DSSC Foto (Elektro) Katalis

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 25

UJIAN AKHIR SEMESTER

FOTO(ELEKTRO)KATALIS
Dosen Pengajar: Dr. Jarnuzi Gunlazuardi

Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis


Sistem DSSC – PEC

Disusun Oleh :

Shinta Novita Sari


1906413163

PROGRAM STUDI PASCASARJANA


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2020
2 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ammonia (NH3) adalah bahan kimia yang sangat diperlukan untuk sintesis pupuk dan serat. Hal
ini juga telah menerima banyak perhatian sebagai pembawa hidrogen potensial karena kepadatan yang
tinggi hidrogen (17,6 wt%) dan tekanan pencair rendah(~8 atm). Aplikasi ammonia (NH3) lainnya
adalah sebagai pupuk yang berfungsi sebagai suplai nutrisi bagi tanaman. Secara tidak langsung
produksi amoniak sangat penting untuk meningkatkan ketersediaan pangan bagi kehidupan manusia.
Hingga kini proses Haber-Bosch adalah pilihan utama dalam industri untuk memproduksi amonia.
Proses ini membutuhkan suhu dan tekanan yang sangat tinggi, dan sumber hidrogen dari bahan bakar
fosil, yang menghasilkan emisi gas CO2 yang sangat besar. Proses katalitik yang menghasilkan NH3
menggunakan N2 dan pereaksi pereduksi yang melimpah di bumi pada tekanan atmosfer dan suhu
kamar diperlukan untuk sintesis NH3 yang bersih, aman, dan berkelanjutan. Oleh karena itu diperlukan
proses alternatif lain untuk mensintesis amonia, yang menggunakan energi lebih rendah dalam produksi
dan sumber hidrogen yang ramah lingkungan, dan salah satu alternatif untuk masalah ini adalah foto
elektro katalisis menggunakan semikonduktor.

Banyak bahan semikonduktor telah dikembangkan untuk mensintesis amonia. Schrauzer et al.
(1977) mempelajariair fotolisisdan reduksi nitrogen menggunakan TiO2. Hirakawa et al. (2017)
mempelajari pengaruh kekosongan oksigen pada anatase komersial TiO2 (JRC-TiO-1) pada
pembentukan ammonia fotokatalitik. Li et al. (2015) mengembangkan nanosheets BiOBr dengan
lowongan oksigen (OVs) pada permukaan bidang kristal [001] untuk fiksasi nitrogen [4]. Aktivitas
fotokatalitik dari kombinasi semikonduktor antara TiO 2 nanotube dan BiOBr telah diselidiki oleh Ruan
et al. (2014) untuk degradasi pewarna metil oranye (MO) [5], memberikan bukti tentang sifat
fotokatalitik komposit tersebut. Sejauh ini, penelitian tentang aktivitas komposit TiO2 nanotube-BiOBr
pada pembentukan amonia belum dilaporkan. Komposit semikonduktor ganda dan tandem sel foto-
elektrokimia, seperti DSSC-PEC diharapkan menghasilkan lebih kondusif untuk pembentukan amonia.
Hal ini mungkin disebabkan tidak hanya oleh adanya donor elektron dari sistem DSSC ke zona
katalisis, yang digunakan untuk reduksi nitrogen, tetapi keberadaan dan dampak eksitasi elektron dari
BiOBr (ketika iradiasi dengan cahaya tampak) di zona katalisis dapat berkontribusi pada kimia
konversi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kami menyelidikiTiO 2komposit-NT-BiOBr sebagai
zona katalisis untuk produksi amonia.

Proses foto-katalisis telah dikembangkan dalam hal menggunakan sistem massal sistem sel
elektro-katalis dan sistem sel surya tandem dengan fotoelektrokimia. Tandem sel surya dan sistem foto-
elektrokimia memiliki keuntungan efisiensi konversi yang tinggi dari foton menjadi senyawa kimia
yang terbentuk. Qin et al. (2013) mengembangkan sistem tandem dari sel surya peka warna (DSSC)
3 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

dan sel TiO2 foto-elektrokimia (PEC)(DSSC-PEC), di mana PEC dari berbagai macam bentuk sumber
energi yang bisa dimanfaatkan, matahari merupakan salah satu sumber energi utama dan paling
melimpah di bumi. Hal ini terlihat sangat jelas karena hampir seluruh bentuk energi yang terdapat di
bumi sebenarnya berasal dari perubahan energi yang dipancarkan oleh matahari. Contohnya energi
angin, energi ini diakibatkan oleh perbedaan tekanan udara di satu tempat dengan tempat yang lainnya.
Perbedaan tekanan ini diakibatkan oleh perbedaan suhu dari kedua lokasi tersebut yang tak lain
diakibatkan oleh radiasi panas dari matahari. Bahkan energi fosil sekalipun sejatinya juga merupakan
koversi dari energi matahari yang terkumpul selama jutaan tahun hasil dari fotosintesis tumbuhan purba
(REN21, 2010).

Sel surya merupakan salah satu solusi menghadapi krisis energi. Berbeda dengan energi fosil
yang melepas gas rumah kaca tiap harinya ke atmosfer, sel surya tak menghasilkan hasil sampingan
sehingga sel surya merupakan salah satu alternatif pilihan masa depan untuk mengurangi kadar
karbondioksida sebagai penyebab efek rumah kaca. Diantara berbagai macam tipe sel surya, DSSC
(Dye sensitized solar cells) merupakan salah satu sel surya yang cara kerjanya mirip dengan sistem
fotosintesis pada tumbuhan. DSSC memiliki beberapa kelebihan antara lainnya pabrikasi yang relatif
mudah, biaya pembuatan yang relatif lebih murah daripada sel surya konvensional yang lainnya serta
kemudahan dalam modifikasi dan ramah lingkungan (O’regan dan Gratzel, 1991).

Penggunaan energi melalui solar cell atau sel surya merupakan alternatif yang paling potensial.
Hal ini dikarenakan jumlah energi matahari yang sampai ke bumi sangat besar, yaitu sekitar 700
Megawatt setiap menitnya. Bila dikalkulasikan, jumlah ini 10.000 kali lebih besar dari total konsumsi
energi dunia (Zamrani dan Gontjang, 2013). Salah satu aplikasi energi surya adalah pemanfatannya
dalam konversi energi cahaya menjadi listrik, seperti yang dikembangkan oleh Gratzel atau sering juga
disebut dengan Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) atau Sel Surya Berbasis Pewarna Ter-sensitisasi
(SSPT) (Kumara dan Gontjang, 2012).

Pada dasarnya prinsip kerja DSC merupakan suatu siklus transfer elektron oleh komponen-
komponen DSSC (Kumara dan Gontjang, 2012) sehingga mengakibatkan timbulnya energi listrik.
Pada DSSC, absorpsi cahaya dan transfer muatan listrik terjadi pada proses yang terpisah. Absorpsi
cahaya dilakukan oleh molekul zat warna dan transfer muatan oleh semikonduktor anorganik
nanokristal yang memiliki celah pita lebar. Beberapa semikonduktor anorganik yang sering digunakan
yaitu Titanium Dioksida (TiO2). TiO2 memiliki fase kristal yang reaktif terhadap cahaya, selain
memiliki efisiensi tinggi juga inert, tidak berbahaya dan murah (Gratzel , 2003). Karakteristik lain juga
dibutuhkan yaitu penggunaan bahan zat warna yang mampu menyerap spektrum cahaya dan cocok
dengan energi celah TiO2 yaitu 3,2 eV (Mubarak, 2012) sehingga dapat meningkatkan performa DSSC.

Fotokatalitik reduksi N2 juga telah menarik banyak perhatian karena bisa menggunakan energi
cahaya. Foto-katalisis pada semikonduktor powder adalah metode yang menjanjikan untuk produksi
NH3 karena sederhana dan dapat menggunakan air sebagai reagen mengurangi. Konsep dasarnya
adalah sebagai berikut: Hole pita valensi (VB h+) mengoksidasi air (Persamaan 1). N2 Reduksi oleh
4 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

elektron pita konduksi (CB e -) menghasilkan NH3 (Persamaan 2). Sebagai akibatnya, NH3 diproduksi
dari air dan N2 dalam kondisi sekitar dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi
(persamaan 3). Perolehan energi bebas yang besar dari reaksi ini (G ° = 339 kJ mol−1)13 menjadikan ini
fotosintesis buatan baru yang potensial,bersama dengan reaksi menanjak yang dilaporkan awal seperti
pemisahan air secara keseluruhan (Persamaan 4) dan H2O2 produksi (Persamaan 5).

Beberapa semikonduktor anorganik atau organik telah digunakan untuk NH3 produksi. Banyak
dari mereka seperti Fe2Ti2O7, ZnO, SrTiO3, MoxNiyCdS, dan grafit karbon nitrida (gC3N4),
bagaimanapun, kurang aktif karena kemampuan oksidasi air yang rendah dan membutuhkan donor
elektron pengorbanan seperti alkohol. Bismuth oxybromide (BiOBr) aktif untuk reaksi bahkan di
bawah cahaya tampak (λ> 400 nm); Namun, itu menghasilkan jumlah relatif kecil NH3 (∼50 μM) dan
menderita dari fotostabilitas rendah karena oksidasi diri oleh VB h+. Beberapa katalis berbasis TiO2
telah diselidiki dengan iradiasi UV (λ <400 nm). Literatur melaporkan bahwa telanjangTiO2
menunjukkan aktivitas rendah, tetapi pemuatan logam partikel seperti Pt, Ru, Rh, atau Pd sebagai co-
katalis menghasilkan NH3 yang relatif effisien(~80 M). Namun, penggunaan logam mulia harus
dihilangkan untuk aplikasi praktis. Semikonduktor yang kuat bahwa effisien mempromosikan oksidasi
air dan N2 pengurangan tanpa logam mulia karena itu diperlukan.

Di sini kami mendemonstrasikan produksi H2 dengan air sebagai sumber elektron menggunakan
photoanode SnO2/ TiO2. Pada penelitian ini melaporkan bahwa Ti3+ spesies secara inheren dibuat pada
permukaan TiO2 yang tersedia secara komersial dan berperilaku sebagai situs yang sangat aktif untuk
reduksi N2. TiO2 dengan sejumlah besar cacat permukaan, oleh karena itu, berhasil menghasilkan NH3
dari air dan N2 di bawah iradiasi sinar matahari. Gambar 2 menunjukkan permukaan rutil TiO2 (110),
yang merupakan segi paling stabil dari TiO2. Permukaan ini ditandai dengan baris alternatif dari 5 kali
lipat dikoordinasikan Ti4+ dan menjembatani O (Ob)yang berjalan dalam satu arah. Pada permukaan
lowongan Ob, di mana dua elektron berlebih terkait dengan Ob dipindahkan ke orbital 3d yang kosong
dari tetangga Ti4+,memproduksi dua terkena Ti3+. Level donor Ti3+ ini terletak pada 0,1−0,3 eV di
bawah CB. Karena itu mereka bertindak sebagai situs perangkap untuk CB e -. Spesies Ti3+ di sini
berperilaku sebagai situs aktif untuk fotokatalitik reduksi N2. Selain itu,TiO2 yang murah, kuat, dan
bebas logam2 bubukberhasil menghasilkan NH3 dengan sangat efisien (180 μM) di bawah sinar
matahari.
5 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penulisan makalah ini yaitu bagaimana efisiensi dari konversi nitrogen
menjadi amonia pada system DSSC-PEC ?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk metahui efisiensi pada system PEC-DSSC untuk
efisiensi konversi nitrogen menjadi amonia
6 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Sel Surya (Solar Cell)

Energi surya adalah energi yang berupa panas atau sinar yang diradiasikan dari matahari.
Atmosfer bumi menerima 174 petawatt (PW) radiasi dari matahari. Sekitar 30% dipantulkan kembali
ke luar angkasa, sedangkan sisanya diserap oleh awan, lautan, dan daratan. Sebagian besar spektrum
cahaya matahari yang sampai di permukaan Bumi berada pada jangkauan spektrum sinar tampak dan
sekitar inframerah. Sebagian kecil berada pada rentang sekitar ultraviolet.

Sel surya adalah salah satu jenis sel fotofoltaik yang mampu menghasilkan energi dengan jalan
mengubah energi cahaya langsung menjadi energi listrik. Efek fotofoltaik terjadi saat elektron
berpindah dari pita valensi ke pita konduksi sehingga menhasilkan beda potensial antara 2 elektroda
(Brabec dkk, 2001).

Dalam sel surya perpindahan elektron dari pita valensi ke pita konduksi diakibatkan oleh
penyerapan energi foton oleh material semikonduktor. Saat energi foton diserap, energi tersebut
menyebabkan elektron valensi dalam kristal tereksitasi menuju ke pita konduksi, yang mana hal ini
menyebabkan elektron mampu bergerak bebas.

2.2. Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC)

Dye-Sensitized Solar Cell pertama kali dikembangkan oleh Grätzel pada tahun 1991. Berbeda
dengan sumber energi lainnya DSSC memberikan alternatif sel surya yang murah, mudah, tidak
beracun dan ramah lingkungan (Chiba, Y. 2006; FTO, S. 2008) dengan fleksibilitas aplikasi yang luas
(Durr, M., 2005; Pitts, J. R., 2000). Dye-sensitized solar cell (DSSC) atau yang lebih dikenal dengan
sel surya merupakan suatu komponen yang dapat mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik.
Teknologi DSSC dimanfaatkan sebagai energi alternatif berbasis sel surya yang sudah banyak
dikembangkan dengan efektifitas sekitar 2.80 %. DSSC merupakan pengembangan atau modifikasi
dari sel surya fotoelektrokimia dengan sistem yang baru. Sel surya fotoelektrokimia menggunakan efek
fotovoltaik untuk menghasilkan listrik, dimana efek fotovoltaik tersebut didasarkan pada persambungan
antara bahan semikonduktor dengan cairan elektrolit yang mengandung pasangan reduksi dan oksidasi.
7 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

Sistem baru dari DSSC ini adalah adanya dye atau zat warna sebagai sensitizer (membuat sel surya
menjadi peka terhadap cahaya) untuk menyerap cahaya dan menginjeksikan elektron pada bahan
semikonduktor (Smestad, 1998). Komponen DSSC biasanya terdiri dari elektroda kerja, pewarna (dye),
elektroda pembanding dan semikonduktor dan pelat kaca yang disusun sedemikian rupa sehingga
membentuk sebuah rangkaian DSSC. Adapun susunan komponen DSSC dapat dilihat pada Gambar 2.

Pelat kaca

Besi

Pewarna (dye)
Semikonduktor Energi Foton

Gambar 2. Komponen DSSC (Karmakar dan Ruparelia, 2011).

Pada komponen DSSC, pelat kaca berfungsi sebagai badan sel surya, yaitu tempat melekatnya
lapisan semikonduktor dan lapisan dye. Lapisan semikonduktor berfungsi sebagai tempat mengalirnya
muatan. Pada pelat kaca, unsur karbon di dalamnya memiliki kereaktifan yang menyerupai elektroda
platina dan luas permukaannya tinggi (Kumara dan Prajitno, 2012). Semikonduktor yang digunakan
yaitu senyawa logam oksida. Pewarna (dye) berfungsi sebagai penangkap foton cahaya yang masuk
dalam panel dan menggunakan energinya untuk membangkitkan elektron. Dye disini memiliki
kemampuan seperti klorofil pada daun saat fotosintesis (Mishra dkk, 2009).

2.2.1. Struktur DSSC

Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) tersusun dari 5 bahan utama yaitu: (1) substrat yang dilapisi
oksida transparan konduktif; (2) Film tipis semikonduktor; (3) zat pemeka yang teradsorbsi pada
8 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

permukaan film tipis semikonduktor; (4) elektrolit yang berisi pasangan redoks; (5) elektroda counter
yang memiliki sifat elektrokatalitik sebagai tempat regenerasi elektron (Nazeerudin, M. K., 2011).
Semua bahan tersebut disusun secara berlapis atau berbentuk sandwitch dimana dua elektroda yaitu
lapisan semikonduktor yang berperan sebagai elektroda mengapit elektrolit hingga membentuk sistem
fotofoltaik (Maddu, 2010).

Gambar 3. Susunan DSSC

Kaca konduktif transparan merupakan tempat melekatnya material DSSC. Biasa pula disebut
substrat. Substrat yang digunakan pada umumnya adalah kaca yang berlapis TCO agar dapat
menghantar listrik. Oksida yang umum digunakan antara lain AZO (Aluminium-doped Zinc Oxide),
FTO (Fluorine-doped Tin Oxide), ATO (antimony-doped tin oxide) dan FTO (Indium-doped Tin
Oxide). Keunggulan dari kaca konduktif tersebut adalah sifatnya yang meskipun konduktif secara
elektrik, dapat ditembus cahaya. Sifat ini penting karena tanpa cahaya yang mengenai penyerap cahaya,
foton tidak akan mengeksitasi elektron pada lapisan penyerap cahaya. Tanpa adanya elektron yang
tereksitasi, tidak akan terjadi pemisahan elektron yang berarti tidak akan dihasilkan muatan listrik.
Sifat penghantar listrik dari kaca kemudian dipergunakan untuk menghantarkan elektron menuju sirkuit
dan kembali ke sel surya karena didalam logam juga ada elektron lepas (Puspitasari, 2012). Pada
penelitian ini digunakan FTO, hal ini dikarenakan FTO memiliki nilai resistansi terkecil diantara kaca
konduktif lainnya.

Bahan semikonduktor yang paling sering digunakan adalah TiO2 yang memiliki sifat stabil,
murah dan tersedia banyak di pasaran, tidak beracun, ramah lingkungan dan memberikan konversi
efisiensi daya tertinggi dibanding bahan semikonduktor yang lain (Taylor, P., 2012). Zat pemeka atau
dye senyawa organologam berbasis ruthenium menjadi bahan yang paling sering digunakan sebagai
9 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

molekul pemeka. Sedangkan elektrolit berisi pasangan redoks I -/I3- dengan berbagai kondisi optimasi.
Komponen terakhir adalah logam platina yang sering digunakan sebagai elektroda lawan (Nazeerudin,
M. K., 2011).

2.2.2. Konfigurasi DSSC


Sampai saat ini, sebagian besar penelitian di bidang ini terutama difokuskan pada DSSC tipe-n,
yang berisi semikonduktor tipe-n peka warna seperti titanium dioksida (TiO2) atau seng oksida (ZnO),
elektrolit, dan katoda platinum pasif (Pt).

Gambar 4. Ilustrasi skematis dari arsitektur tipe (a) n dan (b) p DSSC.

Gambar 4 (a) memberikan ilustrasi skematis dari arsitektur DSSC tipe-n. Kaca konduktor
transparan, dalam kasus kami, yang merupakan fluor-doped tin oxide (FTO) glass, digunakan sebagai
substrat pendukung dengan resistansi rendah dan transparansi tinggi. Di atas FTO, lapisan
TiOmesopori2 telah disimpan. Biasanya, ketebalan lapisan ini sekitar 10 μm. Pada permukaan partikel
nano TiO2, molekul pewarna terikat sebagai antena untuk menyerap energi cahaya.FTO-
TiO2Elektroda-Dye ini juga dikenal sebagai foto-anoda. Elektrolit yang mengandung pasangan redoks
(I-/ I3-) diisi antara dua elektroda. Pasangan redoks dapat meregenerasi molekul pewarna dan memediasi
elektron antara elektroda yang bekerja dan elektroda lawan. Platinized FTO biasanya digunakan
sebagai counter elektroda untuk mengkatalisis reduksi pasangan redoks dan melengkapi rangkaian
listrik. Bahan lain seperti polimer, karbon hitam, kobalt sulfida, dan katalis berbasis karbida juga telah
10 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

diselidiki sebagai elektroda lawan. Di antara kedua elektroda, diperlukan bahan penutup untuk
mencegah kebocoran dan penguapan elektrolit.

Strategi untuk meningkatkan kinerja DSSC adalah membentuk DSSC tandem dengan dua
elektroda aktif-foto, yang meniru dua pusat aktif-aktif-foto (PS I dan PS II) di alam. Untuk tujuan ini,
katoda foto dikembangkan. Jelas, teknologi ini harus mengandalkan kinerja yang baik dari katoda foto.
Untuk menyelidiki kinerja foto-katoda, tipe-p DSSC dikembangkan secara. Untuk DSSC tipe-p yang
khas, foto-katoda didasarkan pada semikonduktor tipe-p yang peka warna seperti nikel oksida
(NiO),[28] sedangkan anoda adalah Pt (Gambar 2 (b) ). Pewarna dan elektrolit memainkan
peran yang sama seperti pada DSSC tipe-n.

2.3. Semikonduktor

Oksida logam semikonduktor merupakan material yang digunakan dalam pembuatan fotoanoda.
Syarat utama sebagai fotoanoda adalah semikonduktor tersebut memiliki nilai celah pita yang cukup
lebar seperti TiO2, ZnO, SnO2, Nb2O5 dll. Gambar di bawah ini memperlihatkan posisi celah pita
beberapa semikonduktor dibandingkan dengan elektroda pembanding pada pH 1.

Gambar 5. Band gap beberapa semikonduktor (Mukhtar, E. 2012)

Semikonduktor dapat digunakan sebagai foto- aktif elektroda untuk desain PEC, harus memenuhi
persyaratan berikut:

1. Menyerap cahaya tampak / tumpang tindih spektrum energi surya.

2. Posisi pita yang cocok dari CB dan VB untuk mendorong reaksi oksidasi / reduksi air.

3. Aktivitas katalitik tinggi untuk reaksi oksidasi / reduksi amonia.


11 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

4. Stabilitas tinggi

5. Transportasi muatan efisien

Salah satu persyaratan utama untuk foto-elektroda semikonduktor adalah untuk secara efisien
menyerap energi matahari, yang berarti tumpang tindih dengan spektrum matahari.

Bahan semikonduktor yang dipakai adalah TiO2. Semikonduktor TiO2 merupakan


semikonduktor yang paling sering digunakan karena sifatnya yang stabil, murah dan mudah didapat
secara komersil, tidak beracun dan ramah lingkungan, serta memiliki nilai efisiensi konversi daya
tertinggi diantara semua semikonduktor. Selain itu, banyak molekul dye yang dengan sifat fotoabsorbsi
yang baik, memiliki posisi LUMO yang bersesuaian dengan tepi pita konduksi dari TiO2 (Taylor, P.,
2012).

Material TiO2 adalah material semikonduktor tipe-n yang memiliki energi gap sebesar 3,2 eV dan
menyerap sinar pada daerah ultraviolet. Material ini memiliki kemampuan yang baik dalam fotokimia
dan fotoelektrokimia, selain itu material TiO2 tidak beracun. TiO2 yang bisa digunakan untuk aplikasi
DSSC ini adalah TiO2 dengan fase anatase dan campuran anatase - rutile. Akan tetapi, sebagian besar
penelitan menggunakan TiO2 fase anatase karena mempunyai kemapuan fotoaktif yang tinggi (Gratzel
2003, Maddu 2010). Kemampuan fotoaktif yang tinggi merupakan kemampuan penyerapan yang
tinggi. Partikel dari TiO2 umumnya berukuran mikro atau nano. TiO2 yang terbentuk merupakan
semikonduktor tipe-n yang berfungsi sebagai transpor elektron. TiO2 hanya akan mengabsorpsi cahaya
dengan panjang gelombang dibawah 400 nm, sehingga akan menyisakan sebagain besar spektrum
untuk diserap oleh dye (Halme, 2002).

2.4. Dye

Dye dalam DSSC amat berperan penting karena sebagai penangkap elektron tereksitasi dari
foton. Dye yang efesien harus memiliki sifat optik dan karakteristik penyerapan yang intens pada daerah
cahaya tampak dan memiliki sifat adsorpsi kimia yang kuat ke Permukaan TiO2. Selain itu, dye
teroksidasi harus cepat diregenerasi untuk menghindari proses rekombinasi elektron. Untuk kebutuhan
tersebut dihasilkan dye sintesis dari bahan kimia. Dye sintetis yang digunakan sebagai sensitizer adalah
dye turunan dari Rhutenium kompleks, salah satunya adalah dye N-749 yang ditunjukkan pada Gambar
12 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

2.3.

Gambar 6. Struktur kimia dye N-749 (Bang S.Y, 2012)

Senyawa ruthenium memiliki gugus karboksil yang berfungsi untuk menempelkan diri pada
permukaan semikonduktor oksida (Gratzel, 2003). Bagian COOH adalah yang menempel pada lapisan
TiO2, sedangkan NCS adalah sebagai pendonor elektron. Dye N-749 merupakan pewarna yang
kehijauan. Dye N-749 merupakan nama produk dari Sigma Aldrich. Dye ini mempunyai nama lain
yakni Black dye, Ruthenium 620, dan lain-lain. Rumus empiris dari dye ini adalah C69H116N9O6RuS3.
Penyerapan untuk dye N749 adalah sekitar 860 nm (Bang S.Y, 2012).

2.5. Prinsip Kerja Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC)

Prinsip kerja pada DSSC secara skematik dapat ditunjukkan pada Gambar 7, dan proses yang
terjadi di dalam DSSC dapat dijelaskan sebagai berikut (O’regan dan Gratzel, 1991; Smestad dan
Grätzel, 1998) :
13 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

Gambar 7. Prinsip kerja DSSC (Mishra dkk, 2009 & Halme, 2002)

1. Ketika foton menimpa elektroda kerja, energi foton diserap oleh dye yang ada pada permukaan
TiO2. Sehingga foton dapat mengeksitasi elektron dari level HOMO (Highest Occupied Molecular
Orbit) ke level LUMO (Lowest Unoccupied Molecular Orbit). Level LUMO berada pada sisi ligan
dye yaitu COOH. Level ini dekat dengan level konduksi TiO2 dan dye akan tereksitasi (Dye *).
Dye + cahaya → Dye∗
2. Tahap selanjutnya merupakan tahap pemisahan muatan, elektron berpindah dari dye ke TiO2.
14 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

Perpindahan elektron dari dye ke TiO2 meninggalkan hole dan menyebabkan dye teroksidasi
(Dye+). Perpindahan elektron ini juga dipengaruhi oleh timbulnya medan listrik antara grup
COOH di dye denganlapisan TiO2. COOH melepaskan ion H+ dan teradsorbsi ke lapisan TiO2
sehingga dye bermuatan lebih negatif. Selain itu, perpindahan elektron disebabkan oleh level
konduksi TiO2 yang lebih rendah dari level LUMO dye.
Dye∗ + TiO2 → 𝑒−(TiO2) + Dye+
3. Selanjutnya elektron bergerak melalui struktur kristal TiO 2 -TCO menuju rangkaian luar dan
elektron masuk ke elektroda karbon dan bergerak melalui elektrolit sebagai pembawa minoritas.
Perjalanan elektron dari elektroda karbon ke elektrolit dipercepat oleh dengan memanfaatkan
karbon sebagai katalis.

4. Elektrolit redoks biasanya berupa elektrolit cair berupa pasangan iodide dan triiodide (I-/I3) yang
bertindak sebagai mediator elektron sehingga dapat menghasilkan proses siklus dalam sel.
Adapun untuk mengatasi kebocoran elektrolit, elektrolit cair diubah bentuk menjadi elektrolit gel
dengan memanfaatkan bahan polimer. Polimer tersebut sebagai semikonduktor tipep yang dapat
mentransfer hole. Triiodida dari elektrolit yang terbentuk akan menangkap elektron yang berasal
dari rangkaian luar dengan bantuan molekul karbon sebagai katalis.
I3− + 2𝑒− → 3I−
5. Pada persambungan elektrolit dengan dan molekul dye terjadi pergerakan hole dari molekul dye
ke elektrolit dan pergerakan elektron dengan arah yang sebaliknya, sehingga dapat mereduksi
dye, dimana satu ion iodide pada elektrolit mengantarkan elektron yang membawa energi menuju
dye teroksidasi. Elektrolit menyediakan elektron pengganti untuk molekul dyeteroksidasi.
Sehingga dye kembali ke keadaan awal dengan persamaan reaksi (reaksi reduksi)
2Dye+ + 3I− → I3− + Dye

Tegangan yang dihasilkan oleh sel surya TiO2 tersensitisasi dye berasal dari perbedaan tingkat
energi fermi elektroda semikonduktor TiO2 dengan potensial redoks (I-/I3-) elektrolit. Sedangkan arus
yang dihasilkan dari sel surya ini terkait langsung dengan jumlah foton yang terlibat dalam proses
konversi dan bergantung pada intensitas penyinaran serta kinerja dye yang digunakan (Li B, Wang L,
2006).
15 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Peralatan
Semua bahan kimia dibeli dari Sigma-Aldrich atau Alpha Aesar dan digunakan sebagai
diterima kecuali disebutkan lain. Elektroda timah oksida yang didoping Iodide (FTO) (TEC 15) dibeli
dari kaca Hartford (Hartford, IN). Membran Nafion dibeli dari FuelCellsEtc (College Station, TX).
Pengukuran hidrogen dilakukan menggunakan sensor elektrokimia dengan respon spesifik analit
(Unisense, Denmark). Produksi oksigen diverifikasi menggunakan teknik kolektor ganda generator
elektroda, dan deskripsi rinci dari metode ini dilaporkan di tempat lain. Thor Laboratories Sumber
cahaya plasma plasma HPLC-30-04 digunakan untuk memberikan1 matahari (100 mW
cm−2penerangan cahaya putih), dan filter pass-panjang 400 nm ditempatkan di depan sampel untuk
menghindari celah pita langsung iluminasi TiO2. Potensiostat CH Instruments 601D digunakan untuk
prosedur perakitan-elektro, dan bipotentiostat CH Instruments 760E digunakan untuk pengukuran
fotokimia.

3.2. Preparasi Kaca FTO

Tahap persiapan ini meliputi pembersihan kaca FTO dengan menggunakan ultrasonic cleaner.
Alkohol 70% dituangkan pada gelas kimia sebanyak 200 ml. Kaca FTO berukuran 2 × 2 cm2 yang
akan dibersihkan dimasukkan pada gelas kimia yang telah berisi alkohol 70%. Ultrasonic cleaner diisi
aquades sampai batas yang ditentukan. Gelas kimia yang berisi alkohol dan kaca FTO dimasukkan ke
ultrasonic cleaner kemudian diatur waktu 60 menit. Setelah 60 menit kaca di keringkan. Pembersihan
kaca substrat FTO bertujuan agar kaca terbebas dari material-material yang tidak mampu dibersihkan
dengan air saja.

3.3. Sintesis TiO2

Sintesis TiO2 nanopartikel dan fase anatase dilakukan dengan metode kopresipitasi. Metode
kopresipitasi dilakukan dengan mencampurkan asam dan basa sehingga memperoleh endapan bahan
yang diinginkan. Kopresipitasi merupakan metode yang prosesnya menggunakan suhu rendah dan
16 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

mudah untuk mengontrol ukuran partikel sehingga waktu yang dibutuhkan relatif lebih singkat.
Sintesis serbuk TiO2 dilakukan dengan proses: 20 mL TiCl3 dicampurkan dengan 100 mL aquades
dan diaduk selama 1 jam. Selama proses pengadukan, larutan tersebut kemudian ditetesi NH4OH
hingga larutan mencapai pH 9. Setalah mencapai pH 9 tercapai, hentikan penetesan NH4OH dan
biarkan terus diaduk hingga larutan menjadi warna putih pekat. Selanjutnya larutan tersebut di
endapkan pada suhu kamar dan tertutup rapat selama 24 jam. Setelah mengendap, dilakukan
pencucian yakni endapan yang ada dipisahkan dari larutannya dan diganti dengan memasukan 200
mL aquades. Setelah itu aduk dan kembali diendapkan. Lakukan proses ini secara berulang hingga
didapatkan endapan dengan pH 7. Setelah mendapatkan pH 7, endapan tersebut dikeringkan lalu
dikalsinasi pada suhu 3000C selama 3 jam hingga terbentuk serbuk TiO2 dengan fase anatase. Untuk
mengetahui fase yang diperoleh beserta ukuran partikelnya, maka dilakukan uji XRD.

3.4. Persiapan Photoanode DSC-PEC.

SnO2/ TiO2 core − shell electroda dibuat dengan siapkan pasta SnO2 doctor blade ke elektroda
FTO dan disinter pada 450 ° C selama 45 menit. Ini menghasilkan elektroda mesopori setebal 6−8
μm. Untuk membentukTiO2 cangkang, elektroda menjalani 50 siklus pengendapan lapisan atom Ti
(ALD) (instrumen Cambridge) menggunakan prekursor tetra (dimethlyamido) titanium (TDMAT).
Prosedur yang diikuti untuk membentuk lapisan TiO2 melalui ALD biasanya membentuk ∼film2 nm.
The SnO2/ TiO2 elektroda disinter pada 450 ° C selama 30 menit setelah ALD.

Prosedur serupa seperti yang dijelaskan sebelumnya diikuti untuk menyiapkan permukaan yang
dirakit secara elektro. Untuk memulai,SnO2/ TiO2 elektroda direndam dalam larutan [Ru (5,5 5-
divinyl-2,2′-bipyridine)2(2,2′-bipyridine-4,4′-diylbis (asam fosfonat))]2+ pewarna dalam metanol
(200 μM) untuk membentuk lapisan tunggal yang terikat pada permukaan melalui kelompok penahan
fosfonat. Elektroda kemudian menjalani 5 siklus ALD menggunakan prekursor TDMAT yang sama
dan parameter siklus yang sama seperti yang digunakan dalam membentukTiO2 lapisan shell. SnO2/
TiO2| Elektroda RuP (TiO2) kemudian menjalani pengendapan elektrokimia dari [Ru (bda) (isoq) 2]
dari larutan asetonitril dengan 0,1 M tetrabutyl-ammonium hexafluorophosphate yang mendukung
elektrolit. Prosedur elektro-kimia untuk membentuk rakitan melibatkan 200 siklus langkah potensial
yang terdiri dari penahan 1 detik pada .81.8 V vs Ag+/ Ag diikuti oleh penahan 5 pada −0.5 V vs Ag+/
Ag.

3.5. Pembuatan Larutan Dye


Larutan dye yang digunakan dalam penelitian ini adalah dye berbasis bahan sintetis yakni dye
N-749. Dimana 6,8 miligram serbuk dye dilarutkan kedalam 10 mL ethanol dan di aduk
menggunakan stirrer selama 10 menit. Larutan dye yang sudah terbentuk dimasukkan ke dalam botol
17 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

kemudian ditutup rapat.

3.5.1. Karakterisasi Absorbansi Larutan Dye

Untuk mengetahui daya absorbansi larutan dye yang digunakan maka dilakukan karakterisasi
absorbansi dengan menggunakan spektrometer UV. Disiapkan dua buah cuvet, sebuah cuvet diisi
larutan dye dan cuvet lainnya diisi ethanol untuk mengkalibrasi spektrometer Uv-Vis. Kemudian
keduanya di letakan ke dalam alat spektrometer UV dan diprogram untuk mengetahui grafik
absorbansi terhadap panjang gelombang.

3.6. Perendaman Elektroda kerja

Pelat kaca dengan ukuran 2 × 2 cm2 cm berlapis ZnO kemudian direndam dalam larutan senyawa
kompleks Co(II)-congo red 10-2 M pada sebuah kotak persegi selama 24 jam, hingga diperoleh
penyerapan optimal. Untuk pemakaian dengan jangka waktu lama, setelah proses pelapisan, pelat
kaca disimpan dalam botol gelap tertutup dan sebisa mungkin dihindarkan dari goresan yang dapat
merusak lapisan ZnO maupun dye dari senyawa kompleks Co(II)-congo red.

3.7. Pembuatan elektroda pembanding DSSC

Permukaan pelat kaca dilapisi dengan karbon yang berasal dari asap lilin secara
merata.

3.8. Pembuatan Elektrolit Gel

Elektrolit yang digunakan adalah berupa elektrolit gel berbasis polimer PEG (polyethylene
glycole) dengan berat molekul (BM) 1000. 7 g PEG 1000, 25 mL kloroform dan elektrolit cair
dicampurkan dan diaduk secara homogen dengan magnetik stirrer sambil dipanasi 80 0C hingga
diperoleh elektrolit bersifat gel. Elektrolit cair sendiri dibuat dari 3 g KI dan 1,5 g I 2 yang dilarutkan
kedalam 10 mL acetonitril.

3.9. Pembuatan Elektroda Karbon

Elektroda karbon dibuat dengan menggunakan black carbon. Ambil 1 g black carbon halus
campurkan dengan 10 mL etanol lalu aduk hingga homogen. Pendeposisian karbon pada kaca FTO
dilakukan dengan teknik screen printing dan dikeringkan pada suhu 150oC selama 30 menit.
18 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

3.10. Persiapan DSC-PEC

Untuk merakit DSC, substrat FTO dibersihkan dengan aseton dalam rendaman ultrasonik
selama 30 menit, diikuti dengan pembilasan dengan air dan etanol.TiOmesopori2 Film(0,28 cm2 area
aktif) dibuat dengan koloid TiO2 pasta (Dyesol DSL 18NR-T) dan pengeringan pada 125 ° C antara
langkah-langkah pengendapan. Lapisan hamburan TiO2 (Dyesol WER2-O) diendapkan di atas
mesopori film TiO2. Elektroda (total ketebalan 12 μm) kemudian dipanaskan hingga 500 ° C dengan
suhu diprogram seperti yang dijelaskan di tempat lain.Sebelum digunakan, proses pemanasan akhir
dilakukan pada 500 ° C selama 30 menit, dan setelah pendinginan, elektroda direndam dalam 0,2 mM
D35 dalam etanol atau 0,3 mM N719 dalam campuran asetonitril dan tert-butanol (1: 1 = v / v) selama
16 jam.

Gambar 8. Skema Usulan Sistem DSSC

Sandwich DSC dirakit dengan kaca FTO dilapisi Pt sebagai elektroda counter menggunakan
Surlyn film (Solaronix, 25 μm) sebagai spacer. Elektrolit diinjeksikan dengan pengurukan vakum
melalui port yang dibor melalui konter FTO − Pt, dan lubang ditutup oleh film Surlyn dan kaca
penutup sebelum digunakan. DSC yang menggabungkan pewarna D35 mengandung elektrolit yang
terdiri dari 0,8 M 4-tert-butylpyridine, 0,1 M LiClO4, 0,2 M [Co (bpy)3]2+, dan 0,066 M [Co (bpy)3]3+
19 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

dalam asetonitril mengikuti protokol dari literatur. DSC yang mengandung pewarna N719
menggunakanI3-/ I- yang elektrolit mengandung 0,03 MI2, 0,05 M LiI, 1,0 M 1,3-
dimethylimidazolium iodide (Solaronix), 0,1 M guanidinium thio-cyanate, dan 0,5 M 4-tert-
butylpyridine dalam asetonitril / valeronitril (85:15 = v / v).

3.11. N2 Fiksasi dan Pengukuran

Fiksasi nitrogen dilakukan dalam reaktor PEC tipe H, yang dipisahkan oleh membran 117, di
mana [Ti3+-TiO2katoda] ditempatkan di sisi kanan, dan [SnO2/ TiO2] ditempatkan di sisi kiri
(Gambar 8). Pasangan elektroda dari bagian PEC kemudian dihubungkan ke bagian DSSC
tandemnya, sebagaimana disebutkan dalam bagian sebelumnya. Setiap kompartemen reaktor
kemudian diisi dengan 60 ml larutan Na2SO 4 0,1 M (pH = 7), dan selanjutnya nitrogen terpapar
katoda PEC pada laju aliran 0,5 L / menit. Sumber radiasi adalah lampu bohlam tungsten yang terlihat
(Phillips 40 Watt). Gas amonia yang terbentuk dibersihkan dan terperangkap dalam larutan 0,01 M
HCl, sementara beberapa di antaranya dapat dilarutkan sebagai ion amonium. Jadi, setelah reaksi
selesai, ke air yang tersisa ditambahkan 1 mL NaOH 6 M, kemudian dikerjakan dengan distilasi
sederhana, dan amonia yang terbentuk terperangkap dalam larutan 0,01 M HCl. Seluruh amonia yang
terbentuk kemudian ditentukan dengan metode fenat (SNI, 2005) menggunakan spektrofotometer
UV-Vis.

Gambar 9. DSSC-PEC tandem reaktor untuk konversi nitrogen (modified An'nur et al, 2020)
20 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

Gambar 10. Skema sel untuk inti-rakitan − berbasis DSPEC kabel secara seri dengan DSC D1.

3.11. Pengukuran Tandem Fotoelektrokimia

DSPEC dan komponen DSC dari sel tandem dirakit secara terpisah, diposisikan secara paralel
relatif terhadap sumber cahaya (yaitu, cahaya pertama melintasi photoanode DSPEC, kemudian
cahaya yang ditransmisikan menghubungi photoanode DSC sehingga total fluks foton melalui dua
jumlah fotoelektroda untuk pencahayaan AM 1.5), dan kabel dalam rangkaian seri. Untuk memantau
arus selama operasi sel tandem, lead kerja dari suatu potentiostat dihubungkan ke photoanode dari
DSPEC dan lead counter dan referensi dihubungkan ke katoda DSC; arus diukur dari waktu ke waktu
dengan bias 0 V yang diterapkan. Atau, sadapan potensiostat dihubungkan melintasi kaki sirkuit
(antara photoanode DSC dan katoda DSPEC), dan ini memberikan respons arus yang sama, seperti
yang diharapkan dari rangkaian seri. Sensor elektrokimia (Unisense) yang beroperasi secara
independen ditempatkan di ruang kepala tertutup dari ruang katodik DSPEC untuk mengukur amonia
yang dihasilkan secara fotokimia2.
21 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

BAB IV
KESIMPULAN

Pada penelitian ini penggunaan photoandode dye-sensitized tandem photoelectrochemical cell


yang hanya menggunakan energi dari penerangan matahari untuk mengubah N2 menjadi amonia. Pilihan
DSC sebagai komponen fotosel kedua dalam sistem memberikan keunggulan tertentu dibandingkan opsi
lain seperti sel PV berbasis silikon. Pertama, DSPEC dan DSC menggunakan elektroda TiO2 atau SnO2
mesopori yang menggunakan teknik pemrosesan yang murah dan mudah untuk fabrikasi. Selanjutnya,
DSC memungkinkan modifikasi mudah dari kedua karakteristik penyerapan cahaya sel, melalui pemilihan
dan modifikasi kimia pewarna, dan tegangan sel dicapai di bawah penerangan, dengan menyetel potensi
redoks pewarna atau mediator redoks dan melalui pemilihan dukungan semikonduktor. Kemampuan
untuk menyelaraskan sifat energetik dari fotosel tidak dimungkinkan dengan sel PV berbasis celah pita
langsung (sampai bahan celah pita berbeda tersedia) dan dapat membuktikan komponen penting dalam
desain perangkat masa depan.
Pengembangan sistem tandem yang terdiri dari sel fotoelektrokimia yang peka terhadap zat
warna (DSPEC) yang dihubungkan secara seri dengan sel surya yang peka terhadap zat warna (DSC).
Photoanode DSPEC menggabungkan tris (bipiridin) rutenium (II) -tipe kromofor dan katalis oksidasi air
berbasis rutenium. DSPEC diuji dengan dua variasi DSC yang menyerap lebih banyak merah, satu
menggunakan pewarna N719 denganI3-/ I- redoksredox larutan mediator dan pewarna D35 lainnya
dengan tris (bipyridine) cobalt ([Co (bpy)3]3+ 3+ / 2 +) mediator berbasis. Konfigurasi tandem yang
terdiri dari DSPEC dan D35 / [Co (bpy)3]3 + / 2 + DSC berbasis memberikan kinerja keseluruhan terbaik
dan menunjukkan produksi N2 menjadi amonia dengan input energi hanya dari simulasi penerangan
matahari.

Pada dasarnya prinsip kerja DSC merupakan suatu siklus transfer elektron oleh komponen-
komponen DSSC (Kumara dan Gontjang, 2012) sehingga mengakibatkan timbulnya energi listrik. Pada
DSSC, absorpsi cahaya dan transfer muatan listrik terjadi pada proses yang terpisah. Absorpsi cahaya
dilakukan oleh molekul zat warna dan transfer muatan oleh semikonduktor anorganik nanokristal yang
memiliki celah pita lebar. Beberapa semikonduktor anorganik yang sering digunakan yaitu Titanium
Dioksida (TiO2). TiO2 memiliki fase kristal yang reaktif terhadap cahaya, selain memiliki efisiensi tinggi
juga inert, tidak berbahaya dan murah (Gratzel , 2003). Karakteristik lain juga dibutuhkan yaitu
penggunaan bahan zat warna yang mampu menyerap spektrum cahaya dan cocok dengan energi celah
TiO2 yaitu 3,2 eV (Mubarak, 2012) sehingga dapat meningkatkan performa DSSC.

Langkah penentuan tingkat dari siklus reduksi N adalah pembelahan ikatan N≡N. Ikatan ini
memiliki energi disosiasi yang sangat tinggi (941 kJ mol−1).Pembuatan situs aktif yang efisien
mempromosikan pembelahan N≡N diperlukan. Telah diketahui bahwa kompleks transisi-logam dengan
Mo, W, Fe, atau kation secara efisien mempromosikan pembelahan N≡N dengan koordinasi yang kuat,
dimana titanium trivalen (Ti3+) adalah salah satu kation yang mungkin. Gambar 11 menunjukkan peran
22 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

tipikal Ti3+.

Gambar 11. Siklus Katalitik untuk N2 Fiksasi oleh Ti3+

Dua kompleks Ti3+L3 (L = ligan) bereaksi dengan N2 melalui sumbangan elektron dan membuat
kompleks Ti4+ −azo dengan mode end-on bridging (a → b).Ikatan N≡N yang terbentuk pada langkah (a
→ b) selanjutnya dibelah oleh reagen pereduksi kuat seperti Li dan Mg, menghasilkan kompleks
Ti4+−hydrazo (b → c). Pengurangan lebih lanjut menghasilkan kompleks Ti4+ −amin (c → d) dan akhirnya
menghasilkan NH3 dengan regenerasi Ti3+L3 (d → a). Reaksi berlangsung secara efisien pada tekanan
atmosfer dan suhu kamar. Reaksi di atas menyiratkan bahwa Ti3+ yang spesiesdibuat pada permukaan
semikonduktor kuat yang mampu mengoksidasi air (Persamaan 1) dapat mengurangi N2 oleh CB e-
photoformed- (Persamaan 2). Proses ini dapat menyebabkan NH3 produksi dari air dan N2 (Persamaan
3)pada fotokatalis- logam- mulia bebas di bawah kondisi ambient.

Mekanisme reaksi tersebut dapat berlangsung dengan memodifikasi permukaan semikonduktor


(elektroda) yang digunakan pada sel tandem DSPEC-DSC, yaitu dengan membuat kecacatan oksigen pada
permukaan TiO2 dan menyisipkan kation Ti3+ pada kekosongan yang terjadi. Modifikasi elektroda
dilakukan menjadi SnO2/TiO2 + pada kompartmen DSPEC dan TiO2/Ti3+ pada kompartmen DSC.
Kemudian menambahkan selang atau saluran pada bagian DSPEC untuk mengalirkan (bubbling) N 2 ke
dalam sistem sebagai sumber nitrogen untuk dikonversi menjadi amonia.
23 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

Gambar 12. Mekanisme reaksi yang diusulkan untuk Fotokatalisis fiksasi N2 pada permukaanTiO2

Hasil di atas juga dapat dijelaskan dengan proses urutan sebagai berikut. Ketika bagian DSSC
menyala, foton diserap oleh pewarna N719 menghasilkan elektron tereksitasi yang akan disuntikkan ke
dalam[anoda foto aktif- TiO2], dan dimigrasikan ke katoda permukaan bagian PEC yang mengurangi
nitrogen yang diserap untuk terbentuk. spesies nitrogen aktif. Pada saat yang sama, anoda foto dari bagian
PEC mengoksidasi air untuk menghasilkan proton, oksigen, dan mendapatkan elektron yang akan diserap
oleh elektroda lawan dari bagian DSSC. Proton yang diproduksi bermigrasi, melalui membran perangkat
tipe-H, ke katoda bagian PEC untuk menemukan spesies nitrogen aktif dan akhirnya menghasilkan
amonia. Di sisi lain, elektron bermigrasi ke bagian DSSC yang terlibat dalam interaksi pewarna-foton
yang terkenal dan mekanisme siklus regenerasi, dan dengan ini tandem DSSC-PEC akan terus
menghasilkan amonia, dengan mengambil foton sebagai sumber energi dan air sebagai sumber proton.
24 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

DAFTAR PUSTAKA

An’nur, F. K., B. V. Wihelmina, J. Gunlazuardi, and R. Wibowo. 2020. Tandem System of Dyes
Sensitized Solar Cell–Photo Electro Chemical (DSSC-PEC) Employing TiO2
Nanotube/BiOBr as Dark Cathode for Nitrogen Fixation. the 8Th International Conference of
the Indonesian Chemical Society (ICICS) 2019 2243: 020002.

Bang S.Y et al. (2012). “Evaluation Of Dye Aggregation And Effect Of Deoxycholic Acid
Concentration On Photovoltaic Performance Of N749-Sensitized Solar Cell”. Solar Cell
Center, Korea Institute of Science and Technology (KIST), Seoul, South Korea

Guidong Yang., Zheng Jiang., Huahong Shi., Tiancun Xiao., Zifeng Yan. (2010),
“Preparation of highly visible-light active N-doped TiO2 photocatalyst”, J. Mater.
Chem., , 20, 5301–5309

Hirakawa, H., Hashimoto, M., Shiraishi, Y., & Hirai, T. (2017). Photocatalytic Conversion of
Nitrogen to Ammonia with Water on Surface Oxygen Vacancies of Titanium Dioxide.
Journal of the American Chemical Society. , 139(31), 10929–10936.
doi:10.1021/jacs.7b06634

Hendri. 2017. Studi konversi nitrogen menjadi amonia menggunakan sel surya tersensitasi quantum
dot cds yang terkait dengan zona katalisis Ti3+ / TiO2 nanotube. esai, Universitas Indonesia,
2017.

Iskandar, F., Okuyama, K., & Shi, F. G., 2001, Stable photoluminescence of zinc oxide quantum
dots in silica nanoparticles matrix prepared by the combined sol–gel and spray drying method,
Journal of Applied Physics, Vol. 89(11), 6431-6434.

Karmakar, A.S., Ruparelia, J.P, 2011, A Critical Review on Dye Sensitized Solar Cells,
International Conference On Current Trends In Technology,Institut of Technology Nirma
university, Ahmedabad, 382-481.

Kumara, M. S. W., dan Prajitno, G., 2012, Studi Awal Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)
dengan Menggunakan Ekstraksi Daun Bayam (Amaranthus Hybridus L.) sebagai Dye
Sensitizer dengan Variasi Jarak Sumber Cahaya pada DSSC, Jurnal Ilmiah, Institut Teknologi
25 Sistem Perangkat "Solar to Ammonia" Berbasis Artifisial Fotosintesis Sistem DSSC – PEC

Listari, N., 2010, Pewarna Anorganik Dari Kompleks Besi Formazan sebagai Fotosensitizer pada
Sel Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT), Thesis, Jurusan Kimia, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya. Sepuluh Nopembe, Surabaya.

Sharma, K., Sharma, V., & Sharma, S. S. (2018). Dye-Sensitized Solar Cells: Fundamentals and
Current Status. Nanoscale Research Letters .
Sherman, B. D., Sheridan, M. V., Wee, K.-R., Marquard, S. L., Wang, D., Alibabaei, L., … Meyer,
T. J. (2016). A Dye-Sensitized Photoelectrochemical Tandem Cell for Light Driven Hydrogen
Production from Water. Journal of the American Chemical Society, 138(51), 16745–16753.
doi:10.1021/jacs.6b10699

Song, W., Luo, H., Hanson, K., Concepcion, J. J., Brennaman, M. K., & Meyer, T. J. (2013).
Visualization of cation dif usion at the TiO2 interface in dye sensitized photoelectrosynthesis
cells (DSPEC). Energy & Environmental Science, 6(4), 1240. doi:10.1039/c3ee24184j

Xiao, X., Liu, C., Hu, R., Zuo, X., Nan, J., Li, L., & Wang, L. (2012). Oxygen-rich bismuth
oxyhalides: generalized one-pot synthesis, band structures and visible-light photocatalytic
properties. Journal of Materials Chemistry, 22840. Zhou, H., Wu, L., Gao, Y., & Ma, T.
(2011). Dye-sensitized solar cells using 20 natural dyes as sensitizers. Journal of
Photochemistry and Photobiology A: Chemistry, 188–194.

Zhang, J, Zhang G, and Zhang J. 2020. A hybrid artificial photosynthesis system with molecular
catalysts covalently linked onto TiO2 as electron relay for efficient photocatalytic hydrogen
evolution. J. Mater. Sci. Technol., vol. 50, pp. 147–152, 2020.

Anda mungkin juga menyukai