LP KMB Psoriasis Vulgaris

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PSORIASIS VULGARIS

Oleh:

NI KADEK RIKA KUSUMAYANTI

(2017.01.017)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWA

TAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan PSORIASIS VULGARIS :

Banyuwangi, ……………………

Mahasiswa

(NI KADEK RIKA KUSUMAYANTI)

Mengetahui,

Pembimbing klinik Pembimbing Institusi

( ) ( )
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
PSORIASIS VULGARIS
I. Tinjauan Teori

A. Definisi

Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit kulit inflamasi kronis residif


yang dicirikan oleh lesi berupa plak eritema yang ditutupi oleh skuama tebal,
kasar, kering berwarna putih keperakan pada area predileksi seperti ekstensor
ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral bagian bawah,
bokong dan genitalia. Selain tempat-tempat tersebut lesi juga dapat dijumpai
pada umbilikus dan ruang intergluteal (Gudjonsson dan Elder, 2012).
Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik yang umum dijumpai,
bersifat rekuren dan melibatkan beberapa faktor misalnya; genetik, sistem
imunitas, lingkungan serta hormonal. Psoriasis ditandai dengan plak eritematosa
yang berbatas tegas dengan skuama berlapis berwarna keputihan. Penyakit ini
umumnya mengenai daerah ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit
kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia(Gudjonsson dan Elder, 2012).
B. FAKTOR RESIKO
Fakor Resiko menurut (Budiastuti,2017)
1. Infeksi bakteri/virus (streptokokus, HIV)
2. Stres
3. Obesitas
4. Merokok
5. Konsumsi alkohol (alkoholisme)
6. Trauma pada kulit
7. Cuaca dingin dan kering
8. Perubahan hormon
C. ETIOLOGI

Meskipun pola pewarisan psoriasis masih belum sepenuhnya dipahami,


telah banyak penelitian menemukan adanya bukti akan keterlibatan faktor
genetik pada terjadinya psoriasis. Psoriasis terjadi pada 50% saudara kandung
penderita psoriasis dengan kedua orang tua yang juga menderita psoriasis. Tujuh
puluh satu persen penderita psoriasis usia anak memiliki riwayat keluarga positif
akan psoriasis. Tingginya angka prevalensi psoriasis pada kembar monozigot,
yaitu 70% sementara kembar dizigot 20% juga mendukung konsep predisposisi
genetik. Diduga adanya keterkaitan faktor genetik dengan beberapa lokus gen
yaitu PSORS1, PSORS2, PSORS3, PSORS4, PSORS5, PSORS6, PSORS7,
PSORS 8 dan PSORS 9. Diantara lokus gen suseptibel psoriasis tersebut
didapatkan hubungan yang paling kuat dengan insiden psoriasis adalah PSORS1
(Smeltzer, 2012).

Faktor lingkungan memegang peranan penting pada terjadinya psoriasis.


Pencetus dari lingkungan antara lain infeksi (streptokokus, stapilokokus dan
human immunodeficiency virus), stress, obat-obatan (litium, beta blockers, anti
malaria, obat antiinflamasi non steroid, tetrasiklin, angiotensin converting
enzyme inhibitors, calcium channel blockers, kalium iodida), trauma fisik,
paparan sinar ultraviolet, faktor metabolik (pubertas, kehamilan), merokok, dan
konsumsi alkohol yang berlebihan (Gudjonsson dan Elder, 2012).

D. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan Gejala Psoriasis Vulgaris menurut (Kurnia,2017)

1. Plak atau bercak merah pada kulit dengan sisik tebal berwarna perak
2. Kulit yang menebal
3. Lapisan kering, tipis, dan berwarna putih keperakan yang menutupi plak
4. Paling sering muncul di kulit kepala, siku, lutut, dan punggung bawah
5. Kulit kering dan pecah-pecah hingga berdarah
6. Rasa gatal dan terbakar pada area yang terkena
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan gambaran klinisnya psoriasis dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa bentuk antara lain (Gudjonsson dan Elder, 2012):

1. Psoriasis vulgaris Lesi khas dijumpai pada area predileksi psoriasis pada tipe
ini. Meskipun demikian variasi ukuran dan bentuk lesi menyebabkan lesi ini
sering kali disebut dengan nama yang berbeda-beda seperti psoriasis
geografika (menyerupai peta), psoriasis girata (gabungan beberapa plak),
psoriasis anularis (menyerupai cincin), psoriasis rupioid (menyerupai kerucut)
dan psoriasis ostrasea (menyerupai kulit kerang).

