LP KMB DM

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Oleh :
NOVELIA
NIM. 113063J120044

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS

Konsep Dasar Teori


A. Anatomi dan Fisiologis
Anatomi pankreas Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen
dibelakang gaster didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas
mencapai hilus limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput
pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu
bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena
mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput
pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua
jaringan utama yaitu : 1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam
duodenum. 2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk
mengeluarkan getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon
langsung kedalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau
langerhans, setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun
mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga
jenis sel utama, yakni selalfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup kira-
kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan
mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam
sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang
lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks
dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena
perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin
disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke
aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran.
Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini
yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian
insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel
fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira-
kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan

1
10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin. Pankreas dibagi menurut
bentuknya : 1) Kepala (kaput) yang paling lebar terletak di kanan rongga
abdomen, masuk lekukan sebelah kiri duodenum yang praktis melingkarinya.
2) Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang lambung dan di
depan vertebra lumbalis pertama. 3) Ekor (kauda) adalah bagian runcing di
sebelah kiri sampai menyentuh pada limpa (lien) 2. Fisiologi Pankreas
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai
kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan
sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak,
dan karbohidrat; sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan
glukagon yang memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans.
Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat
meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon. Fisiologi Insulin : Hubungan
yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan
timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone
lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin. Pankreas menghasilkan : 1)
Garam NaHCO3 : membuat suasana basa. 2) Karbohidrase : amilase ubah
amilum → maltosa. 3) Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa → 2 glukosa.
4) Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1 fruktosa. 5) Laktase ubah laktosa
→ 1 glukosa + 1 galaktosa. 6) lipase mengubah lipid → asam lemak +
gliserol. 7) enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan ubah
pepton → asam amino. Kepulauan Langerhans Membentuk organ endokrin
yang menyekresikan insulin, yaitu sebuah homron antidiabetika, yang
diberikan dalam pengobatan diabetes. Insulin ialah sebuah protein yang dapat
turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein dan karena itu tidak
diberikan melalui mulut melainkan dengan suntikan subkutan. Insulin
mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagia pengobatan dalam
hal kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki kemampuan sel tubuh

2
untuk mengasorpsi dan menggunakan glukosa dan lemak. Pada pankreas
paling sedikit terdapat empat peptida dengan aktivitas hormonal yang
disekresikan oleh pulau-pulau (islets) Langerhans. Dua dari hormon-hormon
tersebut, insulin dan glukagon memiliki fungsi penting dalam pengaturan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon ketiga, somatostatin
berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau, dan yang keempat polipeptida
pankreas berperan pada fungsi saluran cerna. Hormon Insulin : Insulin
merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai asam amino yang satu sama
lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino
dipisahkan, maka aktivitas fungsional dari insulin akan hilang. Translasi
RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada reticulum endoplasma
membentuk preprohormon insulin -- melekat erat pada reticulum endoplasma
-- membentuk proinsulin -- melekat erat pada alat golgi -- membentuk insulin
-- terbungkus granula sekretorik dan sekitar seperenam lainnya tetap menjadi
proinsulin yang tidak mempunyai aktivitas insulin. Insulin dalam darah
beredar dalam bentuk yang tidak terikat dan memilki waktu paruh 6 menit.
Dalam waktu 10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi. Kecuali
sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor yang ada pada sel target, sisa
insulin didegradasi oleh enzim insulinase dalam hati, ginjal, otot, dan dalam
jaringan yang lain. Reseptor insulin merupakan kombinasi dari empat subunit
yang saling berikatan bersama oleh ikatan disulfide, 2 subunit alfa (terletak
seluruhnya di luar membrane sel) dan 2 subunit beta (menembus membrane,
menonjol ke dalam sitoplasma). Insulin berikatan dengan subunit alfa --
subunit beta mengalami autofosforilasi -- protein kinase -- fosforilasi dari
banyak enzim intraselular lainnya. Insulin bersifat anabolik, meningkatkan
simpanan glukosa, asam-asam lemak, dan asam-asam amino. Glukagon
bersifat katabolik, memobilisasi glukosa, asam-asam lemak, dan asam-asam
amino dari penyimpanan ke dalam aliran darah. Kedua hormon ini bersifat
berlawanan dalam efek keseluruhannya dan pada sebagian besar keadaan
disekresikan secara timbal balik. Insulin yang berlebihan menyebabkan
hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan koma. Defisiensi insulin baik
absolut maupun relatif, menyebabkan diabetes melitus, suatu penyakit

