Tinjauan Pustaka Tinutuan Bubur Manado

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA

Tinutu'an (Bubur Manado) Sebagai Makanan Tradisional

Tinutu'an adalah salah satu makanan tradisional daerah Minahasa. Menurut

Wirakusumah, et al, (1994) makanan tradisional adalah makanan yang biasa

dikonsumsi menurut golongan etnik dan wilayah tertentu dengan bahan utama dari

daerah setempat clan mempunyai rasa relatif cocok dengan selera masyarakat

bersangkutan.
v

Sebagian besar dari tubuh dan otak manusia dibeiltuk dari berbagai jenis

makanan yang berabad-abad telah akrab dengan nenek moyang, ibu dan bapak kita.

Makanan yang berasal dari tempat di mana kita lahir dan dibesarkan sesuai dengan

tradisi setempat disebut makanan tradisional (Winarno, 1993). Sedangkan

Hadisantosa (1993) mengemukakan, bahwa pangan tradisional merupakan makanan

yang diolah berdasarkan resep nenek moyang yang terus menerus digunakan secara

turun temurun dari dikonsumsi oleh golongan etnik dan wilayah tertentu dengan

menggunakan bahan dari hasil daerah setempat.

Menurut Susanto (1995), makanan tradisional adalah jenis-jenis makanan

yang dikonsumsi oleh suatu kelompok masyarakat berdasarkan golongan suku dan

daerah wilayah yang spesifik berdasarkan kepada : 1) resep makanan yang telah biasa

digunakan oleh keluarga dari waktu ke waktu, 2) bahan makanan yang digunakan

berasal dari daerah setempat baik merupakan hasil usaha tani maupun tersedia dalam

sistem pasar setempat serta, 3) rasa dan tekstur sesuai dengan selera anggota keluarga

dan masyarakat setempat. Tetagi karena teknologi dan menejemen pemasaran masih
tradisional, pengembangan makanan tradisional masih kalah dengan fast food impor

(Hadisantosa, 1993).

Program penganekaragaman pangan perlu dilakukan melalui proses

identifikasi makanan tradisional yang meliputi tidak hanya kebiasaan dan kesukaan

konsumen tetapi juga termasuk produsen usaha tani yang beranekaragam, pengelola

dan pedagang (Susanto, 1993). Sedangkan keragaan pola pangan lokal dari studi

mcngenai kebiasaan pangan pada 1 I golongan etnik yang dominan di Indonesia yakni

suku-suku : 1) Jawa, 2) Madura, 3) Batak Mandailing, 4) Aceh, 5) Minangkabau,

6)Banjar, 7) Bugis, 8) Kaili, 9) Minahasa, 10) Urani dan 11) Sika pada penduduk

yang tinggal di wilayah pedesaan dan pinggiran kota masih tergantung pada komuditi

pangan yang dibudidayakan sendiri atau tersedia dalarn iingkungan setempat,

sedangkan penduduk yang tinggal di perkotaan menggantungkan sumber pangan pada

daerah setempat (Roestamsjah,et al, 1989).

Bahan Pembuat Tinutu'an (Bubur Manado) dan Komposisi Zat Gizinya

Susunan bahan untuk membuat tinutu'an terdiri dari : kangkung (kangkong),

bayam, daun gedi, jagung muda (milu mudu), labu kuning, (sambiki), singkong (ubi

kuyu), ubi jalar merah (batatu, meruh), beras, daun kemangi, (belukumu), daun

kunyit, sereh, garan? clan air.

Kangkung (Ipomea Aquatics)

Kangkung merupakan srjyuran daun hijau yang banyak mengalldung vitamin

A dan C serta mineral Kalsium dan Pospor (Sastrahidayat & Soemarmo), 1991).

Kandungan zat gizi kangkung disajikan pada Tabel 1.


Bay am (Amaranth us Sp)

Bayam adalah sayutran daun yang rasanya enak dan lnengandung vitamin A,

Thiamin dan vitamin C serta mineral (Sastrahidayat & Soemarmo, 1991), Bayam

adalah sayuran daun bentuknya tipis dan berwarna hijau tua, cocok untuk anak-anak

(Oomen, et al, 1984). Kandungan zat gizi bayam disajikan pada Tabel 1.

