LP KMB DM
LP KMB DM
LP KMB DM
DIABETES MELITUS
Oleh :
NOVELIA
NIM. 113063J120044
1
10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin. Pankreas dibagi menurut
bentuknya : 1) Kepala (kaput) yang paling lebar terletak di kanan rongga
abdomen, masuk lekukan sebelah kiri duodenum yang praktis melingkarinya.
2) Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang lambung dan di
depan vertebra lumbalis pertama. 3) Ekor (kauda) adalah bagian runcing di
sebelah kiri sampai menyentuh pada limpa (lien) 2. Fisiologi Pankreas
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi yaitu sebagai
kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan
sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak,
dan karbohidrat; sedangkan endokrin menghasilkan hormon insulin dan
glukagon yang memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans.
Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat
meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon. Fisiologi Insulin : Hubungan
yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan
timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone
lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin. Pankreas menghasilkan : 1)
Garam NaHCO3 : membuat suasana basa. 2) Karbohidrase : amilase ubah
amilum → maltosa. 3) Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa → 2 glukosa.
4) Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1 fruktosa. 5) Laktase ubah laktosa
→ 1 glukosa + 1 galaktosa. 6) lipase mengubah lipid → asam lemak +
gliserol. 7) enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan ubah
pepton → asam amino. Kepulauan Langerhans Membentuk organ endokrin
yang menyekresikan insulin, yaitu sebuah homron antidiabetika, yang
diberikan dalam pengobatan diabetes. Insulin ialah sebuah protein yang dapat
turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein dan karena itu tidak
diberikan melalui mulut melainkan dengan suntikan subkutan. Insulin
mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagia pengobatan dalam
hal kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki kemampuan sel tubuh
2
untuk mengasorpsi dan menggunakan glukosa dan lemak. Pada pankreas
paling sedikit terdapat empat peptida dengan aktivitas hormonal yang
disekresikan oleh pulau-pulau (islets) Langerhans. Dua dari hormon-hormon
tersebut, insulin dan glukagon memiliki fungsi penting dalam pengaturan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon ketiga, somatostatin
berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau, dan yang keempat polipeptida
pankreas berperan pada fungsi saluran cerna. Hormon Insulin : Insulin
merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai asam amino yang satu sama
lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua rantai asam amino
dipisahkan, maka aktivitas fungsional dari insulin akan hilang. Translasi
RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada reticulum endoplasma
membentuk preprohormon insulin -- melekat erat pada reticulum endoplasma
-- membentuk proinsulin -- melekat erat pada alat golgi -- membentuk insulin
-- terbungkus granula sekretorik dan sekitar seperenam lainnya tetap menjadi
proinsulin yang tidak mempunyai aktivitas insulin. Insulin dalam darah
beredar dalam bentuk yang tidak terikat dan memilki waktu paruh 6 menit.
Dalam waktu 10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi. Kecuali
sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor yang ada pada sel target, sisa
insulin didegradasi oleh enzim insulinase dalam hati, ginjal, otot, dan dalam
jaringan yang lain. Reseptor insulin merupakan kombinasi dari empat subunit
yang saling berikatan bersama oleh ikatan disulfide, 2 subunit alfa (terletak
seluruhnya di luar membrane sel) dan 2 subunit beta (menembus membrane,
menonjol ke dalam sitoplasma). Insulin berikatan dengan subunit alfa --
subunit beta mengalami autofosforilasi -- protein kinase -- fosforilasi dari
banyak enzim intraselular lainnya. Insulin bersifat anabolik, meningkatkan
simpanan glukosa, asam-asam lemak, dan asam-asam amino. Glukagon
bersifat katabolik, memobilisasi glukosa, asam-asam lemak, dan asam-asam
amino dari penyimpanan ke dalam aliran darah. Kedua hormon ini bersifat
berlawanan dalam efek keseluruhannya dan pada sebagian besar keadaan
disekresikan secara timbal balik. Insulin yang berlebihan menyebabkan
hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan koma. Defisiensi insulin baik
absolut maupun relatif, menyebabkan diabetes melitus, suatu penyakit
3
kompleks yang bila tidak diobati dapat mematikan. Defisiensi glukagon dapat
menimbulkan hipoglikemia, dan kelebihan glukagon menyebabkan diabetes
memburuk. Produksi somatostatin yang berlebihan oleh pankreas
menyebabkan hiperglikemia dan manifestasi diabetes lainnya. 1) Sintesis
Insulin Insulin disintesis oleh sel-sel beta, terutama ditranslasikan ribosom
yang melekat pada retikulum endoplasma (mirip sintesis protein) dan
menghasilkan praprohormon insulin dengan berat molekul sekitar 11.500.
