Peranan Penyuluh Agama Islam Dalam Dakwah

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

PERANAN PENYULUH AGAMA ISLAM DALAM DAKWAH

.
A. Pendahuluan
Dalam menjalani kehidupan di dunia ini agama memiliki posisi dan peranan yang
sangat penting. Agama menjadi sebuah pedoman hidup, juga sebagai landasan spiritual,
moral dan etika dalam hidup dan kehidupan umat manusia. Oleh karena itu agama sebagai
sistem nilai seharusnya dipahami, dihayati dan diamalkan oleh seluruh pemeluknya dalam
tatanan kehidupan setiap individu, keluarga dan masyarakat serta menjiwai kehidupan
berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan masyarakat sejahteram aman stabil, dan
sebagainya.

Islam adalah agama dakwah, yakni agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk
senantiasa aktif dalam kegiatan dakwah, mengajak dan menyeru orang lain menerima Islam
serta melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sebagian dari pelaksana pendakwah atau da’i adalah penyuluh agama Islam yang melakukan
dakwah dengan kegiatan bimbingan dan penyuluhan agama Islam, terutama kepada
komunitas masyarakat muslim.
Penyuluh agama Islam sebagai pelaksana kegiatan penyiaran agama mempunyai
peranan yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas kehidupan umat. Karena
berbicara masalah dakwah inklusif penyuluhan agama berarti berbicara tentang umat dengan
segala problematika, baik menyangkut kualitas kehidupan beragama maupun kesejahteraan
umat. Sebab banyak kasus dan dari banyak fakta dakwah betapa kemaslahatan umat (jamaah)
tidak merupakan sesuatu yang obyektif atau dengan kata lain belum mampu diwujudkan oleh
pelaksana dakwah.
Hal ini merupakan salah satu problematika dakwah dari sisi pelaksana dakwah (da’i,
muballigh, Penyuluh), dimana sebagian aktivitas dakwah belum mampu menterjemahkan
persoalan yang dihadapi umat secara rinci, untuk kemudian dicarikan solusinya dalam
konteks dakwah islam. Ungkapan ini tidak memperkecil peran para pelaksana dakwah,
Sebab, betapapun rendahnya kualitas keilmuan dan kemampuan penyampaian seorang da’i ,
muballigh, ataupun penyuluh agama, umumnya umat Islam (obyek dakwah) menyadari
bahwa ia (Da’i, Muballigh atau Penyuluh Agama Islam) tetap merupakan pemeran utama dari
gerakan dakwah. Dai/Penyuluh Agama Islam merupakan unsur yang dominan dalam
pelaksanaan dakwah/kepenyuluhan agama Islam. Ia merupakan pemegang kunci yang
terpenting terhadap sukses atau tidaknya pelaksanaan dakwah/penyuluhan agama.
Sehingga penyuluh agama sebagai figur sentral kepenyuluhan harus mampu
merealisasikan kegiatan penyuluhan dalam masyarakat, dimanapun ia berada. Sebab tanpa
realisasi amar makruf nahi mungkar yang dilakukan oleh orang/umat dengan kualitas terbaik
(khaira ummah), maka ummatan wahidatan menjadi tidak mungkin. Maka
dakwah/penyuluhan agama menjadi bagian esensial yang tidak mungkin terpisahkan dengan
ihtiar mewujudkan tatanan masyarakat yang ummatan wahidatan yang adil dalam ridha Allah
“baldatun toyyibatun wa rabbun ghofur”.
B. Penyuluh Agama Islam
Penyuluh Agama merupakan istilah yang ditarjamahkan dari bahasa Inggris
“Religious counselor”. Istilah ini mula-mula diperkenalkan oleh Wayne E Qates pada tahun
1955, ia menyatakan : There is no easy road to becoming good religious counselor any more
than there is an easy to becoming any kind of effective counselor. (dalam H.M.Umar dan
Sartono :1998 :48)
Istilah penyuluh agama menjadi populer sejak dikeluarkannya SK Menteri Agama
RI No. 79 Tahun 1985 didefinisikan Pembimbing umat Islam dalam rangka pembinaan
mental, moral dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, serta menjabarkan
segala aspek pembangunan melalui pintu dan bahasa agama . Dengan SK tersebut penyuluh
agama menjadi sebutan yang dikenal luas oleh masyarakat. Karena penyuluh agama
dimaksud tugasnya secara langsung berhadapan dengan masyarakat (umat Islam, menjadi
pembimbing agama (Islam) bagi mereka.
Sebelumnya istilah penyuluh agama diperkenalkan oleh H.M Arifin pada tahun l976
dengan bukunya Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di
Sekolah dan di Luar Sekolah. Sementara dalam dunia Pendidikan Tinggi, khususnya Fakultas
Dakwah dan Komunikasi baru populer sejak adanya jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Agama (BPA) pada tahun l989, kemudian jurusan ini berubah namanya menjadi jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI). Meskipun nama jurusannya berubah, namun essensi
sama saja, yakni jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Agama Islam,
Penyuluh agama yang berasal dari PNS sebagaimana yang diatur dalam keputusan
Menkowasbangpan No. 54/KP/MK.WASPAN/9/1999, adalah Pegawai Negeri Sipil yang
diberi tugas tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama Islam dan pembangunan
melalui bahasa agama.
Penyuluh Agama Islam non PNS adalah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian kerja
yang diangkat, ditetapkan dan diberi tugas, tanggung jawab serta wewenang dan yang gung
jawab secara penuh untuk melukakam bimbingan, penyuluhan melalui bahasa agama dan
pembangunan pada masyarakat melalui Surat Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama
Kabupaten/Kota (SK Dirjen Bimas Islam No. DJ.III/432 Tahun 2016). Dengan standar
kompetensi sebagai berikut:
Jadi Penyuluh Agama Islam adalah para juru penerang penyampai pesan bagi
masyarakat mengenai prinsip-prinsip dan etika nilai keberagamaan yang baik. Disamping itu,
Penyuluh Agama Islam merupakan ujung tombak dari Kementerian Agama dalam
pelaksanaan tugas membimbing umat Islam dalam mencapai kehidupan yang bermutu dan
sejahtera lahir batin.
Dari pembakuan istilah Penyuluh Agama Islam telah memberikan makna yang strategis bagi
penyuluh agama Islam itu sendiri untuk lebih berkiprah dalam melakukan pembimbingan dan
penyuluhan guna memberikan pencerahan kepada umat Islam sehingga umat Islam merasa
terbimbing dengan kehadiran penyuluh agama Islam dalam rangka membangun mental,
moral dan nilai ketakwaan umat serta turut mendorong peningkatan kualitas kehidupan umat
beragama dalam berbagai bidang.

