Indikator Mutu RS Berdasarkan SNARS

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 44

TUGAS MATA KULIAH

MANAJEMEN MUTU
“INDIKATOR MUTU RS BERDASARKAN AKREDITASI SNARS”

Dosen : Wawan Hernawan.,M.Kep

Disusun oleh :

Kelompok 3

Sri Setia Yuliawati

Liana Ginting

Ora Mekei

Nesra Simbolon

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL AHMAD YANI CIMAHI
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya Kelompok 3 dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah
Manajemen Mutu dengan makalah ini yang berjudul “Indikator Mutu RS
Berdasarkan SNARS“ ini dengan tepat waktu.
Tugas ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas
mata kuliah Manajemen Mutu di Magister Keperawatan STIKES Jenderal
Achmad Yani Cimahi. Kelompok menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini
masih belum sempurna, hal ini dikarenakan keterbatas dan kemampuan yang kami
miliki, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna untuk kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata tugas mata kuliah Sains Keperawatan ini dapat bermanfaat
bagi kelompok 3 khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa membalas budi kebaikan dan menjadikan pahala bagi semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini hingga selesai.

Cimahi, Mei 2020

Kelompok 3
Daftar Isi

Kata Pengantar.................................................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Tujuan...................................................................................................................2
C. Manfaat.................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
A. Pengelompokan SNARS edisi 1...........................................................................3
B. Standar Akreditasi RS.........................................................................................4
C. Indikator Mutu RS sesuai SNARS edisi 1..........................................................5
BAB III FENOMENA KASUS DI LAPANGAN.........................................................11
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................................13
BAB V PENUTUP..........................................................................................................18
A. Kesimpulan.........................................................................................................18
B. Saran...................................................................................................................18
Daftar Pustaka...............................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia dilaksanakan untuk menilai
kepatuhan rumahsakit terhadap standa akreditasi. Akreditasi rumah sakit yang
sudah mulaidilaksanakan sejak tahun 1995 di Indonesia, selama ini
menggunakan standarakreditasi berdasarkan tahun berapa standar tersebut
mulai dipergunakan untukpenilaian, sehingga selama ini belum pernah ada
Standar Nasional Akreditasi RumahSakit di Indonesia, sedangkan status
akreditasi saat ini ada status akreditasi nasionaldan status akreditasi
internasional, maka di Indonesia perlu ada Standar NasionalAkreditasi
Rumah Sakit.
Berdasarkan hal tersebut maka standar akreditasi untuk rumah sakit yang
mulai diberlakukan pada Januari 2018 ini diberi nama Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 dan disingkat menjadi SNARS Edisi 1.
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1, merupakan standar
akreditasi baru yang bersifat nasional dan diberlakukan secara nasional di
Indonesia. Disebut dengan edisi 1, karena di Indonesia baru pertama kali
ditetapkan standar nasional untuk akreditasi rumah sakit.
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi 1 berisi 16 bab. Dalam
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 yang selanjutnya disebut
SNARS Edisi 1ini juga dijelaskan bagaimana proses penyusunan,
penambahan bab penting pada SNARS Edisi 1 ini, referensi dari setiap bab
dan juga glosarium istilah-istilah penting, termasuk juga kebijakan
pelaksanaan akreditasi rumah sakit.
Akreditasi rumah sakit di Indonesia dilaksanakan berdasarkan pasal 40
undang-undang no 44tahun 2009 tentang rumah sakit, yaitu dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan rumah Sakit wajibdilakukan akreditasi secara
berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali oleh lembaga independen
yangditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Akreditasi rumah sakit pada
dasarnya adalah penilaian kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-
undangan serta standar akreditasi rumah sakit
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) adalah lembaga independen
pelaksana akreditasi rumahsakit di Indonesia. Dalam rangka meningkatkan
mutu akreditasi di Indonesia, KARS terus berupayameningkatkan mutu
organisasi dan surveyor training programnya dengan mengikuti akreditasi
yangdiselenggarakan oleh ISQua. Saat ini KARS sudah terakreditasi ISQua
untuk organisasi dan surveyortraining programserta Standar akreditasi
Meningkatkan mutu dan keselamatan pasien merupakan tanggung jawab
rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
khususnya pasien yang berobat ke rumah sakit, karena itu Direktur harus
mempunyai komitmen untuk meningkatkan mutu rumah sakitnya, Direktur
rumah sakit Bersama-sama dengan para pimpinan rumah sakit harus dapat
mendorong dan memotivasi seluruh staf klinis dan non klinis serta
professional pemberi asuhan untuk terusmeningkatkan mutu dan keselamatan
pasien. Di sisilain,dalam meningkatkan mutu pelayanan dankeselamatan
pasien, harus ada organisasi yang mengelola peningkatan mutu dan
keselamatanpasien yang bisa berbentuk komite/tim atau bentuk organisasi
lainnya.

B. Tujuan
Rumah sakit dapat melaksanakan peningkatan mutu pelayanan sesuai
dengan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1.

C. Manfaat
1. Meningkatnya pemahaman Rumah Sakit pada bab PMKP SNARS Edisi 1
2. Meningkatnyapemahaman Rumah Sakit dalam imdikator mutu Rumah
Sakit
3. Meningkatnyapemahaman Rumah Sakit dalam memilih prioritas
peningkatan mutu pelayananklinis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelompokan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1


Standar dikelompokkan menurut fungsi-fungsi penting yang umum dalam
organisasi perumahsakitan. Pengelompokan berdasarkan fungsi, saat ini
paling banyak digunakan di seluruh dunia. Standar dikelompokkan menurut
fungsi-fungsi yang terkait dengan penyediaan pelayanan bagi pasien; juga
dengan upaya menciptakan organisasi rumah sakit yang aman, efektif, dan
terkelola dengan baik. Fungsi-fungsi tersebut tidak hanya berlaku untuk
rumah sakit secara keseluruhan tetapi juga untuk setiap unit, departemen, atau
layanan yang ada dalam organisasi rumah sakit tersebut. Lewat proses survei
dikumpulkan informasi sejauh mana seluruh organisasi mentaati pedoman
yang ditentukan oleh standar. Keputusan pemberian akreditasinya didasarkan
pada tingkat kepatuhan terhadap standar di seluruh organisasi rumah sakit
yang bersangkutan. Pengelompokan Standar Nasional Akreditasi Rumah
Sakit Edisi 1 (SNARS Edisi 1) sebagai berikut:
1. Sasaran Keselamatan Pasien
Sasaran 1: Mengidentifikasi pasien dengan benar
Sasaran 2 : Meningkatkan komunikasi yang efektif
Sasaran 3 : Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
(High Alert Medications)
Sasaran 4 : Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang
benar, pembedahan pada pasien yang benar.
Sasaran 5 : Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Sasaran 6 : Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
2. Standar Pelayanan Berfokus Pasien
a. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)
b. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
c. Asesmen Pasien (AP)
d. Pelayanan dan Asuhan Pasien (PAP)
e. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
f. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
g. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
3. Standar Manajemen Rumah Sakit
a. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
b. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
c. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
d. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
e. Kompetensi dan Kewenangan Staf (KKS)
f. Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
4. Program Nasional
a. Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi.
b. Menurukan Angka Kesakitan HIV/AIDS.
c. Menurukan Angka Kesakitan TB
d. Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)
e. Pelayanan Geriatri
5. Integrasi Pendidikan Kesehatan Dalam Pelayanan di Rumah Sakit

B. Standar Akreditasi Rumah Sakit


Standar akreditasi yang dipergunakan mulai 1 Januari 2018 adalah Standar
Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 yang terdiri dari 16 bab yaitu :
1. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)
2. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas (ARK)
3. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
4. Asesmen Pasien (AP)
5. Pelayanan Asuhan Pasien (PAP)
6. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
7. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)
8. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)
9. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
10. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
11. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
12. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
13. Kompetensi & Kewenangan Staf (KKS)
14. Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)
15. Program Nasional (menurunkan angka kematian ibu dan bayi
sertameningkatkan angka kesehatan ibu dan bayi, menurunkan angka
kesakitanHIV/AIDS, menurunkan angka kesakitan tuberkulosis,
pengendalian resistensiantimikroba dan pelayanan geriatri)
16. Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit (IPKP)
Ketentuan penggunaan Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi I
sebagai berikut:
1. Rumah Sakit Pendidikan : 16 bab
2. Rumah Saikit non Pendidikan : 15 bab

Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)


Bab ini membahas Sasaran Keselamatan Pasien yang wajib diterapkan di
semuarumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
Penyusunansasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety
Solutions dari WHOPatient Safety (2007) yang digunakan juga oleh
Pemerintah.
Maksud dan tujuan Sasaran Keselamatan Pasien adalah untuk mendorong
rumahsakit agar melakukan perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien.
Sasaran inimenyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan
rumah sakit danmenjelaskan bukti serta solusi dari konsensus para ahli atas
permasalahan ini. Sistemyang baik akan berdampak pada peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit dankeselamatan pasien.
Sasaran Keselamatan Pasien
Sasaran 1: Mengidentifikasi pasien dengan benar
Sasaran 2 : Meningkatkan komunikasi yang efektif
Sasaran 3 : Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
(High Alert Medications)
Sasaran 4 : Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar.
Sasaran 5 : Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Sasaran 6 : Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh

Akses Ke Rumah Sakit Dan Kontinuitas Pelayanan(ARK)


Rumah sakit seyogianya mempertimbangkan bahwa asuhan di rumah
sakitmerupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan
para profesional pemberi asuhan dan tingkat pelayanan yang akan
membangun suatu kontinuitas pelayanan.
Maksud dan tujuan adalah menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien
dengan pelayanan yang sudah tersedia di rumah sakit, mengoordinasikan
pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan
selanjutnya.Sebagai hasilnya adalah meningkatkan mutu asuhan pasien dan
efisiensipenggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Perlu
informasi penting untuk membuat keputusan yang benar tentang:
1. Kebutuhan pasien yang dapat dilayani oleh rumah sakit;
2. Pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien;
3. Rujukan ke pelayanan lain baik di dalam maupun keluar rumah sakit;
4. Pemulangan pasien yang tepat dan aman ke rumah.