Kemudian praprohormon diarahkan oleh rangkaian "pemandu" yang bersifat
hidrofibik dan mengandung 23 asam amino ke dalam sisterna
retikulumendoplasma. Struktur kovalen insulin manusia: Di retikulum
endoplasma, praprohormon ini dirubah menjadi proinsulin dengan berat
molekul kira-kira 9000 dan dikeluarkan dari retikulum endoplasma. Molekul
proinsulin diangkut ke aparatus golgi, di sini proteolisis serta pengemasan ke
dalam granul sekretorik dimulai.Di aparatus golgi, proinsulin yang semua
tersusun oleh rantai B—peptida (C) penghubung—rantai A, akan dipisahkan
oleh enzim mirip tripsin dan enzim mirip karboksipeptidase. Pemisahan itu
akan menghasilkan insulin heterodimer (AB) dan C peptida. Peptida-C
dengan jumlah ekuimolar tetap terdapat dalam granul, tetapi tidak
mempunyai aktivitas biologik yang diketahui. 2) Sekresi Insulin Sekresi
insulin merupakan proses yang memerlukan energi dengan melibatkan sistem
mikrotubulus-mikrofilamen dalam sel B pada pulau Lengerhans. Sejumlah
kondisi intermediet turut membantu pelepasan insulin : Glukosa apabila kadar
glukosa darah melewati ambang batas normal yaitu 80-100 mg/dL maka
insulin akan dikeluarkan dan akan mencapai kerja maksimal pada kadar
glukosa 300-500 mg/dL. Dalam waktu 3 sampai 5 menit sesudah terjadi
peningkatan segera kadar glukosa darah, insulin meningkat sampai hampir 10
kali lipat. Keadaan ini disebabkan oleh pengeluaran insulin yang sudah
terbentuk lebih dahulu oleh sel beta pulau langerhans pancreas. Akan tetapi,
kecepatan sekresi awal yang tinggi ini tidak dapat dipertahankan, sebaliknya,
dalam waktu 5 sampai 10 menit kemudian kecepatan sekresi insulin akan
berkurang sampai kira-kira setengah dari kadar normal. Kira-kira 15 menit
kemudian, sekresi insulin meningkat untuk kedua kalinya, sehingga dalam
4
waktu 2 sampai 3 jam akan mencapai gambaran seperti dataran yang baru,
biasanya pada saat ini kecepatan sekresinya bahkan lebih besar daripada
kecepatan sekresi pada tahap awal. Sekresi ini disebabkan oleh adanya
tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dahulu terbentuk dan oleh
adanya aktivasi system enzim yang mensintesis dan melepaskan insulin baru
dari sel. Naiknya sekresi insulin akibat stimulus glukosa menyebabkan
meningkatnya kecepatan dan sekresi secara dramatis. Selanjutnya,
penghentian sekresi insulin hampir sama cepatnya, terjadi dalam waktu 3
sampai 5 menit setelah pengurangan konsentrasi glukosa kembali ke kadar
puasa. Peningkatan glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan insulin
selanjutnya meningkatkan transport glukosa ke dalam hati, otot, dan sel lain,
sehingga mengurangi konsentrasi glukosa darah kembali ke nilai normal.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan
kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal
adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor
insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk
menyebabkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera
digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati.
(Riyadi & Sukarmin, 2008).
5
Sumber : http://biologigonz.blogspot.com/2010/05/pancreas.html
B. Definisi
Diabetes Militus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
mengalami peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan
hormon insulin secara absolut atau relatif (Dr. Sunita Almatsier, 2006).
Diabetes militus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa
secara normalbersirkulasi dalam jumlah tertentudalam darah, glukosa
dibentuk di hati dan makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu suatuhormon
yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah
dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. (Suzanne C, smeltzer
brenda G. Bare. 2002).
Diabetes militus adalah penyakit kronik, progresif yang dikarakteristikkan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan proein awal terjadinya hiperglikemia (kadar gula
yang tinggi dalam darah). (Tarwoto, 2012).
Diabetes Militus adalah syndrom yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin (Rumaharbo, 2000).