Penyuluhan agama adalah usaha penyampaian ajaran Islam kepada umat manusia oleh
seseorang atau kelompok orang secara sadar dan terencana, dengan berbagai methode yang
baik dan sesuai dengan sasaran penyuluhan, sehingga berubahlah keadaan umat itu kepada
yang lebih baik, untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Hasil akhir yang
ingin dicapai dari penyuluham agama pada hakekatnya ialah terwujudnya kehidupan
masyarakat yang memiliki pemahaman mengenai agamanya secara memadai yang
ditunjukkan melalui pengamalannya yang penuh komitmen dan kosisten disertai wawasan
multi kultural, untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai
satu sama lain.

C. Dasar dan Tujuan Penyuluhan Agama Islam


1 . Dasar Pelaksanaan Penyuluhan Agama Islam
Islam sebagai agama dakwah, maka Islam harus disebarluaskan, diperkenalkan dan
diajarkan kepada seluruh umat manusia. Dasar pelaksanaan dakwah/penyuluhan agama
Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Dalam Surat Ali Imran ayat 104:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang
yang beruntung”.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda :
“Dari Abu Sa’id Al-Khudry r.a. berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw. Bersabda :
Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, harus merubah dengan tangannya, bila
tidak dapat dengan lidahnya (tegurannya) jika (dengan ini) tak sanggup maka dengan hatinya
dan yang demikian ini adalah usaha orang yang lemah imannya”.
Melaksanakan penyuluhan, yang mencakup amar makruf nahi mungkar, yaitu mengajak
segala perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah dan nahi mungkar yaitu
melarang segala perbuatan yang dapat menjauhkan diri dari Allah, adalah merupakan
kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat, menurut kadar kemampuan serta bidang masing-
masing, agar umat manusia (masyarakat) mengerjakan segala yang diperintahkan oleh Allah
dan meninggalkan larangannya.
Penyuluh Agama Islam merupakan bagian dari pelaksana dakwah yang ditugasi oleh
Kementerian Agama, untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan agama, yang aktivitasnya
telah diatur oleh pejabat yang berwenang, sehingga pelaksanaannya menjadi terarah dan
terorganisir dengan baik.
b. Tujuan Penyuluhan
Penyuluhan agama merupakan satu rangkaian kegiatan atau proses dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Bagi proses penyuluhan agama tujuan merupakan salah satu faktor
yang penting dan sentral, yang memberi arah bagi langkah aktivitas penyuluhan agama.
Tujuan penyuluhan juga dapat digunakan sebagai dasar bagi penentuan sasaran dan
strategi atau kebijaksanaan penyuluhan, langkah-langkah opErasional, mengandung luasnya
skup aktivitas, serta ikut menentukan dan berpengaruh terhadap penggunaan metode dan
media yang digunakan.
Sedang tujuan penyuluhan agama pada umumnya adalah :
1. Tujuan hakiki, ialah menyeru kepada Allah swt (meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan).
2. Tujuan umum, ialah kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
3. Tujuan khusus, ialah mengisi segi kehidupan itu dan memberi bimbingan bagi seluruh
masyarakat menurut keadaan dan persoalannya, sehingga Islam berintegrasi dengan
seluruh kehidupan manusia.
4. Tujuan urgen, ialah menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang ada
dalam masyarakat, yakni masalah-masalah yang menghalangi terwujudnya
masyarakat yang sejahtera lahir dan batin.
5. Tujuan insidental, ialah menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang
terjadi sewaktu-waktu dalam masyarakat, terutama mengenai penyakit dan
kepincangan dalam masyarakat, misalnya penyuapan, pemerasan dan lain-lain.

Di lain pihak secara terperinci Thohari Munamar, dkk merumuskan tujuan


bimbingan dan penyuluhan agama Islam adalah:

1. Membantu undividu mencegah timbulnya masalah-masalah dalam kehidupan


keagamaan, antara lain dengan cara;
a. membantu individu menyadari fitrah manusia;
b. membantu induvidu mengembangkan fitrahnya;
c. membantu individu memahami dan menghayati ketentuan dan petunjuk Allah
dalam kehidupan keagamaan;
d. membantu individu menjalankan ketentuan dan petunjuk Allah mengenai
kehidupan keagamaan .
2. Membantu individu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan
keagamaan , antara lain dengan cara ;
a. membantu individu memahami problema yan dihadapi ;
b. membantu individu memahami keadaan dirinya dan lingkungannya;
c. membantu individu memahi dan menghayati berbagai cara untuk untuk mengatasi
problem kehidupan keagamaan sesuai syari’at Islam;
d. membantu individu menetapkan pilihan upaya pemecahan problem keagamaan
yang dihadapinya.
3. Membantu individu memelihara siatuasi dan kondisi kehidupam keagamaan dirinya
yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik. (Thohari Musnamar,dkk:
l992: 144 )

Dari uraian diatas dapat ketahui bahwa titik tuju dari penyuluhan adalah pada suatu
nilai akhir atau tujuan utama (mayor obyektive) yang ingin dicapai atau diperoleh, yaitu
terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan batin di dunia dan diakhirat, di dalam
naungan mardhatillah. Sedang tujuan khususnya (minor obyektive), ialah nilai-nilai atau
hasil-hasil dalam setiap segi bidang kehidupan dan pembangunan, yang berintikan nilai-nilai
yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan.
Akan tetapi tujuan diatas belum dapat dipergunakan untuk mengukur keberhasilan
kegiatan penyuluhan secara operasional, sebab masih sangat umum. Karenanya perlu
dirumuskan tujuan penyuluhan operasional kegiatan penyuluhan, yang antara lain :
1. Sikap yang anti pati berubah menjadi simpati,
2. Sikap yang ragu berubah menjadi yakin.
3. Sikap yang mulai yakin berubah menjadi lebih yakin.
4. Tingkah laku yang malas dan acuh tak acuh berubah menjadi rajin dan antusias baik
dalam pelaksanaan ibadah, maupun dalam kegiatan mu’amalah lainnya.
5. Dari rasa keterpaksaan berubah menjadi kesadaran dan keinsyafan pribadi serta
timbul rasa memiliki.
6. Tingkah laku yang sudah rajin teratur meningkat secara kwalitatif (dari kwantita ke
kwalita).
7. Memelihara sikap dan tingkah laku yang sudah dihasilkan sebelumnya agar tidak
mundur kembali (memelihara continueitas).
8. Sikap dari semula menerima penyuluahn berubah secara kwalitatif menjadi pemberi
penyuluhan.
9. Dari pemberi penyuluhan meningkat menjadi penanggung jawab penyuluhan dan
kelangsungan penyuluahan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan penyuluhan ialah menyeru manusia agar
beriman dan bertaqwa kepada Allah swt dan secara oprasional adanya perubahan dari yang
negative atau pasif menjadi positif atau aktif, sehingga manusia mempunyai kesadaran yang
tinggi untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam, sehingga terwujudnya suatu kepribadian yang
utuh, keluarga yang harmonis dan masyarakat yang aman dan damai lahir batin, adil dan
makmur yang diridhoi oleh Allah swt, yang akhirnya mendapatkan kebahagiaan di dunia dan
di akhirat.
D. Peranan Penyuluh Agama Islam dalam Dakwah
Untuk mengajak manusia kepada jalan Allah (Al Islam) dapat dilakukan dengan
berbagai cara termasuk dengan penyuluhan, tetapi tentu saja cara-cara atau metode dakwah
tersebut harus berpedoman kepada petunjuk Allah sebagaimana firman-Nya dalam surah An
Nahl ayat 125 sebagai berikut :