Hak Pasien Dan Keluarga (HPK)


Pasien dan keluarganya adalah pribadi yang unik dengan sifat, sikap,
perilaku yang berbeda-beda, kebutuhan pribadi, agama, keyakinan, dan nilai-
nilai pribadi. Rumah sakit membangun kepercayaan dan komunikasi terbuka
dengan pasien untuk memahami dan melindungi nilai budaya, psikososial,
serta nilai spiritual setiap pasien.
Hasil pelayanan pada pasien akan meningkat bila pasien dan keluarga
yang tepat atau mereka yang berhak mengambil keputusan diikutsertakan
dalam pengambilan keputusan pelayanan dan proses yang sesuai dengan
harapan, nilai, serta budaya.
Untuk mengoptimalkan hak pasien dalam pemberian pelayanan yang
berfokus pada pasien dimulai dengan menetapkan hak tersebut, kemudian
melakukan edukasi pada pasien serta staf tentang hak dan kewajiban
tersebut. Para pasien diberi informasi tentang hak dan kewajiban mereka dan
bagaimana harus bersikap. Para staf dididik untuk mengerti dan
menghormati kepercayaan, nilai-nilai pasien, dan memberikan pelayanan
dengan penuh perhatian serta hormat guna menjaga martabat dan nilai diri
pasien.
Pada bab ini dikemukakan proses-proses untuk
1. Melakukan identifikasi, melindungi, dan mengoptimalkan hak pasien;
2. Memberitahu pasien tentang hak mereka
3. Melibatkan keluarga pasien bila kondisi memungkinkan dalam
pengambilankeputusan tentang pelayanan pasien;
4. Mendapatkan persetujuan tindakan (informed consent);
5. Mendidik staf tentang hak dan kewajiban pasien.
Bagaimana proses asuhan dilaksanakan di rumah sakit sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan, konvensi international, dan perjanjian
atau persetujuan tentang hak asasi manusia yang disahkan oleh pemerintah.
Proses ini berkaitan dengan bagaimana rumah sakit menyediakan
pelayanan kesehatan dengan cara yang wajar yang sesuai dengan kerangka
pelayanan kesehatan dan mekanisme pembiayaan pelayanan kesehatan yang
berlaku. Bab ini juga berisi hak dan kewajiban pasien dan keluarganya serta
berkaitan dengan penelitian klinis (clinical trial) dan donasi, juga
transplantasi organ serta jaringan tubuh.

Asesmen Pasien (AP)


Tujuan asesmen pasien yang efektif akan menghasilkan keputusan tentang
kebutuhan asuhan, pengobatan pasien yang harus segera dilakukan dan
pengobatan berkelanjutan untuk emergensi, elektif atau pelayanan terencana,
bahkan ketika kondisi pasien berubah. Proses asesmen pasien adalah proses
yang terus menerusdan dinamis yang digunakan pada sebagian besar unit
kerja rawat inap dan rawat jalan.
Asuhan pasien di rumah sakit diberikan dan dilaksanakan berdasarkan
konsep Pelayanan berfokus pada pasien (Patient/Person Centered Care). Pola
ini dipayungi oleh konsep WHO: Conceptual framework integrated
peoplecentred health services. (WHO global strategy on integrated people-
centred health services 2016-2026, July 2015).
Penerapan konsep pelayanan berfokus pada pasien adalah dalam bentuk
Asuhan Pasien Terintegrasi yang bersifat integrasi horizontal dan vertikal
dengan elemen:
1. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai ketua tim
asuhan/Clinical Leader
2. Profesional Pemberi Asuhan bekerja sebagai tim intra- dan inter-
disiplindengan kolaborasi interprofesional, dibantu antara lain dengan
Panduan
Praktik Klinis (PPK), Panduan Asuhan PPA lainnya, Alur Klinis/Clinical
Pathway terintegrasi, Algoritme, Protokol, Prosedur, Standing Order dan
CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi)
1. Manajer Pelayanan Pasien/ Case Manager
2. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga .
Asesmen pasien terdiri atas 3 proses utama dengan metode IAR:
1. Mengumpulkan informasi dari data keadaan fisik, psikologis, sosial,
kultur,spiritual dan riwayat kesehatan pasien (I - informasi
dikumpulkan).
2. Analisis informasi dan data, termasuk hasil laboratorium dan
radiologidiagnostik imajing untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan
kesehatanpasien. (A - analisis data dan informasi)100
3. Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien
yangtelah diidentifikasi. (R - rencana disusun) .
Asesmen harus memperhatikan kondisi pasien, umur, kebutuhan
kesehatan, danpermintaan atau preferensinya. Kegiatan asesmen pasien dapat
bervariasi sesuai dengan tempat pelayanan. Asesmen ulang harus dilakukan
selama asuhan, pengobatan dan pelayanan untuk mengidentifikasi kebutuhan
pasien. Asesmen ulang adalah penting untuk memahami respons pasien
terhadap pemberian asuhan, pengobatan dan pelayanan, serta juga penting
untuk menetapkan apakah keputusan asuhan memadai dan efektif. Proses-
proses ini paling efektif dilaksanakan bila berbagai profesional kesehatan
yang bertanggung jawab atas pasien bekerja sama.

Pelayanan Dan Asuhan Pasien (PAP)


Tanggung jawab rumah sakit dan staf yang terpenting adalah memberikan
asuhan dan pelayanan pasien yang efektif dan aman. Hal ini membutuhkan
komunikasi yg efektif, kolaborasi, dan standardisasi proses untuk memastikan
bahwa rencana, koordinasi, dan implementasi asuhan mendukung serta
merespons setiap kebutuhan unik pasien dan target.
Asuhan tersebut dapat berupa upaya pencegahan, paliatif, kuratif, atau
rehabilitatif termasuk anestesia, tindakan bedah, pengobatan, terapi suportif,
atau kombinasinya, yang berdasar atas asesmen dan asesmen ulang pasien.
Area asuhan risiko tinggi (termasuk resusitasi, transfusi, transplantasi
organ/jaringan) dan asuhan untuk risiko tinggi atau kebutuhan populasi
khusus yang membutuhkan perhatian tambahan.
Asuhan pasien dilakukan oleh profesional pemberi asuhan (PPA) dengan
banyak disiplin dan staf klinis lain. Semua staf yg terlibat dalam asuhan
pasien harus memiliki peran yang jelas, ditentukan oleh kompetensi dan
kewenangan, kredensial, sertifikasi, hukum dan regulasi, keterampilan
individu, pengetahuan, pengalaman, dan kebijakan rumah sakit ,atau uraian
tugas wewenang (UTW).
Beberapa asuhan dapat dilakukan oleh pasien/keluarganya atau pemberi
asuhan terlatih (care giver). Pelaksanaan asuhan dan pelayanan harus
dikoordinasikan dan diintegrasikan oleh semua profesional pemberi asuhan
(PPA) dapat dibantu oleh staf klinis lainnya.
Asuhan pasien terintegrasi dilaksanakan dengan beberapa elemen.
1. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai pimpinan
klinis/ketua timPPA (clinical leader).
2. PPA bekerja sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi
interprofesional,menggunakan alur klinis/clinical pathway, perencanaan
pemulanganpasienterintegrasi/integrated discharge planning.
3. Manajer Pelayanan Pasien/Case Manager menjaga kesinambungan
pelayanan.
4. Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarga dalam asuhan
bersamaPPA harus memastikan:
a. Asuhan direncanakan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang unik
berdasar136atas asesmen;
b. Rencana asuhan diberikan kepada tiap pasien;
c. Respons pasien terhadap asuhan dimonitor;
d. Rencana asuhan dimodifikasi bila perlu berdasar atas respons pasien.

