Pengertian Dan Teori Motivasi Abraham Maslow

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Pengertian dan Teori Motivasi Abraham Maslow

Pengertian Motivasi
Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan
gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Jadi motif tersebut merupakan suatu driving force
yang menggerakkan manusia untuk bertingkah- laku, dan di dalam perbuatanya itu
mempunyai tujuan tertentu.
Beberapa Pengertian motivasi yaitu :
Menurut Wexley & Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi adalah pemberian atau penimbulan
motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan menjadi motif.
Menurut Morgan (dalam Soemanto, 1987) motivasi bertalian dengan tiga hal yang sekaligus
merupakan aspek- aspek dari motivasi. Ketiga hal tersebut adalah:
1. keadaan yang mendorong tingkah laku ( motivating states ),
2. tingkah laku yang di dorong oleh keadaan tersebut ( motivated behavior ),
3. Tujuan dari pada tingkah laku tersebut ( goals or ends of such behavior ).
Dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah merupakan sejumlah proses- proses psikologikal,
yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan
sukarela (volunter) yang diarahkan ke tujuan tertentu, baik yang bersifat internal, atau
eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan
persistensi.
Teori Motivasi Abraham Maslow
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
• Kebutuhan yang bersifat fisiologis (lahiriyah). Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam tiga
hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur,
perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah, kendaraan dll. Menjadi motif
dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan produktivitas yang
tinggi bagi organisasi.
• Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan kerja (Safety Needs) Kebutuhan ini mengarah
kepada rasa keamanan, ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-
nya, wewenangnya dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan
antusias dan penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan
wewenangnya.
• Kebutuhan sosial (Social Needs).
Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja atau antar
kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan pihak-pihak yang
diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya sense of belonging dalam
organisasi.
• Kebutuhan akan prestasi (Esteem Needs).
Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian. Kebutuhan akan simbul-
simbul dalam statusnya se¬seorang serta prestise yang ditampilkannya.
• Kebutuhan mempertinggi kapisitas kerja (Self actualization).
Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan
kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak
pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja
pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara
cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih
tinggi.
Beberapa teori dari tokoh lain tentang Motivasi
1. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for
Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan
kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.
2. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer
merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan
eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G =
Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
3. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman
motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari
motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
4. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang
diterima.
5. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan
suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan
akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan
bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu
6. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai
model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi
orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh
persepsi tersebut.
7. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti
masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha
mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai
kelebihan model-model tersebut menjadi satu model.
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
yang bersifat internal maupun eksternal.
Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga
diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja
yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis
dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat
bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara
penerapannya.
Definisi/Pengertian Teori Perilaku Teori X dan Teori Y (X
Y Behavior Theory) Douglas McGregor
25 10 2009

Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat
membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y
dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para
manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para
pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.

A. Teori X

Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka
bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun
menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus
terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan
perusahaan.

B. Teori Y

Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan
sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena
mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan.
Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung
jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala
potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.

Ini adalah salah satu teori kepemimpinan yang masih banyak penganutnya. Menurut
McGregor, organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan
keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Teori.Y.

Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak
tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut
menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah :
1. Tidak menyukai bekerja
2. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai
diarahkan atau diperintah
3. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah
organisasi.

4. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.


5. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi..
Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif
teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada
hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara
keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia adalah sbb :
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan lepada orang.
Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara
keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.

2. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi
secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
4. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi
diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.

5. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara
tepat.

Dengan memahami asumsi dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa
merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan
memberikan desempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu.
Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin,
dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.

Sistem Manajemen dari Rensis Likert

Likert menemukan bahwa leader yang produktif menerangkan dengan jelas tujuan kepada
pengikutnya, kebutuhan apa saja yang perlu dicapai dan memberikan mereka kebebasan
untuk melakukan pekerjaannya. Para leader tersebut lebih memperhatikan pekerjanya
daripada pekerjaannya (employee-centered dan job-centered).

Pada studinya, Likert menemukan bahwa kegagalan gaya manajemen sebuah organisasi dapat
berkesinambungan antara sistem 1 hingga sistem 4, yaitu:
Asumsi dasar

Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional
organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:

1. Sistem pertama: sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu
diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak
memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan
untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah
ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak
dari atas kebawah.
2. Sistem kedua: sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif
terhadap kebutuhan karyawan. Manajemen organisasi berkenan untuk percaya pada
bawahan dalam hubungan atasan dan bawahan, keputusan ada diatas namun ada
kesempatan bagi bawahan untuk turut memberikan masukan atas keputusan itu.

1. Sistem ketiga: sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan.
Disini karyawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara
pimpinan dan karyawan nyata. Keputusan di tangan atasan, namun karyawan
memiliki andil dalam keputusan tersebut.
2. Sistem keempat: sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam
membuat keputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan dan
mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi keatas, kebawah, dan menyilang.
Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika tidak dapat dipastikan dan
diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan manajer. Interaksi dalam sistem
terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan manajer menanggapi umpan balik
dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam
pengambilan keputusan, penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian.

Pada periode studi Likert, sepertinya tipe leader yang demokratis adalah yang paling ideal,
tetapi, berdasarkan definisi proses leadership adalah fungsi dari leader, pengikut dan variabel
situasional, tidak mungkin mengimplementasikan salah satu tipe leadership saja pada semua
situasi.

Model Leadership Continuum

Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt.
Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin
mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi
ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi
ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.

Menurut teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan peminpin dengan bawahan :

1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).


2. Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
4. Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih dapat diubah.
5. Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan
(consulting).
6. Pemimpin menentukan batasan – batasan dan minta kelompok untuk membuat
peputusan.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas – batas yang ditentukan
(joining).

Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua
pandangan dasar :

1. Berorientasi kepada pemimpin.


2. Berorientasi kepada bawahan.

Anda mungkin juga menyukai