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat di jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Depag RI. : 1976 : 421)

Syekh Muhammad Abduh menyimpulkan ayat Al Qur’an tersebut, bahwa pada garis
besarnya umat yang dihadapi para pelaksana dakwah (da’i) dapat dibagi atas tiga golongan
yang masing-masing dihadapi dengan cara yang berbeda-beda pula, yaitu :

a. Ada golongan cerdik-cendekiawan yang cinta kebenaran dan dapat berpikir secara
kritis, cepat dan arti persoalan. Mereka ini harus dipanggil dengan hikmat, yakni
dengan alasan-alasan, dalil-dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akal
mereka.
b. Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan
mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. Mereka ini
dipanggil dengan “ma’uidzah hasanah” dengan anjuran dan didikan yang baik
dengan jalan yang mudah dipahami.
c. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara dua golongan tersebut di atas
belum dapat dicapai dengan hikmat. Akan tetapi tidak sesuai pula, bila dilayani
seperti golongan awam, mereka suka membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas-
batas tertentu, tidak sanggup mendalam benar. Maka demikian itu dipanggil dengan
“mujadah billati hia ahsan” yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong supaya
berpikir secara sehat, dan satu sama lainnya dengan cara yang lebih baik. (M. Natsir
: 1981 : 162)

Metode dakwah bil hikmah menurut pendapat Syekh Muhammad Abduh di atas,
meskipun hanya ditujukan kepada kelompok cerdik-cendikiawan saja namun kata hikmah itu
sendiri sering diartikan bijaksana atau kebijaksanaan, yang boleh jadi ia merasuki dua metode
dakwah tersebut, bahkan dalam pengembangan berbagai metode dan teknik dakwah lainnya.
Oleh karena itu M. Natsir berpendapat, bahwa istilah bil hikmah itu meliputi cara atau taktik
dakwah yang diperlukan dalam menghadapi cerdik pandai, golongan awam, golongan di
antara keduanya dan lain-lain golongan yang mungkin sukar untuk dimasukkan ke dalam satu
dari tiga itu. (M. Natsir : 1981 :165)
Bila dikaji secara dengan mendalam tentang cara-cara atau metode dakwah tersebut di
atas, maka penyuluhan agama Islam merupakan hasil pengembangan metode dakwah yang
berlandaskan metode-metode pokok dakwah tersebut, terutama metode bil hikmah dan
ma’uidzah hasanah. Penyuluhan agama Islam adalah cara dakwah yang bersifat fleksibel
sesuai kondisi sasaran (objek dakwah), yang kegiatannya ditekankan kepada intern umat
Islam (keluarga muslim), sebagai upaya membantu sasarannya (klien) mengantisipasi
munculnya masalah dan memecahkan masalah kehidupan mereka. Sasaran utama
penyuluhan agama Islam adalah umat Islam, baik mereka yang tidak mempunyai masalah
maupun mereka yang mempunyai masalah, lebih lagi menyangkut masalah keagamaan.
Penyuluh agama Islam adalah juru dakwah/ da’i tugas pokok dan fungsi melakukan
dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui
bahasa agama kepada masyarakat”.(KMA No.516 Tahun 2013). Tugas penyuluh tidak
semata-mata melaksanakan penyuluhan agama dalam arti sempit berupa pengajian saja, akan
tetapi keseluruhan kegiatan penerangan baik berupa bimbingan dan penerangan tentang
berbagai program pembangunan. Ia berperan sebagai pembimbing umat dengan rasa
tanggung jawab, membawa masyarakat kepada kehidupan yang aman dan sejahtera. Posisi
penyuluh agama Islam ini sangat strategis baik untuk menyampaikan misi keagamaan
maupun misi pembangunan. Penyuluh agama Islam juga sebagai tokoh panutan, tempat
bertanya dan tempat mengadu bagi masyarakatnya untuk memecahkan dan menyelesaikan
berbagai masalah yang dihadapi oleh umat Islam. Apalagi seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka tantangan tugas penyuluh agama Islam semakin berat,
karena dalam kenyataan kehidupan di tataran masyarakat mengalami perubahan pola hidup
yang menonjol. Sebagai Penyuluh Agama Islam yang memdapatkan Surat Keputusan (SK)
dari Pemerintah (Kementerian Agama), ia mendapat tugas sebagai Penyuluh Agama Islam
yang mempunyai peranan sangat strategis, karena diberi tugas oleh pejabat yang berwenang
untuk melaksanakan bimbingan atau penyuluh agama dan pembangunan kepada masyarakat
melalui bahasa agama.

Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan


Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 54/KEP/MK.WASPAN/9/1999
disebutkan bahwa tugas pokok Penyuluh Agama adalah melakukan dan mengembangkan
kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama.
Bimbingan atau penyuluhan agama tersebut terdiri dari empat unsur kegiatan yaitu:
a. Persiapan bimbingan atau penyuluhan
b. Pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan
c. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan hasil pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan
d. Pelayanan konsultasi agama dan pembangunan

Sebagai seorang da’i penyuluh agama Islam mempunyai kedudukan dan peran yang
sangat penting bagi masyarakat yaitu:
1. Penyuluh agama sebagai figur sentral yang berperan sebagai pemimpin masyarakat,
sebagai imam dalam masalah agama dan masalah kemasyarakatan serta masalah
kenegaraan dalam rangka menyukseskan program pemerintah. Dengan
kepemimpinannya, penyuluh agama Islam tidak hanya memberikan penerangan
dalam bentuk ucapan-ucapan dan kata-kata saja, akan tetapi bersama-sama
mengamalkan dan melaksanakan apa yang dianjurkan. Keteladanan ini ditanamkan
dalam kegiatan sehari-hari, sehingga masyarakat dengan penuh kesadaran dan
keihklasan mengikuti petunjuk dan ajakan pemimpinnya.
2. Penyuluh agama juga sebagai agen perubahan bagi masyarakat (agent of change)
yakni berperan sebagai pusat untuk mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik
dan maju dalam segala bidang kehidupan, perubahan dari yang negatif menjadi
positif, dari yang fasif menjadi aktif atau dari yang telah baik menjadi lebih baik lagi.
3. Sebagai motivator pembangunan bagi masyarakat. Peranan ini sangat penting karena
pembangunan di Indonesia tidak semata membangun manusia dari segi lahiriah dan
jasmaniahnya saja, melainkan membangun segi rohaniah, mental spiritualnya
dilaksanakan secara bersama-sama. Demi suksesnya pembangunan penyuluh agam
Islam berfungsi sebagai pendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam
pembangunan, berperan juga untuk ikut serta mengatasi berbagai hambatan yang me
ngganggu jalannya pembangunan, khususnya mengatasi dampak negatifnya.
4. Sebagai fasilitator Kementerian Agama di mana ia ditugaskan untuk meningkatkan
kualitas keberagamaan umat dan program pembangunan, terutama bidang keagamaan.
Dalam lingkungan Kementerian Agama peranan penyuluh agama Islam sangatlah
penting, di mana banyak persoalan yang dihadapi oleh umat Islam menjadi tugas
penyuluh Agama untuk memberikan solusi, penerangan dan bimbingan. Sehingga
penyuluh agama ia dituntut umtuk bersungguh-sungguh dalam menjalankan
tugasnya, agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Peranan inilah yang
sering memposisikan penyuluh agama sebagai mahkluk yang dianggap multi talenta.
Oleh karena itu, penyuluh agama Islam perlu meningkatkan dan mengembangkan
pengetahuan, kemampuan dan kecakapan serta menguasai berbagai strategi,
pendekatan, dan metode/teknik penyuluhan, sehingga mampu dan siap melaksanakan
tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan profesional.
Penyuluh agama Islam sebagai seorang muslim, tugas menyampaikan penyuluhan
agama ini merupakan kewajiban setiap muslim, karenanya ia harus menyadari bahwa tugas
suci ini harus dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab.
Keberhasilan aktivitas penyuluhan tergantung pada rencana yang telah disusun oleh
penyuluh, sebab dengan perencanaan yang baik penyelenggaraan penyuluhan dapat berjalan
lebih terarah dan teratur rapi. Ia dituntut untuk mempersiapkan diri dengan berbagai ilmu
pengetahuan, menguasai metode penyampaian, menguasai materi yang disampaikan,
memahami problematika yang dihadapi oleh obyek penyuluhan untuk dicarikan jalan
penyelesaiannya, dan terakhir yang sering dilupakan adalah mengadakan pengawasan dan
evaluasi.
Setiap Penyuluh Agama Islam sebagai aparatur negara didalam menjalankan
tugasnya sebagai penyuluh dituntut harus mempunyai kelompok binaan, maka sebelum
pelaksanaan penyuluhan harus mampu mengidentifikasi potensi wilayah/kelompok sasaran
dan rencana kerja operasional bimbingan/penyuluhan agama dan pembangunan, menyusun
Petunjuk Pelaksanan (Juklak) dan Petunjuk Tehnis (Juknis) bimbingan dan penyuluhan
agama dan pembangunan, menyusun materi penyuluhan serta mendiskusikan materi tersebut
dengan sesama penyuluh agama, mengatur strategi, metode/ teknik, menyiapkan sarana dan
prasana, mengadakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan, dan
yang terakhir mengadakan pelaporan baik mingguan, bulana, maupun tahunan. Oleh karena
itu selain penyuluh agama memiliki kemampuan dan kecakapan yang memadai, baik
penguasaan materi penyuluhan maupun metode/tehnik penyampaian, ia juga mampu
memutuskan dan menentukan sebuah proses kegiatan bimbingan dan penyuluhan, sehingga
dapat berjalan sistematis, berhasil guna, berdaya guna dalam upaya pencapaian tujuan yang
diinginkan.
Dari paparan tentang peranan penyuluh agama Islam sebagaimana tersebut diatas,
maka jelas bahwa tugas pokok penyuluh agama Islam adalah melakukan dan
mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui
bahasa agama. Adapun fungsi dari penyuluh agama (Departemen Agama RI, 2000: 3) adalah
:
1. Fungsi Informatif dan Edukatif.
Penyuluh Agama Islam memposisikan dirinya sebagai da’i yang berkewajiban
mendakwahkan Islam, menyampaikan penerangan agama dan mendidik masyarakat
sebaik-baiknya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
2. Fungsi Konsultatif
Penyuluh agama Islam menyediakan dirinya untuk turut memikirkan dan
memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, baik persoalan-
persoalan pribadi, keluarga atau persoalan masyarakat secara umum. Penyuluh agama
harus bersedia membuka mata dan telinga terhadap persoalan yang dihadapi oleh
umat. Penyuluh agama menjadi tempat bertanya dan tempat mengadu bagi
masyarakat untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah dengan nasehatnya.
Maka dalam hal ini penyuluh agama berperan sebagai psikolog, teman curhat dan
teman untuk berbagi.
3. Fungsi Advokatif.
Penyuluh Agama Islam memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk melakukan
kegiatan pembelaan terhadap umat/masyarakat binaannya terhadap berbagai ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan akidah, mengganggu ibadah dan
merusak akhlak. Fungsi advokatif penyuluh agama selama ini memang belum mampu
seluruhnya dapat diperankan oleh penyuluh agama, dimana banyak kasus yang terjadi
di kalangan umat Islam sering tidak dapat dibela sesuai dengan porsinya.

E. Metode Pembinaan Umat


Metode sebagai kaifiat (cara kerja) dalam keseluruhan proses upaya untuk mewujudkan
Islam yang sebenarnya dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat, diperlukan suatu
rumusan cara yang bijaksana (Hikmah), untuk mengantarkan kepada tujuan yang akan
dicapai.
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik” (QS.An Nhl ayat 125).
Untuk melaksanakan essensi ini, manusia dibekali oleh Allah yang berupa akal, hati, lisan
dan tangan (qalbu, lisan, yaadun). Potensi-potensi tersebut akan dapat berperan secara actual.
Jika potensi akal dapat berfungsi secara benar (bil hikmah), akhirnya potensi potensi
kemanusiaan itu dapat menghasilkan metode pembinaan keumatan sebagai berikut :
1. Metode pembinaan dengan lisan.
Metode bil lisan adalah suatu cara kerja yang mengikuti sifat dan potensi lisan dalam
mengutarakan suatu cita-cita, pandangan dan pendapat tentang suatu hal (Islam).
Metode bil lisan atau yang sering disebut metode ceramah adalah menyampai akan bahan
secara lisan oleh tenaga penyuluh. Sedangkan peran audien sebagai penerima pesan,
mendengar, memperhatikan dan mencatat informasi yang disampaikan penyuluh agama
Islam.
Didalam penggunaan metode ini, diperlukan penyampaian contoh-contoh kongkrit, sehingga
tidak terkesan hanya wacana. Dengan harapan contoh yang disampaikan dapat memberikan
motivasi tersendiri bagi para peserta penyuluhan. Seorang penyuluh harus pintar mengatur
waktu didalam menyampaaikan materi, sehingga tidak terkesan searah dan otoriter.
Dengan memperhatikan kegunaan, kebaikan dan kelemahan metode ceramah, penyuluh
agama dapat merumuskan dan mempersiapkan ceramah secara efektif. Hal ini dilakukan
apabila penyuluh mempunyai pemahaman yang baik tentang ceramah, antara lain dengan
pemahaman tujuan ceramah, audien, penguasaan materi serta mengetahui situasi dan kondisi.
Dalam pelaksanaan penyuluhan, ceramah merupakan metode yang dominan atau banyak
dipakai oleh para penyuluh agama Islam, khususnya dalam pengajian/majlis ta’lim, sehingga
metode ceramah ini telah sangat membudaya, seolah-olah hanya cara ini saja yang dapat
dipakai, terutama dalam masyarakat pedesaan yang perlengkapan penyuluhannya sangat
terbatas dan sederhana. Maka untuk mengurangi adanya sifat monoton dan kejenuhan audien,
seorang penyuluh dituntut agar mampu berinovasi dan berdialog dengan peserta, bahkan
ditengah-tengah ceramahnya dapat diselipkan dengan ceritera-ceritera yang sudah
popular dikalangan masyarakat maupun ceritera ketauladanan umat terdahulu, sebab sebaik-
baik ceritera adalah ceritera yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Kemudian agar lebih
komonikatif dengan jamaah, cara ini bisa diselingi dengan humor sebagai penyegar suasana,
dan dapat juga diselipkan nyanyian atau kidung jawa, yang ada relevansinya dengan materi
penyuluhan, dengan harapan dapat menumbuhkan daya ingat audien.
Secara oprasional cara kerja ini sering dibantu dengan tehnik mau’idhah dan mujadalah
(kepenasihatan dan sharing/tukar fikiran atau tanya jawab, yang pola kerjanya secara umum
ada dua pilihan prioritas :
a. Menjelaskan kekeliruan cara melaksanakan dan menata kehidupan menurut ajaran Islam
(Al-Qur’an dan Al-Hadits) dan akibat-akibat kemasyarakatan (baik aspek akidah, syari’ah,
ahklak) . Pola ini seringa disebut dengan amar makruf, yakni mencegah diri dari melakukan
perbuatan jelek, untuk menghindari dari kerusakan dan kehancuran yang membahayakan
hidup bermasyarakat.
b. Memberikan alternatif jalan keluar dengan menata ajaran dan kerangka berfikir yang jelas
dan bersifat operasional. Pola ini disebut nahi munkar, yakni menekankan pada proses
penyadaran individual dan masyarakat untuk meninggalkan jalan atau cara hidup yang salah,
untuk menuju ke cara dan jalan hidup yang benar.
Metode ceramah sebagai salah satu pengembangan dari fungsi informatif dan educativf
penyuluh agama Islam.
2. Metode Tanya jawab.
Metode Tanya jawab dalam pelaksanaan penyuluhan merupakan salah satu metode
penyampaian dengan cara mendorong sasaran penyuluhan untuk menyatakan pendapat atau
masalah yang dirasa belum dimengerti, dan penyuluh agama sebagai penjawabnya.
Metode ini sebagai feed back atau umpan balik antara jamaah dan penyuluh agama, berguna
untuk mengurangi kesalahfahaman pendengar, menjelaskan perbedaan pendapat dan
menerangkan hal-hal yang belum dimengerti. Metode ini efektif apabila digunakan sebagai
pemecahan suatu masalah yang belum jelas dalam suatu ceramah. Metode Tanya jawab
digunakan setelah ceramah atau digabung dengan metode ceramah metode ini banyak
dilakukan dalam acara ceramah dan dialog. Maka metode Tanya jawab tepat apabila
dilaksanakan dalam suatu ruangan atau kelas, pada acara pengajian rutin dalam kelompok
binaan penyuluh agama Islam.
Semakin banyak yang bertanya semakin hidup suasana, ini berarti ceramahnya atau masalah
yang dibicarakan memdapat perhatian dari audien, sehingga audien tertarik untuk banyak
mengetahui. Metode ini juga dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi dan introspeksi bagi
penyuluh agama sampai dimana daya serap jamaah dan untuk mengetahui sejauhmana hasil
ceramahnya. Dalam pelaksanaan, pertanyaan biasanya datang dari jamaah, maka jawaban
atas pertanyaan tersebut ditujukan kepada seluruh jamaah.
Jadi Tanya jawab yang dapat dinilai efektif sebagai metode penyuluhan adalah :
– Dapat menjawab dengan baik dan jelas.
– Dapat menyelesaikan atau menjawab masalah.
– Apabila pertanyaan menghendaki jawaban yang bersifat tuntunan praktis, dapat
dilaksanakan.
Metode Tanya jawab ini dapat dikembangkan menjadi metode konsultatif, yakni jamaah
minta fatwa atau konsultasi kepada penyuluh tentang suatu masalah yang dihadapi, dengan
harapan penyuluh dapat memberikan solusi dan alternative pemecahan. Konsultasi bisa
dilaksanakan pada saat diadakan pembinaan bersama-sama dengan jamaah yang lain (bersifat
kelompok), dan bisa dilakukan secara sendiri-sendiri (perseorangan). Dalam pelaksanaan
konsultasi ini penyuluh agama harus mau mendengan, mencatat dan mengidentifikasi
masalah yang di konsultasikan untuk kemudian dicarikan jalan keluarnya. Maka penyuluh
agama harus menyediakan blangko untuk konsultasi, baik kelompok ataupun perseorang.
Metode ini sebagai salah satu pengembangan dari fungsi konsultatif penyuluh Agama Islam.
3. Metode pembinaan dengan tangan (bil yaad).
Metode bil yaad adalah suatu cara kerja yang mengupayakan terwujudnya ajaran Islam dalam
kehidupan pribadi dan sosial dengan mengikuti cara dan prosedur kerja potensi manusia yang
berupa pikiran, hati, lisan dan tangan/fisik yang Nampak dalam keutuhan kegiatan
operasional.
Penekanannya sedikit bicara banyak kerja (amal nyata), oleh karenanya metode ini sangat
kompleks disbanding dengan penggunaan metode pembinaan lainnya, sebab melibatkan
keteguhan akidah, keutuhan wawasan Islam, ketrampilan menterjemahkan ajaran Islam
dalam bentuk kongkrit serta kemampuan membaca perubahan keadaan ummat secara
menyeluruh.
Adapun cara kerja bil yaad ini secara oprasional sering disebut dengan cara penyantunan,
yakni tindakan praktis yang tujuannya membimbing, membina dan membela kaum dhuafa
dibidang ekonomi, baik pribadi ataupun kelompok. Tehnik oprasionalnya dapat dilakukan,
antara lain :
– Pemberian beberapa ketrampilan/skill agar dapat mengelola sumber daya alam
pemberian Allah.
– Penyediaan modal, sebagai sarana awal untuk memulai usaha.
– Pewadahan al-mustadh’afin dalam organisasi sosial ekonomi, misalnya pendirian
koperasi dll
Karena itu metode bil yaad ini juga disebut dengan metode keteladanan atau demonstrasi,
maka dengan cara ini penyuluh agama Islam memberikan teladan langsung, memberikan
contoh/tindakan langsung. Sehingga orang lain dapat tertarik untuk mengikuti kepada apa