Pelayanan Anestesi Dan Bedah (PAB)


Tindakan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah merupakan proses yang
kompleks dan sering dilaksanakan di rumah sakit. Hal tersebut memerlukan
1. Asesmen pasien yang lengkap dan menyeluruh;
2. Perencanaan asuhan yang terintegrasi;
3. Pemantauan yang terus menerus;
4. Transfer ke ruang perawatan berdasar atas kriteria tertentu;
5. Rehabilitasi;
6. Transfer ke ruangan perawatan dan pemulangan.
Anestesi dan sedasi umumnya merupakan suatu rangkaian proses yang
dimulai dari sedasi minimal hingga anastesi penuh. Oleh karena respons
pasien dapat berubahubah sepanjang berlangsungnya rangkaian tersebut maka
penggunaan anestesi dan sedasi diatur secara terpadu. Dalam bab ini dibahas
anestesi serta sedasi sedang dan dalam yang keadaan ketiganya berpotensi
membahayakan refleks protektif pasienterhadap fungsi pernapasan. Dalam
bab ini tidak dibahas penggunaan sedasi minimal
(anxiolysis) atau penggunaan sedasi untuk penggunaan ventilator.
Karena tindakan bedah juga merupakan tindakan yang berisiko tinggi
maka harus direncanakan dan dilaksanakan secara hati-hati. Rencana
prosedur operasi dan asuhan pascaoperasi dibuat berdasar atas asesmen dan
didokumentasikan.
Standar pelayanan anestesi dan bedah berlaku di area manapun dalam
rumah sakit yang menggunakan anestesi, sedasi sedang dan dalam, dan juga
pada tempat dilaksanakannya prosedur pembedahan dan tindakan invasif
lainnya yang membutuhkan persetujuan tertulis (informed consent). Area ini
meliputi ruang operasi rumah sakit, rawat sehari, klinik gigi, klinik rawat
jalan, endoskopi, radiologi, gawat darurat, perawatan intensif, dan tempat
lainnya.

Pelayanan Kefarmasian Dan Penggunaan OBAT (PKPO)


Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk
1. Menjamin mutu, manfaat, keamanan, serta khasiat sediaan farmasi dan
alatkesehatan;
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
3. Melindungi pasien, masyarakat, dan staf dari penggunaan obat yang
tidakrasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety);
4. Menjamin sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat yang
lebihaman (medication safety);
5. Menurunkan angka kesalahan penggunaan obat.
Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat merupakan komponen yang
penting dalam pengobatan simtomatik, preventif, kuratif, paliatif, dan
rehabilitatif terhadap penyakit dan berbagai kondisi, serta mencakup sistem
dan proses yang digunakanrumah sakit dalam memberikan farmakoterapi
kepada pasien. Pelayanan kefarmasian dilakukan secara multidisiplin dalam
koordinasi para staf di rumah sakit.
Rumah sakit menerapkan prinsip rancang proses yang efektif,
implementasi dan peningkatan mutu terhadap seleksi, pengadaan,
penyimpanan, peresepan atau permintaan obat atau instruksi pengobatan,
penyalinan (transcribe), pendistribusian, penyiapan (dispensing), pemberian,
pendokumentasian, dan pemantauan terapi obat.
Praktik penggunaan obat yang tidak aman (unsafe medication practices)
dan kesalahan penggunaan obat (medication errors) adalah penyebab utama
cedera dan bahaya yang dapat dihindari dalam sistem pelayanan kesehatan di
seluruh dunia. Oleh karena itu, rumah sakit diminta untuk mematuhi
peraturan perundang-undangan, membuat sistem pelayanan kefarmasian, dan
penggunaan obat yang lebih aman yang senantiasa berupaya menurunkan
kesalahan pemberian obat.

Manajemen Komunikasi Dan Edukasi (MKE)


Memberikan asuhan pasien merupakan upaya yang kompleks dan sangat
bergantung pada komunikasi dari informasi. Komunikasi tersebut adalah
kepada dan dengan komunitas, pasien dan keluarganya, serta antarstaf klinis,
terutama Profesional
Pemberi Asuhan (PPA). Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan salah
satu akar masalah yang paling sering menyebabkan insiden keselamatan
pasien. Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan/komunikator, pesan
ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan/komunikan,
dan tidak ada hambatan untuk hal itu.
Komunikasi efektif sebagai dasar untuk memberikan edukasi kepada
pasien dan keluarga agar mereka memahami kondisi kesehatannya sehingga
pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang diberikan dan mendapat
informasi dalam mengambil keputusan tentang asuhannya.
Edukasi kepada pasien dan keluarga diberikan oleh staf klinis terutama
PPA yang sudah terlatih (dokter, perawat, nutrisionis, apoteker, dll.).
Mengingat banyak profesi yang terlibat dalam edukasi pasien dan
keluarganya maka perlu koordinasi kegiatan dan fokus pada kebutuhan
edukasi pasien.
Edukasi yang efektif diawali dengan asesmen kebutuhan edukasi pasien
dan keluarganya. Asesmen ini menentukan bukan hanya kebutuhan akan
pembelajaran, tetapi juga proses edukasi dapat dilaksanakan dengan baik.
Edukasi paling efektif apabila sesuai dengan pilihan pembelajaran yang tepat
dan mempertimbangkan agama, nilai budaya, juga kemampuan membaca
serta bahasa.
Edukasi akan berdampak positif bila diberikan selama proses asuhan.
Edukasi termasuk pengetahuan yang diperlukan selama proses asuhan
maupun pengetahuan yang dibutuhkan setelah pasien dipulangkan
(discharged) ke pelayanan kesehatan lain atau ke rumah. Dengan demikian,
edukasi dapat mencakup informasi sumber-sumber di komunitas untuk
tambahan pelayanan dan tindak lanjut pelayanan apabila diperlukan, serta
bagaimana akses ke pelayanan emergensi bila dibutuhkan. Edukasi yang
efektif dalam suatu rumah sakit hendaknya menggunakan format visual dan
elektronik, serta berbagai edukasi jarak jauh dan teknik lainnya.

Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien (PMKP)


Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan pasien dan menjamin
keselamatan pasien maka rumah sakit perlu mempunyai program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien (PMKP) yang menjangkau ke seluruh unit kerja
di rumah sakit.
Untuk melaksanakan program tersebut tidaklah mudah karena
memerlukan koordinasi dan komunikasi yang baik antara kepala bidang/divisi
medis, keperawatan, penunjang medis, administrasi, dan lainnya termasuk
kepala unit/departemen/instalasi pelayanan.
Rumah sakit perlu menetapkan komite/tim atau bentuk organisasi lainnya
untuk mengelola program peningkatan mutu dan keselamatan pasien agar
mekanisme koordinasi pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dapat berjalan lebih baik.
Standar ini menjelaskan pendekatan yang komprehensif untuk peningkatan
mutu dan keselamatan pasien yang berdampak pada semua aspek pelayanan.
Pendekatan ini mencakup
1. Setiap unit terlibat dalam program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien;
2. Rumah sakit menetapkan tujuan, mengukur seberapa baik proses
kerjadilaksanakan, dan validasi datanya;
3. Menggunakan data secara efektif dan fokus pada tolok ukur program; dan
4. Bagaimana menerapkan dan mempertahankan perubahan yang telah
5. Menghasilkan perbaikan.
Agar peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat berjalan baik,
Direktur Rumah Sakit, para kepala bidang/divisi, serta kepala unit dan
departemen di rumah sakit:
1. Wajib mendorong pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatanpasien (PMKP);
2. Berupaya mendorong pelaksanaan budaya mutu dan keselamatan (quality
andsafety culture);
3. Secara proaktif melakukan identifikasi dan menurunkan variasi;
4. Menggunakan data agar fokus kepada prioritas isu;
5. Berupaya menunjukkan perbaikan yang berkelanjutan.
Mutu dan keselamatan sejatinya berakar dari pekerjaan sehari-hari dari
seluruh staf di unit pelayanan seperti staf klinis melakukan asesmen
kebutuhan pasien dan Mmemberikan pelayanan.
Standar PMKP ini membantu mereka untuk memahami bagaimana
melakukan peningkatan nyata dalam memberikan asuhan pasien dan
menurunkan risiko.
Demikian pula staf nonklinis dapat memasukkan standar dalam pekerjaan
sehari-hari mereka untuk memahami bagaimana suatu proses dapat lebih
efisien, sumberdaya dapat digunakan dengan lebih bijaksana, dan risiko fisik
dapat dikurangi.
Standar PMKP ini mempunyai kegiatan dengan spektrum yang sangat luas
pada rumah sakit termasuk kerangka untuk meningkatkan kegiatan dan
menurunkan risiko yang terkait dengan munculnya variasi
(ketidakseragaman) dalam proses pelayanan.
Dengan demikian, kerangka yang ada dalam standar ini sangat sesuai
dengan berbagai variasi dalam struktur program dan pendekatan yang kurang
formal terhadap peningkatan mutu serta keselamatan pasien.
Kerangka standar ini juga dapat terintegrasi dengan program pengukuran
yang sudah dilaksanakan seperti hal-hal yang terkait dengan kejadian yang
tidak diantisipasi (manajemen risiko) dan pemanfaatan sumberdaya
(manajemen utilisasi).
Seiring berjalannya waktu maka rumah sakit yang mengikuti kerangka ini
akan
1. Mengembangkan dukungan Direktur dan Kepala Bidang/Divisi serta
KepalaUnit/Instalasi pelayanan terhadap program keseluruhan rumah
sakit;
2. Melatih dan melibatkan lebih banyak staf;
3. Menetapkan prioritas yang lebih jelas tentang apa yang yang akan
diukurdan dievaluasi;
4. Membuat keputusan berdasar atas pengukuran data; dan
5. Melakukan perbaikan berdasar atas perbandingan dengan rumah sakit
lainnya,baik nasional dan internasional.
Fokus area standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah
1. Pengelolaan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien;
2. Pemilihan, pengumpulan, analisis, dan validasi data indikator mutu;
3. Pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien;
4. Pencapaian dan mempertahankan perbaikan;
5. Manajemen risiko.