3
kompleks yang bila tidak diobati dapat mematikan. Defisiensi glukagon dapat
menimbulkan hipoglikemia, dan kelebihan glukagon menyebabkan diabetes
memburuk. Produksi somatostatin yang berlebihan oleh pankreas
menyebabkan hiperglikemia dan manifestasi diabetes lainnya. 1) Sintesis
Insulin Insulin disintesis oleh sel-sel beta, terutama ditranslasikan ribosom
yang melekat pada retikulum endoplasma (mirip sintesis protein) dan
menghasilkan praprohormon insulin dengan berat molekul sekitar 11.500.
Kemudian praprohormon diarahkan oleh rangkaian "pemandu" yang bersifat
hidrofibik dan mengandung 23 asam amino ke dalam sisterna
retikulumendoplasma. Struktur kovalen insulin manusia: Di retikulum
endoplasma, praprohormon ini dirubah menjadi proinsulin dengan berat
molekul kira-kira 9000 dan dikeluarkan dari retikulum endoplasma. Molekul
proinsulin diangkut ke aparatus golgi, di sini proteolisis serta pengemasan ke
dalam granul sekretorik dimulai.Di aparatus golgi, proinsulin yang semua
tersusun oleh rantai B—peptida (C) penghubung—rantai A, akan dipisahkan
oleh enzim mirip tripsin dan enzim mirip karboksipeptidase. Pemisahan itu
akan menghasilkan insulin heterodimer (AB) dan C peptida. Peptida-C
dengan jumlah ekuimolar tetap terdapat dalam granul, tetapi tidak
mempunyai aktivitas biologik yang diketahui. 2) Sekresi Insulin Sekresi
insulin merupakan proses yang memerlukan energi dengan melibatkan sistem
mikrotubulus-mikrofilamen dalam sel B pada pulau Lengerhans. Sejumlah
kondisi intermediet turut membantu pelepasan insulin : Glukosa apabila kadar
glukosa darah melewati ambang batas normal yaitu 80-100 mg/dL maka
insulin akan dikeluarkan dan akan mencapai kerja maksimal pada kadar
glukosa 300-500 mg/dL. Dalam waktu 3 sampai 5 menit sesudah terjadi
peningkatan segera kadar glukosa darah, insulin meningkat sampai hampir 10
kali lipat. Keadaan ini disebabkan oleh pengeluaran insulin yang sudah
terbentuk lebih dahulu oleh sel beta pulau langerhans pancreas. Akan tetapi,
kecepatan sekresi awal yang tinggi ini tidak dapat dipertahankan, sebaliknya,
dalam waktu 5 sampai 10 menit kemudian kecepatan sekresi insulin akan
berkurang sampai kira-kira setengah dari kadar normal. Kira-kira 15 menit
kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya, sehingga dalam

4
waktu 2 sampai 3 jam akan mencapai gambaran seperti dataran yang baru,
biasanya pada saat ini kecepatan sekresinya bahkan lebih besar daripada
kecepatan sekresi pada tahap awal. Sekresi ini disebabkan oleh adanya
tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dahulu terbentuk dan oleh
adanya aktivasi system enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin baru
dari sel. Naiknya sekresi insulin akibat stimulus glukosa menyebabkan
meningkatnya kecepatan dan sekresi secara dramatis. Selanjutnya,
penghentian sekresi insulin hampir sama cepatnya, terjadi dalam waktu 3
sampai 5 menit setelah pengurangan konsentrasi glukosa kembali ke kadar
puasa. Peningkatan glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan insulin
selanjutnya meningkatkan transport glukosa ke dalam hati, otot, dan sel lain,
sehingga mengurangi konsentrasi glukosa darah kembali ke nilai normal.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan
kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal
adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor
insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk
menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera
digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati.
(Riyadi & Sukarmin, 2008).

5
Sumber : http://biologigonz.blogspot.com/2010/05/pancreas.html

B. Definisi
Diabetes Militus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
mengalami peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
hormon insulin secara absolut atau relatif (Dr. Sunita Almatsier, 2006).
Diabetes militus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa
secara normalbersirkulasi dalam jumlah tertentudalam darah, glukosa
dibentuk di hati dan makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu suatuhormon
yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah
dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. (Suzanne C, smeltzer
brenda G. Bare. 2002).
Diabetes militus adalah penyakit kronik, progresif yang dikarakteristikkan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan proein awal terjadinya hiperglikemia (kadar gula
yang tinggi dalam darah). (Tarwoto, 2012).
Diabetes Militus adalah syndrom yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin (Rumaharbo, 2000).
Diabetes Militus (DM) adalah suatu kelainan yang ditandai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Courtney, 2001).

Diabetes mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang


ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya
(Brunner&Suddart, 2011).
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainaan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah (Rendy, 2012).