Diabetes Militus (DM) adalah suatu kelainan yang ditandai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Courtney, 2001).
C. Klasifikasi
6
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s
Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes
Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
7
Plasma vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 19 >200
Kadar glukosa darah puasa: <110 110 - 125 >126
Plasma vena <90 90 - 109 >110
Darah kapiler
(Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003
D. Etiologi
1. Diabets tipe I
Ada beberapa faktor yang menyebabkan DM tipe I ini adalah :
(Brunner dan Suddarth, 2002).
a. Faktor-faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri. Tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM Tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertenty, yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan
proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun,
respon ini merupakan respon abnormal di mana antibodi terarah pada
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai benda asing.
c. Faktor-faktor Lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan faktor
eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta.
2. Diabets Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum di ketahui.
a. Usia
8
Insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
Menurut Black (2009) Penyebab penyakit ini belum di ketahui
secara lengkap dan kemungkinan faktor penyebab dan faktor penyakit
diabetes militus diantaranya:
1. Riwayat keturunan dengan diabetes, misalnya dengan DM tipe I
diturunkan sebagai sifat heterogen, mutigenik. Kembar identik
mempunyai resiko 25% - 50%, sementara saudara kandung berisiko
6 % dan anak berisiko 5 %.
2. Lingkungan seperti virus (cytomegalivirus, mumps, rubella) yang
dapat memicu terjadinya autoimun dan dapat menghancurkan sel-
sel beta pankreas, obat-obatan dan zat kimia seperti aloxan,
stereptozotocin, pentamidine.
3. Usia diatas 45 tahun
4. Obesitas, berat badan lebih dari atau sama dengan 20 % berat badan
ideal.
5. Etnik, banyak terjadi pada orang amerika keturunan afrika, Asia.
6. Hipertensi tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90
mmHg.
7. HDR kolestrol lebih dari atau sama dengan 35 mg/dl, atau
trigesirida lebih dari 250 mg/dl.
8. Riwayat gesttasional DM
9. Kebiasaan diet
10. Kurang olah raga
11. Wanita dengan hirtutisme atau penyakit policistik ovari.
Tipe DM
Tipe Diabetes:
9
1. Diabetes tipe I : Diabetes militus tergantung insulin (insulin dependent
diabetes militus [IDDM])
2. Diabetes tipe II : Diabetes militus tidak tergantung insulin (Non insulin
dependent diabetes militus [NIDDM])
3. Diabetes Militus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya.
4. Diabetes militus gestasional (gestational diabetes militus [GDM]).
Kurang lebih 5% hingga 10% penderita mengalami diabetes tipe
I, yaitu diabets yang tergantung insulin dan kurang lebih 90% hingga
95% penderita mengalami diabetes tipe II, yaitu diabetes yang
tergantung insulin.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner&Suddart (2011) manifestasi klinis DM antara lain:
kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuh, atau infeksi
berulang
10
yang tidak tertangani dapat menyebabkan perubahan tingkat
F. Epidemilogi
Diabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu
tidak segera ditangani akan menimbulkan komplikasi dan hal ini akan
orang yang menderita Diabetes Mellitus di dunia mencapai 415 juta orang.
Pada tahun 2040 ini akan meningkat menjadi 2152 juta. Ada 10 juta kasus
11
berdasarkan data RSD dr Soebandi Jember angka prevalensi Diabetes
sejak bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2017 jumlah kasus Diabetes
keluarga serta kebiasaan makan yang tidak sehat (Amu, 2014). Diabetes
Mellitus terjadi ketika sel beta tidak dapat memproduksi insulin (DM tipe 1)
atau memproduksi dalam jumlah yang tidak cukup (DM tipe 2). Salah satu
adanya ulkus pada kaki yang sering disebut dengan kaki diabetik, ulkus pada
kaki penderita diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu
besar dan kapiler, sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan
12
G. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain),
namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan
14
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
15
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin
yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada
kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur jika
16
PATWAY
DM type 1 DM type 2
Insufiensi resistensi
insulin insulin
Cadangan Glukosuria
Badan menjadi
protein&lemak
lemah
menurun
Diuresis osmotik
BB menurun
Aktivitas
Polidipsi Poliuria
terganggu
Dehidrasi
Sumber;www.gogle.com
17
H. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
a. Terapi (bila diperlukan)
Jika pasien telah melakukan diit dan kegiatan jasmai yang teratur tapi
kadar gula darahnya masih belun baik, dipertimbangkan pemakaian
obat yang berkhasiat hipoglikemik baik oral maupun suntikan.