Elemen Penilaian PMKP 5


a. Direktur rumah sakit berkoordinasi dengan para kepala bidang/divisi
dalam memilih dan menetapkan prioritas pengukuran mutu pelayanan
klinis yang akan dievaluasi. (R)
b. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu
menggunakan indikator area klinis. (D,W)
c. Berdasar atas prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu
menggunakan indikator area manajemen. (D,W)
d. Berdasar atasn prioritas tersebut ditetapkan pengukuran mutu
menggunakan indikator sasaran keselamatan pasien. (D,W)
e. Setiap indikator yang ditetapkan dilengkapi dengan profil indikator
yang meliputi butir 1 sampai dengan 13 pada maksud dan tujuan.
(lihat juga TKRS 5). (D)
f. Direktur rumah sakit dan komite/tim PMKP melakukan supervisi
terhadap proses pengumpulan data. (D,W)

Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi (PPI)


Tujuan pengorganisasian program PPI adalah mengidentifikasi dan
menurunkan risiko infeksi yang didapat serta ditularkan di antara pasien, staf,
tenaga profesional kesehatan, tenaga kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa,
dan pengunjung.
Risiko infeksi dan kegiatan program dapat berbeda dari satu rumah sakit
ke rumah sakit lainnya bergantung pada kegiatan klinis dan pelayanan rumah
sakit, populasi pasien yang dilayani, lokasi geografi, jumlah pasien, serta
jumlah pegawai.
Program PPI akan efektif apabila mempunyai pimpinan yang ditetapkan,
pelatihan dan pendidikan staf yang baik, metode untuk mengidentifikasi serta
proaktif pada tempat berisiko infeksi, kebijakan dan prosedur yang memadai,
juga melakukan koordinasi ke seluruh rumah sakit.
Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada pasien, rumah sakit
dituntut memiliki kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan efektif ini
ditentukan oleh sinergi yang positif antara pemilik rumah sakit, direktur
rumah sakit, para pimpinan di rumah sakit, dan kepala unit kerja unit
pelayanan. Direktur rumah sakit secara kolaboratif mengoperasionalkan
rumah sakit bersama dengan para pimpinan, kepala unit kerja, dan unit
pelayanan untuk mencapai visi misi yang ditetapkan serta memiliki tanggung
jawab dalam pengeloaan manajemen peningkatan mutu dan keselamatan
pasien, manajemen kontrak, serta manajemen sumber daya.
Standar pada bab ini dikelompokan dengan menggunakan hieraki
kepemimpinansebagai berikut:
1. Pemilik
Sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan, kepemilikan rumah
sakitdiatur sebagai berikut:
a. Rumah sakit dapat didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
atauswasta. Rumah sakit yang didirikan oleh swasta harus berbentuk
badanhukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang
perumahsakitan;
b. Berdasar atas pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi
rumahSakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dapat
dikelola olehPemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang
bersifat nirlaba;
c. Rumah sakit privat dapat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan
profityang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero;
d. Pemilik rumah sakit dapat membentuk Dewan Pengawas Rumah
Sakit,yaitu merupakan suatu unit nonstruktural yang bersifat
independen danbertanggung jawab kepada pemilik rumah sakit;
e. Pemilik rumah sakit tidak dapat menjabat sebagai Direktur Rumah
Sakit.
Pemilik yang dimaksud dalam standar ini adalah pemilik rumah sakit
dan badan representasi yang mewakili pemilik dan sesuai dengan bentuk
badan hukumkepemilikan rumah sakit tersebut.
Representasi dari pemilik dapat sebagai berikut:
a. Rumah sakit yang dimiliki oleh yayasan maka representasi pemilik
adalahpengurus yayasan;
b. Brumah sakit yang dimiliki oleh perkumpulan maka representasi
pemilikadalah pengurus perkumpulan;
c. Rumah sakit berbadan hukum perseroan terbatas (pt) maka
representasipemilik adalah direksi pt;
d. Rumah sakit pemerintah yang sudah menjadi badan layanan umum
dapatmenunjuk dewan pengawas sebagai representasi pemilik;
e. Rumah sakit pemerintah yang belum menjadi badan layanan umum
makaketentuan siapa yang dapat menjadi representasi pemilik
diserahkankepada pemilik rumah sakit untuk menetapkannya.
Organisasi, kewenangan, serta akuntabilitas dan representasi pemilik
diatur di dalam standar ini.
2. Direksi Rumah Sakit
Untuk melaksanakan kegiatan operasional rumah sakit sehari-hari
maka pemilik rumah sakit menetapkan Direktur Rumah Sakit. Nama
jabatan direktur rumah sakit adalah Kepala Rumah Sakit atau Direktur
Utama Rumah Sakit, atau Direktur Rumah Sakit. Bila direktur rumah
sakit diberi nama jabatan Direktur Utama Rumah Sakit, dapat dibantu
dengan direktur dan bila nama jabatan direktur rumah sakit disebut
Direktur maka dapat dibantu dengan Wakil Direktur, sedangkan
kelompok tersebut disebut Direksi.
Rumah sakit agar menetapkan tanggung jawab dan tugas direktur
utama dan para direktur/wakil direktur secara tertulis. Dalam standar ini
jabatan kepala rumah sakit untuk selanjutnya disebut Direktur Rumah
Sakit Direktur Rumah Sakit merupakan pimpinan tertinggi di rumah
sakit.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang Rumah
Sakit, persyaratansebagai Direktur Rumah Sakit adalah harus seorang
tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang
perumahsakitan dan tidak boleh dirangkap oleh pemilik rumah sakit serta
berkewarganegaraan Indonesia.
Persyaratan Direktur Rumah Sakit harus sesuai dengan Peraturan
Perundangundangan, sedangkan wakil direktur atau direktur (bila
pimpinan tertinggi disebut Direktur Utama), sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dapat dipimpin oleh unsur medis, keperawatan,
penunjang medis, dan adminitrasi keuangan.
Pemilik mempunyai kewenangan untuk menetapkan organisasi
rumah sakit, namajabatan, dan pengangkatan pejabat direksi rumahsakit.
Hal ini diatur di dalam peraturan internal atau corporate bylaws atau
dokumen serupa sesuai dengan peraturan perundang-undangan
3. Kepala Bidang/Divisi Di Rumah Sakit
Organisasi rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-
undangan paling sedikit terdiri atas direktur rumah sakit, unsur pelayanan
medis, keperawatan, penunjang medis, administrasi umum dan keuangan,
komite medis, serta satuan pengawas internal.
Unsur organisasi rumah sakit selain Kepala Rumah Sakit atau
Direktur Rumah Sakit dapat berupa direktorat, departemen, divisi,
instalasi, unit kerja, serta komite dan/atau satuan sesuai dengan
kebutuhan dan beban kerja rumah sakit. Unsur organisasi rumah sakit
tersebut dapat digabungkan sesuai dengan kebutuhan, beban kerja,
dan/atau klasifikasi rumah sakit
Beberapa standar di Bab TKRS ini memberikan para pimpinan di
rumah sakit sejumlah tanggung jawab secara keseluruhan untuk
membimbing rumah sakit mencapai misinya. Para pimpinan tersebut
dimaksud adalah kepala bidang/divisi di rumah sakit, dan dalam standar
ini digunakan nama jabatan sebagai kepala bidang/divisi. Dengan
demikian, dalam standar ini pimpinan unsur pelayanan medis diberi
nama kepala bidang/divisi medis yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan medis rumah sakit. Pimpinan unsur keperawatan disebut
