Pedoman Program Kesehatan Lingkungan 1
Pedoman Program Kesehatan Lingkungan 1
Pedoman Program Kesehatan Lingkungan 1
PUSKESMAS BATUMALONRO
B. Tujuan Pedoman
1. Sebagai pedoman bagi petugas dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan lingkungan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif, promotif, dan
kuratif yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan.
2. Menurunkan angka penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh Faktor
Risiko Lingkungan dan meningkatnya kualitas kesehatan lingkungan.
C. Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah petugas kesehatan lingkungan dalam memberikan pelayananan
kepada masyarakat
D. Ruang Lingkup Pedoman
Kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas dilaksanakan di dalam gedung dan luar
gedung Puskesmas , meliputi:
1. Konseling;
2. Inspeksi Kesehatan Lingkungan.
3. Intervensi / tindakan kesehatan lingkungan.
4. Pemberdayaan masyarakat dengan STBM ( Sanitasi Total Berbasis Masyarakat )
E. Batasan Operasional
Pelayanan Kesehatan Lingkungan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan yang ditujukan
untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun
sosial guna mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor risiko
lingkungan.
Pasien / Klien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatan untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung
di Puskesmas.
Faktor Risiko Lingkungan adalah hal, keadaan, atau peristiwa yang berkaitan dengan kualitas
media lingkungan yang mempengaruhi atau berkontribusi terhadap terjadinya penyakit dan/atau
gangguan kesehatan.
Konseling adalah hubungan komunikasi antara Tenaga Kesehatan Lingkungan dengan pasien
yang bertujuan untuk mengenali dan memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi.
Inspeksi Kesehatan Lingkungan adalah kegiatan pemeriksaan dan pengamatan secara langsung
terhadap media lingkungan dalam rangka pengawasan berdasarkan standar, norma, dan baku
mutu yang berlaku untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat.
Intervensi Kesehatan Lingkungan adalah tindakan penyehatan, pengamanan, dan pengendalian
untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun
sosial.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan lingkungan meliputi tenaga
kesehatan dan tenaga non kesehatan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan kegiatan.
Kemampuan teknis sumber daya manusia sebagaimana dimaksud sebelumnya diperoleh melalui
pendidikan dan/ atau pelatihan yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sumber daya manusia untuk pelayanan kesehatan
lingkungan minimal Diploma III Kesehatan Lingkungan.
B. Distribusi
SDM
Distribusi
NO. Keterangan
Kegiatan Pelayanan
Kesling meliputi :
1) Konseling
Ikut 2) Inspeksi Kesehatan
menyelenggarakan Lingkungan
pelayanan kesehatan 3) Intervensi Kesehatan
1 Medis Lingkungan
lingkungan di dalam
gedung
Pelaksana kegiatan
Paramedis (Bidan, pelayanan kesehatan
2
Perawat, petugas HS lingkungan di dalam
dan di luar gedung
3 Analis Lab Pelayanan Laborat
9
C. Jadwal Kegiatan
Jadwal pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan lingkungan disepakati dan disusun bersama
lintas program
LOKASI
NO JENIS KEGIATAN WAKTU
. PELAKSANAAN
KLINIK SANITASI
1 Puskesmas Senin - Sabtu
INSPEKSI
2 KESEHATAN Kecamatan Senin - Sabtu
LINGKUNGAN
INTERVENSI
3 KESEHATAN Kecamatan Senin- Sabtu
LINGKUNGAN
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
DENGAN STBM
4 Kecamatan Senin - Sabtu
( SANITASI TOTAL
BERBASIS
MASYARAKAT )
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Denah ruang untuk pelayanan kesehatan Lingkungan menyesuaikan dengan keberadaan ruangan
di Puskesmas Sukarami. Pelayanan konseling kesehatan Lingkungan bergabung dengan
pelayanan Gizi dan Imunisasi.