2. Psoriasis gutata Dicirikan oleh munculnya plak berukuran kecil (diameter 0,5-
1,5 cm) pada bagian proksimal badan dan ekstremitas yang terjadi secara
akut. Psoriasis gutata umumnya dijumpai pada usia dewasa muda,
dihubungkan dengan HLA-Cw6 dan didahului oleh infeksi tenggorokan yang
disebabkan oleh streptokokus.
3. Psoriasis plak kecil Dibedakan dengan psoriasis gutata oleh onsetnya yang
terjadi pada usia tua, sifatnya yang kronis serta ukuran lesi yang lebih besar
(diameter 1 sampai 2 cm). Selain itu lesi juga lebih tebal dan lebih berskuama.
4. Psoriasis inversa/fleksural Sesuai namanya, lesi psoriasis inversa/fleksural
umumnya dijumpai pada lipatanlipatan utama tubuh seperti aksila,
genitokrural dan leher. Skuama biasanya sangat sedikit atau tidak ada dan lesi
menunjukkan eritema mengkilap berbatas jelas.
5. Psoriasis eritroderma Psoriasis eritroderma merupakan bentuk psoriasis
generalisata yang mengenai seluruh tubuh termasuk wajah, tangan, kaki,
kuku, badan dan ekstremitas. Meskipun gejala klasik psoriasis dapat dijumpai,
pada tipe ini eritema adalah gejala yang paling dominan.
6. Psoriasis pustulosa Gejala utama psoriasis pustulosa ialah dijumpainya pustul
multipel steril yang menyebar di atas kulit yang eritema. Terdapat beberapa
varian klinis psoriasis, antara lain psoriasis pustulosa generalisata (tipe von
Zumbusch), psoriasis pustulosa anularis, impetigo herpetiformis dan psoriasis
pustulosa lokalisata yaitu pustulosis palmaris et plantaris dan akrodermatitis
kontinua Hallopeau.
7. Sebopsoriasis Sebopsoriasis ditandai oleh plak eritema dengan skuama
berminyak terlokalisir pada daerah-daerah seboroik seperti kulit kepala,
lipatan nasolabial, perioral, presternal dan intertriginosa.
8. Psoriasis popok Psoriasis popok biasanya terjadi pada usia 3 sampai 6 bulan.
Lesi awalnya muncul pada area popok sebagai eritema multipel yang
berkonfluen, kemudian diikuti oleh munculnya papul eritema kecil. Papul ini
memiliki skuama putih psoriasis yang tipikal.
9. Psoriasis linearis Bentuk ini merupakan bentuk psoriasis yang sangat jarang
dijumpai. Lesi yang dijumpai berbentuk linear dan berlokasi di
ekstremitas.Selain pada kulit, lesi psoriasis juga dapat dijumpai pada sendi,
kuku dan lidah. Empat puluh persen penderita psoriasis mengalami artritis
yang disebut dengan artritis psoriatik.
F. PHATOFISIOLOGI