C. Klasifikasi

6
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s
Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes
Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)

1. Tipe I:  Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus


tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-
sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan
oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar
gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus  (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan
insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari
30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes Melitus Gestasional adalah diabetes yang timbul selama


kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada
janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring

Bukan DM Belum pasti DM DM


Kadar glukosa darah sewaktu:

7
Plasma vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 19 >200
Kadar glukosa darah puasa: <110 110 - 125 >126
Plasma vena <90 90 - 109 >110
Darah kapiler
(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003

D. Etiologi
1. Diabets tipe I
Ada beberapa faktor yang menyebabkan DM tipe I ini adalah :
(Brunner dan Suddarth, 2002).

a. Faktor-faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri. Tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM Tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertenty, yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan
proses imun lainnya.

b. Faktor-faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun,
respon ini merupakan respon abnormal di mana antibodi terarah pada
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai benda asing.

c. Faktor-faktor Lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor
eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta.

2. Diabets Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum di ketahui.

Selain itu terdapat pula faktor resiko tertentu yang berhubungan


dengan proses terjadinya diabetes tipe II faktor ini adalah :

a. Usia

8
Insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun

b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
Menurut Black (2009) Penyebab penyakit ini belum di ketahui
secara lengkap dan kemungkinan faktor penyebab dan faktor penyakit
diabetes militus diantaranya:
1. Riwayat keturunan dengan diabetes, misalnya dengan DM tipe I
diturunkan sebagai sifat heterogen, mutigenik. Kembar identik
mempunyai resiko 25% - 50%, sementara saudara kandung berisiko
6 % dan anak berisiko 5 %.
2. Lingkungan seperti virus (cytomegalivirus, mumps, rubella) yang
dapat memicu terjadinya autoimun dan dapat menghancurkan sel-
sel beta pankreas, obat-obatan dan zat kimia seperti aloxan,
stereptozotocin, pentamidine.
3. Usia diatas 45 tahun
4. Obesitas, berat badan lebih dari atau sama dengan 20 % berat badan
ideal.
5. Etnik, banyak terjadi pada orang amerika keturunan afrika, Asia.
6. Hipertensi tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90
mmHg.
7. HDR kolestrol lebih dari atau sama dengan 35 mg/dl, atau
trigesirida lebih dari 250 mg/dl.
8. Riwayat gesttasional DM
9. Kebiasaan diet
10. Kurang olah raga
11. Wanita dengan hirtutisme atau penyakit policistik ovari.
Tipe DM
Tipe Diabetes:

Ada beberapa tipe diabetes yang berbeda, penyaki ini dibedakan


berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya klasifikasi diabetas
yang utama menurut Brunner dan Suddarth, 2002 adalah :

9
1. Diabetes tipe I : Diabetes militus tergantung insulin (insulin dependent
diabetes militus [IDDM])
2. Diabetes tipe II : Diabetes militus tidak tergantung insulin (Non insulin
dependent diabetes militus [NIDDM])
3. Diabetes Militus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya.
4. Diabetes militus gestasional (gestational diabetes militus [GDM]).
Kurang lebih 5% hingga 10% penderita mengalami diabetes tipe
I, yaitu diabets yang tergantung insulin dan kurang lebih 90% hingga
95% penderita mengalami diabetes tipe II, yaitu diabetes yang
tergantung insulin.

E. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner&Suddart (2011) manifestasi klinis DM antara lain:

1. Poliuri, polidipsi, dan polifagia

2. Keletihan dan kelemahan, perubahan pandangan secara

mendadak, sensasi kesemutan atau kebas di tangan atau kaki,

kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuh, atau infeksi

berulang

3. Awitan diabetes tipe 1 dapat disertai dengan penurunan berat

badan mendadak atau mual, muntah atau nyeri lambung

4. Diabetes tipe 2 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang progresif dan


berlangsung perlahan (bertahun-tahun) dan mengakibatkaan
komplikasi jangka panjang apabila diabetes tidk terdeteksi selama
bertahun-tahun (mis, penyakit mataa, neuropati perifer, penyakit
vaskuler perifer). Komplikasi dapat muncul sebelum diagnosa yang
sebenarnya ditegakkan
5. Tanda dan gejala ketoasidosis diabetes (DKA) mencakup nyeri

abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, dan napas berbau buah. DKA

10
yang tidak tertangani dapat menyebabkan perubahan tingkat

kesadaran, koma dan kematian .

F. Epidemilogi
Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu

ditangani dengan seksama. Prevalensi DM meningkat setiap tahun,

terutama dikelompok resiko tinggi. DM yang tidak terkendali dapat

menyebabkan komplikasi metabolik ataupun komplikasi vaskuler jangka

panjang, yaitu mikroangiopati, sehingga rentan terhadap infeksi kaki luka

yang kemudian dapat berkembang menjadi gangren sehingga

menimbulkan masalah gangguan integritas jaringan kulit yang apabila

tidak segera ditangani akan menimbulkan komplikasi dan hal ini akan

meningkatkan kasus amputasi (Kartika, 2017).

Menurut International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2015 jumlah

orang yang menderita Diabetes Mellitus di dunia mencapai 415 juta orang.