Glimefiria - - - 1
Biguania
Inhibator A
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada NIDDM (Non Insulin Dependent
Diabetes Militus adalah
18
2) Keto asidosis, asidosis laktat dan komahiperosmolar
3) Dibetes melitus mengalami stres berat
4) Diabetes melitus dengan kehamilan
5) Diabetes melitus yang tidak berhasil dikelola dengan obat
oral dosis maksimal
2. Non Farmokologis
a. Diet
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe diabetes
mellitus
1) Tujuan
Membantu klien memperbaiki kebiasaan makan dan olah raga
untuk mendapatkan kontra metabolik yang lebih baik.
19
g) Klien DM dengan tekanan darah normal diperbolehkan
mengkonsumsi natrium dalam bentuk garam dapur seperi orang
sehat, yaitu 3000 mg/ hari.
h) Cukup vitamin dan mineral.
3) Macam diet dan indikasi Pemberian.
Tabel 2.2 Jenis diet diabetes mellitus menurut kandungan energi,
protein, lemak dan karbohidrat.
II 1300 45 35 192
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
20
4) Bahan Makanan Yang Dianjurkan
Bahan makanan yang dianjurkan untuk diet diabetes mellitus
adalah sebagai berikut :
21
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
seimbang karbohidrat, 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%
Rumus
BB
2
BMI = (TB)
Keterangan :
BMI 27 : Obesitas
Rumus
BB
x 100 %
BBR % = TB-100
Keterangan :
22
b) BB lebih (BBR lebih dari 100%) kebutuhan kalori sehari 20
kalori / kg BB
c) Gemuk (BBR > 120%) kebutuhan kalori sehari 15 kalori/ kg
BB
d) BB kurang (BBR < 90%) kebutuhan kalori sehari 40-60 kalori/
Kg BB.
23
a. Gangguan irama
jantung klien akibat iskemik.
b. Peningkatan tekanan
darah berlebihan pada saat olah raga.
c. Hipotensi setelah olah
raga.
b) Mikrovaskuler
a. Perdarahan pada
retina mata.
b. Luka-luka pembuluh
darah kecil
c) Metabolisme
a. Peningkatan kadar
gula darah dan ketosis
b. Hipoglikimia
d) Kerusakan Struktur Otot dan Tulang, trauma
a. Luka borok pada bayi
b. Kerusakan tulang
penyangga tubuh
c. Kerusakan pada sandi
tulang
3) Strategi Untuk Menghindari Hipo/
Hiperglikemia pada saat berolahraga terutama untuk klien IDDM
(Insulin Dependent Diabeteas Melitus).
a) Satu sampai 3 jam sebelum berolahraga diharuskan makan
dulu.
b) Jika berolahraga berat dan berlangsung lama harus makan
sneck setiap 30 menit
c) Dianjurkan untuk meningkatkan jumlah makanan sampai
paling tidak 24 jam setelah berolahraga,
24
d) Infeksi insulin diberikan paling tidak 1 jam sebelum
berolahraga.
e) Menurunkan dosis insulin sebelum berolah raga
f) Jadwal suntikan insulin harus perlu disesuaikan
g) Pemantauan kadar gula darah sebelum, selama dan setelah
berolahraga.
h) Olah raga harus ditunda jika glukosa darah 250 mg/ dl
ketonuria positif.
c. Pendidikan
Agar pengobatan DM dapat berjalan optimal klien perlu
diberikan pengetahuan tentang segala hal yang berkaitan dengan
Diabetes Mellitus. Tetapi tidak hanya untuk klien saja tetapi juga
untuk keluarganya harus mendapat pengetahuan yang cukup
mendalam mengenai penyebab dan strategi terapi Diabetes Mellitus.
Pengobatan akan dipermudah bila klien mampu membuat keputusan
keputusan-keputusan yang tepat dalam perawatan penyakitnya sehari-
hari. Pemberian pengetahuan secara dini hendaklah menekankan
pentingnya segi-segi prakitis pengobatan penyakit, yang meliputi :
1. Perencanaan diet
2. Teknik pemantauan glukosa dan
3. Keton-keton.
Perlu disampaikan kepada klien kaitan yang ada antara diet,
aktifitas fisik, dan obat-obatan yang digunakan dukungan dari dokter (
penberi diagnosis atau sebagai pemberi instruksi ), perawat ( untuk
membantu perawatan ), merupakan hal penting dalam mencapai
sasaran pemberian pengetahuan. Pemberian pengetahuan dan
pengobatan akan paling efektif bila semua unsur professional tersebut
saling berkomunikasi mengenai pasiennya secara perorangan.