Psoriasis vulgaris ditandai oleh hiperproliferasi dan gangguan diferensiasi


keratinosit epidermal, hiperaktivasi sel inflamasi seperti sel T, sel dendritik,
atau neutrofil, dan peningkatan angiogenesis di dermis. Terdapat beberapa jenis
sel yang terlibat pada patogenesis terjadinya psoriasis antara lain sel penyaji
antigen (antigen-presenting cell/APC) termasuk sel limfosit T, sel keratinosit,
sel langerhans (Langerhans cell/LC) dan makrofag. Sistem imunitas seluler
alami dan didapat terutama aktivasi sel T memainkan peran utama pada
terjadinya psoriasis
Pada individu dengan predisposisi genetik, rangsangan eksternal seperti trauma
(dikenal sebagai fenomena Koebner), infeksi, stres, obat-obatan, dan alkohol
dapat memicu episode awal psoriasis. Keratinosit yang terstimulasi melepaskan
deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA) yang membentuk
kompleks dengan katelisidin leusin-leusin 37 (LL37) yang kemudian
menginduksi produksi IFN-α oleh sel dendritik plasmasitoid (pDC), yang
kemudian mengaktivasi sel dermal dendritik (dDC). Sel dDC bermigrasi ke
kelenjar limfe regional menjadi sel dendritik matur. Sel dendritik matur
berinteraksi dengan sel T naif dan memproduksi sitokin yang akan memicu
diferensiasi dan ekspansi sel seperti sel Th1, Th17 dan Th22. Sel Th1 akan
menstimuli proliferasi keratinosit dengan mengekspresikan chemokine (c-x-c
motif) receptor 3 (CXCR3) dan dikemoatraksi oleh ligannya yakni chemokine
(c- 9 x-c motif) ligand 9/10/11 (CXCL9/10/11). Sel Th17, menstimuli
keratinosit dalam menghasilkan kemokin penarik neutrofil yaitu chemokine (c-
c motif) receptor 6 (CCR6) dan dikemoatraksi oleh ligannya yakni chemokine
(c-c motif) ligand 20 (CCL20) yang akan memicu proliferasi keratinosit. Sel
Th-17 mensekresikan IL17A dan IL-17F, juga IFN-γ dan IL-22 yang
menstimulasi proliferasi keratinosit dan melepaskan β-defensin 1/2,
S100A7/8/9 dan kemokin perekrut neutrofil CXCL1, CXCL3, CXCL5, dan
CXCL8. Neutrofil menginfiltrasi stratum korneum dan produksi Reactive
Oxygen Species (ROS) dan α-defensin dengan aktivitas antimikrobial, seperti
CXCL8, IL-6, dan CCL20. Keratinosit juga melepaskan vascular endothelial
growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factor (bFGF), dan angiopoetin
untuk meningkatkan proliferasi sel endotel dan merangsang angiogenesis. Sel
Langerhans pada stratum basalis berhubungan dan berinteraksi erat dengan sel
keratinosit melalui E-cadherin. Sel Langerhans berperan melalui produksi IL-
22 dan akhirnya Th22. Makrofag berinteraksi dengan sel keratinosit dan
mensekresikan berbagai sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IFN-α/β, IL-1β,
IL-6, IL-12, IL-10 dan IL-18. Pada perbatasan dermis dan epidermis, sel T
cluster of differentiation-8 (CD-8) mengekspresikan very late antigen-1 (VLA-
1) berikatan kolagen tipe IV, melepaskan sitokin-sitokin proinflamasi seperti
IL-17, IL-21, IL-22 dan IFN-γ. IL-17 dan IL-22 ini meningkatkan produksi LL-
37 menyebabkan aktivasi terus menerus dari sistem imunitas (Suyono, 2010)
G. PATHWAY
Faktor resiko: setres,trauma,infeksi,rokok,faktor endokrin,cahaya

matahari,metabolik dan obat-obatan

Over reaksi sistem imun

Regulasi IL23 dan NFkB

Meningkatkan angiogenesis tetapi mengurangi infiltrasi CD8 T-sel

Peningkatan turnover efidermis 3-4 hari Inflamasi kulit


Muncul sekuama hiperkeratotik dan Sekresi sintokin IL17 dan
IL22
Pematangan sel epidermis
Tidak sempurna Inflamasi dan poliferasi seluler

Pembentukan lesi

PSORIASIS VULGARI

Penebalan kulit,bersisik putih, Sifat penyakit kronik dan residif


Dan plak kemerahan
pengobatan butuh waktu yang
Cukup lama
Perubahan tampilan tubuh
MK : Kerusakan Stress hospitalisasi
integritas kulit
Terdapat bercak kemerahan,
Skuma berlapis terdapat tetesan lilin MK : Ansietas
Pada epidermis, dan terdapat garis tegas
Pada kulit