Pada tahun 2040 ini akan meningkat menjadi 2152 juta. Ada 10 juta kasus

diabetes di Indonesia pada tahun 2015. World Health Organization

(WHO) pada tahun 2012 disebutkan bahwa angka kematian akibat

Diabetes Mellitus mencapai 1,5 juta kematian. Indonesia menduduki

peringkat ke 7 (7,6 juta penderita) dari 10 peringkat negara dengan kasus

Diabetes Mellitus terbanyak di Dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdes) 2013, prevalensi penderita penyakit Diabetes Mellitus

berdasarkan diagnosa dokter di Indonesia adalah 2,4%. Prevalensi

penderita ulkus diabetik di Indonesia sekitar 15% dengan risiko amputasi

sebesar 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetik merupakan

penyebab terbesar perawatan di rumah sakit yakni sebanyak 80%,

11
berdasarkan data RSD dr Soebandi Jember angka prevalensi Diabetes

Mellitus 11% pada tahun 2013 (Agustin,2014), pada 6 bulan terakhir

sejak bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2017 jumlah kasus Diabetes

Mellitus sebanyak 73 pasien.

Faktor resiko tinggi terjadinya Diabetes Mellitus antara lain

dislipedemia, hipertensi, stres, rokok, obesitas, kurang olahraga, usia, riwayat

keluarga serta kebiasaan makan yang tidak sehat (Amu, 2014). Diabetes

Mellitus terjadi ketika sel beta tidak dapat memproduksi insulin (DM tipe 1)

atau memproduksi dalam jumlah yang tidak cukup (DM tipe 2). Salah satu

komplikasi kronik yang biasanya ditemukan pada penderita DM adalah

adanya ulkus pada kaki yang sering disebut dengan kaki diabetik, ulkus pada

kaki penderita diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu

iskemi, neuropati, dan infeksi. DM yang tidak terkendali akan menyebabkan

penebalan tunika intima (hiperplasia membran basalis arteri) pembuluh darah

besar dan kapiler, sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan

nekrosis yang mengakibatkan ulkus diabetikum sehingga menimbulkan

masalah gangguan integritas jaringan kulit (Kartika, 2017)

12
G. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk

menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses

autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur

oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia

posprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa

tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di

ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan

elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai

akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan

dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang

menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera

makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup

kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan

glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis

(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain),

namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan

dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan

14
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton

yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan

asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya

berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda

dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau

aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma

bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai

kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan

mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai

pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang

penting.

Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.

Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian

reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin

menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa

dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada

penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin

yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal

15
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan

meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin

yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan

jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan

keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada

diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat

menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik

hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih

dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat

(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan

tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat

ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada

kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur jika

kadra glukosanya sangat tinggi . (Kartika, 2017).

16
PATWAY

DM type 1 DM type 2

Penyakit autoimun idiopatik,usia,genetik,dll


(genetik)

Insufiensi resistensi
insulin insulin

Glukosa Produksi gula dihati Pankreas berhenti


intrasel meningkat memproduksi insulin

Pembentukan ATP Glukoneogenesis


Hiperglikemi
terganggu meningkat

Cadangan Glukosuria
Badan menjadi
protein&lemak
lemah
menurun

Diuresis osmotik

BB menurun
Aktivitas
Polidipsi Poliuria
terganggu

Dehidrasi

Sumber;www.gogle.com

17
H. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
a. Terapi (bila diperlukan)
Jika pasien telah melakukan diit dan kegiatan jasmai yang teratur tapi
kadar gula darahnya masih belun baik, dipertimbangkan pemakaian
obat yang berkhasiat hipoglikemik baik oral maupun suntikan.

Tabel 2.1 nama obat-obat yang ada di Indonesia

Nama Dosis Dosis Lama Frekuensi


Generik Maksimal Aawal Kerja
Sulfonilurea 500 50 - -

Clorpopamid 15-20 2,5 6-12 1 kali

Gifisia 240 80 12-24 1-2

Glikasit 120 30 10-20 1-2

Glikuidon 20 5 10-20 1-2

Glimefiria - - - 1

Biguania

Metformin 2500 500 1-3

Inhibator A

Avarfose 300 50 1-3


(Mansjoer arif, 2001)

b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM (Non Insulin Dependent
Diabetes Militus adalah

1) Diabetes melitus dengan berat badan menurun cepat

18
2) Keto asidosis, asidosis laktat dan komahiperosmolar
3) Dibetes melitus mengalami stres berat
4) Diabetes melitus dengan kehamilan
5) Diabetes melitus yang tidak berhasil dikelola dengan obat
oral dosis maksimal
2. Non Farmokologis
a. Diet
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe diabetes
mellitus

1) Tujuan
Membantu klien memperbaiki kebiasaan makan dan olah raga
untuk mendapatkan kontra metabolik yang lebih baik.