Daun Gedi (Abelmoschus Manihol)

Tanaman pendek dengan daun berbentuk jari, berbunga kuning, terkenal di

Indonesia bagian Timur dan Irian jaya. Pucuk daun mudanya dibuat sayur, dan bila

dimasak agak berlendir (Oomen, et al, 1984). Kandungan zat gizi daun gedi belum

pernah diteliti, sehingga belum tercantum dalam Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan
1

Indonesia (1995).

Jagung (Zea Mays L.)

Jagung adalah bahan pangan bijian yang sangat penting bagi manusia dan

ternak, dan memiliki banyak kegunaan sebagai pangan dan non-pangan. Semula

jagung (corn) adalah istilah umum untuk bijian atau serealia. Di Inggris, corn adalah

istilah untuk gandum, sedangkan di Irlandia dan Skotlandia untuk oat. Jadi corn

digunakan untuk menarnai spesis bijian baru yang ditemukan penduduk di benua

Amerika. Sebagian besar penduduk dunia mengenal Zea Mays sebagai jagung

(Rubatzky & Yamaguchi, 1998). Kandungan zat gizi jagung muda disajikan pada

Tabel 1.

Labu Kuning (Cucurbunta Moschnta)

Labu kuning dikenal buahnya yang sangat berguna, daun maupun bunganya

merupakan sayuran yang bergizi tinggi. Tumbuhnya menjalar atau merambat, yang
merambat hanya sedikit memakan tempat (Oomen, et al, 1984). Kandungan zat gizi

labu kuning disajikan pada Tabel 1.

Singkong (Manihot Esculenta)

Singkong merupakan tanaman pangan penting dan banyak pula jenisnya.

Singkong kaya akan karbohidrat, tetapi miskin protein (Oomen, et al, 1084). Sekitar

65% produksi ubi kayu digunakan untuk pangan manusia, baik dalam bentuk segar

maitpitn olaliati. Nilai itbi kayit adalali karcna nilui kulorinyu ynng linggi, itbi liuyit

segar mengandung 35% - 40% bahan kering. Dan 90% daripadanya adalah

karbohidrat (Rubatzky & Yamaguchi, 1998). Kandungan zat gizi singkong disajikan

pada Tabel 1.

Ubi Jalar (Ipomen Batatas L.)

Ubi jalar merupakan bahan pangan pokok bagi berjuta-juta penduduk, dan

diberbagai negara konsumsi ubi jalar mencapai 70% dari total penggunaan kalori

harian (Rubatzky & Yamaguchi, 1998). Kandungan zat gizi ubi jalar disajikan pada

Tabel 1.

Beras

Beras adalah makanan yang mengandung banyak energi dalam pola makanan

Indonesia disebut sebagai makanan pokok. Sebagian besar (70%) penditduk

Indonesia makanan pokoknya adalah beras (nasi). Makanan pokok selain sebagai

surnber karbohidrat juga kaya akan serat yang diperlukan juga untuk melancarkan

pencernaan makanan dan mencegah penyakit (Soekirman, 2000). Kandungan gizi

beras disajikan pada Tabel 1.


Daun Kemangi (Ocimum Canum)

Daun lteinangi muda sering dimakan sebagai lalap, baunya harum (Oomen, et

al. 1984). Selain sebagai lalap juga digunakan sebagai bumbu untuk makanan juga

memberiltan rasa dan aroma pada makanan karena baunya yang khas dan harun~.

I<andungan zat gizi daun kemangi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Bahan Pembuat Tinutu'an Per 100 gram

Ill~i
I)UIIII
Jalar Ileris
Kemangi
Merah
I I I I

I:ncrgi (kal) 29 36 129 29


Protein (g) 3 ,O 3,5 4,1 1,1 12
I ,emak (g) 0.3 0,5 1,3 0,3 0,3
I<arbohidrat (g) 5,4 6,s 30,3 66 34,7
I Vitamin A (RE) 1 6300 1 6090 1 117 1 180 1 - 1 700 1 - 1 5000 1
'l'hiamin (mg) 0,07 0,08 0,08 0,09 0,08
Vitamin C ( ~ n g ) 32 80 182 9 52 32 80
I<alsi~~m
(mg) 73 267 5 45 33 30 6 45
I'hosphor (mg) 50 67 108 64 40 49 140 75
I:C img) 2,5 3:I I,I 1,4 0,7 0,7 o,x 2

Air (g) 90 87 64 91 63 69 13 85
Sumber : ~ediaoetama,(1996).