25
Menurut Rendy dan Margaret, (2012) Tujuan penataklasanaan pasien
dengan DM adalah:
1. Menormalkan fungsi dari insulin dan menurunkan kader glukosa darah
2. Mencegah komplikasi vaskuler dan neorophati
3. Mecegah terjadinya hipoglikimia dan ketoasidosis.
Perinsip penatalaksanaan pasien DM adalah mengontrol gula darah
dalam rentang normal. Untuk mengontrol gula darah, ada 5 faktor penting
yang harus diperhatikan yaitu:
1. Asupan makanan dan menejemen diet
2. Latihan fisik dan exercise
3. Obat-obatan penurun gula darah
4. Pendidikan kesehatan
5. Monitoring (Suyono, 2001).
1. Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan
pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
a. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
Airway + cervical control
1) Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada
rongga mulut
2) Cervical Control : -
Breathing + Oxygenation
1) Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
26
- KAD : Pernafasan kussmaul
- HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
2) Oxygenation : Kanula, tube, mask
Circulation + Hemorrhage control
1) Circulation :
- Tanda dan gejala schok
- Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
2) Hemorrhage control : -
Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara,
berespon terhadap rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk
bersespon thd nyeri
b. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder meliputi :
27
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
2. Anamnese
a. Keluhan Utama
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah
di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat psikososial
28
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan,
peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit
dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
http://gudangbuku.menantisenja.com/2016/12/laporan-
pendahuluan-diabetes-melitus.html
d. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan
4. Intervensi
Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri :
Tingkat nyeri 4. Lakukan pegkajian nyeri
berhubungan
Nyeri terkontrol secara komprehensif
dengan agen Tingkat termasuk lokasi,
kenyamanan karakteristik, durasi,
injuri biologis
Setelah dilakukan frekuensi, kualitas dan ontro
(penurunan asuhan keperawatan presipitasi.
selama 3 x 24 jam, klien 5. Observasi reaksi nonverbal
perfusi jaringan
dapat : dari ketidaknyamanan.
perifer 2. Mengontrol nyeri, 6. Gunakan teknik komunikasi
29
dengan indikator : terapeutik untuk mengetahui
Mengenal pengalaman nyeri klien
faktor-faktor sebelumnya.
penyebab 7. Kontrol ontro lingkungan
Mengenal yang mempengaruhi nyeri
onset nyeri seperti suhu ruangan,
Tindakan pencahayaan, kebisingan.
pertolongan 8. Kurangi ontro presipitasi
non nyeri.
farmakologi 9. Pilih dan lakukan
Menggunakan penanganan nyeri
analgetik (farmakologis/non
Melaporkan farmakologis)..
gejala-gejala 10. Ajarkan teknik non
nyeri kepada farmakologis (relaksasi,
tim kesehatan. distraksi dll) untuk
Nyeri mengetasi nyeri..
terkontrol 11. Berikan analgetik untuk
3. Menunjukkan mengurangi nyeri.
tingkat nyeri, 12. Evaluasi tindakan
dengan indikator: pengurang nyeri/ontrol
nyeri.
Melaporkan
13. Kolaborasi dengan dokter
nyeri
bila ada komplain tentang
Frekuensi nyeri
pemberian analgetik tidak
Lamanya berhasil.
episode nyeri 14. Monitor penerimaan klien
Ekspresi nyeri; tentang manajemen nyeri.
wajah
Perubahan Administrasi analgetik :.
respirasi rate 1. Cek program pemberian
Perubahan analogetik; jenis, dosis, dan
tekanan darah frekuensi.
Kehilangan 2. Cek riwayat alergi..
nafsu makan 3. Tentukan analgetik pilihan,
. rute pemberian dan dosis
optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik,
30
tanda dan gejala efek samping.
2. Ketidakseimban Nutritional Status : Nutrition Management
gan nutrisi Food and Fluid Intake 1. Monitor intake makanan
kurang dari Intake makanan dan minuman yang
kebutuhan tubuh peroral yang dikonsumsi klien setiap
b.d. adekuat hari
ketidakmampua Intake NGT 2. Tentukan berapa jumlah
n menggunakan adekuat kalori dan tipe zat gizi yang
glukose (tipe 1) Intake cairan dibutuhkan dengan
peroral adekuat berkolaborasi dengan ahli
Intake cairan yang gizi
adekuat 3. Dorong peningkatan intake
Intake TPN adekuat kalori, zat besi, protein dan
vitamin C
4. Beri makanan lewat oral,
bila memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien akan
pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien
sudah bisa makan lewat
oral
31
untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet
sesuai dengan kebutuhan
nutrisinya.
4. Defisit Volume Fluid balance NIC :
Cairan b.d Hydration Fluid management
Kehilangan Nutritional Status : 1. Timbang popok/pembalut
volume cairan Food and Fluid jika diperlukan
secara aktif, Intake 2. Pertahankan catatan intake
Kegagalan Kriteria Hasil : dan output yang akurat
mekanisme Mempertahankan 3. Monitor status hidrasi
pengaturan urine output sesuai ( kelembaban membran
dengan usia dan mukosa, nadi adekuat,
BB, BJ urine tekanan darah ortostatik ),
normal, HT normal jika diperlukan
Tekanan darah, 4. Monitor vital sign
nadi, suhu tubuh 5. Monitor masukan makanan
dalam batas normal / cairan dan hitung intake
Tidak ada tanda kalori harian
tanda dehidrasi, 6. Kolaborasikan pemberian
Elastisitas turgor cairan IV
kulit baik, 7. Monitor status nutrisi
membran mukosa 8. Berikan cairan IV pada
lembab, tidak ada suhu ruangan
rasa haus yang 9. Dorong masukan oral
berlebihan 10. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
11. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
12. Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar )
13. Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih muncul
meburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
32
status sirkulasi terhadap
Tekanan panas/dingin/tajam/tumpul
systole Monitor adanya paretese
dandiastole Instruksikan keluarga
dalam rentang untuk mengobservasi kulit
yang jika ada lsi atau laserasi
diharapkan Gunakan sarun tangan
Tidak ada untuk proteksi
ortostatikhipert Batasi gerakan pada
ensi kepala, leher dan punggung
Tidak ada Monitor kemampuan BAB
tanda tanda Kolaborasi pemberian
peningkatan analgetik
tekanan Monitor adanya
intrakranial tromboplebitis
(tidak lebih Diskusikan menganai
dari 15 mmHg) penyebab perubahan
b. mendemonstrasikan sensasi
kemampuan
kognitif yang
ditandai dengan:
berkomunikasi
dengan jelas
dan sesuai
dengan
kemampuan
menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
memproses
informasi
membuat keputusan
dengan benar
5. Evaluasi
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
demham tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak
adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin
efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat
33
yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein.
( Askandar, 2000 ).
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM
lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi
yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati
perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
(Brunner and Suddart, 2002)
Kalau hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO
diperlukan untuk konfirmasi diagnosis DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan
toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.
Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa pernah 2 kali abnormal untuk
konfirmasi diagnosis DM, baik pada 2 pemeriksaan yang berbeda ataupun
adanya 2 hasil abnormal pada saat pemeriksaan yang sama. (Noer, Sjaifoellah
H.M., dkk. 2003)
Dalam menangani kasus Diabetes Melitus ini, diharapkan mahasiswa terlebih
dahulu memahami teoritis maupun asuhan keperawatannya terlebih dahulu, agar
dalam penangannya tidak ada kendala.
34
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, M.T. (2014). Asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh pada pasien dengan diabetes mellitus. Prodi DIII keperawatan
Akademi kesehatan Rustida. Karya Tulis Ilmiah. Tidak dipublikasikan
http://gudangbuku.menantisenja.com/2016/12/laporan-pendahuluan-diabetes-
melitus.html
hhtp:/biologigonz.blogspot.com.2010/05/pankreas.html
Kartika, R.W. (2017). Pengelolaan gangren kaki diabetik. Jurnal CDK-248, 44(1),
18-22
35
Nurarif. (2012). Hidup secara mandiri dengan diabetes mellitus. Jakarta: FKUI
Noer, Sjaifoellah H.M., dkk. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, cetakan keenam.
Balai Penerbit FKUI : Jakarta
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Ni made desy pariani(2016),laporan pendahuluan Askep pada pasien diabetes melitus,jurnal
36