2) Syarat-Syarat diet penyakit diabetes mellitus adalah:


a) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat
badan normal.
b) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15 % dari kebutuhan
energi total.
c) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi
total, dalam bentuk <10% dari kebutuhan energi total berasal
dari lemak jauh 10% dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan
sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal.
d) Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total,
yaitu 60-70%.
e) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak
diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu.
f) Penggunaan serta dianjurkan 25 gram / hari dengan
mengutamakan serta larut air yang terdapat dalam sayur dan
buah.

19
g) Klien DM dengan tekanan darah normal diperbolehkan
mengkonsumsi natrium dalam bentuk garam dapur seperi orang
sehat, yaitu 3000 mg/ hari.
h) Cukup vitamin dan mineral.
3) Macam diet dan indikasi Pemberian.
Tabel 2.2 Jenis diet diabetes mellitus menurut kandungan energi,
protein, lemak dan karbohidrat.

Energi Protein Lemak Karbohidrat


Jenis Diet
Kkal g g g
I 1100 43 30 172

II 1300 45 35 192

III 1500 51,5 36,5 235

IV 1700 55,5 36,5 275

V 1900 60 48 299

VI 2100 62 53 319

VII 2300 73 59 369

VIII 2500 80 62 396

a) Diet 1 s/d III : diberikan pada penderita yang terlalu


gemuk.
b) Diet IV s/d V : diberikan pada penderita yang mempunyai
berat badan normal.
c) Diet VI s/d VII : diberikan kepada penderita kurus, diabetes
remaja (juvenilediabetes) atau diabetes dengan komplikasi.
(Bagian gizi RS Dr. Ciptomangkusumo dan persatuan Ahli Gizi
Indonesia, 2006.)

20
4) Bahan Makanan Yang Dianjurkan
Bahan makanan yang dianjurkan untuk diet diabetes mellitus
adalah sebagai berikut :

a) Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mi, kentang,


singkong, ubi dan sagu.
b) Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit,
susu skim, tempe, tahu dan kacang-kacangan.
c) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan
yang mudah dicerna.
5) Bahan Makanan Yang Tidak Dianjurkan
Bahan makanan yang tidak dianjurkan, dibatasi, atau dihindari
untuk diet diabetes mellitus adalah :

1). Mengandung banyak gula sederhana, seperti : gula pasir, gula


jawa, sirop, jam, jeli, buah-buahan yang diawetkan dengan
gula, susu kental manis, minuman botol ringan, dan es krim,
kue-kue manis, dodol, cakel dan tarcis.

2). Mengandung banyak natrium, seperti : ikan asin, telur asin,


makanan yang diawetkan.

Menurut konsensus perkumpulan endokrinologi Indonesia


(Perkemi) tahun 1998, diagnosis diabetes mellitus umumnya akan
mulai terpikirkan bila ditemukan adanya gejala khas DM berupa
polifogia, polidipsia, polivria, kesemutan, dan penurunan berat
badan yang tidak jelas penyebabnya. Diagnosis diabetes dipastikan
bila kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/ diatau lebih ditambah
gejala khas diabetes dan gula darah puasa > 126 mg/ dl pada dua
kali pemeriksaan pada saat yang berbeda.

6) Perencanaan Makan Pada Diabetes Mellitus

21
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
seimbang karbohidrat, 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%

Untuk penentuan gizi, dipakai Body Massa Index yaitu :

Rumus

BB
2
BMI = (TB)

Keterangan :

BMI < 18,5 : Gizi Buruk

BMI 18,5 – 23,9 : Normal perempuan

BMI 20-24,9 : Normal laki-laki

BMI 27 : Obesitas

Penentuan gizi penderita dan jumlah kalori/ hari.

Rumus

BB
x 100 %
BBR % = TB-100

Keterangan :

BB : berat badan (kg)

TB : Tinggi Badan (Cm)

BBR : Berat badan relatif.

Kebutuhan kalori perhari untuk menuju berat badan normal adalah:

a) BB normal (BBR 90%-100%) kebutuhan kalori sehari 30 kalori


/ kg BB

22
b) BB lebih (BBR lebih dari 100%) kebutuhan kalori sehari 20
kalori / kg BB
c) Gemuk (BBR > 120%) kebutuhan kalori sehari 15 kalori/ kg
BB
d) BB kurang (BBR < 90%) kebutuhan kalori sehari 40-60 kalori/
Kg BB.

b. Latihan dan Olah Raga


Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali/ minggu selama + ½
jam yang sifatnya sesuai dengan CRIPE (Continouse, Reftmical,
Interval, Proggresive, Endorance Training), latihan yang dapat
dijadikan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, dan
mendayung.