yang akan diserukan, yang direalisasikan melaui sikap, gerak gerik, ucapan dan tindakan
(direct method). Secara langsung penyuluh agama melaksanakan penyuluhan secara terus
menerus, sepanjang ia masih dianggap sebagai umat yang sebaik-baik kaum dan kunci
utamanya adalah penyuluh agama harus mampu mulai dari diri sendiri.
Artinya : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah” (QS. Ali
Imran : 110).
Sebagai contoh adalah Nabi Muhammad saw sendiri dalam menyampaikan ajaran Islam
dihiasinya dengan perangai luhur, (QS. Al Qalam:4). Cara ini sangat berkesan bagi pengikut-
pengikutnya, bahkan dapat menarik mereka dari yang mula-mula membenci beliau, berubah
menjadi cinta dan menjadi perisai Islam. Karenanya penyuluh agama harus mampu menjadi
teladan untuk dirinya sendiri, dan memulai diri sendiri sebelum mengajak orang lain. Sebab
keberadaan penyuluh agama keberadaannya selalu menjadi dilihat, didengar dan diikuti, baik
cara berucap, ahklakul karimahnya, bahkan cara berpakaianpun mendapat penilaian.
Sehingga satu saja penyuluh agama melakukan tindakan yang tercela, maka orang lain tidak
akan mau mendengar apa yang diperintahkan.
Metode ini sebagai salah satu pengembangan dari fungsi atvokatif penyuluh Agama Islam.
F. Materi Penyuluh Agama Islam
Materi penyuluhan agama pada dasarnya adalah seluruh ajaran agama Islam, yang bersumber
pokok di Al-Qur’an dan Al-Hadits. Akan tetapi harus dititik beratkan kepada pokok-pokok
yang benar-benar diperlukan dan dibutuhkan oleh kelompok sasaran. Penekanannya adalah
pada aspek praktis, bukan pada aspek teoritis. Lingkup materi meliputi materi agama dan
materi pembangunan lintas sektoral.
1. Materi Kurikulum.
a. Materi Aqidah Islamiyah.
Penyuluhan agama perlu memahami bahwa iman tidak dapat dilihat oleh indra, tetapi bisa
dilihat dari indikatornya yaitu amal, ilmu dan sabar. Iman dapat menebal dan menipis,
tergantung dari pembinaannya. Untuk itu penyuluh agama harus mengetahui materi dasar
yang berkenaan dengan materi aqidah Islamiyah.
b. Materi Syariah.
Penyuluh harus menyadari bahwa kehidupan manusia di dunia ini merupakan anugerah dari
Allah swt. Maka umat harus mendapatkan bimbingan sehingga didalam kehidupannya dapat
berbuat sesuai dengan bimbingan Allah swt. Hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan
kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan tuntunan Allah swt. Untuk itu materi dasar
yang harus dikuasai oleh penyuluh agama antara lain :
– Ibadah sebagai bagian dari syariah,
– Pengertian ibadah.
– Klasifikasi ibadah (khusus dan umum).
– Sumber-sumber syariah.
c. Materi ahklak
Penyuluh agama Islam harus memahami bahwa ahklak atau system perilaku ini terjadi
melalui suatu konsep atau seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya
ahklak itu harus terwujud. Sebab ahklak sebagai penyempurna keimanan dan keislaman
seseorang. Untuk itu materi yang harus dikuasai antara lain :
– Berbagai pengertian mengenai ahklak, ihsan dan etika.
– Penetrapan ahklak.
– Nilai dan norma dan sumbernya.
– Pengaruhnya terhadap tingkah laku.
d. Materi Al-Qur’an.
Penyuluh agama perlu mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah sebagai wahyu Allah swt,
pedoman hidup dan kehidupan manusia, untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Rasulullah menjamin hidup tidak akan tersesat, apalagi berpegang teguh kepada Al-Qur’an
dan Al-Hadits. Untuk itu penyuluh agama harus mampu mengajarkannya seluruh ajaran
agama Islam yang bersumber Al-Qur’an dan Al-Hadits.
2. Materi Pembangunan Lintas Sektoral.
a. Materi penunjang, yaitu seperti Pancasila, UUD 1945. Sebab penyuluh agama sebagai
warga Negara yang sedang membangun disegala bidang harus memiliki kesetiaan dan
ketaatan kepada Pancasila (sebagai dasar Negara) dan UUD 1945 (sebagai landasan
konstitusional). Penyuluh agama harus mampu menjabarkan dalam pelaksanaan tugas dan
kehidupan sehari-hari.
b. Usaha perbaikan gizi keluarga menurut Islam (UPGK Islam).
c. Motivasi dan penyuluhan Imunisasi melalui jalur agama Islam.
G. Sasaran Penyuluh Agama.
Dalam prakteknya, kegiatan keagamaan (baik pengajian, majelis taklim dan sejenisnya),
merupakan kegiatan pengajaran atau pendidikan agama Islam yang paling fleksibel dan tidak
terikat oleh waktu. Ia terbuka terhadap segala usia, lapisan atau strata sosial dan jenis
kelamin, mulai anak-anak, remaja sampai dewasa. Waktu penyelenggaraannyapun bisa
dilakukan pada pagi hari, siang, sore ataupun malam. Tempat pengajarannya bisa dilakukan
di rumah, masjid, gedung dll. Selain itu, kegiatan keagamaan itu memiliki dua fungsi
sekaligus, yakni sebagai lembaga dakwah dan sebagai lembaga pendidikan non formal.
Adapun kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi sasaran penyuluhan antara lain : 1.
Masyarakat Transmigrasi. 2. Lembaga Kemasyarakatan. 3. Generasi Muda. 4. Pramuka. 5.
Kelompok anak, orang tua, wanita. 6. Kelompok masyarakat Industri, masyarakat kota atau
desa. 7. Kelompok profesi, inrehabilitasi. Rumah sakit dll.
Didalam pembinaan keagamaan perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat menunjang
keberhasilan pembinaan tersebut. Adapun macam-macam pembinaan yang dapat dilakukan
antara lain :
1. Kegiatan pengajian rutin dengan materi ke-islaman secara menyeluruh yang dibagi
kedalam sub-sub tema kajian, seperti masalah syariah, aqidah, ahklak, baca tulis Al-
Qur’an dan Hadits dll.
2. Kegiatan pengajian gabungan antara majelis taklim, dengan mendengarkan ceramah
agama.
3. Kegiatan yang bersifat incidental, seperti peringatan Isro’ Mi’roj, halal bihalal dll.
H. Factor Pendukung Dalam Pembinaan Keagamaan.
a. Faktor Dari penyuluh.
Sebagai seorang penyuluh agama Islam, tentunya ia merasa punya kewajiban dan
tanggungjawab sebagai PNS untuk melaksanakan pembinaan keagamaan, karena sesuai
dengan tugas dan fungsinya, sebagai penyuluh agama Islam.
b. Faktor Dari Jamaah (Obyek Penyuluhan).
Para jamaah menyadari bahwa kegiatan keagamaan (seperti pengajian/majelis taklim)
merupakan pendidikan yang berlangsung seumur hidup (life Long Education) dan manusia
diperintahkan untuk menuntut ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat.
I. Kesimpulan.
1. Penyuluh Agama Islam adalah Pegawai Pemerintah (PNS dan Non PNS) yang diberi
tugas tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang
untuk melakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama Islam dan
pembangunan melalui bahasa agama.
2. Penyuluh agama sebagai figur sentral berperan sebagai pembimbing dan pemimpin
masyarakat, sebagai imam dalam masalah agama dan masalah kemasyarakatan serta
masalah kenegaraan dalam rangka menyukseskan program pemerintah. Berperan
menjadi motivator pembangunan dan agen perubahan untuk menjadikan masyarakat
lebih baik dalam upaya mencapai baldatun wa rabbun gafur.
3. Penyuluh Agama Islam berfungsi Fungsi Informatif dan Edukatif yakni sebahai da’i
da’i yang berkewajiban menda’wahkan Islam, menyampaikan penerangan agama dan
mendidik masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai ajaran agama. Fungsi Konsultatif,
yakni pemberi solusi untuk turut memikirkan dan memecahkan persoalan-persoalan
yang dihadapi masyarakat. Fungsi Advokatif, yakni sebagai pembela bagi umat dari
berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan aqidah,
mengganggu ibadah dan merusak akhlakl
4. Didalam pelaksanaan tugas penyuluh harus menguasai hal-hal yang berkenaan dengan
materi dakwah/penyuluhan agama, metodenya, dan keadaan sasaran penyuluhan,
bahkan media dan logistiknya. Dalam pelaksanaan proses kegiatan penyuluhan agama
harus diupayakan dengan baik mulai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan dan evaluasi hingga pelaporannya.

DAFTAR PUSTAKA
Direkturat Jenderal Bimbingan Masyakarat Islam dan Urusan Haji Departeman Agama.
Pedoman Penyuluh Agama Islam, Jakarta, 1995.
Kepres No. 87 Tahun 1999.
Keputusan Menkowasbangpan No. 54/Kep/MK.WASPAN/9/1999 (Esian)
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Ka. BKN No. 574 dan 178 Tahun 1999
Keputusan Direktur Bimbingan Masyakarat Islam Kementerian Agama RI No. Dj.III/432
Tahun 2016
Romly A.M. Penyuluh Agama Menghadapi Tantangan Baru, Bina Reno Pariwara, Jakarta,
2001.
Suhartini, RJ. Drs. dan Ir.. Benar Simangungsong, M.Sc. Pembinaan Personil Melalui
Bimbingan dan Penyuluhan, Penelrindo, Jakarta, 1989.
Departemen Agama RI., Al Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al
Qur’an , Jakarta, l985

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling, Ghalia Indonesia, Jakarta, l985

H.M. Arifin, Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di sekolah
dan di Luar Sekolah, Bulan Bintang, Jakarta, l976

H.M.Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, Pustaka Setia, Bandung, l999

H. Koestoer Partowisastro, Bimbingan & Penyuluhan . Erlangga , Surabaya, 1985

Syahril dan Riska Ahmad. Pengantar Bimbingan dan Konseling , Angkasa Raya , Padang,
l986

Tohari Musnamar, dkk, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami, UII
Press, Yogyakarta, l992
Departemen Agama RI., Buku Panduan Pelaksanaan Tugas Penyuluhan Agama, Jakarta,
2003.
--------, Himpunan Peraturan Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan
Angka Kreditnya, Jakarta, 2000
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya : Al-Ikhlas, 1987.
A. Surjadi, Dakwah Islam Dengan Pembangunan Masyarakat Desa, Bandung :
Mandar Maju 1989.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama memiliki posisi dan tugas dalam
menjaga keharmonisan dalam kehidupan beragama di Indonesia, hal ini mengacu
kepada Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1 Tahun 2001 bahwa fungsi Departemen
Agama meliputi empat masalah pokok, yaitu :
“Pertama, memperlancar pelaksanaan pembangunan di bidang keagamaan. Kedua,
membina dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas serta administrasi departemen. Ketiga,
melaksanakan penelitian dan pengembangan terapan pendidikan dan pelatihan tertentu dalam
rangka mendukung kebijakan di bidang keagamaan. Keempat, melaksanakan pengawasan
fungsional.”[13]

Dalam usaha mengimplementasikan fungsi di atas, maka penyuluhan agama Islam


merupakan salah satu bentuk satuan kegiatan yang memiliki nilai strategis, khususnya dalam
menjalankan fungsi memperlancar pelaksanaan pembangunan di bidang keagamaan. Oleh
karena itu, penyuluh agama Islam memiliki peranan penting dalam mengkomunikasikan
ajaran agama dan program pembangunan melalui bahasa agama kepada masyarakat. ”Setiap
penyuluh agama merupakan komponen utama yang mempengaruhi kinerja tugas operasional
penerangan agama Islam yang belakangan direstrukturisasi menjadi Pendidikan Agama Islam
pada masyarakat dan Pemberdayaan Masjid”.[14]
Dalam kaitan ini, para penyuluh agama karena fungsinya yang strategis itu, memiliki
tanggung jawab untuk membawa masyarakat binaannya kearah kehidupan yang lebih baik
dan sejahtera, lahiriyah maupun batiniyah, sesuai dengan ajaran Islam.
”Penyuluh Agama Islam mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berdasarkan
Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 516 tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Jabatan Penyuluh Fungsional, yaitu dengan melakukan dan mengembangkan
kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama kepada
masyarakat”.[15]

Tugas penyuluh agama Islam sekarang ini berhadapan dengan suatu kondisi
masyarakat yang berubah dengan cepat yang mengarah pada masyarakat fungsional,
masyarakat teknologis, masyarakat saintifik dan masyarakat terbuka. Dengan demikian,
setiap penyuluh agama secara terus menerus perlu meningkatkan pengetahuan, wawasan dan
pengembangan diri, dan juga perlu memahami visi penyuluh agama serta menguasai secara
optimal terhadap materi penyuluhan agama itu sendiri maupun teknik menyampaikannya.
Sehingga ada korelasi faktual terhadap kebutuhan masyarakat pada setiap gerak dan langkah
mereka.
Keberhasilan seorang Penyuluh Agama Islam dalam melaksanakan tugasnya di
masyarakat dipengaruhi oleh beberapa komponen diantaranya komponen strategi dakwah
yang dipilih dan dirumuskan. Karena kemajemukan masyarakat Indonesia yang terdiri dari
berbagai suku, ras, tradisi, bahasa, serta status sosial ekonomi yang berbeda-beda.
Menghadapi kondisi ini seorang penyuluh harus menyusun strategi yang tepat dalam
pelaksanaan tugas kepenyuluhannya demi tercapainya tujuan tugas itu. Disamping itu materi
penyuluhan tergantung pada tujuan yang hendak dicapai, namun secara global dapatlah
dikatakan bahwa materi penyuluhan dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu ”
masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syari`ah) dan masalah budi pekerti (akhlakul
karimah)”.[16]
Oleh karena itu, penyuluh agama Islam mempunyai peranan penting dalam kehidupan
beragama, bermasyarakat dan bernegara. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA)
Nomor 79 tahun 1985 bahwa : ”Penyuluh Agama mempunyai peranan sebagai pembimbing
masyarakat, sebagai panutan dan sebagai penyambung tugas pemerintah”[17]
Selanjutnya, penyuluh agama Islam mempunyai fungsi yang sangat dominan dalam
melaksanakan kegiatannya, yaitu :
“Fungsi Informatif dan Edukatif, ialah Penyuluh Agama Islam memposisikan sebagai da’i
yang berkewajiban menda’wahkan Islam, menyampaikan penerangan agama dan mendidik
masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai ajaran agama. Fungsi Konsultatif, ialah Penyuluh
Agama Islam menyediakan dirinya untuk turut memikirkan dan memecahkan persoalan-
persoalan yang dihadapi masyarakat, baik secara pribadi, keluarga maupun sebagai anggota
masyarakat umum. Fungsi Advokatif, ialah Penyuluh Agama Islam memiliki tanggung jawab
moral dan sosial untuk melakukan kegiatan pembelaan terhadap umat / masyarakat dari
berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang merugikan aqidah, mengganggu
ibadah dan merusak akhlak”[18]

[1] H.M. Arifin, Ilmu Pendidkkan Islam, Jakarta. Bumi Aksara, 1994, hlm. 88
[2] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, PT Logos Wacana Ilmu, 1999,
hlm. 67
[3] Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan…, hlm. 68
[4] Zuhairni, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1995, hlm. 77
[5] Masjfuk Zuhdi, Studi Islam : Ibadah, Jakarta, Rajawali, 1995, hlm. 4
[6] Qs, adz-Dzaariyaat, 51:56
[7] Qs, al-Baqarah, 2:30
[8] H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Kalam Mulia, 1994, hlm. 88
[9] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1994, hlm. 147
[10] Said Agil Husein al Munawar, Al Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki, Jakarta: Cipta Press, 2002, hlm. 288
[11] Sidi Gazalba, Islam dan Perubahan Sosial Budaya: Kajian Islam Tentang
Perubahan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Al Husnah, 1983, hlm. 171

[12] Qs, an-Nahl, 16:125


[13] A. Chunaini Saleh, H. Hartono, Struktur Organisasi Departemen Agama RI,
Jakarta : Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Dep. Agama RI, 2003, hlm. 1
[14]Kementerian Agama Prov. Sumatera Selatan, Majalah Rukun Umat,
Edisi 08/Thn.II/Jan.2009, Palembang, Kankemenag Prov. Sumsel, 2009, hlm. 20
[15]Kementerian Agama Prov. Sumatera Selatan, Buku Pedoman Penyuluh Agama
Islam, Palembang, Bidang Penamas dan Pemberdayaan Masjid (Kankemenag Prov. Sumsel),
2007, hlm. 1
[16]Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya, Al-Ikhlas, 1983,
hlm. 60
[17]Depertemen Agama RI, Himpunan Peraturan Tentang Jabatan Fungsional
Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya, Jakarta. Direktorat Jendaral Bimbingan Masyarakat
Islam dan Urusan Haji, 2000, hlm. 2

Anda mungkin juga menyukai