kepala bidang/divisi keperawatan yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan keperawatan. Pimpinan unsur umum dan keuangan dapat
disebut kepala bidang/divisi umum dan keuangan. Pimpinan lainnya,
yaitu semua orang lain yang ditentukan rumah sakit, seperti ketua komite
medik, ketua komite keperawatan, serta komite peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
Rumah sakit juga perlu menjelaskan tanggung jawab staf klinis
dan pengaturan staf klinis ini dapat secara formal sesuai dengan regulasi
yang berlaku di Indonesia. Direktur rumah sakit agar menetapkan
lingkup pelayanan dan atau unit kerja yang masuk dalam pimpinan
pelayanan medis, keperawatan, penunjang medis, serta administrasi dan
keuangan.
4. Kepala unit kerja dan unit layanan
Agar pelayanan klinis dan manajemen rumah sakit sehari-hari
menjadi efektif danefisien maka rumah sakit umumnya dibagi menjadi
subkelompok yang kohesifseperti departemen/instalasi/unit, atau jenis
layanan tertentu yang berada di bawaharahan pimpinan pelayanan yang
dapat disebut Kepala unit/instalasi/ departemen,
Standar ini menjelaskan ekspektasi kepala departemen atau
pelayanan tertentu.Biasanya subgrup terdiri atas departemen klinis seperti
medis, bedah, obstetrik, anak, dan lain sebagainya; satu atau lebih subgrup
keperawatan; pelayanan atau departemen diagnostik seperti radiologi dan
laboratorium klinis; pelayanan farmasi, baik yang tersentralisasi maupun
yang terdistribusi di seluruh rumah sakit; serta pelayanan penunjang yang
di antaranya meliputi bagian transportasi, umum, keuangan, pembelian,
manajemen fasilitas, dan sumber daya manusia. Umumnya rumah sakit
besar juga mempunyai manajer/kepala ruang di dalam subgrup ini.
Sebagai contoh, perawat dapat memiliki satu manajer/kepala ruang
di kamaroperasi dan satu manajer/kepala ruang di unit rawat jalan;
departemen medis dapat mempunyai manajer-manajer untuk setiap unit
klinis pasien; dan bagian bisnis rumah sakit dapat mempunyai beberapa
manajer untuk fungsi bisnis yang berbeda, di antaranya seperti untuk
kontrol tempat tidur, penagihan, dan pembelian. Akhirnya, terdapat
persyaratan di bab TKRS yang bersentuhan dengan semua level di atas.
Persyaratan ini dapat ditemukan pada bab TKRS ini danmencakup budaya
keselamatan, etika, serta pendidikan dan penelitian profesional
kesehatan, apabila ada.
Dalam standar ini, kepala departemen / instalasi / unit / layanan
tersebut yangselanjutnya disebut sebagai berikut:
a. unit-unit yang di berada bawah bidang/divisi medis, keperawatan,
danpenunjang medis disebut unit pelayanan;
b. unit-unit yang berada di bawah bidang/divisi umum dan keuangan
disebut unit kerja, seperti ketatausahaan, kerumahtanggan, pelayanan
hukum dan kemitraan, pemasaran, kehumasan, pencatatan, pelaporan
dan evaluasi, penelitian dan pengembangan, sumber daya manusia,
pendidikan sertapelatihan, dan lain sebagainya.
Di bawah ini adalah fokus area standar tata kelola rumah sakit.
a. Pemilik.
b. Direksi.
c. Kepala bidang/divisi.
d. Manajemen sumber daya manusia.
e. Manajemen peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
f. Manajemen kontrak.
g. Manajemen sumber daya
h. Organisasi dan tanggung jawab staf.
i. Unit pelayanan.
j. Manajemen etis.
k. Budaya keselamatan.
Manajemen Fasilitas Dan Keselamatan (MFK)
Rumah sakit dalam kegiatannya harus menyediakan fasilitas yang aman,
berfungsi, dan suportif bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung. Untuk
mencapai tujuan tersebut fasilitas fisik, peralatan medis, dan peralatan lainnya
harus dikelola secara efektif. Secara khusus, manajemen harus berupaya keras
1. Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko;
2. Mencegah kecelakaan dan cidera; dan
3. Memelihara kondisi aman.
Manajemen yang efektif melibatkan multidisiplin dalam perencanaan,
pendidikan, dan pemantauan.
1. Pimpinan merencanakan ruangan, peralatan, dan sumber daya
yangdibutuhkan yang aman dan efektif untuk menunjang pelayanan
klinis yangdiberikan.
2. Seluruh staf dididik tentang fasilitas, cara mengurangi risiko, serta
bagaimanamemonitor dan melaporkan situasi yang dapat menimbulkan
risiko.
3. Kriteria kinerja digunakan untuk mengevaluasi sistem yang penting
danmengidentifikasi perbaikan yang diperlukan.
Rumah sakit agar menyusun program manajemen risiko fasilitas dan
lingkunganyang mencakup enam bidang.
1. Keselamatan dan Keamanan
a. Keselamatan adalah keadaan tertentu karena gedung, lantai,
halaman, danperalatan rumah sakit tidak menimbulkan bahaya atau
risiko bagi pasien,staf, dan pengunjung.
b. Keamanan adalah perlindungan terhadap kehilangan, pengrusakan
dankerusakan, atau penggunaan akses oleh mereka yang tidak
berwenang.
2. Bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbahnya meliputi
penanganan,penyimpanan, dan penggunaan bahan radioaktif serta bahan
berbahayalainnya harus dikendalikan dan limbah bahan berbahaya
dibuang secara aman.
3. Manajemen Penanggulangan Bencana meliputi risiko kemungkinan
terjadibencana diidentifikasi, juga respons bila tejadi wabah, serta
bencana dankeadaan emergensi direncanakan dengan efektif termasuk
evaluasi lingkunganpasien secara terintegrasi.
4. Sistem Proteksi Kebakaran meliputi properti dan penghuninya dilindungi
darikebakaran dan asap.
5. Peralatan Medis meliputi peralatan dipilih, dipelihara, dan
digunakansedemikian rupa untuk mengurangi risiko.
6. Sistem Penunjang meliputi listrik, air, dan sistem pendukung lainnya
dipelihara untuk meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian.
Bila di rumah sakit ada tenant/penyewa lahan (seperti sebuah restauran,
kantin, café,dan toko souvenir) maka rumah sakit memiliki kewajiban untuk
memastikan bahwatenant/penyewa lahan tersebut mematuhi program
manajemen dankeselamatan fasilitas sebagai berikut:
1. Program keselamatan dan keamanan;
2. Program penanganan b3 dan limbahnya;
3. Program manajemen penanggulangan bencana;
4. Program proteksi kebakaran.
Peraturan perundang-undangan dan pemeriksaan/inspeksi oleh yang
berwenang di daerah banyak menentukan bagaimana fasilitas dirancang,
digunakan, dan dipelihara.
Seluruh rumah sakit tanpa memperdulikan ukuran dan sumber daya yang
dimiliki harus mematuhi ketentuan yang berlaku sebagai bagian dari
tanggung jawab mereka terhadap pasien, keluarga, staf, dan para pengunjung.
Rumah sakit harus mematuhi peraturan perundang-undangan termasuk
mengenai bangunan dan proteksi kebakaran. Rumah sakit memahami fasilitas
fisik yang dimiliki dan secara proaktif mengumpulkan data serta membuat
strategi untuk mengurangi risiko dan meningkatkan keamanan lingkungan
pasien.
Kompetensi Dan Kewenangan Staf (KKS)
Standar dalam kompetensi dan kewenangan staf adalah
1. Perencanaan
2. Orientasi
3. Pendidikan dan pelatihan
4. Melakukan penugasan staf medis
5. Pemberian kewenangan klinis staf medis
6. Monitoring dan evaluasi berkelanjutan anggota stafmedis
7. Penempatan ulang staf medis dan pembaharuankewenangan klinis
8. Staf keperawatan
9. Staf Klinis Pemberi Asuhan Lainnya Dan Staf Klinis Lainnya