1) Kegunaan Latihan teratur antara lain :


a) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa up take)
b) Menurunkan insulin resisten pada klien dengan kegemukan/
menambah jumlah reseptor insulin.
c) Meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
d) Mencegah kegemukan
e) memperbaiki aliran darah perifer dan menambah oksigen
suplay
f) Meningkatkan kadar kolestrol HDL
g) Merangkang pembentukan glikogen baru
h) Menurunkan kolestrol dan trigliserida darah
i) Keuntungan psikologis, meningkan rasa percaya diri,
menurunkan kecemasan, meningkatkan kualitas hidup.
2) Faktor resiko olahraga pada diabetes melitus
a) Jantung

23
a. Gangguan irama
jantung klien akibat iskemik.
b. Peningkatan tekanan
darah berlebihan pada saat olah raga.
c. Hipotensi setelah olah
raga.
b) Mikrovaskuler
a. Perdarahan pada
retina mata.
b. Luka-luka pembuluh
darah kecil
c) Metabolisme
a. Peningkatan kadar
gula darah dan ketosis
b. Hipoglikimia
d) Kerusakan Struktur Otot dan Tulang, trauma
a. Luka borok pada bayi
b. Kerusakan tulang
penyangga tubuh
c. Kerusakan pada sandi
tulang
3) Strategi Untuk Menghindari Hipo/
Hiperglikemia pada saat berolahraga terutama untuk klien IDDM
(Insulin Dependent Diabeteas Melitus).
a) Satu sampai 3 jam sebelum berolahraga diharuskan makan
dulu.
b) Jika berolahraga berat dan berlangsung lama harus makan
sneck setiap 30 menit
c) Dianjurkan untuk meningkatkan jumlah makanan sampai
paling tidak 24 jam setelah berolahraga,

24
d) Infeksi insulin diberikan paling tidak 1 jam sebelum
berolahraga.
e) Menurunkan dosis insulin sebelum berolah raga
f) Jadwal suntikan insulin harus perlu disesuaikan
g) Pemantauan kadar gula darah sebelum, selama dan setelah
berolahraga.
h) Olah raga harus ditunda jika glukosa darah 250 mg/ dl
ketonuria positif.
c. Pendidikan
Agar pengobatan DM dapat berjalan optimal klien perlu
diberikan pengetahuan tentang segala hal yang berkaitan dengan
Diabetes Mellitus. Tetapi tidak hanya untuk klien saja tetapi juga
untuk keluarganya harus mendapat pengetahuan yang cukup
mendalam mengenai penyebab dan strategi terapi Diabetes Mellitus.
Pengobatan akan dipermudah bila klien mampu membuat keputusan
keputusan-keputusan yang tepat dalam perawatan penyakitnya sehari-
hari. Pemberian pengetahuan secara dini hendaklah menekankan
pentingnya segi-segi prakitis pengobatan penyakit, yang meliputi :

1. Perencanaan diet
2. Teknik pemantauan glukosa dan
3. Keton-keton.
Perlu disampaikan kepada klien kaitan yang ada antara diet,
aktifitas fisik, dan obat-obatan yang digunakan dukungan dari dokter (
penberi diagnosis atau sebagai pemberi instruksi ), perawat ( untuk
membantu perawatan ), merupakan hal penting dalam mencapai
sasaran pemberian pengetahuan. Pemberian pengetahuan dan
pengobatan akan paling efektif bila semua unsur professional tersebut
saling berkomunikasi mengenai pasiennya secara perorangan.

25
Menurut Rendy dan Margaret, (2012) Tujuan penataklasanaan pasien
dengan DM adalah:
1. Menormalkan fungsi dari insulin dan menurunkan kader glukosa darah
2. Mencegah komplikasi vaskuler dan neorophati
3. Mecegah terjadinya hipoglikimia dan ketoasidosis.
Perinsip penatalaksanaan pasien DM adalah mengontrol gula darah
dalam rentang normal. Untuk mengontrol gula darah, ada 5 faktor penting
yang harus diperhatikan yaitu:
1. Asupan makanan dan menejemen diet
2. Latihan fisik dan exercise
3. Obat-obatan penurun gula darah
4. Pendidikan kesehatan
5. Monitoring (Suyono, 2001).

II. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut

a. PENGKAJIAN  PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
 Airway  + cervical control
1) Airway                                  
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada
rongga mulut
2) Cervical  Control    : -
 Breathing + Oxygenation
1) Breathing              : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan

26
 -          KAD    : Pernafasan kussmaul
 -        HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)

2) Oxygenation : Kanula, tube, mask
 Circulation + Hemorrhage control
1)      Circulation              :
   -          Tanda dan gejala schok
   -          Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
2)      Hemorrhage control : -
 Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert                      : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon      : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons      : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon terhadap rangsangan nyeri
U : Unresponsive     : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri

b. PENGKAJIAN SEKUNDER

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan


atau penenganan pada pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event


2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
Pemeriksaan Diagnostik

1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).


Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa
meningkat dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.

27
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
2. Anamnese
a.    Keluhan Utama

Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin


berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala

b. Riwayat kesehatan sekarang


Berisi tentang kapan terjadinya penyakit ,penyebab terjadinya penyakit, serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

c.    Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah
di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

d.   Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,


riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit)
atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).

e.    Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami


penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.

28
f.     Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan,
peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit
dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.

g.    Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan


tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

http://gudangbuku.menantisenja.com/2016/12/laporan-
pendahuluan-diabetes-melitus.html

3. Diagnosa yang Mungkin Muncul


a.    Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)

b.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.


ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)

c.    Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake


nutrisi (tipe 2)

d.   Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan

e.      Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

4. Intervensi
Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri :
 Tingkat nyeri 4. Lakukan pegkajian nyeri
berhubungan
 Nyeri terkontrol secara komprehensif
dengan agen  Tingkat termasuk lokasi,
kenyamanan karakteristik, durasi,
injuri biologis
Setelah dilakukan frekuensi, kualitas dan ontro
(penurunan asuhan keperawatan presipitasi.
selama 3 x 24 jam, klien 5. Observasi  reaksi nonverbal
perfusi jaringan
dapat : dari ketidaknyamanan.
perifer 2. Mengontrol nyeri, 6. Gunakan teknik komunikasi

29
dengan indikator : terapeutik untuk mengetahui
 Mengenal pengalaman nyeri klien
faktor-faktor sebelumnya.
penyebab 7. Kontrol ontro lingkungan
 Mengenal yang mempengaruhi nyeri
onset nyeri seperti suhu ruangan,
 Tindakan pencahayaan, kebisingan.
pertolongan 8. Kurangi ontro presipitasi
non nyeri.
farmakologi 9. Pilih dan lakukan
 Menggunakan penanganan nyeri
analgetik (farmakologis/non
 Melaporkan farmakologis)..
gejala-gejala 10. Ajarkan teknik non
nyeri kepada farmakologis (relaksasi,
tim kesehatan. distraksi dll) untuk
 Nyeri mengetasi nyeri..
terkontrol 11. Berikan analgetik untuk
3. Menunjukkan mengurangi nyeri.
tingkat nyeri, 12. Evaluasi tindakan
dengan indikator: pengurang nyeri/ontrol
nyeri.
 Melaporkan
13. Kolaborasi dengan dokter
nyeri
bila ada komplain tentang
 Frekuensi nyeri
pemberian analgetik tidak
 Lamanya berhasil.
episode nyeri 14. Monitor penerimaan klien
 Ekspresi nyeri; tentang manajemen nyeri.
wajah
 Perubahan Administrasi analgetik :.
respirasi rate 1. Cek program pemberian
 Perubahan analogetik; jenis, dosis, dan
tekanan darah frekuensi.
 Kehilangan 2. Cek riwayat alergi..
nafsu makan 3. Tentukan analgetik pilihan,
. rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik,

30
tanda dan gejala efek samping.
2. Ketidakseimban Nutritional Status : Nutrition Management
gan nutrisi Food and Fluid Intake 1. Monitor intake makanan
kurang dari  Intake makanan dan minuman yang
kebutuhan tubuh peroral yang dikonsumsi klien setiap
b.d. adekuat hari
ketidakmampua  Intake NGT 2. Tentukan berapa jumlah
n menggunakan adekuat kalori dan tipe zat gizi yang
glukose (tipe 1)  Intake cairan dibutuhkan dengan
peroral adekuat berkolaborasi dengan ahli
 Intake cairan yang gizi
adekuat 3. Dorong peningkatan intake
 Intake TPN adekuat kalori, zat besi, protein dan
vitamin C
4. Beri makanan lewat oral,
bila memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien akan
pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien
sudah bisa makan lewat
oral

3. Ketidakseimban Nutritional Status : Weight Management


gan nutrisi lebih Nutrient Intake 1. Diskusikan dengan pasien
dari kebutuhan  Kalori tentang kebiasaan dan
tubuh b.d.  Protein budaya serta faktor
kelebihan intake  Lemak hereditas yang
nutrisi (tipe 2)  Karbohidrat mempengaruhi berat badan.
 Vitamin 2. Diskusikan resiko
 Mineral kelebihan berat badan.
3. Kaji berat badan ideal
 Zat besi
klien.
Kalsium
4. Kaji persentase normal
lemak tubuh klien.
5. Beri motivasi kepada klien
untuk
menurunkan menurunkan 
berat badan.
6. Timbang berat badan setiap
hari.
7. Buat rencana untuk
menurunkan berat badan
klien.
8. Buat rencana olahraga

31
untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet
sesuai dengan kebutuhan
nutrisinya.
 