Konsumsi Makanan Anak Sekolah Taman Kanak-Kanak

Anal< Balita (Bawah Lima Tahun) merupakan salah satu sasaran utama dalam

progranl gizi masyarakat. Anak-anak tersebut digolongkan dalam keloinpok anak-

analt praseltolah, meskipun sebetulnya lebih tepat disebut anak-anak pra SD

(Winarno, 1995). Menurut Soekirman (2000) bahwa bayi sampai anak-anak berusia

lima tahun, yang lazim disebut Balita, kemudian ibu hamil dan ibu menyusui, dalam

ilmu gizi diltelompokkan sebagai golongan yang rawan terhadap kekurangan gizi.
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992) saat seorang anak berada pada usia

kurang dari lima tahun termasuk salah satu masa tergolong rawan. Pada umumnya

anak mulai susah makan atau hanya suka pada makanan jajanan yang tergolong

hampa kalori dan hampa gizi. Perhatian kesehatan bagi anak pada usia ini sangat

diperlukan.

Upaya untuk membina kebiasaan yang baik mengenai makna makan dan cara

makan menurut Suhardjo (1992) dengan menambah variasi makanan sebagai suatu

cara untuk meningkatkan dan menambah konsumsi makanan, nampaknya lebih

banyak dapat diterima karena ibu-ibu menghubungkannya dengan usaha untuk

membuat makanan lebih menarik untuk anak-anak, karena itu mengurangi

permasalahan pemberian makanan yang biasa terdapat pada anak-anak kelompok

umur ini.

Tinutu'an adalah salah. satu variasi makanan yang bergizi dari campuran

sayuran daun hijau, serealia dan umbi yang dapat diberikan pada anak sekolah taman

Kanak-Kanak ataupun balita. Oomen, et al, (1984) ineilgemukakan bahwa bila bahail

sayuran daun hijau dari tinutu'an ini dihaluskan, bubur ini sungguh cocok untuk

diberikan pada bayi sebagai makanan tambahan pada saat giginya mulai tumbuh.

Sayuran daun hijau umumnya kaya akan sumber gizi penting. Pengikutsertaan

sayuran daun hijau dalam makanan akan meningkatkan mutu gizi keseluruhan.

Penggunaan sayuran daun hijau dalam makanan merupakan salah satu masalah yang

berkaitan dengaq kepercayaan, kebiasaan dan kecurigaan yang ada pada masyarakat

pedesaan (Winarno, 1995). Anak sekolah Taman Kanak-Kanak perlu dibiasakan

mengonsumsi sayuran dan buah-buahan sedini mungkin, karena vitamin tidak dapat
disintesa di dalam tubuh, sehingga harus masuk dalam bentuk makanan (Suhardjo &

Kusharto, 1992).

Winarno (1995) mengemukakan bahwa konsumsi sayuran daun hijau untuk

anak-anak sebanyak 30 gram per hari akan dapat memberikan sekitar 150-300 mg

Kalsium, 6-10 mg zat besi, 1.000-3.000 pg Folat, 50-150 pg Riboflavin dan 15-30

mg asam Askorbat. Oomen, et al, (1984) berpendapat bahwa konsumsi sayuran daun

hijau yang ideal untuk anak balita sebanyak 50 gramlkaplhari.

Anjuran untuk mengonsumsi sayuran bagi anak-anak dimaksudkan untuk

mencegah timbulnya masalah gizi, terutama KVA, dan anemi gizi bagi anak yaiig

kurang mengonsumsi pangan hewani. Tinutu'an cukup besar dapat menyumbangkan

vitamin A serta mineral seperti kalsium, phosfor dan zat besi yang sangat diperlukan

bagi kesehatan dan pertumbuhan anak sekolah Taman Kanak-Kanak.

Berbeda dengan fast food, buah dan sayuran justru memiiiki banyak

keunggulan selain berkadar serat tinggi, juga mengandung pektin, aneka enzim, asam

amino. bioflavonoid dan berbagai vitamin dan mineral. Serat tinggi bermanfaat

mengikat racun dan radikal bebas yang beredar di seluruh tubuh serta menurunkan

kolesterol darah (Lampe, 1999). Lebih lanjut dikatakan bahwa pektin adalah bentuk

serat dalam perut yang akan melnbentuk gel dan melilpercepat proses pencernaan

dengan merangsang gerakan prisraltik usus. Pektin berkemampuan tinggi menyerap

racun dan kandungan klorofil pada sayuran hijau berfungsi antiseptik dan membantu

pembentukan sel darah merah. Hasil penelitian Dittus, et al, (1995) menunjukkan

bahwa komponen nutrisi yang ada pada buah dan sayuran dapat mengurangi resiko
kanker, dan hasil penelitian dari Larnpe (1999) menunjukkan buah dan sayuran

dengan komponen aktif biologis memiliki mekanisme aksi yang saling melengkapi

dalam metabolisme hormon, reduksi tekanan darah, efek anti oksidan, anti virus dan

anti bakteri.