MK : Gangguan
Citra Tubuh
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam menegakkan
diagnosis psoriasis vulgaris terdiri dari pemeriksaan darah, pemeriksaan
histopatologi. Pemeriksaan darah lengkap bersifat tidak spesifik dan berbagai
penanda inflamasi seperti C-reactive protein (CRP), makroglobulin a2 dan laju
endap darah menunjukkan peningkatan. Albumin serum biasanya menurun
akibat hilangnya stratum korneum sementara profil lipid menunjukkan
peningkatan. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya hiperkeratosis
jenis parakeratosis, akantosis, papilomatosis, dilatasi pembuluh darah,
spongiform pustules of Kogoj maupun mikroabses Munro. (Gudjonsson dan
Elder, 2012).
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan psoriasis vulgaris menurut (Kurnia & Hana, 2017)
1. Terapi topikal terdiri dari emolien, glukokortikoid, analog vitamin D, asam
salisilat, dithranol, tazaroten dan tar. Fototerapi terdiri dari narrow-band
ultraviolet B (NB-UVB), broad-band ultraviolet B (BB-UVB), psoralen
yang dikombinasikan dengan sinar ultraviolet A (PUVA), laser excimer dan
klimatografi. Terapi sistemik terdiri dari metotreksat, asitretin, agen biologis
(alefacept, etanercept, adalimumab, infliximab, ustekinumab), siklosporin
A, hidroksiurea, 6-tioguanin, celcept dan sulfasalazin.

2. Terapi sistemik diberi metilprednisolon yang bertujuan untuk dapat


mengontrol lesi psoriasis. Dosis yang diberikan sebanyak 16 mg/hari
dengan dosis terbagi menjadi 8 mg/12 jam. Diberikan juga Cetirizin 1 x 10
mg perhari sebagai antihistamin untuk mengurangi gatal. Topikal diberikan
benoson krim 10 gr. Benoson merupakan golongan obat kombinasi dari
betamethason dengan neomicin. Betametason bertindak sebagai steroid
topikal dan neomisin sebagain antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder. Terapi kombinasi bertujuan untuk mempercepat pembersihan
lesi.

3. Fototerapi

Pada fototerapi menggunakan Narrowband UVB (NB-UVB; 310-331nm),


pengaturan dosis bisa berdasarkan tipe kulit dari Fitzpatrick atau minimal
erythema dose (MED). Setelah menentukan MED, terapi inisial diberikan
pada kondisi 50% MED diikuti dengan 3-5 kali terapi setiap minggu. Pada
terapi ke 1-20, dosis dinaikkan dari inisial MED, kemudian pada terapi ≥21,
kenaikan diberikan berdasarkan permintaan dokter. Sedangkan untuk terapi
pemeliharaan setelah pembersihan >95%, cukup dilakukan 1 kali per
minggu selama 4 minggu. Kemudian dosis dipertahankan sebanyak 1 kali
per 2 minggu selama 2 minggu, lalu dikurangi sampai 25% 1 kali per 4
minggu. Pada terapi menggunakan broadband UV B, pemberian dosis juga
dilakukan berdasarkan tipe kulit Fitzpatrick, dimana terapi inisial dilakukan
pada keadaan 50% dari MED diikuti dengan 3-5 terapi per minggu,
kemudian pada terapi ke 1-10 kenaikan dosis 25% dari dosis MED inisial,
dan pada terapi 11-20 kenaikan dosis 10% dari MED inisial, lalu pada
terapi ≥21 kenaikan diberikan berdasarkan permintaan dokter

J. KOMPLIKASI

Menurut (Budiastuti,2017).

1. Hipertensi

2. diabetes tipe 2

3. sindrom metabolik, misalnya hiperglikemia, dislipidemia, dan obesitas

4. penyakit ginjal

5. penyakit autoimun lainnya, seperti penyakit celiac dan penyakit crhon


II. KONSEP ASKEP
A. PENGKAJIAN

1. Identitasklien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan
sebagian , bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakitsekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakitdahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
obat-obat adiktif dan kegemukan.
5. Riwayat penyakitkeluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes militus.
6. Riwayatpsikososial.

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang

dialami penderita sambungan dengan penyakitnya serta tanggapan

keluarga terhadap penyakitpenderita.

7. Pola fungsikesehatan.

a. Polapersepsi

Pola persepsi menggambarkan persepsi klien/ keluarga terhadap

penyakitnya tentang pengetahuan dan penatalaksanaan penderita

Stroke.
b. Pola nutrisi danmetabolisme

Pola nutrisi dan metabolisme berisi kebiasaan klien dalam

memenuhi kebutuhan nutrisi sebelum sakit samapai dengan sakit

saat ini, meliputi jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi,

frekuensi makan, porsi makan yang dihabiskan, makanan yang

disukai, alergi makanan, dan pantangan makanan.

c. Polaeliminasi

Data eliminasi untuk buang air besar (BAB) pada klien stroke

tidak ada perubahan yang mencolok. Sedangkan pada eliminasi

buang air kecil (BAK) akan dijumpai jumlah urin tidak terlalu

banyak baik secara frekuensi maupun volumenya.