4. Defisit Volume  Fluid balance NIC :
Cairan b.d  Hydration Fluid management
Kehilangan  Nutritional Status : 1. Timbang popok/pembalut
volume cairan Food and Fluid jika diperlukan
secara aktif, Intake 2. Pertahankan catatan intake
Kegagalan Kriteria Hasil : dan output yang akurat
mekanisme  Mempertahankan 3. Monitor status hidrasi
pengaturan urine output sesuai ( kelembaban membran
dengan usia dan mukosa, nadi adekuat,
BB, BJ urine tekanan darah ortostatik ),
normal, HT normal jika diperlukan
 Tekanan darah, 4. Monitor vital sign
nadi, suhu tubuh 5. Monitor masukan makanan
dalam batas normal / cairan dan hitung intake
 Tidak ada tanda kalori harian
tanda dehidrasi, 6. Kolaborasikan pemberian
Elastisitas turgor cairan IV
kulit baik, 7. Monitor status nutrisi
membran mukosa 8. Berikan cairan IV pada
lembab, tidak ada suhu ruangan
rasa haus yang 9. Dorong masukan oral
berlebihan 10. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
11. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
12. Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
13. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
meburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi

5. Perfusi jaringan NOC : NIC :


tidak efektif b.d  Circulation status Peripheral Sensation
hipoksemia  Tissue Prefusion : Management (Manajemen
jaringan. cerebral sensasi perifer)
Kriteria Hasil :  Monitor adanya daerah
a. mendemonstrasikan tertentu yang hanya peka

32
status sirkulasi terhadap
 Tekanan panas/dingin/tajam/tumpul
systole  Monitor adanya paretese
dandiastole  Instruksikan keluarga
dalam rentang untuk mengobservasi kulit
yang jika ada lsi atau laserasi
diharapkan  Gunakan sarun tangan
 Tidak ada untuk proteksi
ortostatikhipert  Batasi gerakan pada
ensi kepala, leher dan punggung
 Tidak ada  Monitor kemampuan BAB
tanda tanda  Kolaborasi pemberian
peningkatan analgetik
tekanan  Monitor adanya
intrakranial tromboplebitis
(tidak lebih  Diskusikan menganai
dari 15 mmHg) penyebab perubahan
b. mendemonstrasikan sensasi
kemampuan
kognitif yang
ditandai dengan:
 berkomunikasi
dengan jelas
dan sesuai
dengan
kemampuan
 menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
 memproses
informasi
membuat keputusan
dengan benar

5. Evaluasi
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
demham tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak
adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya  insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat

33
yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
( Askandar, 2000 ).
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM
lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi
yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati
perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
(Brunner and Suddart, 2002)
Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO
diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan
toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.
Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang berbeda ataupun
adanya 2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama. (Noer, Sjaifoellah
H.M., dkk. 2003)
Dalam menangani kasus Diabetes Melitus ini, diharapkan mahasiswa terlebih
dahulu memahami teoritis maupun asuhan keperawatannya terlebih dahulu, agar
dalam penangannya tidak ada kendala.

34
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 2012. Standar asuhaan keperawatan. Jakarta : CV Trans info medika

Agustin, M.T. (2014). Asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh pada pasien dengan diabetes mellitus. Prodi DIII keperawatan
Akademi kesehatan Rustida. Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan

Brunner & Suddart. (2015). Keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC


Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Bagian gizi,dr.cipto mangun mangunkusumo dan persatuan aahli gizi
indonesi(2006)

Casanova. (2014). Asuhan keperawaatan medikal bedah penyakit dalam.


Yogyakarta : Nuha medika

http://gudangbuku.menantisenja.com/2016/12/laporan-pendahuluan-diabetes-
melitus.html

hhtp:/biologigonz.blogspot.com.2010/05/pankreas.html

Kartika, R.W. (2017). Pengelolaan gangren kaki diabetik. Jurnal CDK-248, 44(1),
18-22

35
Nurarif. (2012). Hidup secara mandiri dengan diabetes mellitus. Jakarta: FKUI

Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, cetakan keenam.
Balai Penerbit FKUI : Jakarta
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Ni made desy pariani(2016),laporan pendahuluan Askep pada pasien diabetes melitus,jurnal

Padila. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah. Jakarta: Salemba Medika

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Rendy, M.C. (2012). Asuhan keperawaatan medikal bedah penyakit dalam.


Yogyakarta : Nuha medika

Suzanne.c, smeltzer brenda.G.bare (2002), buku ajar keperawatan medikal bedah

Trisnawati, S.K.,& Setyorogo, S. (2013). Faktor resiko kejadian DM tipe 2 di


puskesmas kecamatan cengkareng jakarta barat tahun 2012. Jurnal ilmiah
kesehatan. 5(1), 1-61

Yunita, B & Kurniaawaty, E. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan


kejadian diabetes mellitus tipe 2. Jurnal Mojoriti 2(5), 27-30

36

Anda mungkin juga menyukai