Manajemen Informasi Dan Rekam Medik (MIRM)


Informasi diperlukan untuk memberikan, mengordinasikan, dan juga
mengintegrasikan pelayanan rumah sakit. Hal ini meliputi ilmu pengasuhan
pasien secara individual, asuhan yang diberikan. dan kinerja staf klinis.
Informasi merupakan sumber daya yang harus dikelola secara efektif oleh
pimpinan rumah sakit seperti halnya sumber daya manusia, material, dan
finansial. Setiap rumah sakit berupaya mendapatkan, mengelola, dan
menggunakan informasi untuk meningkatkan/memperbaiki hasil asuhan
pasien, kinerja individual, serta kinerja rumah sakit secara keseluruhan.
Seiring dengan perjalanan waktu, rumah sakit harus lebih efektif dalam:
1. Mengidentifikasi kebutuhan informasi;
2. Merancang suatu sistem manajemen informasi;
3. Mendefinisikan serta mendapatkan data dan informasi;
4. Menganalisis data dan mengolahnya menjadi informasi;
5. Mengirim serta melaporkan data dan informasi; juga
6. Mengintegrasikan dan menggunakan informasi.
Walaupun komputerisasi dan teknologi lainnya meningkatkan efisiensi,
prinsip manajemen informasi yang baik tetap berlaku untuk semua metode,
baik berbasis kertas maupun elektronik. Standar-standar ini dirancang
menjadi kompatibel dengan sistem non-komputerisasi dan teknologi masa
depan. Informasi rumah sakit terkait asuhan pasien sangat penting untuk
komunikasi antarstaf klinis yang didokumentasikan dalam rekam medis.
Rekam medis adalah bukti tertulis (kertas/eletronik) yang merekam
berbagai informasi kesehatan pasien seperti temuan hasil asesmen, rencana
asuhan, rincian pelaksanaan asuhan dan pengobatan, catatan perkembangan
pasien terintegrasi, serta ringkasan kepulangan pasien yang dibuat oleh
profesional pemberi asuhan (PPA).
Penyelenggaraan rekam medis merupakan proses kegiatan yang dimulai
saat pasien diterima di rumah sakit sampai dengan pencatatan data medis,
keperawatan, manajerpelayanan pasien (MPP), serta PPA lainnya selama
pasien mendapat asuhan.Kegiatan dilanjutkan dengan penanganan rekam
medis yang meliputi penyimpanan dan penggunaan untuk kepentingan pasien
atau keperluan lainnya.
Rekam medis memiliki aspek-aspek yang sangat penting.
1. Aspek Administrasi: karena isi rekam medis menyangkut tindakan
berdasar atas wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga kesehatan
profesionalpemberi asuhan (PPA) dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan.
2. Aspek Medis: karena catatan/rekaman tersebut dipergunakan sebagai
dasarmerencanakan pengobatan/asuhan yg harus diberikan kepada
seorangpasien.
3. Aspek Hukum: karena menyangkut masalah jaminan kepastian hukum
atasdasar keadilan dalam rangka upaya menegakkan hukum serta
penyediaanbahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.
4. Aspek Keuangan: karena mengandung data/informasi yang
dapatdipergunakan sebagai dasar pembiayaan.
5. Aspek Penelitian: karena menyangkut data/informasi yang dapat
dipergunakansebagai dasar penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan di bidangkesehatan.
6. Aspek Pendidikan: karena menyangkut data/informasi
perkembangankronologis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan
kepada pasien.Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan
referensi pengajaran dibidang kesehatan.
7. Aspek Dokumentasi: karena menyangkut sumber ingatan yang
harusdidokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban
sertalaporan rumah sakit.
Rekam medis memiliki kegunaan sebagai:
1. Alat komunikasi antara profesional pemberi asuhan (PPA) yang
memberikanasuhan pasien (communication);
2. Dasar dalam perhitungan biaya pelayanan kepada pasien (financial
billing);
3. Penyedia data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian
danpendidikan (research & education);
4. Dasar untuk merencanakan asuhan yang harus diberikan kepada pasien
(assessment);
5. Bahan yang berguna untuk analisis, penelitian, dan evaluasi kualitas
pelayanan yang diberikan kepada pasien (audit klinis);
6. Sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta sebagai
bahanpertanggungjawaban dan pelaporan;
7. Bukti tertulis/terekam atas segala tindakan pelayanan, perkembangan
penyakit,dan pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di rumah
sakit;
8. Pelindung kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit, maupun
profesionalpemberi asuhan (legal documentation).
Tujuan pengelolaan rekam medis dan informasi kesehatan adalah
menunjang tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan
kesehatan di rumah sakit yang didukung oleh suatu sistem pengelolaan rekam
medis yang cepat, tepat, bernilai, dapat dipertanggungjawabkan, serta
berfokus pada pasien dan keselamatan pasien secara terintegrasi.
Standar MIRM meliputi organisasi dan manajemen, akses serta
penyimpanan RM, dan RM pasien.

Program Nasional
Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, Pemerintah
menetapkan beberapa program nasional yang menjadi prioritas. Program
prioritas tersebut meliputi:
1. Menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta meningkatkan angka
Kesehatan ibu dan bayi
2. Menurunkan angka kesakitan hiv/aids
3. Menurunkan angka kesakitan tuberkulosis
4. Pengendalian resistensi antimikroba
5. Pelayanan geriatri
Implementasi program ini di rumah sakit dapat berjalan baik apabila
mendapat dukungan penuh dari pimpinan/direktur rumah sakit berupa
penetapan regulasi, pembentukan organisasi pengelola, penyediaan fasilitas,
sarana dan dukungan finansial untuk mendukung pelaksanaan program.

Integrasi Pendidikan Kesehatan Dalam Pelayanan Rumah Sakit(IPKP)


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit Pasal 22 dan 23 menetapkan pengaturan tentang rumah sakit
pendidikan yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 93
Tahun 2015. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013
Pasal 1 butir 15 menjelaskan bahwa Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah
sakit yang mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan
pelayanan kesehatan secara terpadu dalam bidang pendidikan kedokteran,
pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan kesehatan lainnya secara
multiprofesi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 Pasal 1 butir
16, 17, dan 18 menjelaskan pengertian rumah sakit pendidikan utama, rumah
sakit pendidikan afiliasi, dan rumah sakit pendidikan satelit. Pasal 3: rumah
sakit pendidikan memiliki fungsi pelayanan, pendidikan, an penelitian bidang
kedokteran, kedokteran gigi, dan kesehatan lain.
UU Nomor 44 Pasal 4 (1): dalam menjalankan fungsi pelayanan bidang
kedokteran, kedokteran gigi, dan kesehatan lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3, rumah sakit pendidikan bertugas menyelenggarakan pelayanan
kesehatan terintegrasi, dengan mengutamakan tata kelola klinis yang baik,
perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, kedokteran gigi, serta
kesehatan lain berbasis bukti dengan memperhatikan aspek etika profesi dan
hukum kesehatan. Pasal 9: jenis rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit
pendidikan utama, rumah sakit pendidikan afiliasi, dan rumah sakit
pendidikan satelit. Rumah sakit pendidikan harus mempunyai mutu dan
keselamatan pasien yang lebihtinggi daripada rumah sakit nonpendidikan.
Agar mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit pendidikan tetap terjaga
maka perlu ditetapkan standar akreditasi untuk rumah sakit pendidikan. Pada
rumah sakit yang ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan, akreditasi perlu
dilengkapi dengan standar dan elemen penilaian untuk menjaga mutu
pelayanan dan menjamin keselamatan pasien.

C. Indikator Mutu Rumah Sakit Sesuai SNARS Edisi 1


Indikator Mutu Rumah Sakit terdiri dari : Indikator Mutu Wajib, Indikator
Mutu Area Klinis, Indikator Mutu Area Manajemen, Indikator Mutu Sasaran
Keselamatan Pasien dan Indikator Mutu Prioritas.
Indikator Mutu Wajib Nasional Rumah Sakit (Kemenkes 2017)
1. Kepatuhan Identifikasi
2. Pasien Emergency Response Time (Waktu Tanggap Pelayanan Gawat
Darurat ≤ 15 Menit)
3. Waktu Tunggu Rawat Jalan
4. Penundaan Operasi Elektif
5. Kepatuhan Jam Visite
6. Dokter Spesialis Waktu
7. Lapor Hasil Tes Kritik Laboratorium
8. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional
9. Kepatuhan Kebersian Tangan (Hand Hygiene)
10. Kepatuahn Terhadap Clinical Pathway
11. Upaya Pencegahan Risiko Pasien Jatuh
12. Kepuasan Pasien Dan Keluarga Kecepatan Waktu Tanggap Komplain

Indikator Mutu Area Klins


1. Asesment pasien
2. Pelayanan laboratorium
3. Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging
4. Prosedur bedah
5. Penggunaan antibiotika dan obat lainnya
6. Kesalahan medikasi (medication error) dan Kejadian Nyaris Cedera
(KNC)
7. Penggunaan anestesi dan sedasi
8. Penggunaan darah dan produk darah
9. Ketersediaan, isi dan penggunaan rekam medis pasien
10. Pencegahan dan pengendalian infeksi, surveilansdan pelaporan
11. Riset klinis

Indikator Mutu Area Manajemen


1. Ketidaksesuaian Surat Pesanan (SP) dengan fisik barang/bahan
2. Linen hilang
3. Keterlambatan waktu menangani kerusakan alat
4. Keterlambatan respon time genset
5. Tidak terisinya angket kepuasan pasien rawat inap, target ≤ 5 %
6. Keterlambatan waktu penanganan kerusakan hardware/jaringan
7. Ketidaklengkapan dokumen pendukung penagihan
8. Keterlambatan pelayanan ambulans di Rumah Sakit
Indikator Mutu Sasaran Keselamatan Pasien
1. Ketepatan identifkasi
2. Pengurangan risiko jatuh
3. Peningkatan komunikasi efektif
4. Peningkatan keamanan obat yang perlu di waspadai (high allert)
5. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
6. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

Indikator Mutu yang berkaitan dengan keperawatan


1. Angka kejadian dekubitus
2. Angka kejadian kesalahan pemberian obat oleh perawat
3. Angka kejadian pasien jatuh
4. Angka kejadian cedera akibat restrain
5. Angka kejadian phlebitis
6. Angka keterbatasan perawatan diri
7. Tingakt kepuasan pasien dan keluarga terhadap pelayanan keperawatan
8. Angka tata laksana pasie nyeri
9. Angka kenyamanan pasien
10. Angka kejadian cemas
11. Pengetahuan tentang perawatan penyakitnya
12. Perencanaan pasien pulang

Indikator Mutu Prioritas


Indikator mutu prioritas ditentukan oleh Rumah Sakit itu sendiri dengan
melihat Indikator wajib, Indikator Area Klinik, Indikator Area Manajemen
dan Indikator Sasaran Keselamatan Pasein yang telah memenuhi persyaratan
problem prone, high cost, high risk dan high volume. Indikator mutu
prioritas biasanya dibuat untuk satu tahun.
D. Penetapan Pencatatan dan Pelaporan Indikator Mutu Pelayanan di
Rumah Sakit
Berbagai rumah sakit menggunakan berbagai alat untuk mencapai sasaran
ini maupun sasaran lainnya. Sebagai contoh, para praktisi pelayanan
kesehatan mengembangkan proses asuhan klinis dan membuat keputusan
asuhan klinis berdasarkan bukti ilmiah terbaik yang ada. Pedoman praktek
klinis merupakan alat yang berguna dalam upaya memahami dan menerapkan
ilmu pengetahuan terbaik pada waktu menegakkan diagnosis atau kondisi.
Rancangan proses klinis dan manajerial harus mengingat bahwa sasaran dari
rumah sakit meliputi :
1. Standardisasi dari proses asuhan klinis;
2. Mengurangi risiko di dalam proses asuhan klinis, terutama hal-hal yang
terkait dengan langkah pengambilan keputusan yang kritis;
3. Memberikan asuhan klinis tepat waktu, cara yang efektif dengan
menggunakan sumber daya secara efisien;
4. Secara konsisten menghasilkan mutu pelayanan yang tinggi melalui cara-
cara berbasis bukti (evidence-based).
Rancangan proses yang baik meliputi :
1. Konsisten dengan misi dan rencana rumah sakit;
2. Memenuhi kebutuhan pasien, keluarga, staf dan lainnya;
3. Menggunakan ped. praktek terkini, standar yan klinis, kepustakaan
ilmiah & berbagai informasi berbasis bukti yg relevan dlm hal rancangan
praktek klinis;
4. Sesuai dengan praktek business yang sehat;
5. Mempertimbangkan informasi dari manajemen risiko yang relevan;
6. Dibangun pengetahuan dan keterampilan yang ada di rumah sakit;
7. Dibangun praktek klinis yang baik/lebih baik/sangat baik dari RS lain;
8. Menggunakan informasi dari kegiatan peningkatan terkait;
9. Mengintegrasikan dan menggabungkan berbagai proses dengan sistem.
Tahapan dari penetapan indikator mutu dimulai dari :
1. Kaji permasalahan yang ada dalam unit kerja dengan mengacu pada
upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Masalah dapat
diangkat berdasarkan :
a. Program kerja yang tidak tercapai
b. Quality objective sebelumnya yang tidak tercapai
c. Laporan / complain internal dan eksternal, dll
2. Kaji permasalahan dilihat dari input, proses atau output dari kegiatan
unit kerja
3. Kaji permasalahan sesuai dengan dimensi mutu :
a. Keberhasilan
b. Kelayakan
c. Ketersediaan
d. Ketepatan waktu
e. Efektifitas
f. Berkelanjutan
g. Keamanan
h. Menghormati dan peduli
i. Tepat guna
4. Tetapkan indikator dengan mengacu pada prioritas masalah
berdasarkan :
a. High risk / risiko tinggi
b. High volume / seringnya terjadi / tingginya angka kejadian
c. High cost / peningkatan biaya
d. Problem prone / cenderung bermasalah
5. Penetapan indikator mutu pelayanan sebagai sasaran mutu pelayanan
RS, dengan mengacu pada indikator :
a. Indikator Area Klinis
Indikator klinis merupakan ukuran kuantitas sebagai pedoman
untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas asuhan pasien dan
berdampak pada pelayanan kesehatan di rumah sakit. Indikator
mutu klinik adalah pengukuran langsung dan tidak langsung suatu
peristiwa atau kondisi mutu klinik di rumah sakit. Atau diartikan
juga sebagai ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur
dan mengevaluasi kualitas asuhan pasien dan berdampak terhadap
pelayanan.Pemantauan indikator klinis adalah kegiatan pencatatan
output suatu pelayanan. Metode pengukuran ini lebih
mencerminkan mutu hasil pelayanan. Terdiri dari :
a) Asesmen pasien;
b) Pelayanan laboratorium
c) Pelayanan radiologi dan diagnostic imaging;
d) Prosedur bedah;
e) Penggunaan antibiotika dan obat lainnya;
f) Kesalahan medikasi (medication error)dan Kejadian Nyaris
Cedera (KNC);
g) Penggunaan anestesi dan sedasi;
h) Penggunaan darah dan produk darah;
i) Ketersediaan, isi dan penggunaan rekam medis pasien;
j) Pencegahan dan pengendalian infeksi, surveilans dan
pelaporan;
k) Riset klinis;
b. Quality Objektive /QO\
Quality objektive ditentukan oleh masing – masing unit / bagian
sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.
6. Setiap unit kerja melakukan pengisian profil indikator sesuai dengan
format yang telah ditetapkan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
7. Setiap unit kerja mengumpulkan Profil indikator ke bagian Komite
Mutu dan Keselamatan Pasien untuk selanjutnya dibuat buku.
Penilaian terhadap indikator mutu pelayanan di rumah sakit
1. Menetapkan proses penilaian pengumpulan data sesuai dengan profil
indikator dari setiap unit kerja
2. Setiap unit kerja melakukan pengumpulan data indikator untuk
selanjutnya dilakukan validasi dan analisa sederhana oleh manajer
yang bersangkutan.
Pengumpulan data harus dilakukan sesuai dengan periode
pengumpulan data yang sudah ditetapkan dalam Profil Indikator.
3. Setiap unit kerja melakukan menganalisa masalah yang ada dengan
memperhatikan apakah termasuk dalam kriteria indikator mutu
pelayanan di RS sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit.
4. Melakukan analisa indikator dibandingkan dengan target hasil
pencapaian di setiap unit kerja
5. Setiap unit mendiskusikan hasil analisa masalah yang didapat untuk
melakukan corrective action / preventive action dengan menggunakan
teknik PDSA/PDCA dimana harus ditentukan RCA (Root Cause
Analysis) sebagai dasar pemecahan masalahnya.
Pemantauan terhadap pencapaian sasaran mutu setiap unit kerja
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien berperan dalam
penyelenggaraan kegiatan monitoring dan evaluasi penerapan sistem
manajemen mutu di lingkungan Rumah Sakit
Hal – hal yang harus dikoordinasikan adalah :
1. Prosedur dan administrasi kegiatan pemantauan indikator kinerja
rumah sakit maupun pencapaian sasaran mutu dilingkup rumah sakit
2. Memastikan program pengendalian jaminan mutu yang telah
direncanakan oleh setiap unit kerja dapat dilaksanakan dengan
konsisten
3. Memastikan adanya jaminan mutu dalam setiap pelayanan di Rumah
Sakit
4. Memastikan semua fasilitas dan prasarana yang ada di Rumah Sakit
cukup memadai untuk mendukung proses penjaminan mutu.
BAB III
FENOMENA KASUS DI LAPANGAN

