. Saat ini, ruang rawat inap di banyak rumah sakit sudah
sangat mirip dengan kamar-kamar hotel. Pasien yang berobat jalan di unit rawat
jalan, akan mendapatkan surat perintah dirawat dari dokter yang memeriksa, bila
pasien tersebut memerlukan perawatan didalam rumah sakit, atau menginap di
rumah sakit
Menurut Nursalam (2001), pelayanan rawat inap merupakan salah satu unit
pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara komprehensif untuk
membantu menyelesaikan masalah yang dialami oleh pasien, dimana unit rawat
inap merupakan salah satu revenew center rumah sakit sehingga tingkat kepuasan
pelanggan atau pasien bisa dipakai sebagai salah satu indikator mutu pelayanan.
Menurut Supranto (1997), arus pelayanan pasien rawat inap dimulai dari
pelayanan pasien masuk di bagian penerimaan pasien, pelayanan ruang perawatan
(pelayanan tenaga medis, pelayanan tenaga perawat, lingkungan langsung,
penyediaan peralatan medis/non medis, pelayanan makanan/gizi), dilanjutkan
pelayanan administrasi dan keuangan, terakhir pelayanan pasien pulang.
26
Menurut Azwar (2000), mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik, apabila
:
d. Ruang yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah sakit
Di ruang rawat inap pasien menjalani 5 tahap standar pelayanan perawatan, yang
dikeluarkan oleh American Nursing Association/ ANA (PPNI, 2002), yaitu :
27
e. Standar V : Perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai hasil
akhir yang sudah ditetapkan
28
BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL
Penilaian rasionalitas
penggunaan antibiotik pada
pasien demam tifoid
29
B. URAIAN KERANGKA KONSEP
Dari hasil data rekam medik di RS bahwa pasien tersebut diduga terkena
demam tifoid, hasil rekam medik tersebut dilakukan penelitian yang rasional
menggunakan antibiotik, antibiotik yang digunakan meliputi kuinolon, sefalosforin,
penisilin, dan tiamfenikol, dari hasil penelitian dengan menggunakan antibiotik bahwa
ada beberapa antibiotik yang tidak rasional maupun yang rasional, yang dapat
membunuh bakteri Salmonella typhi. Menurut referensi dari panduan praktis klinis,
pedoman PAPDI, dan pedoman dari WHO bahwa antibiotik yang tidak rasional
dikarenakan tidak mematuhi tata cara penggunaan obat secara rasional antara lain dari
tepat lama pemberian, tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis, tepat pasien dan tepat cara
pemberian obat
C. HIPOTESIS
Penggunaan antibiotik pada kasus demam tifoid yang dirawat pada Rumah
Sakit Soedono Kota Madiun rasioanal/tidak rasional
30
BAB 4. METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Rancangan penelitian ini bersifat deskriptif karena tujuan dari penelitian ini
untuk memberi gambaran tentang evaluasi penggunaan antibiotik pada penyakit
demam tifoid pasien rawat inap Rumah Sakit Soedono tahun 2019.
Penelitian ini mengambil data secara retrospektif dari data terdahulu pasien
yang dilihat dari data rekam medik pasien demam tifoid di Rumah Sakit Soedono
tahun 2019
Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medik Rumah Sakit Soedono pada
bulan September – Nopember tahun 2019
1. Populasi
Penelitian ini menggunakan populasi seluruh pasien demam tifoid pada pasien
rawat inap Rumah Sakit Soedono Kota Madiun pada tahun 2019
2. Sampel
Sampel adalah bagian atau sejumlah cuplikan penelitian yang diambil dari
suatu populasi dan penelitian secara rinci (Sugiyono 2015). Bagian dari populasi
yang memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi
31
medik yang jelas dan lengkap meliputi identitas pasien, data lab pasien,
riwayat pengobat dari pasien serta penulisan yang jelas di rekam medik.
3. Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan rumus perkiraan proporsi dalam suatu populasi
(Dahlan, 2008) :
Zα ² PQ
n=
d²
Keterangan :
Q : 1-p
Hasil perhitungan :
32
E. JENIS DATA DAN TEKNIK SAMPLING
1. Jenis data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi
nomor catatan medik, identitas pasien, tanggal masuk rumah sakit, tanggal keluar
rumah sakit, diagnosis, penggunaan obat, dosis obat, durasi penggunaan obat,
kondisi keluar, pemeriksaan laboratorium, dan penyakit penyerta.
2. Teknik sampling
F. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel bebas
Variabel bebas yaitu pasien yang di diagnosa penyakit demam tifoid tanpa
penyakit penyerta dan komplikasi saat menjalani perawatan di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Soedono Kota Madiun tahun 2019.
2. Variabel tergantung
Jenis evaluasi dalam kategori tepat obat, tepat indikasi, tepat dosis dan tepat
pasien pada pengobatan antibiotik pasien demam tifoid di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Soedono Kota Madiun tahun 2019.
G. IDENTIFIKASI VARIABEL
2. Variabel klinis : Demam >37,5 ºC disertai gejala saluran pencernaan seperti mual,
muntah atau nyeri perut (Marleni, 2012).
33
H. DO DAN CARA PENGUKURAN VARIABEL PENELITIAN
1. Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi pada pasien rawat inap Rumah Sakit Soedono tahun 2019.
2. Pasien adalah penderita penyakit demam tifoid yang menjalani rawat inap di
Rumah Sakit Soedono tahun 2019.
3. Pasien sembuh adalah pasien rawat inap yang menderita demam tifoid yang
kondisinya membaik seluruh (dengan kondisi menurunnya demam pada tubuh,
pada pemeriksaan widal tidak ditemukannya bakteri salmonella typhi dan
membaiknya tanda vital pada pasien) atau sembuh dari kondisi saat masuk rumah
sakit.
4. Rekam medik adalah berkas yang berisi catatan pasien demam tifoid, data
laboratorium dan pengobatan yang telah diberikan pada Rumah Sakit Soedono
tahun 2019.
6. Evaluasi penggunaan obat (EPO) adalah suatu proses jaminan mutu yang
terstruktur, dilaksanakan terus-menerus, dan diotorisasi rumah sakit, ditujukan
untuk memastikan bahwa obat-obatan digunakan dengan aman, tepat, dan efektif
7. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama jamur/fungi
yang dapat menghambat atau membasmi mikroba khususnya pada infeksi
manusia.
8. Tepat obat adalah Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan kelas
terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis.
9. Tepat dosis adalah Dosis obat harus disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi
usia, berat badan maupun kelainan tertentu.
10. Tepat indikasi adalah Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai
dengan diagnosis dokter.
34
11. Tepat lama pemberian adalah Lama pemberian obat harus sesuai dengan penyakit
masing – masing untuk mendapatkan kesembuhan.
12. Tepat pasien adalah ketepatan penggunaan obat yang akan digunakan oleh pasien
dengan mempertimbangkan kondisi pasien.
13. Tepat cara pemberian adalah pemberian suatu sediaan harus sesuai dengan kondisi
pasien
1. Persiapan
Pencatatan data hasil rekam medik diruang rekam medik, data yang diambil
berupa : nomor rekam medik, tanggal perawatan, gejala atau keluhan masuk
ramah sakit, diagnosa, data pengunaan obat (dosis, rute pemberian, aturan pakai,
waktu pemberian) dan keadaan terakhir pasien.
35
4. Pengelolaan data
4.1. Editing
4.2. Coding
Proses pemberian kode tertentu pada tiap data yang diperoleh. Kode
dibuat dalam bentuk angka atau huruf untuk membedakan antara data atau
identitas data yang akan dianalisis.
4.3. Tabulasi
Proses penempatan data dalam sebuah tabel yang telah diberi kode
sesuai dengan kebutuhan analisis.