B. Standar Fasilitas
1. Ruang untuk Konseling yang terintegrasi dengan layanan Konseling lain;
2. Laboratorium kesehatan lingkungan atau peralatan analisis lingkungan;
3. Peralatan yang dibutuhkan dalam Intervensi Kesehatan Lingkungan;
4. Alat Pelindung diri dan
5. Media komunikasi, informasi, dan edukasi.
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
A. Lingkup Kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan
Konseling adalah hubungan komunikasi antara Tenaga Kesehatan Lingkungan dengan Pasien
yang bertujuan untuk mengenali dan memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi.
Dalam Konseling, pengambilan keputusan adalah tanggung jawab Pasien. Pada waktu Tenaga
Kesehatan Lingkungan membantu Pasien terjadi langkah-langkah komunikasi secara timbal balik
yang saling berkaitan (komunikasi interpersonal) untuk membantu Pasien membuat keputusan.
Tugas pertama Tenaga Kesehatan Lingkungan adalah menciptakan hubungan dengan Pasien,
dengan menunjukkan perhatian dan penerimaan melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang
akan mempengaruhi keberhasilan pertemuan tersebut. Konseling tidak semata-mata dialog,
melainkan juga proses sadar yang memberdayakan orang agar mampu mengendalikan hidupnya
dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.
2. Inspeksi Kesehatan Lingkungan;
Pelayanan Pasien yang datang untuk berkonsultasi masalah kesehatan lingkungan (dapat disebut
Klien)
a. Pasien mendaftar di Ruang Pendaftaran.
b. Petugas pendaftaran memberikan kartu pengantar dan meminta Pasien menuju ke Ruang
Promosi Kesehatan.
c. Pasien melakukan konsultasi terkait masalah kesehatan lingkungan atau penyakit dan/atau
gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh Faktor Risiko Lingkungan.
d. Tenaga Kesehatan Lingkungan mencatat hasil Konseling dalam formulir pencatatan status
kesehatan lingkungan, dan selanjutnya memberikan lembar saran atau rekomendasi dan formulir
tindak lanjut Konseling untuk ditindak lanjuti oleh Pasien.
e. Pasien diminta untuk mengisi dan menandatangani formulir tindak lanjut Konseling.
f. Dalam hal diperlukan berdasarkan hasil Konseling dan/atau kecenderungan berkembang atau
meluasnya penyakit atau kejadian kesakitan akibat Faktor Risiko Lingkungan, Tenaga Kesehatan
Lingkungan membuat janji dengan Pasien untuk dilakukan Inspeksi Kesehatan Lingkungan dan
selanjutnya Pasien dapat pulang.
2. Inspeksi Kesehatan Lingkungan
Inspeksi Kesehatan Lingkungan sebagai tindak lanjut hasil Konseling sesuai dengan kesepakatan
antara Tenaga Kesehatan Lingkungan dengan Pasien, yang diupayakan dilakukan paling lambat
24 (dua puluh empat) jam setelah Konseling.
Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilakukan terhadap media air, udara, tanah, pangan, sarana dan
bangunan, serta vektor dan binatang pembawa penyakit. Dalam pelaksanaannya mengacu pada
pedoman pengawasan kualitas media lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
1) Pengamatan fisik media lingkungan
Secara garis besar, pengamatan fisik terhadap media lingkungan dilakukan sebagai berikut:
a) Air
Mengamati sarana (jenis dan kondisi) penyediaan air minum dan air untuk keperluan higiene
sanitasi (sumur gali/sumur pompa tangan/KU/perpipaan/penampungan air hujan).
Mengamati kualitas air secara fisik, apakah berasa, berwarna, atau berbau.
Mengetahui kepemilikan sarana penyediaan air minum dan air untuk keperluan higiene
sanitasi, apakah milik sendiri atau bersama.
b) Udara
Mengamati ketersediaan dan kondisi kebersihan ventilasi.
Mengukur luas ventilasi permanen (minimal 10% dari luas lantai), khusus ventilasi dapur
minimal 20% dari luas lantai dapur, asap harus keluar dengan sempurna atau dengan ada exhaust
fan atau peralatan lain.
c) Tanah
Mengamati kondisi kualitas tanah yang berpotensi sebagai media penularan penyakit, antara
lain tanah bekas Tempat Pembuangan Akhir/TPA Sampah, terletak di daerah banjir, bantaran
sungai/aliran sungai/longsor, dan bekas lokasi pertambangan.
d) Pangan
Mengamati kondisi kualitas media pangan, yang memenuhi prinsip-prinsip higiene sanitasi
dalam pengelolaan pangan mulai dari pemilihan dan penyimpanan bahan makanan, pengolahan
makanan, penyimpanan makanan masak, pengangkutan makanan, dan penyajian makanan.
e) Sarana dan Bangunan
Mengamati dan memeriksa kondisi kualitas bangunan dan sarana pada rumah/tempat tinggal
Pasien, seperti atap, langit-langit, dinding, lantai, jendela, pencahayaan, jamban, sarana
pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah.
f) Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Mengamati adanya tanda-tanda kehidupan vektor dan binatang pembawa penyakit, antara lain
tempat berkembang biaknya jentik, nyamuk, dan jejak tikus.
Apabila hasil pengukuran in situ memerlukan penegasan lebih lanjut, dilakukan uji laboratorium.
Uji laboratorium dilaksanakan di laboratorium yang terakreditasi sesuai parameternya. Apabila
diperlukan, uji laboratorium dapat dilengkapi dengan pengambilan spesimen biomarker pada
manusia, fauna, dan flora.
4) Analisis risiko kesehatan lingkungan
Analisis risiko kesehatan lingkungan merupakan pendekatan dengan mengkaji atau menelaah
secara mendalam untuk mengenal, memahami dan memprediksi kondisi dan karakterisktik
lingkungan yang berpotensi terhadap timbulnya risiko kesehatan, dengan mengembangkan tata
laksana terhadap sumber perubahan media lingkungan, masyarakat terpajan dan dampak
kesehatan yang terjadi.
Analisis risiko kesehatan lingkungan juga dilakukan untuk mencermati besarnya risiko yang
dimulai dengan mendiskrisikan masalah kesehatan
lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan penetapan risiko pada kesehatan manusia yang
berkaitan dengan masalah kesehatan lingkungan yang bersangkutan.
Analisis risiko kesehatan lingkungan dilakukan melalui:
Identifikasi bahaya
Mengenal dampak buruk kesehatan yang disebabkan oleh pemajanan suatu bahan dan
memastikan mutu serta kekuatan bukti yang mendukungnya.
Evaluasi dosis respon
Melihat daya racun yang terkandung dalam suatu bahan atau untuk menjelaskan bagaimana suatu
kondisi pemajanan (cara, dosis, frekuensi, dan durasi) oleh suatu bahan yang berdampak terhadap
kesehatan.
Pengukuran pemajanan
Perkiraan besaran, frekuensi dan lamanya pemajanan pada manusia oleh suatu bahan melalui
semua jalur dan menghasilkan perkiraan pemajanan.
Penetapan Risiko
Mengintegrasikan daya racun dan pemajanan kedalam “perkiraan batas atas” risiko kesehatan
yang terkandung dalam suatu bahan.
Hasil analisis risiko kesehatan lingkungan ditindaklanjuti dengan komunikasi risiko dan
pengelolaan risiko dalam rencana tindak lanjut yang berupa Intervensi Kesehatan Lingkungan.
5) Langkah-Langkah Inspeksi Kesehatan Lingkungan
a) Persiapan:
1) Mempelajari hasil Konseling.
2) Tenaga Kesehatan Lingkungan membuat janji kunjungan rumah dan lingkungannya dengan
Pasien dan keluarganya.
3) Menyiapkan dan membawa berbagai peralatan dan kelengkapan lapangan yang diperlukan
(formulir Inspeksi Kesehatan Lingkungan, formulir pencatatan status kesehatan lingkungan,
media penyuluhan, alat pengukur parameter kualitas lingkungan)
4) Melakukan koordinasi dengan perangkat desa/kelurahan (kepala desa/lurah, sekretaris, kepala
dusun atau ketua RW/RT) dan petugas kesehatan/bidan di desa.
b) Pelaksanaan:
b) Pelaksanaan:
1) Melakukan pengamatan media lingkungan dan perilaku masyarakat.
2) Melakukan pengukuran media lingkungan di tempat, uji laboratorium, dan analisis risiko
sesuai kebutuhan.
3) Melakukan penemuan penderita lainnya.
4) Melakukan pemetaan populasi berisiko.
5) Memberikan saran tindak lanjut kepada sasaran (keluarga pasien dan keluarga sekitar). Saran
tindak lanjut dapat berupa Intervensi Kesehatan Lingkungan yang bersifat segera. Saran tindak
lanjut disertai dengan pertimbangan tingkat kesulitan, efektifitas dan
Intervensi Lingkungan
Dalam pelaksanaannya Intervensi Kesehatan Lingkungan harus mempertimbangkan tingkat risiko
berdasarkan hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan. Pada prinsipnya
pelaksanaan Intervensi Kesehatan Lingkungan dilakukan oleh Pasien sendiri. Dalam hal cakupan
Intervensi Kesehatan Lingkungan menjadi luas, maka pelaksanaannya dilakukan bersama
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat/swasta.
a. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi, serta Penggerakan/Pemberdayaan Masyarakat.
Tenaga Kesehatan Lingkungan dapat memberikan desain untuk perbaikan dan pembangunan
sarana sesuai dengan tingkat risiko, dan standar atau persyaratan kesehatan lingkungan, dengan
mengutamakan material lokal. Contoh perbaikan dan pembangunan sarana sebagai berikut:
penyediaan sarana cuci tangan dengan material bambu;
pembuatan saringan air sederhana;
pembuatan pasangan/cincin pada bibir sumur untuk mencegah kontaminasi air dan
berkembangbiaknya vektor;
pemasangan genteng kaca untuk pencahayaan ruangan;
pembuatan tangki septik, pembuatan ventilasi, plesteran semen pada lantai tanah, dan
pembuatan sarana air bersih yang tertutup.
d. Pengembangan Teknologi Tepat Guna
Pengembangan teknologi tepat guna merupakan upaya alternatif untuk mengurangi atau
menghilangkan faktor risiko penyebab penyakit dan/atau gangguan kesehatan. Pengembangan
teknologi tepat guna dilakukan dengan mempertimbangkan permasalahan yang ada dan
ketersediaan sumber daya setempat sesuai kearifan lokal.
Pengembangan teknologi tepat guna secara umum harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
setempat, memanfaatkan sumber daya yang ada, dibuat sesuai kebutuhan, bersifat efektif dan
efisien, praktis dan mudah
Rekayasa lingkungan merupakan upaya mengubah media lingkungan atau kondisi lingkungan
untuk mencegah pajanan agen penyakit baik yang bersifat fisik, biologi, maupun kimia serta
gangguan dari vektor dan binatang pembawa penyakit. Contoh rekayasa lingkungan:
menanam tanaman anti nyamuk dan anti tikus;
pemeliharaan ikan kepala timah atau guppy;
pemberian bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang tidak tertutup;
- membuat saluran air dari laguna ke laut agar ada peningkatan salinitas.
BAB V
LOGISTIK
Kebutuhan dana dan logistik untuk pelaksanaan kegiatan Program Kesehatan Lingkungan
direncanakan dalam pertemuan lokakarya mini lintas program maupun lintas sektor sesuai dengan
tahapan kegiatan dan metode pembinaan Kesehatan Lingkungan yang akan dilaksanakan.
Pendanaan Pembinaan Kesehatan Lingkungan menurut PERMENKES RI No 82 Tahun 2014
dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, Swasta ataupun Lembaga donor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sumber pendanaan lain untuk kegiatan UKM dapat berasal dari BOK maupun BPJS sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN
Dalam perencanaan sampai dengan pelaksanaan kegiatan Program Kesehatan Lingkungan perlu
diperhatikan keselamatan sasaran dengan melakukan identifikasi resiko terhadap segala
kemungkinan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan.
Upaya pencegahan resiko terhadap sasaran harus dilakukan untuk tiap-tiap kegiatan yang akan
dilaksanakan.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Peningkatan mutu Pelayanan Kesehatan Lingkungan, setiap Puskesmas harus melakukan
pemantauan dan evaluasi Pelayanan Kesehatan Lingkungan. Pemantauan dan evaluasi mencakup
Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas dan pelaksanaan pengawasan kualitas media
lingkungan dalam rangka program kesehatan. Hasil pemantauan dan evaluasi digunakan untuk
mengukur kinerja Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas yang sekaligus menjadi
indikator dalam penilaian akreditasi Puskesmas.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk memperoleh gambaran hasil Pelayanan Kesehatan
Lingkungan di Puskesmas terhadap akses masyarakat untuk memperoleh Pelayanan Kesehatan
Lingkungan, kualitas Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas, masalah yang dihadapi, dan
dampak kesehatan masyarakat.
Indikator pemantauan dan evaluasi kinerja Puskesmas meliputi:
1. Akses masyarakat untuk memperoleh Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
2. Kualitas Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas.
3. Masalah yang dihadapi dalam Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
4. Dampak yang dapat terjadi.
Cara mengukur indikator tersebut dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Cara mengukur indikator tersebut dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut:
1. Akses masyarakat untuk memperoleh Pelayanan Kesehatan Lingkungan: Jumlah Pasien yang
mendapat Pelayanan Kesehatan Lingkungan dibanding Pasien yang membutuhkan Pelayanan
Kesehatan Lingkungan.
2. Kualitas Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas:
a. Jumlah Pasien yang menindaklanjuti hasil rekomendasi Konseling dibanding jumlah seluruh
Pasien yang melakukan Konseling.
b. Jumlah Pasien yang menindaklanjuti hasil rekomendasi Inspeksi Kesehatan Lingkungan
dibanding jumlah seluruh Pasien yang dikunjungi.
3. Masalah yang dihadapi dalam Pelayanan Kesehatan Lingkungan
Hasil penilaian akses masyarakat untuk memperoleh Pelayanan Kesehatan Lingkungan dikurangi
Hasil penilaian kualitas Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas.
4. Dampak yang dapat terjadi
Peningkatan atau penurunan insidens dan prevalensi penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan Faktor Risiko Lingkungan. Kinerja pelaksanaan program
Kesehatan Lingkungan dimonitor dan dievaluasi dengan menggunakan indikator dan target
sebagai berikut :
1. Cakupan rumah sehat dari rumah yang diperiksa : 80 %
2. Cakupan Kelurahan ODF : 40 %
3. Hygiene Sanitasi TPM TTU yang memenuhi syarat : 87 %
4. Institusi yang dibina memenuhi syarat kesehatan : 87 %
5. Cakupan SPAL : 80 %
6. Cakupan Air Bersih : 92 %
7. Cakupan Jamban Keluarga : 81 %
8. Akses penduduk thd air minum berkualitas : 87 %
9. Kualitas air minum yang memebuhi syarat : 100 %
10. Keluarga memiliki tempat sampah sehat : 78 %
Permasalahan dibahas pada tiap pertemuan lokakarya mini tiap bulan.
BAB IX
PENUTUP
Pedoman ini sebagai acuan bagi karyawan puskesmas dan lintas sektor terkait dalam pelaksanaan
dan pembinaan kesehatan lingkungan dengan tetap memperhatikan prinsip proses pembelajaran
dan manfaat.
Keberhasilan kegiatan program kesehatan lingkungan tergantung pada komitmen yang kuat dari
pihak terkait dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam mengendalikan
faktor - faktor resiko dalam kesehatan lingkungan, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan
penyakit yang berbasis lingkungan
4. SPO
5. SDM
6. Blangko IS
7. Lemari arsip
8. Sarana transportasi