Waktu tunggu pelayanan merupakan masalah yang masih banyak dijumpai


dalam praktik pelayanan kesehatan, dan salah satu komponen yang potensial
menyebabkan ketidakpuasan, dimana dengan menunggu dalam waktu yang lama
menyebabkan ketidakpuasan terhadap pasien. Menurut Buhang (2007), dikaitkan
dengan manajemen mutu, aspek lamanya waktu tunggu pasien dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan salah satu hal penting dan sangat
menentukan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh suatu unit
pelayanan kesehatan, sekaligus mencerminkan bagaimana rumah sakit mengelola
komponen pelayanan yang disesuaikan dengan situasi dan harapan pasien. Dalam
segi konteks, waktu tunggu adalah masalah yang selalu menimbulkan keluhan
pasien di beberapa rumah sakit, seringkali masalah waktu menunggu pelayanan
ini kurang mendapatkan perhatian oleh pihak manajemen rumah sakit. Suatu
rumah sakit mengabaikan lama waktu tunggu dalam pelayanan kesehatannya
maka secara totalitas kualitas pelayanan rumah sakit dianggap tidak profesional
dan dapat menurunkan kepuasan pasien sekaligus keluarga pasien.
Jurnal 1
Peneletian yang dilakukan oleh Heru Subekti dan Nur Laeliah dengan judul Waktu
Tunggu Pelayanan Rawat Jalan dengan Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan di Rawat
Jalan RSUD Kabupaten Indramayu bahwa rerata waktu tunggu pelayanan pasien di
rawat jalan RSUD Kabupaten Indramayu selama 70,18 menit dan sebagian besar
kategori waktu lama (> 60 menit).
Jurnal 2
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Neti M Bustani dengan judulAnalisis Lama
Waktu Tunggu Pelayanan Pasien Rawat Jalan Di Balai Kesehatan Mata
Masyarakat Propinsi Sulawesi Utara Bahwa Waktu Tunggu Di BKMM Provinisi
Sulut masih tergolong lama (> 60 menit) yang disebabkan jumlah pasien yang
banyak, kurangnya petugas di area pendaftaran, gangguan internet,
pendistribusian rekam medik yang sering terlambat keterbatasan ruanagn yang ada
dan keterbatasn SDM yang mempunyai keahlian di bidang refraksi dan rekam
medik.
Jurnal 3
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irsyand Fauzan Afif yang berjudul Analisis
Lama Waktu Tunggu Pelayanan Pasien Unit Rawat Jalan Di Rsud Adnaan Wd
Payakumbuh Tahun 2017, menunjukkan rata-rata lama waktu tunggu pelayanan
pasien adalah 2 jam 10 menit. dari 60 orang sampel, 50 orang (83.3%) di
antaranya tidak sesuai dengan standar pelayanan minimum. di antara faktor
penyebab yaitu, kurangnya tenaga kesehatan pada bagian pendaftaran dan rekam
medis, kedisiplinandan kinerja yang belum dilakukan sesuai sop, kurangnya
sarana dan prasarana seperti jaringan internet yang bermasalah, komputer, printer,
mesin treser dan lokasi penyimpanan dokumen rekam medis yang kurang serta
jadwal kedatangan dokter yang terlambat dalam memulai pemeriksaan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Waktu tunggu rawat jalan merupakan salah satu Indikator Mutu Wajib
Nasional Rumah Sakit. Waktu tunggu pasien didefenisikan sebagai lamanya
waktu yang diperlukan mulai pasien mendaftar sampai dilayani oleh dokter
spesialis. Waktu tunggu yang lama merupakan faktor ketidakpuasan kedua setelah
ketidakbersahabatan dan keramahan petugas. Lama waktu tunggu pasien
mencerminkan bagaimana rumah sakit mengelola komponen pelayanan yang
disesuaikan dengan situasi dan harapan pasien. Hal yang dirasakan pasien dalam
menunggu pelayanan di Rumah Sakit merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan, karena keduanya sangat tidak diinginkan.
Kualitas pelayanan kesehatan hendaknya harus dicermati dan disikapi
sebaik mungkin agar pelanggan tetap setia terhadap pelayanan yang diberikan.
Salahsatu aspek yang perlu ditingkatkan kualitasnya adalah aspek pelayanan rawat
jalan.Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk selalu menjaga kepercayaan
dengan memperhatikan kebutuhan pasien sebagai upaya untuk memenuhi
keinginan dan harapan atas pelayanan yang diberikan. Pasien tidak hanya
mengharapkan pelayanan medis dan keperawatan tetapi juga mengharapkan
kenyamanan, akomodasi yang baik.
Lama waktu tunggu ini sudah tidak menjadi permasalahan baru lagi bagi
berlangsungnya pelayanan di unit rawatjalan sebuah rumah sakit. Idealnya lama
waktu tunggu pasien yang dihitung mulai dari pasien mendaftar hingga
mendapatkan pelayanan oleh dokter adalah tidak lebih dari satu jam. Hal ini
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit,
disebutkan bahwa standar waktu tunggu pelayanan rawat jalan ≤60 menit.
Kamus Indikator Waktu Tunggu Rawat Jalan (WTRJ)
Area Manajerial
Kategori Indikator Ketepatan Waktu Pelayanan
Perspektif Proses bisnis internal
Sasaran StrategisTerwujudnya Ketepatan Waktu
Pelayanan
Dimensi Mutu Efektifitas, efisiensi dan kesinambungan
pelayanan
Tujuan Terselenggaranya pelayanan rawat jalan pada
hari kerja yang mudah dan cepat di akses oleh
pasien
Definisi operasional Waktu tunggu rawat jalan (WTRJ) adalah rata-
rata waktu yang diperlukan mulai dari pasien
yang sudah terdaftar tiba di poliklinik sampai
dilayani dokter
Frekuensi Pengumpulan Data Bulanan
Numerator Jumlah waktu pasien yang sudah terdaftar sejak
tiba di poliklinik sampai dengan dilayani dokter
Denominator Jumlah seluruh sampelatau seluruh pasien rawat
jalan
Inklusi Pasien rawat jalan yang telah selesai melakukan
pendaftaran
Eksklusi Pasien yang tidak datang pada waktu yang
ditentukan, atau saat dipanggil.
Formula Jumlah waktu sejak pasien yang sudah terdaftar
tiba di poliklinik sampai dengan dilayani dokter
dibagi Jumlah seluruh sampel atau jumlah
seluruh pasien rawat jalan
Sumber Data Instalasi Rawat Jalan. Catatan : Survey observasi
langsung (Sampling) bila jumlah pasien > 50
pasien per bulan
Standar ≤ 60 Menit
Kriteria Penilaian WTRJ (menit) :WTRJ ≤ 60 --> skor = 10060 <
WTRJ ≤ 80 --> skor = 7580 < WTRJ ≤ 100 -->
skor = 50100 < WTRJ ≤ 120 --> skor = 25WTRJ
> 120 --> skor = 0
PIC Kepala Instalasi Rawat Jalan

Faktor-faktor yang sangat berkaitan dengan nilai rata-rata waktu tunggu rawat
jalan dari hasil penelitian Silitonga, Timbul Mei ditinjau dari pendekatan Kriteria
Malcolm Baldrige yakni :
1. Faktor Profil Organisasi
2. Kepemimpinan
3. FaktorRencanaStrategis
4. Faktor Fokus pada Pelanggan
5. Faktor Pengukuran, Analisa dan Manajemen Pengethuan yang
diimplementasikan dalam bentuk penyelenggaraan Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit berbasis web tak terluput dari gangguan pada
sistem jaringan internet khususnya.
6. FaktorSumberDayaManusiaatauStafPelayan di Unit-unit yang terkait dengan
Unit Rawat Jalan yang meliputi pendaftaran, kasir, rekam medis dan
poliklinik.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Indikator Mutu Rumah Sakit terdiri dari : Indikator Mutu Wajib, Indikator
Mutu Area Klinis, Indikator Mutu Area Manajemen, Indikator Mutu Sasaran
Keselamatan Pasien dan Indikator Mutu Prioritas.
Indikator mutu ini sebagai acuan bagi Rumah Sakit dalam meningkatkan
mutu pelayanannya. Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan agar
menerapkan prinsip berfokus pada pasien.
Indikator mutu rumah sakit dilakukan melalui pemantauan dan peningkatan
indikator yang berhubungan dengan klinis, manajemen dan keselamatan pasien.
Penjaminan dan pengendalian mutu layanan rumah sakit merupakan salah satu
upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang berperan dalam
penyelenggaraan kegiatan monitoring dan evaluasi penerapan sistem manajemen
mutu di lingkungan rumah sakit.

B. Saran
Untuk meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit sangatlah penting
peran manajemen rumah sakit dan seluruh staf yang ada di rumah sakit
khususnya dalam membentuk budaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien harus terus di lakukan oleh rumah sakit.
Setiap unit kerja di lingkungan Rumah Sakit memiliki indikator mutu yang
mengacu pada kebijakan mutu di Rumah Sakit sesuai indicator mutu SNARS edisi 1
dan setiap unit kerja melaporkan data indikatornya sesuai dengan profil indikator
yang telah dibuat untuk selanjutnya dilakukan analisa indikator mutu pelayanan RS.
Indikator mutu yang di lakukan perlu di evaluasi dan di bahas bersama unit
masing-masing sehingga pencapaian indicator mutu hasil nya sesuai dengan yang di
harapkan bias menggunakan dengan RCA, PDCA dan FMEA.

Daftar Pustaka

Abdullah, M.H. Study on Outpatients,Waiting Time in Hospital University


Kebangsaan Malaisya (HUKM) Through the Six Sigma Approach. University
Kebangsaan Malaisya.

Hartinah D, Ani, R.M. Karyati S. 2008.Tingkat Kepuasan PelayananPasien


Tentang Waktu tunggu di Poliklinik Asy-Syifa Kudus.
Heru Subekti dan Nur Laeliah. Waktu Tunggu Pelayanan Rawat Jalan dengan Kepuasan
Pasien Terhadap Pelayanan di Rawat Jalan RSUD Kabupaten Indramayu. Jkesvo
(Jurnal Kesehatan Vokasional) Vol. 1 No 2 – April 217 ISSN (Print) 2541-
0644 Dapat di akses di http://journal.ugm.ac.id/jkesvo

Irsyadi, Fauzan Afif. 2017. Analisis Lama Waktu Tunggu Pelayanan Pasien Unit
Rawat Jalan Di Rsud Adnaan Wd Payakumbuh Tahun 2017. Kemetrian
Kesehatan RI. Kepmenkes Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar
PelayananMinumal Rumah Sakit. 2008

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. 2017. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
Edisi 1. Jakarta

Neti M Bustani. 2015. Analisis Lama Waktu Tunggu Pelayanan Pasien Rawat
Jalan Di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Propinsi Sulawesi Utara Bahwa
Waktu Tunggu Di BKMM Provinisi Sulut. Jurnal E-Biomedik (EBM),
Volume 2, Nomor 3, September-Desember 2015.

Silitonga, Timbul Mei. 2016. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Lama


Waktu Tunggu Rawat Jalan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Batam Tahun
2016. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 4 Nomor 2.

Pohan, I,S. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan; Dasar-Dasar Pengertian dan
Penerapan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai