Apenditis Akut Arsita
Apenditis Akut Arsita
Apenditis Akut Arsita
“Appendisitis Akut”
Oleh :
(C1814201058)
PROGRAM S1 KEPERAWATAN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan YME .Saya dapat menyelesaikan makalah pada
judul ‘’APPENDISITIS AKUT PADA ANAK ‘’.Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih
belum sempurna .Hal ini disebabkan karena keterbatasan yang saya miliki .Oleh karena itu
,saat memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan dalam pembuatan tugas
yang di berikan oleh pembimbing dan saya dengan senag hati menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan tulisan ini.Kesempatan ini saya
mengucapkan Terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa.Besar harapan saya agar makalah
ini dapat di terima dan dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
1.Definisi ………………………………………………………………………………………………………………………..
3. Etiologi ………………………………………………………………………………………………………………………..
4.Klasifikasi ………………………………………………………………………………………………………………………
5. Manifentasi klinik………………………………………………………………………………………………………..
6. Patofisioogi ………………………………………………………………………………………………………………….
7. Patway …………………………………………………………………………………………………………………………
8.Komplikasi …………………………………………………………………………………………………………………….
9. Penatalaksanaan …………………………………………………………………………………………………………
BAB III
1. Pengkajian ……………………………………………………………………………………………………………………
5. Evaluasi ……………………………………………………………………………………………………………………
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………………..
2. Saran …………………………………………………………………………………………………………………….
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis
akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan
remaja. Terdapat sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum
usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan appendicitis akut mengalami perforasi setelah dilakukan
operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang
lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap
memiliki angka morbiditas yang signifikan .
Diagnosis appendicitis akut pada anak kadang-kadang sulit. Diagnosis yang tepat dibuat hanya
pada 50-70% pasien-pasien pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada
pediatrik berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik
merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis appendicitis2 Semua kasus
appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari appendix yang terinflamasi, baik dengan
laparotomy maupun dengan laparoscopy.
Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama
disebabkan karena peritonitis dan shock. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama
yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
akut abdomen di seluruh dunia
B. RUMUSAN MASALAH
C.TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar appendicitis akut pada anak ?
2. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
appendicitis akut pada anak ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu feses
kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks verivormis
(Nugroho, 2011). Apendisitis merupakan peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani
segera bisa menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2011).
Apendisitis adalah suatu peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal
(Reksoprojo, 2010). Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Sjamsuhidajat, 2010)
Apendisitis akut merupakan penyebab terbanyak dari suatu akut abdomen. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur tetapi paling banyak ditemukan pada usia 20-30 tahun, walaupun jarang
ditemui diatas 65 tahun tetapi sering berakibat pada apendisitis perforasi. Resiko seseorang
terkena apendisitis akut sepanjang hidupnya sekitar 6-9% (Andersson, 2012), dimana di negara
barat 7% dari penduduknya menderita apendisitis akut dan memerlukan intervensi bedah
(Craiq, 2005; Soybel, 2010).
Kasus apendisitis akut paling banyak dijumpai di Amerika Utara, Inggris, Australia, dan lebih
jarang ditemui di Asia, Afrika Tengah dan masyarakat Eskimo. Jika penduduk dari negara-
negara ini bermigrasi ke negara barat atau merubah pola diet seperti masyarakat barat,
kejadian apendisitis akan meningkat, oleh karena diperkirakan distribusi penyakit ini
dipengaruhi oleh lingkungan dan bukan genetik.
Apendisitis akut lebih banyak ditemukan pada mereka yang lebih banyak mengkonsumsi daging
dibandingkan dengan masyarakat yang mengkonsumsi tinggi serat (Bachoo, et all., 2001; Jhon
Maa, 2007). Di Amerika Serikat kasus apendisitis meliputi 11 per 10.000 populasi dan
perbandingan insiden pada laki-laki dan wanita 3:1. Sekitar 70% kasus apendisitis terjadi pada
usia dibawah 30 tahun khususnya terbanyak pada usia 15-30 tahun (Jones, 2001; Petroianu,
2012).
Apendisitis akut sering terjadi pada usia 20–30 tahun, dengan ratio laki- laki dibandingkan
dengan perempuan 1,4:1, resiko terjadi angka kekambuhan pada laki-laki 8,6% dan
perempuan 6,7 % di USA (Humes dan Simpson, 2006). Simpson dan Scholefied, (2008)
mengatakan insiden terjadinya apendisitis akut di UK pada laki-laki 1,5% dan 1,9% pada
perempuan per 1000 populasi setiap tahunnya dengan angka kekambuhan 6-20%. Di USA 7-
9% dari penduduknya menderita apendisitis akut dan memerlukan intervensi bedah.
(Prystowsky, et al., 2005; Humes dan Simpson, 2006).
2.ANATOMI DAN FISIOLOGI
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3- 15cm),
dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden
appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya4 . Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal,
yaitu di belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens.
Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks4 . Persarafan parasimpatis berasal dari
cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan
persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis
bermula di sekitar umbilicus5. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada
infeksi apendiks akan mengalami gangren5 .
Dinding apendiks terdiri dari semua lapisan dinding usus, tiga taenia koli membentuk lapisan
luar dari lapisan muskulus longitudinal . Pertemuan ketiga taenia koli merupakan letak basis
apendiks dan merupakan petunjuk posisi apendiks. Posisi basis apendiks dengan caecum
adalah konstan, dimana sisi bebas apendiks ditemukan pada berbagai variasi misalnya: pelvic,
retrocaecal, retroilealJaringan limfoid apendiks mulai tampak setelah usia 2 minggu setelah
lahir. Jumlah folikel limfoid akan meningkat secara bertahap hingga mencapai puncaknya yaitu
sekitar 200 folikel pada usia 12 – 20 tahun. Setelah umur 30 tahun folikel limfoid ini akan
berkurang setengahnya dan kemudian akan menghilang atau tinggal sisa-sisanya pada umur
60 tahunApendiks mendapat aliran darah dari arteri apendikularis yang merupakan cabang
langsung dari arteri ileocolica. Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus
yang mengikuti arteri mesenterika superior, sedangkan persyarafan sensoris berasal dari
nervus torakalis X. Karena itu nyeri visceral pada apendisitis bermula dari umbilikus.
3. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
4. KLASIFIKASI
5.MANIFENTASI KLINIK
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat
ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah
munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah 2-3 hari
Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith,
gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering
disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan.
Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab
terbesar, yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan
perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi
lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang
hyperplasia.
Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia,
Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides,
Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh
infeksi virus en` teric atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.
Pasien dengan cyctic fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan
pada kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi
appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal.
Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan
dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi
terjadinya appendicitis5 Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti
berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan
pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendicitis, khususnya pada anak-
anak.
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk berkembang biak.
Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limf, terjadi oedem
yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah
pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding
appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator
inflamasi dari jaringan yang iskemik.
Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale,
serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks,
khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa
didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic
biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat
terjadinya rupture dan penyebaran infeksi.
Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic
yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan
frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada
appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis umum.
Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien
berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu
melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien
dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam
tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko
perforasi.
Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum.
Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat
diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik5 Konstipasi jarang dijumpai tetapi
tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu
sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan
adanya abscess pelvis
7.PATWAY
ETIOLOGI
PREDISPOSISI PRESIPITASI
Massa feses
keras
Obstruksi
lumen
Suplay aliran
Feses
darah
tertahan
Feses sulit
dikeluarkan
Mukosa
terkikis
KONSTIPASI
NYERI AKUT
Noc :
kontrol nyeri
tenekan gaster
Appendikto peningkatan
pembatasan
my prod HCL
intake cairan
Insisi bedah
Defisiensi
Nic : manajemen
Ketidakseim
bangan
nutrisi
8.KOMPLIKASI
Noc :status
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan
dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan
biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat
merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling
sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun
dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang
tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan
belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua
terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran
kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang
menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga
perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam
sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis
yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan
seluruh perut, dan leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
9. PENATALAKSANAAN
Noc : fungsi
gastrointesti
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat
seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses
intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian
antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
4. Pasca operasi
syok, hipertermia atau gangguan pernafasan, angkat sonde lambung bila pasien sudah,
sehingga aspirasi cairan lambung dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan, bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan
sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari paska operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak ditempat tidur selama 2x 30 menit. Hari kedua dapat dienjurkan untuk duduk diluar
10. DIAGNOSIS
1. KLINIS
Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada
neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis
appendicitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama
kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang
samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah.
Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit. Variasi
lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak,
dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di kuadran
kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung,
dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan
appendicitis retrocecal atau pelvis. Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter
atau bladder, gejala dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada
saat menahan kencing dan distensi kandung kemih. Anorexia, mual, dan muntah
biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya
ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal atau
caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya
mengindikasikan diagnosis selain appendicitis. Meskipun demikian, keluhan GIT ringan
seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi pada anak dengan
appendicitis. Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0
C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan
appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat menekan
dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau kosong.
Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat menurun atau
menghilang. Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan
cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan .
Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendicitis, kecuali pada
anak dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan
ureter.
Sampai saat ini, diagnosis apendisitis berdasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan
fisik mempunyai akurasi sebesar 80-90 %. Setiap penderita dengan nyeri perut kanan
bawah dan belum pernah menjalani apendektomi, harus dicurigai menderita apendisitis.
Nyeri pada awalnya di sekitar umbilikus, mula –mula minimal lalu meningkat bertahap
hingga akhirnya nyeri bersifat konstan. Kemudian nyeri berpindah sesuai posisi
apendiks. Bila lokasi apendiks pada daerah Mc Burney’s maka nyeri berpindah ke
daerah kuadran kanan bawah. Dan bila apendiks terletak retrocolic, retrocaecal atau
pelvis maka nyeri berpindah ke kuadran kanan atas, flank kanan , atau supra pubis.
Demam biasanya subfebris, kira –kira 1o C diatas suhu normal , berkisar 37,5-38,5 o C.
3.5,14 Bisa terjadi perbedaan suhu rektal dan aksiler sampai 1oC.17 Bila suhu > 39,4 o
C, biasanya disertai gangren, perforasi atau peritonitis .Pemeriksaan penderita dengan
kecurigaan apendisitis harus dimulai dengan observasi cara berjalannya pincang atau
berbaring dengan tungkai ditekuk. Penderita juga tampak anorexia , nausea, vomiting,
atau diare . Satu atau lebih dari gejala ini muncul, setelah nyeri periumbilikal . Pada
awal apendisitis, peristaltik biasanya normal atau hiperaktif, tapi peristaltik menghilang
bila sudah terjadi peritonitis. 16,24 Adanya nyeri tekan kuadran kanan bawah, terutama
pada titik Mc Burney,s adalah penemuan yang paling konstan.16,21 Bila iritasi berlanjut
ke peritoneum anterior didapatkan defans muskuler lokal , Blumberg sign, Rovsing,s
sign. Bila iritasi terjadi pada peritoneum posterior maka tanda yang didapat yaitu: psoas
sign dan obturator sign. Bila peritonitis terus berlangsung maka nyeri tekan dan defans
muskular bertambah pada kuadran kanan dan akhirnya pada seluruh abdomen.
2. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Biasanya jumlah lekosit berkisar 10.000-18.000/ mm3, 14,22,25,26 walaupun 20 %
penderita apendisitis akut mempunyai jumlah lekosit normal.20 Jumlah lekosit > 18.000
menunjukkan apendisitis perforasi.9,24 Adanya pergeseran ke kiri pada hitung jenis,
mempunyai nilai yang lebih signifikan dari pada hitung jumlah lekosit.
Analisa urine biasanya normal, tapi jumlah lekosit dan eritrosit dalam urine bisa
meningkat bila letak apendiks berdekatan dengan ureter atau vesica urinaria. Bakteri
tidak ditemukan pada penderita apendisitis akut, dan bila ditemukan bakteri dalam urine,
maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur urine. Test kehamilan perlu
dilakukan pada semua penderita wanita usia pubertas.
3. . SKOR ALVARADO
Skor alvarado adalah suatu sistem skoring yang digunakan untuk mendiagnosis
appendisitis akut. Skor ini mempunyai 6 komponen klinik dan 2 komponen laboratorium
dengan total skor poin 10. Skor ini dikemukakan oleh Alfredo Alvarado dalam
laporannya pada tahun 1986.Skor Alvarado dikenal juga sebagai skor MANTREL yang
merupakan singkatan huruf depan dari komponen-komponen pemeriksaannya.
(MANTRELS – Migration to the right iliac fossa, Anorexia, Nausea/Vomiting, Tenderness
in the right iliac fossa, Rebound pain, Elevated temperature (fever), Leukocytosis, and
Shift of leukocytes to the left).
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengukur sensitivitas dan spesifisitas dari
Skor Alvarado pada appendisitis akut. Penelitian yang dilakukan oleh Amri dan
Bermansyah (1997) mengenai skor Alvarado pada diagnosis apendisitis akut dengan
skor pembatas (cut off point) 6 , didapatkan sensitivitas: 90,90% dan spesifisitas:
75,75%.Tranggono (2000) melaporkan dengan memakai skor pembatas (cut off point) 7
didapatkan sensitivitas: 71,43% dan spesifisitas: 69,09%.Viriya, dkk pada tahun 2004
dalam penelitiannya mengemukakan sensitivitas dan spesifisitas Skor Alvarado dengan
poin ≥7 untuk mendiagnosa appendisitis akut adalah sebesar 85 % dan 87 %. Nirajhad
Baidiya MS, dkk pada tahun 2007 mengukur angka tersebut sebesar 88,8 % dan 75 %.
Kailash Singh, dkk pada tahun 2008 melaporkan penelitiannya yang menghasilkan
sensitivitas sebesar 83,79 %. Bahkan Nazir Ahmad, dkk pada tahun 2006 dalam
laporannya mengukur sensitivitas skor Alvarado dengan poin ≥7 untuk laki-laki sebesar
94 % dan untuk wanita sebesar 81 %.Ayaz Ahmed Memon, dkk pada tahun 2009 dalam
penelitiannya melaporkan angka sensitivitas skor Alvarado dengan poin ≥7 sebesar 98,1
%.
4. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Jika gejala klinis dan nilai laboratorium sudah khas untuk apendisitis, maka tidak
diperlukan konfirmasi radiologis.Gambaran foto polos abdomen yang paling sering
ditemukan tapi bukan diagnostik untuk apendisitis yaitu scoliosis dari Vertebra , cekung
(concave) ke kanan. Kadang dapat ditemukan gambaran caecum yang dilatasi dengan
air fluid level. Kalsifikasi fecolith dapat ditemukan pada 10- 15 % kasus , tapi adanya
gambaran fecolith tidak patognomonis untuk apendisitis karena banyak apendiks normal
yang telah diangkat terdapat fecolith.
Oleh karena itu foto polos abdomen tidak menolong dalam menegakkan diagnosa
apendisitis.
Ultrasonografi sudah luas digunakan dalam mengevaluasi penderita kecurigaan
apendisitis. Gambaran ultrasonografi pada apendisitis non perforasi yaitu: diameter
apendiks > 6 mm, dinding yang hipoechoic dengan tebal > 2 mm, fecolith atau cairan
yang terlokalisir. Gambaran pada apendisitis perforasi yaitu target sign dan struktur
tubular dengan adanya lapisan dinding yang hilang ( inhomogen), cairan bebas
perivesical atau pericaecal .
11.DIAGNOSA BANDING
Apendisitis sering kali mempunyai gejala yang hampir sama dengan gangguan abdomen
lainnya, karena beberapa dari penyakit –penyakit tersebut memang berhubungan.
Adapun penyakit-penyakit yang sering pada penderita dan mempunyai gejala-gejala yang mirip
apendisitis yaitu:
1. Gastroenteritis
2. Konstipasi
Kondisi ini sering menyebabkan nyeri. Nyeri sering pada kuadran kanan bawah, bersifat
hilang timbul atau menetap dan tidak progresif. Pada pemeriksaan fisik dapat teraba
masa faeces dan dibuktikan dengan foto polos abdomen.
3. Mesenterik limpadenitis
Ser miing dihubungkan dengan infeksi traktus urinarius dan menyebabkan nyeri
abdomen minimal dan tidak tajam. Kadang didapatkan limpadenopati menyeluruh.
Secara klinis sukar dibedakan dengan apendisitis.
4. Meckel’s diverticulitis
Tanda dan gejala Meckel’s divertikulitis sama dengan apendisitis. Meckel divertikulitis
terletak 60 cm atau lebih dari katub ileocaecal.
Terjadi pada wanita usia pubertas. Nyeri abdomen mulai pada satu atau kedua kuadran
bawah. Pada Pemeriksaan rektal didapatkan nyeri tekan cervik uteri dan adnexa. Juga
sering disertai dengan lekore
Nyeri timbul mendadak, pada pertengahan siklus haid, nyeri pada kuadran kanan
bawah. Bila terjadi torsio kista ovarium , disertai dengan muntah-muntah.
7. Kehamilan diluar kandungan
Riwayat terlambat haid . Nyeri pada pemeriksaan vaginal dan penonjolan pada cavum
Douglas. Test kehamilan positif.
8. Pneumonia
Pneumonia lobus kanan bawah menyebabkan nyeri yang menjalar dan spasme
muskulus abdomen. Pada pneumonia tidak ada “ point tenderness”. Diagnosa
pneumonia ditegakkan dari foto thorax.
9. Invaginasi
Paling sering pada anak kurang dari 2 tahun. Nyeri hebat berupa kolik, teraba masa ,
faeces mengandung darah dan lendir.
Frekuensi, disuri dan piuria disertai demam tinggi dan nyeri ketok kostovertebral .
Pemeriksaan abdomen tak ada penemuan yang berarti.
11. Urolitiasis
Adanya kolik dan eritrosituria. Diagnosa ditegakkan dari foto polos abdomen atau
pyelografi intra vena.
Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada
pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Secara klinis, dikenal beberapa manuver
diagnostic Rovsing’s sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen
menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif
tapi tidak spesifik ·
Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi pangkal
kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan
indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess.
Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak
retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini · Obturator
sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan
dari lateral ke medial.
Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu
diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah
mengalami radang atau perforasi.Dasar anatomis terjadinya Obturator sign · Blumberg’s sign:
nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ) ·
Wahl’s sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun. · Baldwin test: nyeri di flank
bila tungkai kanan ditekuk. · Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak
Appendix. · Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau
Appendix letak pelvis. · Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher. ·
Dunphy sign: nyeri ketika batuk10. Skor Alvarado Semua penderita dengan suspek
Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor 6.
Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap
jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan
bukan radang akut. Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis Manifestasi
Skor Gejala Adanya migrasi nyeri 1 Anoreksia 1 Mual/muntah 1 Tanda Nyeri RLQ 2 Nyeri lepas
1 Febris 1 Laboratorium Leukositosis 2 Shift to the left 1 Total poin 10 Keterangan: 0-4 :
kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar
Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis Bila skor 5-6 dianjurkan untuk
diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan
Tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat ditentukan oleh masa atau waktu
kehidupan anak. Menurut Hidayat (2008) secara umum terdiri atas masa prenatal dan masa
postnatal.
terdiri atas dua fase, yaitu fase embrio dan fase fetus. Pada masa embrio, pertumbuhan
dapat diawali mulai dari konsepsi hingga 8 minggu pertama yang dapat terjadi perubahan yang
cepat dari ovum menjadi suatu organisme dan terbentuknya manusia. Pada fase fetus terjadi
sejak usia 9 minggu hingga kelahiran, sedangkan minggu ke-12 sampai ke-40 terjadi
peningkatan fungsi organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan berat badan terutama
pertumbuhan serta penambahan jaringan subkutan dan jaringan otot.
2. Masa postnatal
Terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa usia prasekolah, masa sekolah, dan masa
remaja.
a. Masa neonatus
Pertumbuhan dan perkembangan post natal setelah lahir diawali dengan masa
neonatus (0-28 hari). Pada masa ini terjadi kehidupan yang baru di dalam ekstrauteri,
yaitu adanya proses adaptasi semua sistem organ tubuh.
b. Masa bayi
Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap pertama (antara usia
1-12 bulan): pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini dapat berlangsung
secara terus menerus, khususnya dalam peningkatan sususan saraf. Tahap kedua
(usia 1-2 tahun): kecepatan pertumbuhan pada masa ini mulai menurun dan terdapat
percepatan pada perkembangan motorik.
d. Masa sekolah
Perkembangan masa sekolah ini lebih cepat dalam kemampuan fisik dan kognitif
dibandingkan dengan masa usia prasekolah.
e. Masa remaja
Pada tahap perkembangan remaja terjadi perbedaan pada perempuan dan laki-
laki. Pada umumnya wanita 2 tahun lebih cepat untuk masuk ke dalam tahap
remaja/pubertas dibandingkan dengan anak laki-laki dan perkembangan ini ditunjukkan
pada perkembangan pubertas.
Imunisasi pada anak bisa diberikan sejak awal, yaitu pada saat dilahirkan. Berikut
pembagian jenis vaksin yang dibutuhkan anak sejak lahir:
1. Hepatitis B
Vaksin ini diberikan untuk mencegah penularan hepatitis B dari ibu ke Si Kecil saat proses
kelahiran. Pemberian vaksin juga bertujuan untuk menurunkan risiko anak mengalami penyakit
yang berkaitan dengan organ hati dalam jangka panjang, misalnya kerusakan organ hati atau
kanker. Imunisasi ini dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada bayi baru lahir, di usia 1-2 bulan,
serta antara usia 6-18 bulan.
2. DPT
Difteri, Tetanus, dan Pertussis (DPT) juga harus diberikan pada bayi. Seperti namanya,
imunisasi ini bertujuan untuk mencegah penyakit difteri, tetanus, dan pertusis pada Si Kecil.
Vaksin DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu DPT I di usia 2 bulan, DPT II di usia 3 bulan, dan
DPT III di usia 4 bulan. Sedangkan booster atau penguat vaksin bisa diberikan kembali saat Si
Kecil berusia 18 bulan, 5 tahun, 10 tahun, dan 18 tahun.
3. Polio (IPV)
Vaksin IPV diberikan untuk mencegah risiko penyakit polio pada anak. Polio merupakan jenis
penyakit yang bisa menyebabkan kelumpuhan saraf motorik. Imunisasi polio diberikan
sebanyak 4 kali, yaitu pada saat anak baru lahir, usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. Vaksin ini
juga akan diberikan kembali (booster) pada saat imunisasi vaksin DPT atau saat Si Kecil
berusia 18 bulan.
4. BCG
Pemberian vaksin BCG disarankan untuk dilakukan sedini mungkin untuk mencegah penyakit
TB (tuberkulosis) yang menyerang bagian paru-paru. Imunisasi ini hanya satu kali seumur hidup
dan sebaiknya dilakukan segera. Vaksin BCG disebut tidak memiliki efek perlindungan jika
diberikan pada orang dewasa di atas usia 35 tahun.
