LP Askep Vulnus 2020
LP Askep Vulnus 2020
LP Askep Vulnus 2020
Disusun Oleh :
BANYUWANGI
JUNI 2020
LEMBAR PENESAHAN
NIM : 2016.02.008
Prodi : S1 Keperawatan
.......................................................
Mengetahui,
Pembimbing PLKK
D. PATWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda umum adalah syok dan syndroma remuk ( cris
syndroma ), dan tanda-tanda lokal adalah biasanya terjadi nyeri dan
pendarahan. Syok sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai
dengan tekanan darah menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan
lemah, kesadaran menurun hingga tidak sadar. Syok dapat terjadi akibat
adanya daerah yang hancur misalnya otot-otot pada daerah yang luka,
sehingga hemoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal yang
mengakibatkan kelainan yang disebut “lower Nepron / Neprosis”,
tandanya urine berwarna merah, disuria hingga anuria dan ureum darah
meningkat.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang dinilai adalah pemeriksaan Hb, Ht, dan
leukosit, pada pendarahan Hb dan Ht akan menurun disertai leukositosis,
sel darah merah yang banyak dalam sedimen urine menunjukan adanya
trauma pada saluran kencing, jika kadar amilase 100 unit dalam 100 mll,
cairan intra abdomen, memungkinkan trauma pada pankreas besar sekali.
G. KOMPLIKASI
1. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan
tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma
yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan
komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf,
dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema
atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
3. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
4. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi.
H. PENATALAKSANAAN
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang
dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka,
penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan
pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihan akan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan
atau larutan antiseptik seperti:
a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).
b. Halogen dan senyawanya
c. Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum
luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
d. Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan
kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak
merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena
tidak menguap.
e. Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk
antiseptik borok.
f. Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa
biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna,
mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan
baunya tidak menusuk hidung.
g. Oksidansia
h. Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak
lemah berdasarkan sifat oksidator.
i. Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan
kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob.
j. Logam berat dan garamnya
k. Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan
bakteri dan jamur.
l. Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya
bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara
merangsang timbulnya kerak (korts).
m. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
n. Derivat fenol.
o. Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah
dan eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
p. Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
q. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol),
merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam
konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah,
kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan
adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka.
Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat
pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan biaya
perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang
efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah
dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering
digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl
0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik
dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi
natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan
ion-ion Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO
Indonesia,2000:18).
3. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka;
menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan
debris (InETNA, 2004:16). Beberapa langkah yang harus diperhatikan
dalam pembersihan luka yaitu :
1. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk
membuang jaringan mati dan benda asing.
2. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3. Berikan antiseptik
4. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian
anastesi lokal.
5. Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
4. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur
kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan
sembuh persekundam atau pertertiam.
5. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
6. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung
pada kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap
penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka
dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang
mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan
hematom.
7. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada
luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
8. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi,
jWidiyas pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan
adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
I. PENCEGAHAN
a. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan
atau larutan antiseptic, misalnya alcohol, halogen, yodium, oksidansia,
logam berat dan asam berat.
b. Pembersihan luka, Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah
meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan
luka, menghindari terjadinya infeksi, membuang jaringan nekrosis dan
debris (INETNA, 2004).
c. Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi
serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka
yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya
dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
d. Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik
pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
e. Pemberian antibiotic, prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan
antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu
diberikan antibiotic.
Faktor yang
berhubungan :
1. Pengobatan
2. Terapi
pembatasan gerak
3. Kurang
pengetahuan
tentang
kegunaan perger
akan fisik
4. Indeks massa
tubuh diatas 75
tahun percentil
sesuai dengan
usia
5. Kerusakan
persepsi sensori
6. Tidak nyaman,
nyeri
7. Kerusakan
muskuloskeletal
dan neuromuskul
er
8. Intoleransi
aktivitas/penurun
an kekuatan dan
stamina
9. Depresi mood
atau cemas
10. Kerusakan
kognitif
11. Penurunan
kekuatan otot,
kontrol dan
atau masa
12. Keengganan
untuk memulai
gerak
13. Gaya hidup
yang menetap,
tidak
digunakan, deco
nditioning
14. Malnutrisi
selektif atau
umum
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan.
Diagnose Rencaana keperawatan
keperawatan/ Tujuan dan kriteria hasil intervensi
masalah kolaborasi
Kerusakan kulit NOC : NIC :
Tissue Integrity : Skin and Pressure Management
Definisi : Perubahan Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
pada epidermis dan menggunakan pakaian
dermis Kriteria Hasil : yang longgar
1. Integritas kulit yang baik bisa dipertah 2. Hindari kerutan padaa
Batasan karakteristik ankan (sensasi, elastisitas, temperatur, tempat tidur
: hidrasi, pigmentasi) 3. Jaga kebersihan kulit
1. Gangguan pada 2. Tidak ada luka/lesi pada kulit agar tetap bersih dan
bagian tubuh 3. Perfusi jaringan baik kering
2. Kerusakan lapisa 4. Menunjukkan pemahaman 4. Mobilisasi pasien (ubah
kulit (dermis) dalam proses perbaikan kulit dan men posisi pasien) setiap d
3. Gangguan cegah terjadinya sedera berulang ua jam sekali
permukaan kulit 5. Mampu melindungi kulit dan mempert 5. Monitor kulit akan
(epidermis) ahankan kelembaban kulit dan adanya kemerahan
4. Faktor yang perawatan alami 6. Oleskan lotion atau mi
berhubung nyak/baby
5. Eksternal : oil pada derah yang ter
1. Hipertermia atau tekan
hipotermia 7. Monitor aktivitas dan
2. Substansi kimia mobilisasi pasien
Kelembaban udara 8. Monitor status nutrisi
3. Faktor mekanik pasien
(misalnya : alat yang 9. Memandikan pasien
dapat menimbulkan dengan sabun dan air
luka, tekanan, hangat
restraint)
4. Immobilitas fisik
5. Radiasi
Usia yang ekstrim
Kelembaban kulit
Obat-obatan
internal :
1. Perubahan status
metabolik Tulang
menonjol
2. Defisit imunologi
3. Faktor yang
berhubungan
dengan perkemb
angan
4. Perubahan
sensasi
5. Perubahan status
nutrisi (obesitas,
kekurusan
6. Perubahan status
cairan
7. Perubahan
pigmentasi
8. Perubahan
sirkulasi
9. Perubahan turgor
(elastisitas kulit)
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh
yang tidak adekuat.