Peranan Penyuluh Agama Islam Dalam Dakwah
Peranan Penyuluh Agama Islam Dalam Dakwah
Peranan Penyuluh Agama Islam Dalam Dakwah
.
A. Pendahuluan
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini agama memiliki posisi dan peranan yang
sangat penting. Agama menjadi sebuah pedoman hidup, juga sebagai landasan spiritual,
moral dan etika dalam hidup dan kehidupan umat manusia. Oleh karena itu agama sebagai
sistem nilai seharusnya dipahami, dihayati dan diamalkan oleh seluruh pemeluknya dalam
tatanan kehidupan setiap individu, keluarga dan masyarakat serta menjiwai kehidupan
berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan masyarakat sejahteram aman stabil, dan
sebagainya.
Islam adalah agama dakwah, yakni agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk
senantiasa aktif dalam kegiatan dakwah, mengajak dan menyeru orang lain menerima Islam
serta melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sebagian dari pelaksana pendakwah atau da’i adalah penyuluh agama Islam yang melakukan
dakwah dengan kegiatan bimbingan dan penyuluhan agama Islam, terutama kepada
komunitas masyarakat muslim.
Penyuluh agama Islam sebagai pelaksana kegiatan penyiaran agama mempunyai
peranan yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas kehidupan umat. Karena
berbicara masalah dakwah inklusif penyuluhan agama berarti berbicara tentang umat dengan
segala problematika, baik menyangkut kualitas kehidupan beragama maupun kesejahteraan
umat. Sebab banyak kasus dan dari banyak fakta dakwah betapa kemaslahatan umat (jamaah)
tidak merupakan sesuatu yang obyektif atau dengan kata lain belum mampu diwujudkan oleh
pelaksana dakwah.
Hal ini merupakan salah satu problematika dakwah dari sisi pelaksana dakwah (da’i,
muballigh, Penyuluh), dimana sebagian aktivitas dakwah belum mampu menterjemahkan
persoalan yang dihadapi umat secara rinci, untuk kemudian dicarikan solusinya dalam
konteks dakwah islam. Ungkapan ini tidak memperkecil peran para pelaksana dakwah,
Sebab, betapapun rendahnya kualitas keilmuan dan kemampuan penyampaian seorang da’i ,
muballigh, ataupun penyuluh agama, umumnya umat Islam (obyek dakwah) menyadari
bahwa ia (Da’i, Muballigh atau Penyuluh Agama Islam) tetap merupakan pemeran utama dari
gerakan dakwah. Dai/Penyuluh Agama Islam merupakan unsur yang dominan dalam
pelaksanaan dakwah/kepenyuluhan agama Islam. Ia merupakan pemegang kunci yang
terpenting terhadap sukses atau tidaknya pelaksanaan dakwah/penyuluhan agama.
Sehingga penyuluh agama sebagai figur sentral kepenyuluhan harus mampu
merealisasikan kegiatan penyuluhan dalam masyarakat, dimanapun ia berada. Sebab tanpa
realisasi amar makruf nahi mungkar yang dilakukan oleh orang/umat dengan kualitas terbaik
(khaira ummah), maka ummatan wahidatan menjadi tidak mungkin. Maka
dakwah/penyuluhan agama menjadi bagian esensial yang tidak mungkin terpisahkan dengan
ihtiar mewujudkan tatanan masyarakat yang ummatan wahidatan yang adil dalam ridha Allah
“baldatun toyyibatun wa rabbun ghofur”.
B. Penyuluh Agama Islam
Penyuluh Agama merupakan istilah yang ditarjamahkan dari bahasa Inggris
“Religious counselor”. Istilah ini mula-mula diperkenalkan oleh Wayne E Qates pada tahun
1955, ia menyatakan : There is no easy road to becoming good religious counselor any more
than there is an easy to becoming any kind of effective counselor. (dalam H.M.Umar dan
Sartono :1998 :48)
Istilah penyuluh agama menjadi populer sejak dikeluarkannya SK Menteri Agama
RI No. 79 Tahun 1985 didefinisikan Pembimbing umat Islam dalam rangka pembinaan
mental, moral dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, serta menjabarkan
segala aspek pembangunan melalui pintu dan bahasa agama . Dengan SK tersebut penyuluh
agama menjadi sebutan yang dikenal luas oleh masyarakat. Karena penyuluh agama
dimaksud tugasnya secara langsung berhadapan dengan masyarakat (umat Islam, menjadi
pembimbing agama (Islam) bagi mereka.
Sebelumnya istilah penyuluh agama diperkenalkan oleh H.M Arifin pada tahun l976
dengan bukunya Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di
Sekolah dan di Luar Sekolah. Sementara dalam dunia Pendidikan Tinggi, khususnya Fakultas
Dakwah dan Komunikasi baru populer sejak adanya jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Agama (BPA) pada tahun l989, kemudian jurusan ini berubah namanya menjadi jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI). Meskipun nama jurusannya berubah, namun essensi
sama saja, yakni jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam,
Penyuluh agama yang berasal dari PNS sebagaimana yang diatur dalam keputusan
Menkowasbangpan No. 54/KP/MK.WASPAN/9/1999, adalah Pegawai Negeri Sipil yang
diberi tugas tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama Islam dan pembangunan
melalui bahasa agama.
Penyuluh Agama Islam non PNS adalah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian kerja
yang diangkat, ditetapkan dan diberi tugas, tanggung jawab serta wewenang dan yang gung
jawab secara penuh untuk melukakam bimbingan, penyuluhan melalui bahasa agama dan
pembangunan pada masyarakat melalui Surat Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota (SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.III/432 Tahun 2016). Dengan standar
kompetensi sebagai berikut:
Jadi Penyuluh Agama Islam adalah para juru penerang penyampai pesan bagi
masyarakat mengenai prinsip-prinsip dan etika nilai keberagamaan yang baik. Disamping itu,
Penyuluh Agama Islam merupakan ujung tombak dari Kementerian Agama dalam
pelaksanaan tugas membimbing umat Islam dalam mencapai kehidupan yang bermutu dan
sejahtera lahir batin.
Dari pembakuan istilah Penyuluh Agama Islam telah memberikan makna yang strategis bagi
penyuluh agama Islam itu sendiri untuk lebih berkiprah dalam melakukan pembimbingan dan
penyuluhan guna memberikan pencerahan kepada umat Islam sehingga umat Islam merasa
terbimbing dengan kehadiran penyuluh agama Islam dalam rangka membangun mental,
moral dan nilai ketakwaan umat serta turut mendorong peningkatan kualitas kehidupan umat
beragama dalam berbagai bidang.
Penyuluhan agama adalah usaha penyampaian ajaran Islam kepada umat manusia oleh
seseorang atau kelompok orang secara sadar dan terencana, dengan berbagai methode yang
baik dan sesuai dengan sasaran penyuluhan, sehingga berubahlah keadaan umat itu kepada
yang lebih baik, untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Hasil akhir yang
ingin dicapai dari penyuluham agama pada hakekatnya ialah terwujudnya kehidupan
masyarakat yang memiliki pemahaman mengenai agamanya secara memadai yang
ditunjukkan melalui pengamalannya yang penuh komitmen dan kosisten disertai wawasan
multi kultural, untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai
satu sama lain.
Dari uraian diatas dapat ketahui bahwa titik tuju dari penyuluhan adalah pada suatu
nilai akhir atau tujuan utama (mayor obyektive) yang ingin dicapai atau diperoleh, yaitu
terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan batin di dunia dan diakhirat, di dalam
naungan mardhatillah. Sedang tujuan khususnya (minor obyektive), ialah nilai-nilai atau
hasil-hasil dalam setiap segi bidang kehidupan dan pembangunan, yang berintikan nilai-nilai
yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan.
Akan tetapi tujuan diatas belum dapat dipergunakan untuk mengukur keberhasilan
kegiatan penyuluhan secara operasional, sebab masih sangat umum. Karenanya perlu
dirumuskan tujuan penyuluhan operasional kegiatan penyuluhan, yang antara lain :
1. Sikap yang anti pati berubah menjadi simpati,
2. Sikap yang ragu berubah menjadi yakin.
3. Sikap yang mulai yakin berubah menjadi lebih yakin.
4. Tingkah laku yang malas dan acuh tak acuh berubah menjadi rajin dan antusias baik
dalam pelaksanaan ibadah, maupun dalam kegiatan mu’amalah lainnya.
5. Dari rasa keterpaksaan berubah menjadi kesadaran dan keinsyafan pribadi serta
timbul rasa memiliki.
6. Tingkah laku yang sudah rajin teratur meningkat secara kwalitatif (dari kwantita ke
kwalita).
7. Memelihara sikap dan tingkah laku yang sudah dihasilkan sebelumnya agar tidak
mundur kembali (memelihara continueitas).
8. Sikap dari semula menerima penyuluahn berubah secara kwalitatif menjadi pemberi
penyuluhan.
9. Dari pemberi penyuluhan meningkat menjadi penanggung jawab penyuluhan dan
kelangsungan penyuluahan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan penyuluhan ialah menyeru manusia agar
beriman dan bertaqwa kepada Allah swt dan secara oprasional adanya perubahan dari yang
negative atau pasif menjadi positif atau aktif, sehingga manusia mempunyai kesadaran yang
tinggi untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam, sehingga terwujudnya suatu kepribadian yang
utuh, keluarga yang harmonis dan masyarakat yang aman dan damai lahir batin, adil dan
makmur yang diridhoi oleh Allah swt, yang akhirnya mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
di akhirat.
D. Peranan Penyuluh Agama Islam dalam Dakwah
Untuk mengajak manusia kepada jalan Allah (Al Islam) dapat dilakukan dengan
berbagai cara termasuk dengan penyuluhan, tetapi tentu saja cara-cara atau metode dakwah
tersebut harus berpedoman kepada petunjuk Allah sebagaimana firman-Nya dalam surah An
Nahl ayat 125 sebagai berikut :
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Depag RI. : 1976 : 421)
Syekh Muhammad Abduh menyimpulkan ayat Al Qur’an tersebut, bahwa pada garis
besarnya umat yang dihadapi para pelaksana dakwah (da’i) dapat dibagi atas tiga golongan
yang masing-masing dihadapi dengan cara yang berbeda-beda pula, yaitu :
a. Ada golongan cerdik-cendekiawan yang cinta kebenaran dan dapat berpikir secara
kritis, cepat dan arti persoalan. Mereka ini harus dipanggil dengan hikmat, yakni
dengan alasan-alasan, dalil-dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akal
mereka.
b. Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan
mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. Mereka ini
dipanggil dengan “ma’uidzah hasanah” dengan anjuran dan didikan yang baik
dengan jalan yang mudah dipahami.
c. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara dua golongan tersebut di atas
belum dapat dicapai dengan hikmat. Akan tetapi tidak sesuai pula, bila dilayani
seperti golongan awam, mereka suka membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas-
batas tertentu, tidak sanggup mendalam benar. Maka demikian itu dipanggil dengan
“mujadah billati hia ahsan” yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong supaya
berpikir secara sehat, dan satu sama lainnya dengan cara yang lebih baik. (M. Natsir
: 1981 : 162)
Metode dakwah bil hikmah menurut pendapat Syekh Muhammad Abduh di atas,
meskipun hanya ditujukan kepada kelompok cerdik-cendikiawan saja namun kata hikmah itu
sendiri sering diartikan bijaksana atau kebijaksanaan, yang boleh jadi ia merasuki dua metode
dakwah tersebut, bahkan dalam pengembangan berbagai metode dan teknik dakwah lainnya.
Oleh karena itu M. Natsir berpendapat, bahwa istilah bil hikmah itu meliputi cara atau taktik
dakwah yang diperlukan dalam menghadapi cerdik pandai, golongan awam, golongan di
antara keduanya dan lain-lain golongan yang mungkin sukar untuk dimasukkan ke dalam satu
dari tiga itu. (M. Natsir : 1981 :165)
Bila dikaji secara dengan mendalam tentang cara-cara atau metode dakwah tersebut di
atas, maka penyuluhan agama Islam merupakan hasil pengembangan metode dakwah yang
berlandaskan metode-metode pokok dakwah tersebut, terutama metode bil hikmah dan
ma’uidzah hasanah. Penyuluhan agama Islam adalah cara dakwah yang bersifat fleksibel
sesuai kondisi sasaran (objek dakwah), yang kegiatannya ditekankan kepada intern umat
Islam (keluarga muslim), sebagai upaya membantu sasarannya (klien) mengantisipasi
munculnya masalah dan memecahkan masalah kehidupan mereka. Sasaran utama
penyuluhan agama Islam adalah umat Islam, baik mereka yang tidak mempunyai masalah
maupun mereka yang mempunyai masalah, lebih lagi menyangkut masalah keagamaan.
Penyuluh agama Islam adalah juru dakwah/ da’i tugas pokok dan fungsi melakukan
dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui
bahasa agama kepada masyarakat”.(KMA No.516 Tahun 2013). Tugas penyuluh tidak
semata-mata melaksanakan penyuluhan agama dalam arti sempit berupa pengajian saja, akan
tetapi keseluruhan kegiatan penerangan baik berupa bimbingan dan penerangan tentang
berbagai program pembangunan. Ia berperan sebagai pembimbing umat dengan rasa
tanggung jawab, membawa masyarakat kepada kehidupan yang aman dan sejahtera. Posisi
penyuluh agama Islam ini sangat strategis baik untuk menyampaikan misi keagamaan
maupun misi pembangunan. Penyuluh agama Islam juga sebagai tokoh panutan, tempat
bertanya dan tempat mengadu bagi masyarakatnya untuk memecahkan dan menyelesaikan
berbagai masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Apalagi seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka tantangan tugas penyuluh agama Islam semakin berat,
karena dalam kenyataan kehidupan di tataran masyarakat mengalami perubahan pola hidup
yang menonjol. Sebagai Penyuluh Agama Islam yang memdapatkan Surat Keputusan (SK)
dari Pemerintah (Kementerian Agama), ia mendapat tugas sebagai Penyuluh Agama Islam
yang mempunyai peranan sangat strategis, karena diberi tugas oleh pejabat yang berwenang
untuk melaksanakan bimbingan atau penyuluh agama dan pembangunan kepada masyarakat
melalui bahasa agama.
Sebagai seorang da’i penyuluh agama Islam mempunyai kedudukan dan peran yang
sangat penting bagi masyarakat yaitu:
1. Penyuluh agama sebagai figur sentral yang berperan sebagai pemimpin masyarakat,
sebagai imam dalam masalah agama dan masalah kemasyarakatan serta masalah
kenegaraan dalam rangka menyukseskan program pemerintah. Dengan
kepemimpinannya, penyuluh agama Islam tidak hanya memberikan penerangan
dalam bentuk ucapan-ucapan dan kata-kata saja, akan tetapi bersama-sama
mengamalkan dan melaksanakan apa yang dianjurkan. Keteladanan ini ditanamkan
dalam kegiatan sehari-hari, sehingga masyarakat dengan penuh kesadaran dan
keihklasan mengikuti petunjuk dan ajakan pemimpinnya.
2. Penyuluh agama juga sebagai agen perubahan bagi masyarakat (agent of change)
yakni berperan sebagai pusat untuk mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik
dan maju dalam segala bidang kehidupan, perubahan dari yang negatif menjadi
positif, dari yang fasif menjadi aktif atau dari yang telah baik menjadi lebih baik lagi.
3. Sebagai motivator pembangunan bagi masyarakat. Peranan ini sangat penting karena
pembangunan di Indonesia tidak semata membangun manusia dari segi lahiriah dan
jasmaniahnya saja, melainkan membangun segi rohaniah, mental spiritualnya
dilaksanakan secara bersama-sama. Demi suksesnya pembangunan penyuluh agam
Islam berfungsi sebagai pendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam
pembangunan, berperan juga untuk ikut serta mengatasi berbagai hambatan yang me
ngganggu jalannya pembangunan, khususnya mengatasi dampak negatifnya.
4. Sebagai fasilitator Kementerian Agama di mana ia ditugaskan untuk meningkatkan
kualitas keberagamaan umat dan program pembangunan, terutama bidang keagamaan.
Dalam lingkungan Kementerian Agama peranan penyuluh agama Islam sangatlah
penting, di mana banyak persoalan yang dihadapi oleh umat Islam menjadi tugas
penyuluh Agama untuk memberikan solusi, penerangan dan bimbingan. Sehingga
penyuluh agama ia dituntut umtuk bersungguh-sungguh dalam menjalankan
tugasnya, agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Peranan inilah yang
sering memposisikan penyuluh agama sebagai mahkluk yang dianggap multi talenta.
Oleh karena itu, penyuluh agama Islam perlu meningkatkan dan mengembangkan
pengetahuan, kemampuan dan kecakapan serta menguasai berbagai strategi,
pendekatan, dan metode/teknik penyuluhan, sehingga mampu dan siap melaksanakan
tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan profesional.
Penyuluh agama Islam sebagai seorang muslim, tugas menyampaikan penyuluhan
agama ini merupakan kewajiban setiap muslim, karenanya ia harus menyadari bahwa tugas
suci ini harus dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab.
Keberhasilan aktivitas penyuluhan tergantung pada rencana yang telah disusun oleh
penyuluh, sebab dengan perencanaan yang baik penyelenggaraan penyuluhan dapat berjalan
lebih terarah dan teratur rapi. Ia dituntut untuk mempersiapkan diri dengan berbagai ilmu
pengetahuan, menguasai metode penyampaian, menguasai materi yang disampaikan,
memahami problematika yang dihadapi oleh obyek penyuluhan untuk dicarikan jalan
penyelesaiannya, dan terakhir yang sering dilupakan adalah mengadakan pengawasan dan
evaluasi.
Setiap Penyuluh Agama Islam sebagai aparatur negara didalam menjalankan
tugasnya sebagai penyuluh dituntut harus mempunyai kelompok binaan, maka sebelum
pelaksanaan penyuluhan harus mampu mengidentifikasi potensi wilayah/kelompok sasaran
dan rencana kerja operasional bimbingan/penyuluhan agama dan pembangunan, menyusun
Petunjuk Pelaksanan (Juklak) dan Petunjuk Tehnis (Juknis) bimbingan dan penyuluhan
agama dan pembangunan, menyusun materi penyuluhan serta mendiskusikan materi tersebut
dengan sesama penyuluh agama, mengatur strategi, metode/ teknik, menyiapkan sarana dan
prasana, mengadakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan, dan
yang terakhir mengadakan pelaporan baik mingguan, bulana, maupun tahunan. Oleh karena
itu selain penyuluh agama memiliki kemampuan dan kecakapan yang memadai, baik
penguasaan materi penyuluhan maupun metode/tehnik penyampaian, ia juga mampu
memutuskan dan menentukan sebuah proses kegiatan bimbingan dan penyuluhan, sehingga
dapat berjalan sistematis, berhasil guna, berdaya guna dalam upaya pencapaian tujuan yang
diinginkan.
Dari paparan tentang peranan penyuluh agama Islam sebagaimana tersebut diatas,
maka jelas bahwa tugas pokok penyuluh agama Islam adalah melakukan dan
mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui
bahasa agama. Adapun fungsi dari penyuluh agama (Departemen Agama RI, 2000: 3) adalah
:
1. Fungsi Informatif dan Edukatif.
Penyuluh Agama Islam memposisikan dirinya sebagai da’i yang berkewajiban
mendakwahkan Islam, menyampaikan penerangan agama dan mendidik masyarakat
sebaik-baiknya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
2. Fungsi Konsultatif
Penyuluh agama Islam menyediakan dirinya untuk turut memikirkan dan
memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, baik persoalan-
persoalan pribadi, keluarga atau persoalan masyarakat secara umum. Penyuluh agama
harus bersedia membuka mata dan telinga terhadap persoalan yang dihadapi oleh
umat. Penyuluh agama menjadi tempat bertanya dan tempat mengadu bagi
masyarakat untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah dengan nasehatnya.
Maka dalam hal ini penyuluh agama berperan sebagai psikolog, teman curhat dan
teman untuk berbagi.
3. Fungsi Advokatif.
Penyuluh Agama Islam memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan
kegiatan pembelaan terhadap umat/masyarakat binaannya terhadap berbagai ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan akidah, mengganggu ibadah dan
merusak akhlak. Fungsi advokatif penyuluh agama selama ini memang belum mampu
seluruhnya dapat diperankan oleh penyuluh agama, dimana banyak kasus yang terjadi
di kalangan umat Islam sering tidak dapat dibela sesuai dengan porsinya.
DAFTAR PUSTAKA
Direkturat Jenderal Bimbingan Masyakarat Islam dan Urusan Haji Departeman Agama.
Pedoman Penyuluh Agama Islam, Jakarta, 1995.
Kepres No. 87 Tahun 1999.
Keputusan Menkowasbangpan No. 54/Kep/MK.WASPAN/9/1999 (Esian)
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Ka. BKN No. 574 dan 178 Tahun 1999
Keputusan Direktur Bimbingan Masyakarat Islam Kementerian Agama RI No. Dj.III/432
Tahun 2016
Romly A.M. Penyuluh Agama Menghadapi Tantangan Baru, Bina Reno Pariwara, Jakarta,
2001.
Suhartini, RJ. Drs. dan Ir.. Benar Simangungsong, M.Sc. Pembinaan Personil Melalui
Bimbingan dan Penyuluhan, Penelrindo, Jakarta, 1989.
Departemen Agama RI., Al Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al
Qur’an , Jakarta, l985
Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling, Ghalia Indonesia, Jakarta, l985
H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di sekolah
dan di Luar Sekolah, Bulan Bintang, Jakarta, l976
H.M.Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, Pustaka Setia, Bandung, l999
Syahril dan Riska Ahmad. Pengantar Bimbingan dan Konseling , Angkasa Raya , Padang,
l986
Tohari Musnamar, dkk, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami, UII
Press, Yogyakarta, l992
Departemen Agama RI., Buku Panduan Pelaksanaan Tugas Penyuluhan Agama, Jakarta,
2003.
--------, Himpunan Peraturan Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan
Angka Kreditnya, Jakarta, 2000
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya : Al-Ikhlas, 1987.
A. Surjadi, Dakwah Islam Dengan Pembangunan Masyarakat Desa, Bandung :
Mandar Maju 1989.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama memiliki posisi dan tugas dalam
menjaga keharmonisan dalam kehidupan beragama di Indonesia, hal ini mengacu
kepada Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1 Tahun 2001 bahwa fungsi Departemen
Agama meliputi empat masalah pokok, yaitu :
“Pertama, memperlancar pelaksanaan pembangunan di bidang keagamaan. Kedua,
membina dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas serta administrasi departemen. Ketiga,
melaksanakan penelitian dan pengembangan terapan pendidikan dan pelatihan tertentu dalam
rangka mendukung kebijakan di bidang keagamaan. Keempat, melaksanakan pengawasan
fungsional.”[13]
Tugas penyuluh agama Islam sekarang ini berhadapan dengan suatu kondisi
masyarakat yang berubah dengan cepat yang mengarah pada masyarakat fungsional,
masyarakat teknologis, masyarakat saintifik dan masyarakat terbuka. Dengan demikian,
setiap penyuluh agama secara terus menerus perlu meningkatkan pengetahuan, wawasan dan
pengembangan diri, dan juga perlu memahami visi penyuluh agama serta menguasai secara
optimal terhadap materi penyuluhan agama itu sendiri maupun teknik menyampaikannya.
Sehingga ada korelasi faktual terhadap kebutuhan masyarakat pada setiap gerak dan langkah
mereka.
Keberhasilan seorang Penyuluh Agama Islam dalam melaksanakan tugasnya di
masyarakat dipengaruhi oleh beberapa komponen diantaranya komponen strategi dakwah
yang dipilih dan dirumuskan. Karena kemajemukan masyarakat Indonesia yang terdiri dari
berbagai suku, ras, tradisi, bahasa, serta status sosial ekonomi yang berbeda-beda.
Menghadapi kondisi ini seorang penyuluh harus menyusun strategi yang tepat dalam
pelaksanaan tugas kepenyuluhannya demi tercapainya tujuan tugas itu. Disamping itu materi
penyuluhan tergantung pada tujuan yang hendak dicapai, namun secara global dapatlah
dikatakan bahwa materi penyuluhan dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu ”
masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syari`ah) dan masalah budi pekerti (akhlakul
karimah)”.[16]
Oleh karena itu, penyuluh agama Islam mempunyai peranan penting dalam kehidupan
beragama, bermasyarakat dan bernegara. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA)
Nomor 79 tahun 1985 bahwa : ”Penyuluh Agama mempunyai peranan sebagai pembimbing
masyarakat, sebagai panutan dan sebagai penyambung tugas pemerintah”[17]
Selanjutnya, penyuluh agama Islam mempunyai fungsi yang sangat dominan dalam
melaksanakan kegiatannya, yaitu :
“Fungsi Informatif dan Edukatif, ialah Penyuluh Agama Islam memposisikan sebagai da’i
yang berkewajiban menda’wahkan Islam, menyampaikan penerangan agama dan mendidik
masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai ajaran agama. Fungsi Konsultatif, ialah Penyuluh
Agama Islam menyediakan dirinya untuk turut memikirkan dan memecahkan persoalan-
persoalan yang dihadapi masyarakat, baik secara pribadi, keluarga maupun sebagai anggota
masyarakat umum. Fungsi Advokatif, ialah Penyuluh Agama Islam memiliki tanggung jawab
moral dan sosial untuk melakukan kegiatan pembelaan terhadap umat / masyarakat dari
berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan aqidah, mengganggu
ibadah dan merusak akhlak”[18]
[1] H.M. Arifin, Ilmu Pendidkkan Islam, Jakarta. Bumi Aksara, 1994, hlm. 88
[2] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, PT Logos Wacana Ilmu, 1999,
hlm. 67
[3] Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan…, hlm. 68
[4] Zuhairni, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1995, hlm. 77
[5] Masjfuk Zuhdi, Studi Islam : Ibadah, Jakarta, Rajawali, 1995, hlm. 4
[6] Qs, adz-Dzaariyaat, 51:56
[7] Qs, al-Baqarah, 2:30
[8] H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 1994, hlm. 88
[9] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1994, hlm. 147
[10] Said Agil Husein al Munawar, Al Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki, Jakarta: Cipta Press, 2002, hlm. 288
[11] Sidi Gazalba, Islam dan Perubahan Sosial Budaya: Kajian Islam Tentang
Perubahan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Al Husnah, 1983, hlm. 171