5. Campak
Vaksin campak diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada usia 9 bulan, 18 bulan dan 6 tahun untuk
mencegah penyakit campak. Jika sampai usia 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak,
maka Si Kecil direkomendasikan untuk mendapatkan imunisasi MMR (Measles, Mumps,
Rubella) di usia 15 bulan.
6. Influenza
Influenza sering dianggap sebagai penyakit yang ringan, tetapi sebenarnya bisa memicu
dampak yang berbahaya. Maka dari itu, jenis vaksin ini tergolong penting, termasuk untuk anak-
anak dan bayi. Organisasi kesehatan dunia alias WHO, merekomendasikan pemberian vaksin
influenza pada anak berusia 5 bulan hingga 5 tahun. Imunisasi ini bisa membantu mencegah
risiko Si Kecil mengalami penyakit influenza secara berulang atau berlebihan.
BAB III
1) Identitas klien.
2) Keluhan utama.
Pada anak dengan apendisitis biasanya memiliki keluhan Nyeri terasa pada
abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan
hilangnya nafsu makan.
Yang harus dikaji adalah nyeri, mual muntah dan penurunan nafsu makan
Yang harus dikaji antara lain penyakit anak sebelumnya, apakah pernah dirawat
di RS sebelumnya, obat-obatan yang digunakan sebelumnya, riwayat alergi,
riwayat operasi sebelumnya atau kecelakaan dan imunisasi dasar.
Yang harus dikaji adalah riwayat penyakit apendisitis dalam keluarga dan
penyakit keturunan dalam keluarga sperti DM, Hipertensi, dll.
c) Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa
nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola
eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya
sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
d) Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,
aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah
pembedahan.
h) Pola hubungan
5) Pemeriksaan fisik
2).Ukuran antropometri.
Kulit
3.penggunaan sunscreen
6.Riwayat alergi
1.Kebiru-biruan (sianosis)
2.Pucat
3.Kekuningan (jaundice)
4.kemerahan (erythema)
5.kecoklatan
Kelembaban kulit
1.Berhubungan dengan tingkat hidrasi dan kondisi lapisan lipid pada permukaan
kulit
Temperatur kulit
Tekstur kulit
Vaskularitas
Edema
Lesi
3.Palpsi: mobility, countur (datar, menonjol, turun) dan konsistensi( kembut atau
tegang)4.Tanyakan: penyebab dan perubahan karakter
Tipe lesi:
1.Makula • Vesicle
2.Papula • Postule
3.Nodule • Ulcer
4.Tumor • Atropi
5.Wheal
2.Pencahayaan baik
3.Lepas wig
Kuku
2.Inspeksi warna dasar kuku, ketebalan, tekstur kuku, sudut antara kuku dan
dasar kuku, serta kondisi bagian lateral dan proksimal kuku.
4.Koilonychias
5.Dplinter hemorrhages
6.Paronychia
Kaji integritas dan struktur anatomi: kepala, mata, telinga, hidung, faring
dan leher (nodus limfatik, arteri karotis, kelenjar tiroid, dan trakhea)
Kepala
3.Kajilamanya keluhan
5.kaji kemam
6.puan visual, lapangan pandang, pergerakan ekstraokular dan struktur mata
eksternal dan internal.
Telinga
1.Inspeksi telinga
Hidung
2.Sumbat salah satu lubang hidung klien ketika bernafas, kepatenan jalan nafas
4.Palpasi hidung
5.Inspeksi uvula
Leher
3.Palpasi kelenjartiroid
5.Palpsitrakea
2. diagnosa
diagnosa keerawatan yang mungkn muncul pada pasien apendisitis yaitu:
3. Rencana keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera bologis
Hasil yang diharapkan : nyeri akut dapat menurun
Intervensi :
Observasi TTV
Monitor tanda-tanda kekurangan cairan
Memberikan cairan yang sesuai
Observasi dan catat intake dan autput cairan 8 jam
Timbang berat badan setiap hari
Berikan cairan arental sesuai program medik
5. resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko gangguan peristalsis
hasil yang diharapkan :
1. Pengkajian
Laki-laki 14 tahun datang ke RS .Bhayangkara dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah yang di alami 5 hari yang lalu ,seperti tertusuk-tusuk ,hilang timbul dan menjalar keperut
kanan bawah di sertai mual dan muntah frekuensi 4 kali sehari isi makanan .pasien mengeluh
nafsu makan menurun dan lemas ,demam tidak di jumpai dan kesulitan BAB .Menurut orang
tua pasien anaknya sering kali jajan sembarangan
Kamar : Alloanamnese :
A. Identifikasi
1. Pasien
Nama initial : An.N Warga negara : Indonesia
2. Orang Tua
Nama Bapak : yohanes Nama Ibu : Yohana
B. Data Medik
1. Diagnosa medik
Saat masuk : apendisitis akut
Saat pengkajian : apendisitis akut
BCG 1 minggu
DPT 3 bulan 6 bulan 9 bulan
Polio 3 bulan 7 bulan 11 bulan
Hepatitis B 4 bulan 6 bulan 10 bulan
Campak 9 bulan
8. Test Diagnostik
a. Laboratorium:pemeriksaan darah lengkap ,pemeriksaan CT-scan lower abdomen
9. Therapi:
C. Keadaan Umum
1. Keadaan Sakit
Pasien tampak sakit sedang
Alasan: pasien tampak lemah, semua kebutuhan pasien dibantu oleh keluarga dan perawat juga
terpasang Rl 20 tetes/menit
2. Tanda-Tanda Vital
a. Kesadaran :
Skala koma scale /pediatric coma scale
1) Respon motorik :6
2) Respon bicara :5
3) Respon membuka mata :4
Jumlah : 15
kuat lemah
f. Hal yang mencolok : tidak ada
3. Pengukuran
a. Tinggi badan : 150cm c. Lingkar kepala : 50 cm
b. Berat badan : 45 kg d. Lingkar dada :
Kesimpulan : berat badan kurang
4. Genogram :
D. Pengkajian Pola Kesehatan
1. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
a. Keadaan sebelum sakit :
ibu pasien mengatakan anaknya biasa bergaul dengan teman-teman sebayanya
anaknya suka jajan makanan di luar
ibu pasien mengatakan bahwa anaknya biasa mengalami flu dan batuk dan biasa
8
8
8
membawanya ke puskesmas terdekat
8
8
e. Pemeriksaan fisik :
1) Kebersihan rambut : bersih
2) Kulit kepala : bersih
3) Kebersihan kulit : bersih
4) Kebersihan rongga mulut : rongga mulut tampak kotor dan bibir tampak kering
5) Kebersihan genetalia / anus : tidak diperiksa karena pasien tidak mau.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
a. Keadaan sebelum sakit :
ibu pasien mengatakan dirumah biasa anaknya makan 2-3 kali sehari
porsi ½ piring
anak malas makan sayur dan buah
Keadaan sejak sakit :
pasien mengatakan selama sakit ia malas makan dan minum , hanya biasa minum
air putih 1 gelas sehabis makan
ibu pasien mengatakan anaknya tidak biasa makan bubur, biasanya makan roti atau
nasi
tampak anaknya suka makan jajanan
ibu pasien mengatakan bahwa anaknya mual dan muntah sehabis makan.
b. Observasi :
Pasien tampak lemah dan tampak mual dan muntah.
Pemeriksaan fisik :
3. Pola Eliminasi
a. Keadaan sebelum sakit :
Ibu pasien mengatakan anaknya BAB 2x sehari, dengan konsistensi padat
Anak tidak kesulitan saat BAB dan BAK 4-5/hari, kuning berbauh
b. Keadaan sejak sakit :
Ibu pasien mengatakan anaknya belum BAB 3 hari lalu dan BAK 6-7 perhari
c. Observasi : pasien tidak BAB selama 4 hari
d. Pemeriksaan Fisik :
1) Palpasi Kandung Kemih : Penuh Kosong
2) Mulut Uretra : tidak terdapat peradangan
3) Anus :
Peradangan :tidak ada
Hemoroid : tidak ada
Fistula : tidak ada
4. Pola Aktivitas dan Latihan
a. Keadaan Sebelum Sakit :
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya di rumah sering bermain dengan adiknya
dan kadang-kadang keluar rumah bersama teman-teman sekolahnya
Anaknya biasa bermain game
Ibu pasien mengatakan anaknya mandiri dalam hal makan, minum dan aktivitas
lainnya
b. Keadaan Sejak Sakit :
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya di bantu pada saat ingin ke toilet
c. Observasi :
1) Aktivitas Harian :
0 : mandiri
Makan :0
Mandi :0 1 : bantuan dengan alat
Pakaian :2
Kerapihan : 2 2 : bantuan orang
Buang air besar :0
Buang air kecil :0
Mobilisasi di tempat tidur : 0
Kesimpulan : terkadang pasien dibantu dalam hal yang tidak dapat dilakukan sendiri
2) Anggota gerak yang cacat : tidak ada
3) Fiksasi : pasien mengatakan spalak di lengan kanan
4) Tracheostomi : tidak ada
d. Pemeriksaan Fisik:
1) Perfusi pembuluh perifer kuku : perfusi kembali dalam waktu 1 detik
2) Thorax dan pernapasan
Inspeksi:
Bentuk thorax : simetris kiri dan kanan
Auskultasi :
Suara napas : vasikuler
3) Jantung
Inspeksi :
Ictus cordis : tidak ada kelainan
Palpasi :
Ictus cordis : tidak ada kelainan
Auskultasi :
Bunyi jantung II A : normal
Bunyi jantung II P : normal
Bunyi jantung I T : normal
Bunyi jantung I M : normal
Bunyi jantung II irama gallop :normal
Murmur: tidak ada gangguan
HR : normal
Bruit : Aorta :
A.Renalis :
A. Femoralis :
4) Lengan dan tungkai
Atrofi otot : Positif Negatif
Rentang gerak :sama kiri kanan
Kaku sendi : tidak ada
Ket :
1 : otot masi terasa ada kontraksi
2 : dapat menggerakkan otot
3 : dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal
4 : dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan
Refleks fisiologi :
Refleks patologi :
Babinski : Kiri : Positif Negatif
Clubing jari-jari : normal
5) Columna vertebralis:
Inspeksi : Kelainan bentuk :
Palpasi : Nyeri tekan : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Brudzinski : positif Kernig sign : positif
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya cenderung cengeng bila mengingini sesuatu
b. Observasi : tampak anak selalu ditemani ibunya
11. Pola Sistem Nilai Kepercayaan
a. Keadaan sebelum sakit :pasien mengatakan bahwa ia selalu berdoa
b. Keadaan sejak sakit : pasien mengatakan tidak ada gangguan pada ibadahnya
c. Observasi : tampak kitab suci berada di atas tempat tidur
2. Analisa data
Nama/umur : An. N/ 14 tahun
3. Dianosa keperawatan
4. Intervensi keperawatan
ditingkatkan ke
skala 4
2. Asupan mineral
dipertahankan
pada skala 2
ditingkatkan ke
skala 4
3. Asupan natrium
dipertahankan
pada skala 2
ditingkatkan ke
skala 4
5. Implementasi keperawatan
30/06/2020
Observasi TTV
I.IV 07:10 Arsita murhani
Hasil : kadir
-TD 110/80 C
-N : 80 x / menit
P : 22x / mnit
S : 37,2 C
Arsita murhani
V 07.40 Melakukan cucitangan setiap dan setelah
kadir
melakukan tindakan
Kolaborasi pemasangan RL 8 jam / kalf
IV,II
08.20 Menjelaskan kepada orang tua agar anak minum
banyak air putih
Arsita murhani
Hasil : kadir
Orang tua pasien tampak mengerti apa yang
dijelaskan oleh perawat
I. Evaluasi
Tanggal Evaluasi SOAP Nama perawat
30/06/2020
DX : I Arsita murhani
S : pasien mengatakan Masi merasa kadir
nyeri
O : tampak pasien memegangi bagian
perut yang sakit,
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
DX : II Arsita murhani
S : pasien mengatakan BAB mulai kadir
lancar
O : ekspresi wajah tampak rileks
A: masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
DX : III
S: Arsita murhani
O : tampak pasien menghabiskan kadir
makanannya
A : masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
DX: IV
S : ibu pasien mengatakan anaknya
sudah mulai banyak minum Arsita murhani
O : orang tua anak tampak memahami kadir
kondisi anak dan menyemangatinya
untuk banyak minum
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
DX : V
S : pasien merasa tidak sakit saat Arsita murhani
disuntikkan obat kadir
O:pasien tampak rileks
A: masalah teratasi sebagian
P :lanjutkan intervensi
DX : II
S : ibu pasien mengatakan anaknya Arsita murhani
sudah mulai BAB kadir
O :tampak anak mulai rileks
A : maslah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
DX : III
S :pasien mengatakan ia sudah
menghabiskan porsi makannya Arsita murhani
O : tampak BB pasien bertambah kadir
A : masalah nutrisi teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
DX : IV Arsita murhani
S : orang tua mengatakan anaknya kadir
sudah mulai banyak minum
O : tampak anak menghabiskan 2 gelas
air sehabis makan
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
Arsita murhani
DX : V kadir
S :pasien merasa lega setelah infus di
lepas
O:tampak pasien tersenyum
A:masalah teratasi
P:hentikan intervensi
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut
merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja Gejala
appendicitis akut pada anak tidak spesifik . Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan.
Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-
muntah dan anaka akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, appendicitis
sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% appendicitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting
dalam mendiagnosis appendicitis.
2. Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebh banyak yang tentunya dapat di pertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC
Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4.
Jakarta. EGC
Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC
NOC. Jakarta : EGC