Dengan demikian sayuran daun hijau dapat merupakan sumber karoten utama

(provitamin A) bagi makanan anak-anak prasekolah, karena sumber provitamin A

(karoten) yang termurah adalah jenis sayilran hijau (Winarno, 1995). Sela~~jutnya

untuk pengaturan makan, jenis dan kuantitas nlakanan yang diberiltan perlu

disesuaikan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Dalam pelaksanaannya kuantitas

disesuaikan dengan keinginan anak akan tetapi perlu diperhatikan agar tidak

kekurangan maupun berlebihan (Samsudin, 1995).

Beaton (1985) mengemukakan bahwa makanan bernilai gizi baik untuk balita,

jika komposisi dari keseluruhan makanan tersebut dalam sehari menunjukkan

masukan 10-15% kalori berasal dari protein, 2535% dari lemak, dan 45-55% atau

sisanya berasal dari karbohidrat. Selain itu mengandung cukup zat gizi lain yaitu

asam amino dan asam lemak esensial, vitamin dan mineral, dan mengandung cukup

serat (Samsudin, 1995).

Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Konsumsi Pangan Anak Sekolah


Taman Kanak-Kanak.

Masalah konsumsi pangan dan gizi bukanlah masalah yang berdiri sendiri,

tapi merupakan bagian dari suatu sistem yang ditentukan oleh berbagai faktor yang

saling terkait. Masalah yang berkaitan dengan konsumsi pangan dan gizi seperti
tingkat pendapatan, ketersediaan pangan setempat, teknologi, tingkat pengetahuan,

kesadaran masyarakat nlengenai gizi, kesehatan dan faktor-faktor sosial budaya

seperti kebiasaan makan, sikap dan pandangan masyarakat terhadap bahan makanan

tertentu dan adat-istiadat (Sanjur, 1982).

Pendidikan Orang Tua

Latar belakang pendidikan orang tua merupakan salah satu unsur yang ikut

menentukan konsumsi makanan anak yang pada akhirnya akan menentukan keadaan

status gizi anak. Tingkat pendidikan orang tua mempunyai hubungan dengan keadaan

gizi anak. Tingkat pendidikan ayah dapat menentukan keadaan ekonomi keluarga,

sehingga dapat meningkatkan daya beli pangan, sedangkan tingkat pendidikan ibu di

samping sebagai modal penunjang ekonomi keluarga juga berpengaruh dalan

penyusunan makanan keluarga.

Menurut Pranadji (1988) bahwa pendidikan formal seseorang dapat

mempengaruhi pengetahuan gizinya. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan

formal yang tinggi diharapkan mempunyai pengetahuan gizi yang tinggi pula.

Susanto (1985) mengemukakan bahwa orang tua yang berpendidikan tinggi akan

lebih mudah menerima inovasi baru sehingga konsumsi keluarga akan semakin baik

dan beragam. Sedangkan menurut Huzaini & Huzaini (1986) tingkat pendidikan ibu

yang rendah merupakan salah satu faktor penyebab kerawanan gizi anak balita karena

ibu adalah aaorwng yang bartanggung jaw& tarhadap konsumsi makana11 anak balita.

Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan gizi ibu ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor pribadi

yang terdiri dari usia, pendidikan formal, pendidikan non-formal, pekerjaan dan besar
keluarga. Faktor ekonomi yang terdiri dari pendapatan keluarga dan pengeluaran

keluarga untuk pangan. Faktor keluarga yang terdiri dari pengambilan keputusan

menu makanan keluarga, pemegang uang belanja, memilill dan membeli serta

memasak, juga faktor alam dan budaya (Pranadji, 1988).

Menurut Sediaoetama (1996) semakin banyak pengetahuan gizinya, semakin

diperhitungkan jenis Can kuantum makanan yang dipilih untuk konsumsinya.