d. Pola tidur danistirahat

Berisi kualitas dan kuantitas istirahat tidur pasien sebelum sakit

sampai sakit saat ini. Sering muncul perasaan tidak enak efek dari

gangguan yang berdampak pada gangguan tidur (insomnia).

e. Polaaktivitas

Pola klien dengan stroke gejala yang ditimbulkan antara lain

kekauan otot saat aktivitas, dan Pengkajian pola akvitas sehari-

hari meliputi jenis aktivitas yang dilakukan dan lamanya

latihanfisik.

f. Nilai dankeyakinan

Gambaran klien stroke tentang penyakit yang dideritanya menurut

agama dan kepercayaannya, kecemasan dan pikiran akan

kesembuhan, tujuan dan harapan akan sakitnya.


8. Pemeriksanfisik.

1. Status kesehatanumum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,

berat badan dan tanda-tanda vital

2. Kepala

Tujuan: mengetahui bentuk, fungsi kepala dan adanya kelainan

di kepala.

Inspeksi: bentuk, kesimetrisan kepala, ada atau tidaknya

lesi,kebersihan rambut dan warna rambut.

Palpasi : Adanya pembekangkan/ penonjolan, dan tekstur rambut

3. Mata

Tujuan: Mengetahui bentuk, fungsi mata dan adanya kelainan

pada mata.

Inspeksi : Bentuk, kesimetrisan, alis mata, bulu mata, kelopak

mata, bola mata, warna konjungtiva, dan sclera (anemis/ ikterik),

penggunaan kacamata/ lensa kontak dan respon terhadap cahaya.

4. Hidung

Tujuan: Untuk mengatahui bentuk, fungsi hidung,

menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi

atauinfeksi.

Inspeksi: Bentuk, ukuran, warna dan kesimetrisan, adanya

kemerahan, lesi dan tanda infeksi pada hidung internal.

Palpasi dan perkusi: Frontalis dan maksilaris (bengkak,

nyeri, dan septumdeviasi)


5. Telinga

Tujuan: mengetahui keadaan telinga luar, canalis bersih atau tidak,

gendang telinga, adanya pembesaran pada daun telinga atau tidak.

Inspeksi : Bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, posisi telinga,

warna, liang telinga (cerumen/ tanda-tanda infeksi) dan

penggunaan alat bantu dengar

Palpasi: Adanya nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus

6. Mulut dangigi

Tujuan: Mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut, dan

kebersihan mulut.

Inpeksi: Warna mukosa mulut, adanya lesi dan stomatitis,

penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang gusi

7. Leher

Tujuan: Untuk menentukan struktur integritas leher, untuk

mengetahui bentuk leher, dan ada atau tidak pembesaran kelenjar

tiroid

Inspeksi dan palpasi kelenjar tiroid: adanya pembesaran,batas,

konsistensi,nyeri

8. Thorax danparu

a) Thorax

Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa, lesi dan nyeri

tractile fremituse.

b) Paru

Perkusi: Eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu

sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan
berjenjang sisi ke sisi)

Auskultasi: Suara nafas

9. Abdomen

Tujuan : Mengetahui bentuk dan gerakan perut, mendengarkan

gerakan peristaltik usus, dan mengetahui ada/ tidak nyeri tekan

dan benjolan dalam perut

Inspeksi: Warna kulit, lesi, distensi, tonjolan, kelainan umbilicus,

dan gerakan dinding perut

Auskultasi: Suara peristaltik

usus, Perkusi: Perkusi di

semua kuadran

10. Genetalia

Tujuan: Mengetahui organ dalam kondisi normal dalam

genetalia Inspeksi: mukosa kulit genetalia, adanya edema

Palpasi: Letak, ukuran, konsistensi dan massa

11. Muskuluskeletal

Sistem saraf, kekuatan otot, refleks, keseimbangan, dan kondisi kejiwaan

adalah tes yang termasuk dalam pemeriksaan neurologis.

12. Integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas

luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan

ganggren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan

kuku

13. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan darah
b) Pemeriksaan histopatologi

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan reaksi

inflamasi

2. Ganguan citra tubuh berhubungan dengan perasaan malu terhadap

penampakan diri dan persepsi dari tentang ketidakberhasian.

3. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan

sekunder akibat penyakit psoriasis


C. INTERVENSI

Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan/ batasan
Keperawatan Intervensi
Kriteria hasil
1. Gangguan integritas setelah dilakukan Perawatan
kulit berhubungan tindakan keperawatan Integritas Kulit
selama 3x 24 jam 1. Identifikasi penyebab
dengan lesi dan diharapkan gangguan gangguan integritas
reaksi inflamasi pada kulit membaik kulit (perubahan
dengan keteria : sirkulasi, perubahan
1. Kerusakan status nutrisi,
lapisan kulit penurunan
menurun pelembaban)
2. Perfusi jaringan 2. Ubah posisi setiap 2
meningkat
jam jika tirah baring
3. Bersihkan perineal
dengan air hangat
4. Anjurkan klien
menggunakan
pelembab
5. Anjurkan minum air
yang cukup
6. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
7. Anjurkan menghindari
terpapar suhu extrem

setelah dilakukan PROMOSI


2. Ganguan citra tubuh tindakan keperawatan CITRA TUBUH
berhubungan selama 3x 24 jam
dengan perasaan diharapkan gangguan 1. Identifikasi harapan
malu terhadap citra tubuh hilang citra tubuh
penampakan diri dengan kriteria : berdasarkan tahap
dan persepsi dari 1. Menyatakan perkembangan
tentang penerimaan 2. dentifikasi
ketidakberhasian. situasi diri perubahan citra
2. Mengikuti tubuh yang
berpartisipasi mengakibatkan
dalaam isolasi social
perawatan diri 3. Monitor apakah
pasien bisa melihat
bagian tubuh yang
berubah
4. Diskusikan
perbedaan
penampilan fisik
terhadap harga diri
5. Diskusikan kondisi
stres yang
mempengaruhi
citra tubuh
(mis.luka, penyakit,
pembedahan)
6. Jelaskan kepada
keluarga tentang
perawatan
perubahan citra
tubuh
7. Anjurka
mengungkapkan
gambaran diri
terhadap citra tubuh

3. Ansietas yang
Setelah dilakukan REDUKSI ANSIETAS
berhubungan
dengan perubahan tindakan keperawatan 1. Identifikasi saat
status kesehatan selama 3x 24jam tingkat anxietas
diharapkan ansietas
sekunder akibat berubah (mis.
hilang dengan kriteria
penyakit psoriasis Kondisi, waktu,
1. Tingkat stressor)
kecemasan 2. Monitor tanda
menurun anxietas (verbal
dan non verbal)
3. Ciptakan suasana 
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
4. Temani pasien
untuk mengurangi
kecemasan
5. Pahami situasi
yang membuat
ansietas
6. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang
memicu
kecemasan
7. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialam
8. Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama pasien
D. Implementasi

Implementasi merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi.


Perlakuan yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan
kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dibutuhkan klien.
Pelaksanaan pengelolaan dariperwujudan intervensi meliputi kegiatan yaitu
validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana, memberikan
askep dalam pengumpulan data, serta melaksanakan adusa dokter dan
ketentuanRS (Gudjonsson dan Elder, 2012).
E. Evaluasi

Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan


perbandingan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan (Gudjonsson dan Elder, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Aprilliana Fitri Kurnia&Hanna Mutiara. 2017. Psoriasis Vulgaris Pada Laki-laki


46 Tahun Volume 4 Nomor I.
Gudjonsson, J. E. and Elder, J.T., 2012. Psoriasis. In: Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine. 7th ed. Mc Graw Hill. USA: 169-193.
Budiastuti A, Sugianto R. Hubungan Umur dan Lama Sakit terhadap Derajat
Keparahan Penderita Psoriasis. M Med Indones 2017;43(6):312-16.
Suyono Y, Pohan SS, Joewarini E. PemeriksaanHistopatologiDalamMenunjang
Diagnosis Psoriasis.BerkalaIlmuPenyakitKulit Dan Kelamin. Surabaya. 2010.
Hal.94.
Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa . Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah
S, ed. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : FK-UI. 2011. Hal.
189-196.
“RencanaAsuhanKeperawatanPedomanUntukPerencanaandanPendokomentasia
nP erawatanPasien”. Edisi III,
Jakarta : EGC

SDKI Indonesia 2016. Srandart Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC
SIKI Indonesia 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan
Intervensi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai