RMK 11
RMK 11
RMK 11
Menurut Brooks (2012), dari segi etimologi etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-
azaz akhlak (moral).
Macam Etika
1. Etika deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia
dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
2. Etika normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang
seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika Secara Umum dapat Dibagi Menjadi:
Etika umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis,
bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang
menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu
tindakan.
Etika khusus dibagi lagi menjadi dua bagian:
1. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
2. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota
umat manusia.
Menurut Hasan dalam Wibowo (2012), akhlak berasal dari bahasa Arab “khuluqun” yang berarti
perangai, tabiat, adat atau “khalqun” yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu
berarti perangai, adat, tabiat atau sistem perilaku yang dibuat.
Menurut Agoes (2006), istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang berkaitan
dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian. Tetapi dengan keahlian saja yang
diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis
yang mendasari praktik pelaksanaan, dan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktik.
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu:
a. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan,
pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
b. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan
kegiatannya pada kode etik profesi.
c. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan
pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
d. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan
masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan
sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
e. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Prinsip-prinsip Etika Profesi
RESUME ETIKA DAN AHLAK KEPERILAKUAN DALAM AKUNTANSI KEUANGAN
1. Tanggung jawab
a. Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
b. Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan, prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
3. Otonomi, prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam
menjalankan profesinya.
Penerapan prinsip etika profesi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) :
1. Tanggung jawab penerapan
2. Kepentingan publik
3. Integritas
4. Obyektifitas
5. Kehati-hatian
6. Kerahasiaan
7. Konsistensi
8. Standar teknis
Akuntansi Keperilakuan
Ilmu Akuntansi keperilakuan memfokuskan pada hubungan antara perilaku manusia dan sistem
akuntansi. Akuntansi keperilakuan sama seperti ilmu disiplin induknya (akuntansi). Ilmu ini merupakan terapan
dan praktik. Ilmu ini menggunakan hasil penelitian disiplin ilmu induknya (ilmu keperilakuan) untuk
menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia.
Akuntansi keperilakuan menyediakan suatu kerangka yang disusun berdasarkan teknik yang
bertujuan untuk memahami dan mengukur dampak proses bisnis terhadap orang-orang dan kinerja
perusahaan, untuk mengukur dan melaporkan perilaku serta pendapat yang relevan terhadap perencanaan
strategis dan untuk mempengaruhi pendapat dan perilaku guna memastikan keberhasilan implementasi
kebijakan usaha. Akuntansi keperilakuan memperhatikan hubungan antara perilaku manusia dan akuntansi.
Akuntansi keperilakuan juga berkepentingan pada bagaimana pengaruh tersebut dapat dirubah oleh
perubahan era atau gaya yang dibawa dan bagaimana laporan akuntansi dan prosedur dapat digunakan paling
efektif untuk membantu individu dan organisasi mencapai tujuan mereka.
Perilaku Etika Dalam Profesi Akuntansi
Perilaku Etika Dalam Pemberian Jasa Akuntan Publik
Masyarakat, kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas serta tidak memihak terhadap
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan. Profesi akuntan publik
menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, antara lain:
1) Jasa Assurance , jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi
pengambil keputusan.
2) Jasa Atestasi Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang
disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang
RESUME ETIKA DAN AHLAK KEPERILAKUAN DALAM AKUNTANSI KEUANGAN
yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material
dan kriteria yang telah ditetapkan.
3) Jasa Non Assurance Jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang tidak memberikan suatu pendapat,
keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.
Riset-Riset Pada Perilaku Akuntansi Keuangan
Menurut Kachelmeir (2010), masalah yang ada dalam riset akuntansi memiliki dua keterkaitan yaitu
kemandirian peneliti yang berbeda dalam menilai akuntansi keperilakuan dan pengaruh dari perilaku individu
yang berbeda. Sehingga manajer fokus pada beberapa bagian dalam penganggaran manajemen laba
(Bamber, 2010). Memang dalam praktiknya, banyak cara yang dilakukan manajer untuk mempermainkan
besar kecilnya laba menurut Sulistyanto (2008). Seperti mengakui dan mencatat pendapatan terlalu cepat
atau sebaliknya, mengakui dan mencatat pendapatan palsu, mengakui dan mencatat biaya lebih cepat atau
lebih lambat dari yang seharusnya, dan tidak mengungkapkan kewajibannya. Upaya-upaya seperti ini sulit untuk
diketahui oleh pemakai laporan keuangan karena kurang lengkapnya pengungkapan suatu laporan keuangan.
Hal ini bisa tidak terjadi dimana dalam pelaksanaannya menerapkan prinsip etika profesi yaitu tanggung jawab,
obyektifitas, dan mematuhi standar teknis yang telah ditetapkan. Selain itu, akhlak dari masing-masing individu
yang dimiliki akan mendukung dalam penerapan etika profesi tersebut.
Hasil riset Murni dan Andriana (2007) menunjukkan kepemilikan institusional memiliki wewenang lebih
besar dibandingkan dengan pemegang saham kelompok lain sehingga cenderung memilih proyek yang lebih
berisiko dengan harapan akan memperoleh keuntungan yang tinggi. Kepemilikan manajerial menunjukkan
adanya peran ganda seorang manajer, yakni manajer juga bertindak sebagai pemegang saham. Sebagai
seorang manajer sekaligus pemegang saham, ia tidak ingin perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau
bahkan kebangkrutan. Kesulitan keuangan atau kebangkrutan usaha akan merugikan ia baik sebagai manajer
atau sebagai pemegang saham. Sebagai manajer akan kehilangan insentif dan sebagai pemegang saham
akan kehilangan return bahkan dana yang diinvestasikannya. Cara untuk menurunkan resiko ini adalah
dengan menurunkan tingkat debt yang dimiliki perusahaan (Friend and Lang dalam Christiawan dan Josua,
2007). Debt yang tinggi akan meningkatkan resiko kebangkrutan perusahaan, karena perusahan akan
mengalami financial distress. Karena itulah maka manajer akan berusaha menekan jumlah debt serendah
mungkin. Tindakan ini di sisi lain tidak menguntungkan karena perusahaan hanya mengandalkan dana dari
pemegang saham. Perusahaan tidak bisa berkembang dengan cepat, dibandingkan jika perusahaan juga
menggunakan dana dari kreditor. Kondisi tersebut membutuhkan keputusan yang tepat demi kelangsungan
perusahaan. Oleh karena itu diperlukan etika profesi yang benar serta akhlak individu yang baik untuk
mendukung proses pengambilan keputusan yang tepat.
Kemudian, Faccio (2006) menemukan dorongan perusahaan untuk memiliki koneksi politik telah
mendapat perhatian khusus dari para pengamat ekonomi karena adanya indikasi perlakuan istimewa dari
pemerintah, terlebih bagi perusahaan yang dimiliki langsung oleh pejabat atau orang yang memegang posisi
penting di dalam pemerintahan. Perusahaan dikatakan memiliki koneksi politik apabila minimal salah satu
pemegang saham utama (orang yang memiliki paling tidak 10 persen dari total hak suara) atau salah satu
RESUME ETIKA DAN AHLAK KEPERILAKUAN DALAM AKUNTANSI KEUANGAN
pimpinan (CEO, presiden, wakil presiden, ketua atau sekretaris) merupakan anggota parlemen, menteri atau
memiliki relasi dengan politikus atau partai politik.
Riset Butje dan Tjondro (2014) menunjukkan perusahaan tidak selalu menggunakan koneksi politik
untuk melakukan tax avoidance tetapi bisa digunakan untuk mendapatkan bantuan modal dan berbagai
keuntungan dari sisi pendanaan. Hal ini berarti masih ada beberapa individu yang memperhatikan etika profesi
dalam pelaksanaanya dan juga memiliki akhlak yang baik sehingga dalam penelitian Butje dan Tjondro (2014)
tersebut menunjukkan tidak selalu individu menggunakan koneksi politik untuk melakukan tax avoidance.
Eksekutif memegang peranan penting dalam menentukan skema penghindaran pajak perusahaan
diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Dyreng et al. (2008) dan Budiman (2012). Peranan eksekutif
tidak hanya mampu menambah nilai perusahaan tetapi juga memiliki kecenderungan untuk mendukung
penghindaran pajak. Salah satu cara yang dilakukan eksekutif adalah dengan menempatkan orang kepercayaan
yang memiliki keahlian untuk mengamati sekaligus membuat skema penghindaran pajak sesuai keinginan
eksekutif (Dyreng et al.,2009). Budiman (2012) menyatakan semakin eksekutif bersifat risk taker akan semakin
tinggi tingkat penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan. Butje dan Tjondro (2014) menemukan semakin
eksekutif bersifat risk taker, semakin tinggi tax avoidance yang dilakukan perusahaan. Eksekutif risk taker seperti
ini harusnya memiliki akhlak yang baik yang tercermin dalam penerapan etikan profesi ketika menjalankan
usahanya, seperti pembuatan tax planning, namun bila tidak maka akan memperoleh sanksi karena melanggar
etika profesi tersebut.
Adakalanya partisipasi dalam penyusunan anggaran dapat menimbulkan permasalahan baru. Schiff dan
Lewin dalam Arifin (2007) menganggap bahwa adanya kelonggaran dalam anggaran (slack) merupakan hasil
dari proses partisipasi, dan mereka yakin bahwa para manajer memperjuangkan secara sengaja sehingga
mereka dapat mencapai tujuan pribadi seperti gaji yang lebih tinggi, bonus, dan lain-lain. Semua hal tersebut
dapat terwujud jika anggaran dapat dicapai. Keikutsertaan para manajer dalam penyusunan anggaran akan
berakibat mereka (para manajer) menetapkan ang-garan yang relatif mudah (longgar), sehingga akan
menimbulkan slack yang mengecilkan prestasi yang diharapkan (Chow dalam Arifin, 2007). Hal ini terjadi karena
mereka mengetahui bahwa prestasi mereka akan dinilai dari anggaran tersebut. Banyak cara yang digunakan
untuk mencapai suatu kesejahteraan namun cara tersebut melanggar etika profesi yang ada dan mencerminkan
akhlak yang buruk. Bukan hal yang bagus ketika mendapatkan suatu pengakuan hasil kinerja yang bagus
namun dalam prosesnya melanggar etika dan profesi dan memperburuk moral dan akhlak yang dimiliki.
Pengakuan hasil kinerja tersebut juga tidak akan bertahan lama, karena akan masih banyak lagi tantangan-
tantangan dalam pekerjaan yang dihadapi dimana itu akan melibatkan etika profesi, moral dan akhlak yang
dimiliki dalam penentuan hasilnya.