Seseorang yang tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi, akan memilill lnakanall

yang paling menarik pancaindra dan tidak mengadakan pemilihan berdasarkan nilai

gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin banyak pengetahuan gizinya, lebih

banyak me~npergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang nilai

makanan tersebut.

Dengan status ekonomi yang tinggi belum menjamin tercapainya keadaan gizi

bila tidak disertai pengetahuan gizi seperti cara memilih, memperoleh dan mengelola

makanan yang baik, murah dan bergizi (Madanijah, et al, 1986) karena seorang ibu

memiliki peranan besar dalam keluarga, dialah yang berbelanja pangan, mengatur

menu keluarga, mendistribusikan makanan dan lain-lain. Pengetahuan dan kesukaan

ibu terhadap jenis-jenis pangan sangat berpengaruh pada konsumsi keluarga

(Suhardjo, 1996), sedangkan tingkat pengetahuan ibu rumah tangga tentang bahan

makanan akan mempengaruhi perilaku pemilihan makanan. Ketidaktahuan dapat

menyebabkan kesalahan pengalahan makanan (Wilis, 1995), karma dalam keluarga

biasanya ibu lebih berperan dalam mengatur menu makanan sehari-hari, oleh karena

itu ibu-ibu merupakan sasaran utama pendidikan gizi keluarga (Sajogyo, 1981).
Sajogyo, et al, (1981) menyatakan pada keluarga yang mampu pangan dalam

jumlah yang cukup dapat dengan mudah terbeli tetapi jika kurang pandai memilih

jenis pangan yang baik mutu dan keragalnan pangannya, maka keluarga tersebut

masih belum dapat mencukupi kenbutuhan zat gizi yang diperlukan oleh anggota

keluarganya. Khumaidi (1 994) .menyatakan bahwa masalah gizi dapat terjadi karena

pengetahuan ibu tentang memasak, memberi makan pada anak-anaknya, bagaimana

sayuran dapat sarnpai kc miilut anaknya, Iceragaman bahan dan jcnis musakan,

pengetahuan ibu tentang cara memperlakukan bahan pangan dalam pengolahannya.

Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga

Faktor pendapatan mempunyai peranan besar dalam persoalan gizi dan

kebiasaan pangan masyarakat (Wilis, 1995). Peningkatan pendapatan diharapkan

marnpu meningkatkan konsumsi pangan, selanjutnya dapat meningkatkan status gizi

(Suhardjo, 1992). Sedangkan menurut Suhardjo (1996), bahwa meningkatnya

pendapatan perorangan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunan

makanan, akan tetapi pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak

menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan.

Menurut Berg (1986) pendapatan yang meningkat akan menyebabkan

semakin besarnya total pengeluaran termasuk pengeluaran untuk pangan. Pengeluaran

untiik pangan yang semakin besar akan mengakibatkan lebih banyaknya pangan yang

dapat dibeli. Di negara-negara sedang berkembang 80 persen pelldapatail dari rumah

tangga dibelanjakan untuk pangan dan sebaliknya di negara maju 45 persen saja.

Dengan demikian pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan

kuantitas makanan. Lebih lanjut lagi Berg menyatakan bahwa keluarga dengan
tingkat pendapatan yang tinggi dapat membeli pangan yang lebih beragam dan

jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tingkat pendapatan yang rendah.

Harper, et al, (1986) . mengemukakan bahwa pengeluaran untuk pangan

mempunyai pengaruh yang cukup kuat terhadap konsumsi pangan keluarga. Hal ini

karena semakin besar jumlah pengeluaran untuk pangan akan semakin banyak jumlah

yang dibeli bahkan ada kemungkinan akan semakin beragam. Dengan demikian

ltonsulnsi pungan dan zat gizi yang dikonsulllsi aka11 diimbangi ole11 kcmampuan

untuk memilih jenis pangan yang mengandung zat gizi bermutu.

Pengeluaran sering dijadikan pendekatan dalam inenaksir pendapatan. Alasan

pengeluaran sebagai pendekatan dalam menaksir pendapatan menurut Sajogyo (1 995)

antara lain karena data pengeluaran meliputi penghasilan ditambah dengan hasil-hasil

seperti pemakaian tabungan masa lalu, pinjaman dan pemberian.

Ukuran Keluarga

Dalam setiap masyarakat, akan dijumpai keluarga batih (nuclear family).