4.4. Cleaning
36
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan SG, setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. 2012. Farmakologi dan terapi edisi 5.
Departemen farmakologi dan terapeutik (2007).Jakarta : FKUI. Hlm 585 – 598.
Hadinegoro RS, Kadim M, Devaera Y, Idris NS, Ambarsari NS, editor. 2012. Update
management of infectious diseases and gastrointestinal disorders. Jakarta:
Depaetemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM. Hlm 1-7.
Hekmawati NL. 2011. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasie demam tifoid diinstalasi
rawat ianap RS “X” Klaten tahun 2011 [Skripsi]. Surakarta : Fakultas Farmasi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Intania D, Amini R, Meta SV. 2015. Pola pengobatan anak dan remaja dengan diagnosis
demam tifoid diruang rawat inap BLUD RS Ulin Banjarmasin. Fakultas Farmasi
FMIPA Universitas Lambung Makurat
Jonathan, D.Q. 1997. Managing Drug Supply: The Selection, Procurement, Distribution, and
Use of Pharmacuticals Second Edition. United States of America by Kumarian
press.
[Kepmenkes RI] Keputusan Menteri Republik Indonesia. 2006. Keputusan Menteri Republik
Indonesia Nomor 365/Menkes/SK/v/2006. Pedoman pengendalian demam tifoid.
Jakarta
[Kepmenkes RI] Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Panduan Praktik
Klinik Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. Hlm 96 –
98
[Permenkes RI] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit. Jakarta. Hlm 37
[Permenkes RI] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Umum
Penggunaan Antibiotik. Jakarta. Hlm 58 – 63
37
[Permenkes RI] Peraturan Mentri Republik Indonesia.Peraturan Mentri Republik Indonesia.
2008. Tentang Rekam Medis. Jakarta.
Musyarrofah L. 2015. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien demam tifoid di instalasi
rawat inap RS PKU Muhammadiyah Bantul tahun 2015. [Skripsi]. Yogyakarta :
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Nadiyah. 2014. Hubungan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Insidens Penyakit Demam
Tifoid Di Kelurahan Semata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013.
Jurnal Kesehatan UIN Aladdin Makasar. Vol VII No.1. Hlm 305 – 320.
Nelwan RHH. 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Devisi Penyakit Tropik Dan
Infeksi. Departemen Ilmu Penyakit Dalam. FKUI/RSCM. Jakarta
Nurjanah, H.R. 2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Hari Rawat Inap RSUD
Pangkep. ISSN.
Pramitasari, O.P. 2013. Faktor Resiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid Pada Penderita
Yang Dirawat Di Rumah Sakit Daerah Unggaran. Journal Kesehatan Masyarakat
2 : 1 – 10.
Refdanita, Maksum R, Nurgani, Endang. 2004. Pola kepekaan kuman terhadap antibiotik di
ruang rawat intensif rumah sakit fatmawati jakarta tahub 2001 – 2002. Makara
Kesehatan, Vol. 8, No.2, Desember : 41 – 48. Jakarta
38
Saputri ISP. 2016. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasie demam tifoid diinstalasi
rawat ianap RSAU Adi Soemarmo. [Skripsi]. Surakarta : Fakultas Farmasi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Siregar dan Amalia, (2003).Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hal.8, 71, 90.
Swestika, Swandari. 2012. Penggunaan Obat Rasional melalui Indikator 8 Tepat dan 1
Waspada. Balai Besar Pelatihan Kesehatan Makassar.
Widodo A W. 2016. Evaluasi Penggunaan Dan Efektifitas Pemberian Antibiotik Pada Pasien
Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN Pada
Periode 1 Oktober – 31 Desember 2015 [Skripsi]. Surakarta : Fakultas Farmasi,
Universitas Muhammadiyah
[WHO] World Health Organization. 2011. Guideline for the management of Typhoid Fever.
Gervana : World Health Organization
39