Keluarga batih merupakan kelompok sosial kecil yang terdiri dari suami, istri beserta

anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga batih lazim disebut rumah tangga

(Soekanto, 1992). Sedangkan menurut Suhardjo (1996) keluarga inti terdiri dari

sepasang suami istri dengan anak-anaknya. Keluarga dalam arti luas adalah yang

tidak terbatas hanya pada keluarga inti, melainkan terdiri dari beberapa generasi

solain orang tuw dongan wnak-anaknya terdapwt pula kakek, nsnek, paman, bibi,

saudara sepupu, menantu dan cucu. Kebutuhan keluarga ditanggung oleh kepala

keluarga. Hasil penelitian Sri Prihartini, et al, (1996) bahwa jumlah anggota rumah

tangga sangat berpengaruh terhadap jumlah bahan makanan yang harus disediakan,
dan semakin sedikit ju,nlah anggota keluarga semakin sedikit pula jumlah bahan

makanan yang diperlukan.

Suhardjo (1996) mengemukakan bahwa penienuhan kebutuhan makanan pada

keluarga miskin akan lebih mudah jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit.

Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar, mungkin hanya cukup untuk

keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian jelas

tidak cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar.

Kebiasaan Makan Keluarga

Kebiasaan makan (eating habits) dapat dirumuskan sebagai 'seringnya

makanan tertentu dipilih dan dikonsumsi pada jangka waktu tertentu, serta seringkali

kurang memperhatikan segi-segi lain yang mungkin terkait, seperti harga dan

martabat'. Keunikan perilaku dan kebiasaan makan seseorang dapat dikaji dari

tindakan pemilihan dan konsumsi pangan sehari-hari (Susanto, 1997).

Menurut Khumaidi (1994) pengertian dari kebiasaan makan adalah suatu pola

perilaku konsumsi pangan yang diperoleh karena terjadi berulang-ulang. Lebih lanjut

dikemukakan bahwa definisi 'kebiasaan makan' sebagai cara individu dan kelompok

individu memilih, mengkonsumsi dan menggunakan makanan-makanan yang tersedia

yang didasarkan kepada faktor-faktor sosial budaya dimana ialmereka hidup.

Kebiasaan makan terbentuk dalam diri seseorang akibat proses (sosialisasi)

yang diperoleh dari lingkungan dan mempunyai aspek kognitif, afektif dan

psikomotor (Berg, 1986). Sedangkan kebiasaan makan individu terbentuk dari

pemberian makanan yang diperoleh sejak masa kanak-kanak (Fieldhouse, 1995).


Den Hartog dan Van Staveren (1983) mengemukakan bahwa kebiasaan

makan sebagai cara-cara individu/kelompok masyarakat dalam memilih,

mengonsumsi dan menggunakan makanan yang tersedia, yang didasarkan kepada

latar belakang sosial budaya tempat dialmereka hidup. Sanjur (1982) mengemukakan

bahwa terdapat dua dasar pemukiran mengenai kebiasaan makan yang terdapat pada

diri seseorang yaitu : 1) kebiasaan makan yang terbentuk pada diri seseorang sebagai

faktor budaya karena dipelajari (learned), dan 2) kebiasaan makan yang sengaja

dipelajari (unlearned).

Khumaidi (1994) mengemukakan bahwa kebiasaan makan yang baik yaitu

yang menunjang terpenuhinya kecukupan gizi, tetapi tidak kurang pula yang jelek

yaitu yang menghambat terpenuhir~yakecukupan gizi. Kebiasaan makan yang jelehk

antara lain adanya tabu (pantangan) yang justm berlawanan dengan konsep-konsep

gizi, lebih lanjut lagi dikatakan bahwa kebiasaan makan dapat dipelajari dan diukur

menurut prinsip-prinsip ilmu gizi melalui pendidikan, latihan dan penyuluhan sejak

manusia mulai mengenal makanan untuk kelangsungan hidupnya. Dan untuk program

perbaikan gizi agar kebiasaan makan yang baik dapat dilestarikan dan kebiasaan

makan yang jelek dapat diganti dengan ide-ide baru untuk menunjang tercapainya

kecukupan gizi. Sedangkan menurut Baliwati dan Asngari (1995) kebiasaan makan

adalah cara-cara seseorang atau kelompok orang memilih pangan dan memakannya.

Hal ini tampak pada susunan beragam bahan pangan yang dikonsumsi oleh seseorang

atau sekelonlpok orang.

Anda mungkin juga menyukai